Régalien Wedding [ ON HOLD ]

BlackLunalite

185K 28.4K 3.9K

Kim Seokjin adalah Pangeran dari kerajaan Lazurite. Namun dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Walaup... Еще

Part 1: The Prince Proposal
Lazurite Kingdom
Part 2: Accepted
Part 3: Duel
Part 4: Engaged
Part 5: Engagement Party
Part 6: Fiancé
Part 7: Days Before The Wedding
Part 8: Wedding Day
Part 9: Husbands
Part 10: The Reason
Part 11: Boldness
Part 12: Protectiveness
Part 13: The Square
Part 14: Stalker
Part 15: The Plan
Part 16: Blu Island
Part 18: Back Home
Part 19: Touchy

Part 17: The Letter

5.2K 984 114
BlackLunalite

Seokjin menyadari bahwa pengamanan di sekitarnya menjadi lebih hebat daripada sebelumnya, dan karena pihak militer yang menjadi pengawalnya adalah sekumpulan pria dengan tubuh tegap dan wajah serius, Seokjin agak sedikit kesulitan untuk mencerahkan suasana, pengawalnya benar-benar tidak pernah tersenyum.

Jadwal mereka di pulau Blu tidak terlalu berbeda dengan jadwal mereka di pulau-pulau sebelumnya, hanya saja Seokjin rasa Namjoon lebih santai ketika berada di pulau Blu, mungkin karena dia memang lahir di sini. Dia juga tidak mengatakan apapun lagi soal kemungkinan ada orang yang mengawasi Seokjin, tapi Seokjin tetap merasa khawatir dan dia ingin kembali ke istana secepatnya.

Seokjin menyeret langkah kakinya memasuki kamarnya di rumah Namjoon. Dia benar-benar tidak ingin melakukan apapun selain mandi, makan, dan tidur. Hari ini mereka menghadiri sebuah festival kecil di pantai dan Seokjin memanfaatkan kesempatan itu untuk berkeliling dan menikmati pantai sepuasnya, lalu sekarang dia tengah merasakan hasil dari kegiatannya berjalan-jalan dan berlarian di sekitar pantai, kakinya terasa pegal luar biasa.

Ketika dia membuka jasnya, Seokjin melihat sebuah amplop berwarna merah muda lembut yang diletakkan di atas meja nakas tempat tidurnya. Seokjin tidak melihat amplop itu sebelumnya dan dia tidak berpikir ketika dia meraihnya, membuka segel amplop dengan ujung kukunya dan mengambil surat yang tertulis di dalamnya.

Mata Seokjin melebar seketika ketika dia melihat isi surat itu, tubuhnya gemetar secara otomatis dan Seokjin menggigit bibir bawahnya, dia tidak mengerti kenapa surat itu bisa berada di kamarnya. Siapa yang meletakkan surat itu di sana? Jika surat itu bisa masuk ke dalam kamarnya, apakah itu berarti rumah Namjoon bukan lagi menjadi tempat paling aman di seluruh Blu?

Seokjin mendengar suara pintu kamar yang dibuka diikuti dengan langkah kaki memasuki kamar namun Seokjin masih terlalu terguncang untuk menoleh dan melihat siapa yang baru saja memasuki kamar. Seokjin berdiri diam di posisinya sementara suara Namjoon terdengar mengisi keheningan di kamar.

"Seokjin, Penasihat Yoongi menemuiku tadi, dia bilang kita harus..." Namjoon terhenti saat melihat Seokjin yang berdiri kaku di sisi tempat tidur, "Seokjin?"

Namjoon berjalan cepat melintasi ruangan dan menghampiri Seokjin, dia meraih pergelangan tangan Seokjin dengan perlahan. "Seokjin? Ada apa?"

Seokjin menoleh ke arah Namjoon dan memberikan lembaran kertas yang sejak tadi dipegang olehnya. Dahi Namjoon berkerut karena bingung tapi dia tetap mengambil lembaran kertas yang disodorkan Seokjin padanya. Namjoon menunduk untuk menatap kertas itu dan ekspresi wajahnya mengeras dengan seketika.

'Dear Prince Seokjin,

Aku tahu kenapa kau memilih Jenderal itu.

Akan tetapi, sayang sekali, Jenderal itu tidak akan bisa melakukan apapun untuk menjauhkanmu dariku.

Jika kau tidak berhenti mengurusi hal yang bukan menjadi urusanmu, maka Raja sendiri tidak akan bisa menyelamatkanmu dariku.'

Namjoon menatap Seokjin, "Dimana kau menemukan ini?"

Seokjin menuding ke arah amplop di meja nakas dan dia mendengar Namjoon mengumpat dengan suara rendah. Namjoon meraih pergelangan tangan Seokjin lagi dan membimbingnya untuk duduk di sofa yang ada di kamar mereka. Seokjin menurut saja, dia masih terlalu takut untuk bergerak, sebelumnya ancaman-ancaman yang dikirimkan olehnya tidak pernah mengguncangnya seperti ini, tapi Seokjin memilih untuk menikah dengan Namjoon agar dia mendapatkan perlindungan, dan sekarang siapa pun itu yang mencoba mengancamnya, mengetahui maksud dari Seokjin menikah dengan Namjoon.

Lantas, apa lagi yang bisa dilakukan Seokjin untuk melindungi dirinya?

Seokjin bisa mendengar Namjoon berbicara di telepon dengan seseorang, tapi Seokjin tidak bisa menangkap pembicaraannya karena dia terlalu sibuk memikirkan banyak hal lainnya.

Namjoon meraih wajah Seokjin segera setelah dia selesai menelepon, "Aku sudah menghubungi Penasihat Yoongi dan juga Minsoo, serta Daejung. Daejung sedang memeriksa perimeter di sekitar rumah sekarang." Namjoon mengusap pipi Seokjin dengan ibu jarinya, "Jangan khawatir, kau akan baik-baik saja."

Seokjin terdiam dan mengangguk pelan, "Tapi kenapa surat itu bisa ada di kamar ini? Ini kamar pribadimu, Namjoon."

Namjoon menyisir rambutnya dengan tangan, "Aku tahu, Daejung bilang dia akan memeriksa dan bertanya pada staff di rumah ini untuk memeriksa siapa saja yang masuk ke kamarku hari ini. Ada kamera pengawas di gerbang rumah jadi kurasa kita bisa melihat siapapun itu yang mengantarkan surat ke rumah ini jika surat itu datang dari luar."

Seokjin mengangguk lagi dan Namjoon menghela napas pelan kemudian duduk di sebelah Seokjin. Dia meraih tangan Seokjin ke dalam genggaman tangannya dan memberikan usapan ringan dengan menggunakan ibu jarinya di punggung tangan Seokjin.

Tak lama kemudian Yoongi dan Minsoo datang ke kamar, ekspresi Yoongi seperti menjelaskan seberapa berbahayanya situasi Seokjin saat ini. Seokjin tidak pernah membahas terkait masalahnya dengan Yoongi dan sepertinya Yoongi sudah memahami situasi ini.

Yoongi menghela napas pelan seraya duduk di seberang Namjoon dan Seokjin, "Seorang pangeran di kerajaan biasanya memang akan mendapatkan death threats tapi aku tidak menduga ancaman itu akan dikirimkan secara langsung ke kamar tidur sang pangeran itu sendiri." Yoongi memijat pelipisnya, "Aku tahu soal death threats yang dikirimkan padamu ke database istana dan aku selalu menutupinya darimu agar kau tidak khawatir, tapi aku tidak menyangka jadinya akan seperti ini."

Seokjin melirik Namjoon dan Namjoon tersenyum seraya meremas tangan Seokjin dalam genggamannya. Seokjin sudah menceritakan soal ancaman yang dikirimkan ke ponselnya pada Namjoon dan Namjoon sendiri tahu bahwa pasukan khususnya sudah mengatakan bahwa Seokjin memang mendapatkan death threats lebih banyak namun pasukan khususnya melindungi fakta itu dari istana.

Oleh karena itu Namjoon mengerti kenapa Yoongi terlihat tegang, death threats yang lolos ke database istana hanya death threats yang tidak terlalu berbahaya dan terkesan seperti ancaman kosong. Akan tetapi Namjoon rasa Yoongi dan Minsoo sebaiknya ikut membantu dalam proses penyelidikan terkait death threats ini sebelum keselamatan Seokjin lebih terancam.

"Surat itu mungkin diantarkan ke kamar oleh salah satu staff, Daejung sedang mengurus itu sekarang, dia akan segera datang ke sini setelah mendapatkan informasi yang cukup." Namjoon menarik napas dengan perlahan, "Aku memanggil kalian ke sini untuk menjelaskan situasinya karena aku mengkhawatirkan keselamatan Seokjin, tapi aku minta pada kalian agar tidak mengatakan apapun ke istana terkait surat ini."

Yoongi mengerjap, "Bagaimana dengan Daejung dan pengawal Pangeran Seokjin?"

Namjoon menggeleng, "Aku memberi perintah secara langsung pada Daejung untuk tidak mengatakan apa pun pada siapa pun. Dan Daejung tidak tahu soal death threats, aku hanya mengatakan padanya untuk memeriksa siapa staff yang masuk ke kamarku seharian ini."

Seokjin memijat pelipisnya, "Lantas apa yang harus kita lakukan sekarang?"

"Staff di istana tentunya akan memeriksa tiap surat dan paket yang dikirimkan pada seorang pangeran jika tidak diberikan nama pengirim yang jelas. Kurasa surat itu bisa ada di sini karena staff di rumah ini yang kurang teliti." Namjoon memulai, "Di amplop itu tidak ada nama dan alamat pengirim, hanya ada nama Seokjin. Aku akan menyimpan amplop dan surat itu untuk kuselidiki lebih jauh, mungkin aku akan menemukan sesuatu di sana."

"Yang Mulia, anda yakin kita harus merahasiakan ini dari istana?" tanya Minsoo.

Namjoon mengangguk, "Jika kita melaporkan ini pada istana, maka Raja pastinya akan melakukan sesuatu, dan mungkin itu adalah yang diinginkan oleh pihak pemberi ancaman, sebaiknya kita biarkan saja seperti ini tapi kita tetap menyelidikinya secara diam-diam, aku memberi tahu hal ini kepada kalian karena sebagai Penasihat kami, kalian memiliki sumber informasi di istana dan kalian tahu bagaimana cara mendapatkannya."

"Jadi bagaimana rencananya, Yang Mulia?" tanya Yoongi.

"Kita akan biarkan situasinya seperti ini dan jangan sampai ada orang lain yang tahu selain kita terutama Raja. Aku akan menyelidiki surat ini dan kalian berdua akan mengumpulkan informasi dari istana, pihak istana mungkin pernah menerima surat-surat seperti ini namun akhirnya melenyapkan surat-surat tersebut karena tidak dilengkapi nama dan alamat pengirim yang jelas." Namjoon menatap Yoongi dan Minsoo, "Aku tahu protokol istana untuk langsung melenyapkan surat tanpa pengirim yang jelas dan tidak memberitahu pada pihak keluarga kerajaan karena terkadang itu akan berisi sesuatu yang tidak terduga."

Yoongi mengangkat bahunya, "Lebih tepatnya itu menjadi salah satu aturan setelah sebuah surat berisi lamaran pernikahan beserta foto bagian privat dari seorang wanita dikirimkan ke istana dan ditujukan pada Pangeran Sejong. Kala itu Pangeran Sejong menerapkan aturan untuk langsung melenyapkan surat-surat kaleng yang dikirimkan ke istana apabila tidak terdapat nama pengirim yang jelas, dan istana juga memberikan pengumuman resmi bahwa surat dan paket yang dikirimkan ke istana harus memiliki nama pengirim serta maksud dan tujuan yang jelas."

Seokjin membulatkan matanya, "Aku tidak tahu soal itu, kukira peraturan ini sudah ada karena memang diperlukan oleh istana."

Yoongi tersenyum, "Anda masih tujuh belas tahun saat itu, Yang Mulia. Pangeran Sejong memang tidak mengatakan ini pada adik-adiknya karena konten dari lamaran pernikahan itu sangat vulgar."

Minsoo juga terlihat sama terkejutnya dengan Seokjin, dia menatap Yoongi dan Namjoon bergantian dengan mata membulat.

Namjoon tertawa kecil melihat ekspresi Seokjin dan Minsoo, "Aku sudah menjadi bagian dari militer saat itu dan aku mendapatkan informasi terkait itu ketika aku sudah menjabat sebagai Jenderal."

Seokjin menatap Namjoon dengan alis berkerut, "Kenapa kau mendapatkan informasi itu ketika kau sudah menjabat sebagai Jenderal?"

Namjoon mengangkat bahunya, "Jenderal sebelumnya menjelaskan semuanya padaku, termasuk alasan dari tiap peraturan istana. Dan Raja sendiri banyak membahas terkait peraturan istana itu bersamaku dan Pangeran Sejong, jadi aku sudah tahu semuanya."

Seokjin terlihat ingin mengatakan sesuatu, tapi dia terhenti saat pintu kamarnya diketuk dan tak lama kemudian Daejung berjalan masuk ke dalam kamar. Dia membungkuk untuk menyapa Namjoon dan Seokjin kemudian kembali menegakkan tubuhnya.

"Saya sudah bertanya pada para staff dan memeriksa rekaman kamera pengawas, ada seseorang dengan pakaian seperti kurir datang mengantarkan sebuah surat untuk Pangeran Seokjin ke gerbang belakang, salah satu staff menerima surat itu dan dia yang membawanya ke kamar ini. Dia tidak melihat isi surat dan dia tidak tahu siapa yang mengantarkan surat itu karena helm yang dipakai orang tersebut." Daejung menjelaskan dengan lancar, "Apakah ada masalah, Yang Mulia?"

Namjoon mengibaskan tangannya, "Hanya surat kaleng biasa. Tapi aku tidak suka ada surat kaleng yang bisa masuk ke kamarku, makanya aku memintamu untuk memeriksanya. Terima kasih, Daejung."

Daejung mengangguk, "Perlukah saya menambahkan anggota baru untuk menjadi pengawal di tur ini, Yang Mulia?"

Namjoon menggeleng, "Tidak perlu, situasi sudah terkendali. Katakan saja pada semua anggota pasukan pengawal dan para staff untuk memperhatikan setiap orang yang mengantarkan surat padaku dan Seokjin, dan agar memberikannya langsung padaku."

Daejung mengangguk, "Kalau begitu saya permisi, Yang Mulia."

Namjoon mengangguk lalu dia kembali menatap Yoongi dan Minsoo, "Kalian juga bisa kembali ke kamar kalian untuk beristirahat. Untuk saat ini, itu saja yang akan kalian lakukan, jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja, bersikap lah seperti biasa agar siapapun itu yang mencoba mengancam Seokjin tidak curiga, menimbulkan kepanikan di istana pastinya tidak bagus dan mungkin itu tujuan dari pengancam Seokjin."

Yoongi mengangguk dan bergerak bangun, diikuti oleh Minsoo. "Kalau begitu, kami permisi, Yang Mulia. Selamat beristirahat."

Namjoon mengangguk kecil, "Oh, Penasihat Yoongi."

"Ya, Yang Mulia?"

"Mungkin kau bisa memberikan sedikit briefing untuk Minsoo? Dia masih baru di urusan menjadi Penasihat dan kurasa dia membutuhkan sedikit arahan." Namjoon tersenyum pada Minsoo, "Aku sama sekali tidak keberatan kalau kau agak canggung dalam melaksanakan tugasmu, lagipula aku menaikkan jabatanmu dari asisten menjadi Penasihat secara sepihak tanpa menanyakan kesediaanmu, dan aku minta maaf untuk itu."

Minsoo terlihat gugup, "T-tidak, Yang Mulia. Saya sangat bersyukur bisa menjadi Penasihat anda, saya akan belajar dan membiasakan diri dengan secepat mungkin."

Yoongi tersenyum tipis, "Saya akan memberi arahan pada Minsoo dengan baik, Yang Mulia."

Namjoon mengangguk, "Terima kasih."

Yoongi dan Minsoo berjalan keluar dari kamar dan Namjoon mengambil sarung tangan dari barang-barangnya dan keluar dari kamar untuk beberapa menit lalu kembali dengan membawa sebuah plastik klip berukuran sedang.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Seokjin.

Namjoon memakai sarung tangannya kemudian memasukkan amplop beserta lembaran surat itu ke dalam plastik. "Aku mengamankan barang bukti, setelah ini aku akan memeriksa apakah ada alat penyadap di sekitar kamar."

"Apakah itu perlu?"

Namjoon mengangguk, "Kamarku kedap suara, tidak akan ada yang bisa mendengar apapun dari luar kamar, dan aku selalu memastikan kamarku aman, tapi tidak ada salahnya memeriksa lagi." Namjoon meletakkan plastik berisi amplop dan surat itu kemudian mengeluarkan sebuah alat yang hampir mirip dengan transceiver dari dalam kopernya lalu berjalan mengelilingi kamarnya.

Seokjin hanya diam memperhatikan Namjoon yang memeriksa seisi kamar dengan begitu teliti dan akhirnya mengangguk puas.

"Semuanya aman," ujar Namjoon dan dia meraih ponselnya lagi, "Aku harus keluar sebentar untuk menemui pasukan khusus itu. Mereka akan menyelidiki amplop dan surat ini."

"Apakah sebaiknya kita menyelesaikan tur dengan cepat? Aku mengkhawatirkan Jungkook yang tengah mengambil alih pekerjaanku, Jungkook sangat cerdas, dia pasti tidak butuh waktu lama untuk menemukan selisih dalam perhitungan itu." Seokjin menghela napas pelan, "Aku benar-benar tidak mau melibatkan Jungkook dalam masalah ini."

Namjoon terdiam sebentar, mempertimbangkan ucapan Seokjin. "Seingatku ada jadwal kosong di hari terakhir tur ini, waktu kosong yang diberikan agar kita bisa berjalan-jalan sendiri tanpa terikat jadwal. Kita bisa pulang di hari terakhir itu dengan alasan aku memiliki pekerjaan militer yang tidak bisa kutinggalkan."

Seokjin mengerjap, "Kenapa tidak mengatakan bahwa kita berdua sama-sama memiliki pekerjaan?"

Namjoon tertawa, "Jika kita melakukan itu, maka itu akan membuat pengancammu merasa bahwa kau ketakutan dan memutuskan untuk segera bekerja. Kau akan bersikap sesantai mungkin, ketidakpedulianmu pada ancamannya akan membuatnya marah dan kemarahan akan mendatangkan kecerobohan, hal itu akan membuatmu mengumpulkan bukti dengan mudah."

Seokjin menggigit-gigit bibirnya, "Aku ingin menolak karena itu akan membuatmu berada dalam pandangan yang buruk dari pihak istana karena ingin mengakhiri 'tur bulan madu' ini lebih cepat, tapi kau benar soal ketidakpedulianku akan membuat mereka marah, jadi baiklah, aku setuju,"

Namjoon mengusak poni Seokjin dengan tangannya, "Jangan khawatir, reputasiku di istana memang terkenal sebagai Jenderal yang sangat kaku, mereka tidak akan curiga aku memilih untuk mengakhiri bulan madu dengan cepat."

Seokjin tersenyum, dia tidak mengatakan apapun karena bagi Seokjin, Namjoon bukan sosok yang kaku, pada awalnya dia memang ragu Namjoon akan membantunya, tapi sekarang setelah melihat semua yang dilakukan Namjoon untuknya, Seokjin menjadi semakin yakin bahwa keputusannya untuk mengajukan pernikahan ini adalah hal yang paling tepat.

To Be Continued

.
.
.

Hello~

Продолжить чтение

Вам также понравится

1M 84.9K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
164K 15.6K 38
Tidak pandai buat deskripsi. Intinya ini cerita tentang Sunoo yang punya enam abang yang jahil. Tapi care banget, apalagi kalo si adek udah kenapa-ke...
Sylvester Abu0Ima

Фанфик

178K 15.1K 26
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...
69.9K 5.1K 24
"MOMMY?!!" "HEH! COWOK TULEN GINI DIPANGGIL MOMMY! ENAK AJA!" "MOMMY!" "OM!! INI ANAKNYA TOLONG DIBAWA BALIK YAA! MERESAHKAN BANGET!" Lapak BxB ⚠️ Ma...