Tell Me Why â–Ş Park Jihoon

By arin-a

2.7K 596 140

Semuanya terjadi terlalu cepat, sampai-sampai seorang Park Jihoon tidak dapat menghindar lagi. Dirinya dipili... More

•Prolog & Cast•
01 • First Meet, Isn't?
02 • Please, Save It
03 • Have Been Chosen
04 • Crazy Thing Called 'Cooperation'
05 • Rendezvous
06 • How Can I?
07 • Special Request
08 • Who is She?
09 • The Special Day
10 • Moving
11 • Heol
12 • Get Closer
13 • No Regret
14 • What is it?
15 • Thank You
16 • Present
17 • Last Forever?
18 • Go Public
19 • How to Protect Her
20 • Fight
21 • The Cure
22 • Something Goes Wrong
23 • Promise
24 • I'm Fine
25 • ToGetHer?
26 • At least, Try
27 • Nighty Night
28 • Somewhere in Between
29 • About You
31 • Br(OK)en Kiss

30 • Quotes & Mith

31 5 0
By arin-a

Sepulang dari Yanoda sebelum sampai di hotel lagi, ketiganya singgah di resto dengan view pantai Sanya yang membentang menawan di senja hari. Guanlin masih menenteng bungkusan plastik yang diperolehnya tadi, selesai memesan menu rekomendasi dan tinggal menunggu hidangan disuguhkan, ia buru-buru membawa topik yang sedari tadi dirahasiakannya.

"Aku tidak percaya akan menemukan ini di sana," gumam Guanlin semakin membuat kedua orang yang duduk semeja bersamanya mengerutkan alis tipis.

"Kau bukan turis, tapi kenapa kau membeli oleh-oleh?" sahut Jihoon masih heran sekaligus penasaran.

Lelaki berkulit putih itu akhirnya mengeluarkan dua batang cokelat yang bungkusnya sangat asing bagi Jihoon dan Sera. Desain kemasannya juga terlihat kuno namun kental nuansa klasik dan bersejarah. Coklat itu sangat pipih berukuran sekitar 5×15 cm. Ia menyodorkannya ke tengah meja bulat mereka.

"Kau tahu? Ini bukan cokelat biasa. Aku terakhir menemukannya masih banyak di jual sewaktu berumur 10 tahun. Ayah dan ibuku juga percaya, cokelat ini bisa menunjukkan seberapa besar perasaanmu pada seseorang," papar Guanlin antusias.

Sera mengangkat alis, tertarik. "Apa ini semacam mitos yang dipercaya atau bagian dari budaya China?"

"Ya, semacam itu. Dulu aku tidak peduli dan hanya memakannya saja. Tadi saat aku kembali menemukannya, aku jadi berpikiran ingin mencobanya."

"Jadi, bagaimana caranya?" Jihoon ikut penasaran.

"Cokelat ini harus dipegang oleh dua orang. Masing-masing di sisi yang berlawanan dan pada saat yang sama, ditekan sampai cokelat patah. Besarnya kepingan yang kau peroleh itulah yang akan menunjukkan bagaimana perasaanmu pada orang itu," jelas Guanlin seolah tengah mengumumkan suatu game sederhana.

"Wah, ini menarik!" ujar Sera spontan semakin antusias.

Guanlin tersenyum tipis lalu membuka bungkusan salah satu cokelat dan mengacungkannya di antara Jihoon dan Sera. "Kalian cobalah."

Sera langsung menyambarnya, berbanding terbalik dengan Jihoon yang masih menampilkan ekspresi tidak habis pikir. Pasalnya, ia bukan termasuk orang yang percaya pada mitos, tapi mengingat dirinya sedang berada di tanah yang asing, tidak ada salahnya dicoba, bukan? Meski awalnya sempat ragu, akhirnya Jihoon memegangi sisi lain cokelat itu dan Guanlin mulai menghitung sampai tiga.

Trak!

Hasilnya sesuai dugaan si empunya permainan. Kepingan Sera jauh lebih besar dari milik Jihoon meskipun tekstur cokelat itu sedikit keras dan keduanya memegang di kedua posisi yang seimbang. Gadis itu langsung menunjukkan hasilnya pada Guanlin.

"Patahan milikmu lebih besar, itu artinya perasaanmu pada Jihoon hyung jauh lebih besar," simpul Guanlin santai.

Jihoon justru langsung memakan kepingan miliknya dan ia terkekeh mendengar penjelasannya. "Apa itu? Astaga, ini sulit di percaya."

"Tapi, aku akui ini benar...." Gadis itu tiba-tiba menimpal yang membuat Jihoon menghentikan tawanya sejenak. Sera buru-buru menelan potongan cokelat yang baru dicobanya, menyadari kata-katanya akan terdengar ambigu. "Benar-benar enak, maksudku," ralatnya yang kini membuat Guanlin spontan tertawa.

"Iya, rasanya tidak sepahit bayanganku," tambah Jihoon ikut menikmati lalu tercetus satu ide yang mengganggu di kepalanya. "Kau harus mencobanya juga, Guanlin-ah. Cobalah dengan Sera karena sepertinya dia sangat menyukai cokelat itu."

Mendadak Sera bertatapan dengan Guanlin secara canggung. Lelaki itu pasrah saja jika Sera menolak dengan alasan ingin menghormati Jihoon meskipun ia mempersilakannya secara santai. Tidak ingin menabur kejanggalan, gadis itu mencoba kembali mengambil alih suasana. "Baiklah, kita akan mencobanya setelah makan, Guanlin-ah. Deal?" tawarnya melihat troli yang membawa makanan pesanan mereka semakin dekat.

▪°▪°▪

Usai makan dan menikmati senja di pantai kota Sanya yang tersuguh sangat menawan dan mengagumkan dari resto pilihan Guanlin itu, mereka melanjutkan perjalanan sampai di hotel ketika hari mulai gelap. Guanlin akhirnya mencoba mematahkan cokelat itu bersama Sera, hingga lagi-lagi menghasilkan kepingan sesuai dugaannya.

"Kepinganku lebih besar," ungkap lelaki berkulit putih itu memperjelas, seraya tersenyum simpul.

"Terlepas dari kepercayaan dan mitos tentang cokelat ini, jika memang benar itu menggambarkan perasaanmu dan besarnya cintamu, bukankah memang seharusnya laki-laki memiliki potongan yang lebih besar?" timpal Jihoon mengeluarkan isi kepalanya tanpa ragu.

Ditengah kenikmatannya menikmati kepingan cokelat yang ia miliki, gadis bersurai hitam itu berpikir sejenak. "Maksudmu, laki-laki harus lebih mencintai wanita?"

"Menurutku, seharusnya begitu," sahut Jihoon agak ragu mengingat dirinya justru melakukan hal sebaliknya selama ini.

Guanlin yang di kursi depan kembali menyahut, "Tapi, Hyung, aku pernah membaca quotes tentang wanita yang lebih rela tinggal bersama orang yang ia cintai meskipun tidak dicintai daripada tinggal bersama orang yang mencintainya tapi tidak dia cintai." Tiba-tiba atmosfer menjadi hening dalam beberapa saat. Ia akhirnya melirik ke belakang. "Benarkah itu? Bagaimana menurutmu, Sera-ya?"

Gadis itu tiba-tiba berdeham demi mengusir kegugupannya sendiri. "Menurutku? Tidak mutlak benar tapi juga tidak sepenuhnya salah."

"Jika kau menjadi wanita itu, kau ... akan berada di posisi yang mana?"

Detik itu juga ingin rasanya Sera menyembur Guanlin dengan sumpah serapah akibat pertanyaannya yang seolah sengaja menyerang gadis itu. Ia diam sejenak, mencoba berpikir tenang dan hati-hati agar tidak terjebak oleh kata-katanya sendiri. Ia mengamati secara bergantian Guanlin yang tersenyum miring dan Jihoon yang menanti jawabannya.

"Aku bisa menjadi keduanya, karena dicintai dan mencintai adalah dua perasaan yang paling sulit dikontrol manusia. Aku tidak memiliki kendali atas perasaan orang lain terhadapku, sehingga aku juga tidak bisa memaksakannya. Tentang perasaanku sendiri, nyatanya tak bisa selalu diatur akan jatuh pada siapa."

Kedua laki-laki yang mendengar penuturan gadis itu tertegun sejenak. Lelaki bersurai hitam mengakui sosok gadis bermata cokelat itu sangat lugas. Pemaparannya masuk akal dan sulit disanggah oleh si pemilik pertanyaan yang diduga hanya melempar umpan biasa.

"Jika itu kau, mana yang akan kau pilih Guanlin-ah?" tanya Jihoon balik yang juga menjadi suatu hal mengejutkan bagi Sera.

"Aku?" Guanlin menunjuk dirinya sendiri lalu tersenyum. "Karena aku tidak tahu bagaimana rasanya tinggal dengan seseorang yang mencintaiku sedangkan aku tidak mencintainya, jadi aku memilih bersama seseorang yang aku cintai meskipun dia tidak mencintaiku." Dia tersenyum tipis dan menatap Sera sekilas.

"Lalu jika begitu, kenapa kau tidak bersama orang yang kau cintai?" tanya Jihoon lagi. Lelaki itu tampak tanpa beban dan sangat santai. Seolah topik ini tidak akan menyerangnya.

"Kasus tambahan, Hyung. Sayangnya ia tidak memilihku."

"Kau tahu alasannya tidak memilih bersamamu?"

Guanlin langsung mengangguk tanpa berpikir panjang.

Jihoon tersenyum tipis, dan bergumam, "Setidaknya anggap saja kau masih beruntung bisa tahu alasannya mengapa meskipun tidak dipilih, Guanlin-ah."

Tidak sepertiku yang dipilih tapi masih tidak tahu mengapa.

"Selalu ada keuntungan dari setiap kejadian." Guanlin tertawa seraya melirik Sera yang diam saja sejak tadi. Gadis itu pura tidak mendengarkan dan nampak asyik menikmati kerlap-kerlip lampu kota Sanya dari balik kaca mobil di sebelahnya. Matanya lesu, ia seperti kehabisan energi atau mengantuk.

Payahnya karena itu aku justru semakin tidak bisa melupakannya.

Guanlin ingin menyuarakannya, tapi keheningan yang tercipta sejenak membuatnya kembali berbalik dan menghadap depan.

"Aku juga pernah mendengar salah satu kata-kata bijak, semesta tidak mungkin tanpa alasan membiarkanmu bertahan pada perasaan yang sama dengan orang yang sama."

"Apa mungkin berhubungan dengan istilah cinta datang karena terbiasa?"

"Sayangnya itu tidak berlaku dalam kasusku, Hyung," jawab Guanlin lalu tertawa getir.

Aku terbiasa menghabiskan waktu bersama Sera namun ia tidak pernah berpaling sedetikpun padaku.

"Bagaimana menurutmu, Sera-ya?" Mendengar namanya kembali disebut, gadis itu mendesah malas. Ia tidak mau dijadikan sasaran selanjutnya yang akan membuatnya semakin kewalahan sendiri menanganinya.

"Entahlah. Hentikan saja."

Detik itu juga, Jihoon menyadari ada yang aneh dari gadis itu. Sera tidak terlihat rileks seperti saat beberapa waktu yang lalu. Terlihat jelas ia sedang membatasi waktu dan mungkin sedikit sensitif? Jihoon jadi bertanya-tanya dalam pikirannya sendiri, menerka gadis di sebelahnya.

Apa mungkin Sera marah atau tidak nyaman karena sesuatu?

"Ah, mianhae."

▪°▪°▪

"Kelihatan sekali dia marah padaku," ungkap Guanlin ketika mereka kompak menapakkan kaki di lobby hotel dan Sera tanpa mengindahkan orang lain langsung buru-buru menuju lift. Dia menatap gadis itu sampai sosoknya menghilang dan akhirnya mengembuskan napas berat. Jihoon yang masih di sebelahnya masih heran akan perubahan sikap Sera yang sangat drastis. "Aku mengantar sampai sini saja, ya."

Akhirnya Jihoon kembali beralih pada Guanlin yang kini sudah tersenyum, hanya saja sangat tipis sehingga lengkungannya tidak sampai matanya. "Mungkin dia hanya kelelahan, Guanlin-ah. Jangan terlalu dipikirkan." Jihoon menepuk pundak lelaki yang lebih tinggi darinya itu, bertujuan menenangkannya walaupun ia sendiri tidak tahu pasti tentang Sera.

"Aku mengenalnya, Hyung. Kau juga tahu dia bukan tipe gadis yang moody," sahut Guanlin yang secara tidak langsung dibenarkan dalam hati oleh Jihoon. Kini giliran lelaki berkulit putih pucat itu yang menepuk bahu kakaknya. "Kabari saja aku jika kau membutuhkan apapun atau terjadi sesuatu."

Setelahnya, Guanlin berderap meninggalkan Jihoon yang masih di lobby. Hingga tanpa sadar lelaki itu menuju lift dan menyusul Sera ke kamar. Trip hari ini cukup menyenangkan untuknya, tapi Jihoon jadi menyadari bahwa ia masih belum mengenal dengan baik sosok yang terikat pernikahan dengannya itu dibanding Guanlin. Banyak kejutan yang diterimanya. Menghadapi Sera ternyata tidak sesederhana yang ia kira.

Atmosfer kamar kental terasa dingin bukan karena penghangat ruangannya baru dinyalakan. Sera yang sedang mempersiapkan baju ganti menoleh ketika Jihoon mendekat. Tidak seperti biasanya, bibir gadis itu terkunci. Tak ada senyuman atau sepatah katapun yang meluncur ketika pandangan mereka tak sengaja bertemu.

"Sera-ya," panggil Jihoon akhirnya.

"Ne?"

Sempat ragu, tapi akhirnya Jihoon memilih mengutarakannya. "Apa kau marah atau kesal?"

Gadis itu mengembuskan napas kasar dan memutar tubuh menghadap Jihoon. "Guanlin yang mengatakannya padamu?"

"Aku hanya menebaknya."

"Aku ingin kau tidak langsung mempercayai kata-kata Guanlin tentang aku."

Jihoon terbelalak bingung. "Apa? Tapiㅡkenapa? Padahal dia tidak mengatakan apapun."

"Jika itu tentang aku, kau bisa menanyakannya sendiri padaku, bukan?"

"Han Sera, ada apa denganmu?" balas Jihoon tak percaya. Ia melihat kilat amarah yang membara di mata gadis itu. Seolah ada ketakutan yang semakin besar sehingga menjelma menjadi kebencian yang mampu membahayakan. "Aku hanya bertanya karena ingin tahu berdasarkan pengamatanku sendiri, tapi aku rasa tanggapanmu cukup berlebihan. Apalagi kau juga mengaitkannya pada Guanlin seperti itu."

Gadis itu diam. Matanya mulai memanas dan berair, merutuk dalam hati di samping emosi yang perlahan tapi pasti semakin memuncak. Sera sadar, sialnya ia terpojok oleh kalimatnya sendiri. Bibirnya bergetar namun tidak ada satu katapun yang lolos sehingga Jihoon semakin leluasa memuntahkan segala pertanyaan yang berkembang di otaknya.

"Aku jadi berpikir, apa gadis yang dimaksud Guanlin itu dirimu? Kau tidak memilihnya. Apa mungkin kau juga masih tidak sadar bagaimana perasaannya padamu?"

Crap!

Ada yang menghentak jantung Sera namun tak kasatmata. Gadis itu menyerah menahan luapan di dadanya dan akhirnya menjelma menjadi tetesan air mata bersamaan dengan dirinya yang menjawab, "Hentikan. Cukup."

Jihoon terperangah. Di samping karena tidak menyangka gadis itu akan sangat emosional seperti ini, ia juga terkejut karena menilai dari gestur dingin gadis itu, ada kata-katanya yang benar namun tidak mampu diakui Sera secara langsung. Lelaki berambut hitam itu akhirnya memilih menunggu Sera melanjutkan.

"Jika itu memang aku, dan aku tidak memilihnya lalu kenapa? Aku sadar, tidak ada perasaan yang bisa dipaksakan. Aku tidak pernah memaksa seseorang yang aku cintai untuk mencintaiku juga, jadi aku juga tidak harus memaksakan diri balik mencintai orang yang mencintaiku, bukan?"

Jihoon membeku. Sisi lain yang selama ini belum dilihatnya dari seorang Han Sera mulai tampak dan ia mulai aktif mencari cara bagaimana mengatasinya.

"Karena aku tidak bisa dan tidak akan pernah bisa," isak gadis itu. Air matanya semakin deras meski berkali-kali berusaha ia hapus secara kasar. "Kau harus tahu satu hal; orang yang tidak sadar akan perasaan orang lain bukanlah aku, tapi dirimu."

"Aku?" Jihoon sontak menunjuk dirinya sendiri.

"Kau selalu ingin tahu atau bahkan merasa mudah untuk memahami bagaimana perasaan orang lain, padahal kenyataannya kau salah, kau sendiri sebenarnya tidak sadar."

"Sera-ya," lirih Jihoon.

"Tidak pernah sadar bagaimana perasaanku yang sebenarnya padamu."

▪°▪°▪

Haloooo!

It's been a looooooong time, I'm finally back:") Huhu. After my graduation for bachelor degree, harusnya ku tak punya alasan lagi untuk ngilang lama2 kan? So here I am, pelan2 mencoba membereskan semuanya di akun ini.

Makasih, untuk kamu yg masih mau baca atau dapet notif dari cerita ini. So glad to see you again! Aku gamau janji macem2 tapi perlahan akan aku wujudkan aja langsung semoga bisa, minta doanya juseyo😭

HP lamaku yg menyimpan plotline cerita ini rusak dan file itu raib bersamanya. Jadi aku kaya ngulang dari awal, semoga tetep nyambung ya:")

That's why kalo ada yg aneh, feel free to correct me!^^ Karna aku bukan manusia sempurna, cuma berusaha semampuku aja untuk insyaAllah tetep nyelesein cerita ini apapun yg terjadi.

See ya, and thank you so much.
♡Arin.

Continue Reading

You'll Also Like

220K 23.6K 26
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...
56.2K 3.1K 19
seorang gadis bernama Gleen ia berusia 20 tahun, gleen sangat menyukai novel , namun di usia yang begitu muda ia sudah meninggal, kecelakaan itu memb...
67.7K 7.2K 60
Chris adalah seorang duda yang memiliki empat anak,anak nakal yang selalu sulit diurus semenjak cerai dengan istri. suatu saat ia bertemu dengan hyun...
36.4K 3.4K 22
° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! ° • Brothership • Friendship • Family Life • Warning! Sorry for typo & H...