ALAÏA

By radexn

22M 2.2M 4.9M

[available on offline/online bookstores; gramedia, shopee, etc.] ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ ❝ Dia pergi, membawa da... More

Prolog
1. Hey, Nona
2. Kabur
3. Kembali ke Rumah
4. Dekat
5. Lebih Nyaman
6. Laut
7. Hanya Alaia
8. Berdua
9. Mungkin Salah
10. Feels
11. Dua Rasa
12. Dilema
13. Pernah Ada
14. Kamu
15. Gelora Asa
16. Gone
17. Nuansa Bening
18. Lensa
19. Dua Garis
20. Langit
21. Young Married
22. Anger
23. Bittersweet Feeling
24. Lost
25. Badai Rasa
26. Goddess
27. Jalan Kita
28. Hampir
29. The Blue
30. Dark Sky
31. Confused
32. Satu Bintang
33. Siren
34. Mrs. Raja
35. Euphoria
36. Laut dan Alaïa
37. Wheezy
38. Celah Adiwarna
39. Aqua
40. Baby Daddy
42. Insecure
43. One Wish
44. Jika Aku Pergi
45. Rumit
46. Langit Ketika Hujan
47. Mermaid
48. Something From The Past
49. Reincarnation
50. Hey, Baby
51. Pudar
52. Cahaya Halilintar
53. Black and Pink
54. Harta, Tahta, Alaia
55. Happy Mamiw
56. Permainan Langit
57. Badai
58. Amatheia Effect
59. Rest in Love
61. Di Bawah Purnama
62. Death Note
63. Glitch
64. Langit Shaka Raja
65. Bye
66. Sekali Lagi
67. Half-Blood
68. Deep Sea
Vote Cover ALAÏA
69. Terang [END]
PRE-ORDER ALAÏA DIBUKA!
Extra Chapter
ALAÏA 2
SECRET CHAPTER ⚠️🔞
AMBERLEY
ALAÏA 3
ALAÏA UNIVERSE: "SCENIC"

60. Bintang

186K 24.1K 52.6K
By radexn

masak nasi sambil kayang
vote dan comment yuk sayang
🌙

makan mi rebus pas ujan
enak
🤸🏻‍♀️

Di mana Langit yang dulu,
yang selalu peduli sama aku?
—Alaïa Narelle

60. BINTANG

Kalian terlalu sibuk memikirkan hubungan Langit dan Alaia, sampai melupakan paman bangkotan itu.

Saat ini Kai sedang sibuk melamun di pojok ruang. Rambutnya yang sebatas bahu sudah diikat menggunakan karet dapur. Tatapannya kuyu, tidak kelihatan adanya gairah dalam hidup Kai.

Kai. Arti namanya adalah laut. Sayangnya ia tidak seindah dan semenawan laut.

"Punten, Papi Kai." Seorang anak muda menyapa sambil menggigit gorengan yang ia dapat dari Sipir.

Ia memamerkan bakwan udang yang terdapat sisa gigitan. "Ini namanya seafood cake with whole shrimp. Papi mau?"

Kai berdecih. Ia sebenarnya lapar dan bosan menunggu jam makan siang. Mau minta gorengan ke anak tadi pun rasanya sangat gengsi. Kai tetaplah Kai. Dengan angkuh ia menolak tawaran pemuda bernama Avisena itu.

"Jangan sok bule," ketus Kai.

"Ogut téh emang bule. Blasteran Sunda, Manado, Australia, Rusia, Ambon, dan lain-lain." Avisena bertutur.

"Ngarang." Kai berdecih, kemudian melirik wajah Avisena yang memang asli ganteng seperti orang blasteran pada umumnya. Iris mata dia berwarna karamel terang dengan hidung mancung yang terdapat bekas tindikan.

"Nggak ngarang. Bapakku banyak, Pi. Mamaku lonte," ceplosnya.

Avisena terkikik mendengar omongannya sendiri. Terdengar ngawur, namun itulah yang membuat Avisena berakhir di bui. Batinnya terlalu lelah menampung beban hidup bersama wanita yang ia sebut Mama. Setiap hari Avisena selalu menyaksikan mamanya menghambur uang demi kesenangan sesaat dan nemplok ke banyak lelaki.

Sampai saat ini Avisena tidak tau siapa ayah kandungnya.

Terakhir kali Avisena bertemu sang mama kira-kira dua tahun lalu. Saat itu wanita tersebut menangis melihat anak semata wayangnya ditangkap polisi atas kasus pembunuhan terhadap seorang pria kaya raya dengan 114 tusukan pada dada dan wajah.

Pria itu merupakan kekasih gelap mama Avisena.

Bisa saja kasus Avisena diurus agar masa tahanannya tidak terlalu lama. Tetapi, Avisena menolak dan memilih ingin menetap lama di penjara agar tak bertemu ibunya lagi. Dia lebih bahagia di sini.

"Kasian banget lo. Anak buangan." Kai mengejek.

"Gapapa, Pi. Yang penting pacarku banyak," sahutnya.

"Sebanyak apa sih? Pamer banget."

"Agak lupa." Avisena coba mengingat. "Kalo ga salah ada duapuluh satu. Mereka jadi janda semenjak aku masuk sini, Pi."

"Najis," ejek Kai.

"Dari pada Papi Kai. Keliatannya jomblo ... pasti semasa hidupnya ga pernah dikejar banyak kaum hawa, ya?" Avisena menertawakan Kai.

"Aku bukannya mau ngejek. Tapi, aku mau pamer aja ke Papi. Aku ini mukanya terlalu ganteng kayak Dewa Yunani makanya punya banyak simpenan." Avisena berujar bangga.

"Omongan lo ga penting," cetus Kai. "Dasar alon."

"Apa tuh alon?" tanya Avisena.

"Anak lonte." Kai menjawab.

Avisena sontak menyebut, "Astagfirullah, Papi ini bersoda banget."

"Pala lo bersoda," dengkus Kai jengkel.

Berselang menit, terdengar panggilan untuk makan siang. Para tahanan beranjak dari tempat untuk bersiap mengambil makanan dengan berbaris rapi. Kai baru saja melangkah keluar dari ruangannya, ia langsung didatangi tiga pemuda lain yang biasa mengganggu ketenangannya.

"OM!"

"BABEH KAIII ... SELAMAT SIANG."

"Lucu banget kuncirannya, Om! Cimit-cimit!" Anak itu menoel kunciran Kai.

Kai berdecak dan buang napas berat. Mukanya menahan kesal, ia tidak bisa marah-marah. Ini sudah menjadi kesehariannya dikerumuni anak-anak itu. Meskipun sering mendapat perlakuan jutek nan sinis oleh Kai, mereka tetap saja betah dekat-dekat pria itu.

"Beh, nama Babeh sama kayak anggota K-Pop, tau." Seseorang menyeletuk.

"Coba Babeh nge-dance sambil nyanyi!"

"Iyaaa! Sange, Papi!" Avisena memberi Kai Korean love sign.

"Saranghae, woi!"

"Diem!" Kai semakin pusing. Lalu ia jalan lebih cepat meninggalkan mereka sambil menggerutu. "Berisik banget, anak-anak pungut."

⚪️ ⚪️ ⚪️

Di salah satu ruangan bernuansa putih di rumah Bunda, Alaia menempatkan diri di single sofa sambil mengamati orang-orang yang berlalu-lalang. Mereka adalah teman-teman Langit dan Ragas. Alaia mengetahui hampir semua nama anggota Tongkrongan Dewa, namun Alaia tak banyak kenal teman kampus Langit.

Mereka hadir di sini untuk berbelasungkawa atas meninggalnya ayah dari teman dekat mereka.

Ragas yang mengenakan pakaian serba hitam itu mendatangi Alaia sambil membawa sekotak makanan. Ia menyerahkan wadah itu pada istri Langit seraya berujar, "Nih dari Langit, katanya lo belom makan. Makan atuh ih."

Alaia memberi seulas senyum tipis. "Terima kasih, Abang."

"Iya. Ga boleh ga abis." Ragas berpesan. "Nanti minumnya Abang ambilin."

Alaia mencegah cepat. "Ga usah ... nanti aku ambil sendiri aja."

"Ya udah. Bentar ya, mau ke sana dulu." Ragas pamitan untuk bertemu para sahabatnya.

Alaia tertunduk dan membuka penutup kotak. Harum tteokbokki mencoba menggoda Alaia yang tidak memiliki nafsu makan mulai dari semalam. Ia mengambil sendok lantas segera menyicip makanan tersebut. Sebenarnya sendok itu telah ditukar oleh Langit karena sebelumnya yang tersedia hanyalah sumpit dan garpu.

Langit tau Alaia tidak bisa memakai sumpit.

Alaia tengah mengunyah ketika ia lihat cewek berambut pink melintas di depan pintu ruangan ini. Kunyahannya terhenti lalu ia menelan makanan itu. Alaia beranjak dari sofa untuk mencari minuman dan sekalian ingin memastikan apakah cewek tadi Hujan atau orang lain.

Ia baru keluar dari ruangan itu dan saat menengok ke kiri Alaia langsung disuguhi pemandangan yang membuat hati serta matanya panas. Alaia terdiam sejenak, mengamati mereka yang berjarak belasan meter darinya. Hatinya bertambah perih karena kelihatan jelas pelukan itu erat.

Iya, Langit dan Hujan berpelukan di sana.

Tanpa ragu, Alaia melangkah cepat menghampiri mereka dan menarik Langit dari Hujan. Tentu mereka tersentak akan kehadiran Alaia yang tak disadari tiba-tiba ada di sini. Hujan mundur tiga langkah, dia merasa tak enak hati apalagi mata Alaia berkaca-kaca seperti itu.

"Alaia, sorry. Gue cuma kasih support ke Langit. Tadi yang lain juga peluk dia kok," celetuk Hujan cepat-cepat.

"Apa ga ada cara lain selain peluk? Kamu itu bikin resah terus." Alaia agaknya kesal. Saking kesalnya sampai mau menangis.

Hujan tidak mampu membalas perkataan Alaia. Ia bingung dan begitu khawatir pelukannya tadi menghadirkan suasana tak baik dalam hubungan suami istri itu. Hujan semakin kalut saat mengetahui Langit tidak henti menatapnya.

"Aku harus gimana biar kamu ngerti kalo aku ga suka kamu sedeket itu sama perempuan lain?" Alaia bergumam.

"Lagi suasana begini aja kamu banyak protes." Langit menyetus dan matanya tidak mengarah ke Alaia.

"Tapi kenapa kamu ga mau dipeluk aku? Padahal aku bisa kasih semangat ke kamu juga. Aku mau ada di deket kamu terus tapi kamu menghindar mulu." Alaia menyahut.

"Ga denger aku bilang apa pas di makam Ayah?" Langit berucap tajam, membuat Alaia makin bersedih.

Alaia tidak mau menangis meski matanya sudah semakin pedih. Ia menunduk seraya menyeka buliran yang muncul di ujung mata, lalu berbalik dan pergi menjauh dari mereka. Dia berlari kecil ke lantai atas untuk menemui anak-anaknya.

Hujan mengamati Alaia dari kejauhan, lalu menegur Langit yang telah bersikap seperti itu pada istrinya sendiri. Kata Hujan, "Jangan gitu, Ngit."

Langit bungkam. Ia berlalu begitu saja dari hadapan Hujan tanpa berkata apapun lagi. Hujan tidak mengejar, ia memilih ke tempat lain karena urusannya dengan Langit hanya sebatas itu. Sebatas memberi semangat lewat kata-kata dan pelukan singkat.

Di kamarnya, kamar yang dulunya milik Langit pribadi, ia masuk lalu mengunci pintu dan mendekat ke anak-anaknya yang lelap begitu tenang. Alaia duduk di dekat mereka sambil mati-matian memendam keinginan untuk buang air mata. Tetapi saat Alaia memandangi wajah-wajah itu, pertahannya seketika runtuh.

Meskipun nafsu makannya semakin sirna, ia tetap menghabiskan makanan yang telah diberi untuknya. Ia mengunyah dengan air mata yang terus keluar. Tenggorokannya tercekat, antara haus dan kering membuatnya sedikit tersiksa.

"Nih dari Langit, katanya lo belom makan. Makan atuh ih." Ujaran Ragas terngiang.

Dari kalimatnya sangat jelas bahwa Langit memerhatikan Alaia namun enggan memberi makanannya secara langsung, malah melalui Ragas. Itu membuat Alaia mengira bahwa Langit sudah betul-betul malas berhubungan dengannya.

⚪️ ⚪️ ⚪️

Ini sudah malam dan tentu suasana berkabung masih terasa. Untuk sementara, keluarga kecil Langit menginap di rumah Bunda. Sanak saudaranya juga singgah di sini dan baru akan kembali ke tempat asal mereka di hari esok.

Langit sudah bobo, sementara Alaia mesti memberi ASI pada Aishakar dan Atlanna. Ia sedikit kesulitan mengasuh kala Si Kembar sama-sama menangis. Mau minta bantuan pada Langit pun rasanya segan.

Namun atas kesabaran dan kelembutan Alaia, bayi-bayi imut itu akhirnya kembali tenang. Dengan hati-hati ia menaruh Aishakar di kasur bayi portable, kemudian mengangkat Atlanna untuk diberi susu. Memang selalu bergantian seperti ini.

"Anna ...," sebut Alaia dengan senyum lebar seraya mengusap pelan pipi Atlanna memakai telunjuk.

Atlanna memiliki senyum manis mirip ibunya. Ia selalu tersenyum lucu tiap kali Alaia mengajaknya berinteraksi. Senyuman itu Alaia balas dengan senyum haru.

Ia melirik Langit yang tidur duluan karena terlalu lelah. Alaia duduk di dekat kasur bayi, jadi ia tidak bisa melihat wajah Langit yang posisinya membelakangi dia. Sebagai informasi, kasur itu disebut kasur portable alias bisa dibawa ke mana-mana karena di rumah Bunda tidak ada ranjang bayi.

Sekian menit setelah Atlanna diberi ASI yang cukup, Alaia mendekap bayi itu dan mengecup kening serta menghirup aroma lehernya. Selagi masih ada kesempatan, ia mengisi waktu bersama mereka sebaik-baiknya.

"Mamiw sayang Atlanna." Alaia berkata disertai cengiran. "Sayang Shaka juga ...."

Alaia menempelkan ujung hidungnya ke hidung Atlanna, lalu mengecup keningnya lagi. Untuk membuat Atlanna terlelap ia harus menyanyikan sebuah lagu bernada lembut. Maka Alaia bergumam merdu, mengeluarkan suara yang sangat meneduhkan hati anak-anaknya.

Selepas itu, barulah Alaia menaruh Atlanna di dekat Aishakar. Ia kemudian beranjak ke kamar mandi untuk sekadar buang air kecil serta membasuh wajah. Terus, Alaia balik ke kasur dan naik ke sana sangat pelan-pelan agar tak mengganggu Langit.

Sebenarnya Alaia juga lelah seharian ini, tapi ia tidak bisa tidur. Berulang kali Alaia berbalik ke kiri dan kanan, mencoba memejamkan mata, namun sama sekali tak membuatnya mampu pergi ke alam bawah sadar. Hatinya tidak tenang.

"Angit," gumam Alaia.

Jemarinya gemetaran lagi. Alaia bernapas sedikit lebih cepat tidak seperti biasa. Sekarang ia memandangi punggung Langit yang bergerak teratur penuh ketenangan, menandakan ia benar-benar pulas.

Akhir-akhir ini rasa cemas dan gelisah kembali menghantui Alaia. Gejala yang sering ia alami ini persis Anxiety Disorder. Itu merupakan gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan perasaan khawatir, cemas, atau takut berlebih terhadap segala sesuatu.

Ini Alaia rasakan akibat traumatis semasa ia hidup bersama Kai. Sedihnya, dulu Alaia tidak punya tempat untuk mengadu. Yang bisa ia lakukan hanya memendam itu semua.

Dadanya sesak yang membuat Alaia bangun dari rebahan. Ia duduk dan bergeser ke Langit sampai jarak mereka hampir tidak ada. Dia menyentuh lengan itu dan mengguncangnya pelan.

"Aku takut." Alaia mencicit.

Kegelisahan itu membuatnya berkeringat dingin. Lantas Alaia berpindah ke hadapan Langit dan tiduran dalam posisi miring ke arah sang suami. Ia meraih satu tangan Langit untuk digenggam dan mengikis jarak antara mereka.

"Aku pinjem tangan kamu buat dipegang ya," izin Alaia yang tentu tak ditanggapi.

Alaia menutup mata sejenak sambil meresapi hangat yang ia rasakan saat berada di dekat Langit. Kemarin-kemarin, Langit selalu sigap memeluknya bila ia gelisah. Kini, Alaia menenangkan dirinya sendiri tanpa sepengetahuan Langit.

"Ga bisa tidur." Alaia melirih.

Kakinya gemetar tidak tenang, begitupun napasnya terengah-engah. Alaia meringkuk sambil berusaha menghilangkan pikiran-pikiran yang membuatnya terbebani, tetapi itu semua terasa percuma. Semakin Alaia mencoba tenang, yang ada malah makin cemas.

Getaran yang berasal dari tubuh Alaia membuat Langit membuka mata seketika. Alaia agak terkejut melihat Langit yang awalnya tidur nyenyak tiba-tiba melotot. Baris lipatan muncul di jidat Langit, artinya dia bingung.

Alaia membeku di situ. Mereka saling pandang sejenak dan tanpa Alaia sadari genggamannya pada tangan Langit mengendur perlahan. Perempuan itu berkedip sekali seraya menurunkan pandangannya dari wajah Langit. Ia bergeser mundur supaya tidak terlalu mepet ke Langit.

Karena posisi Alaia sudah sangat di pinggir kasur, ia hampir terjerembab ke lantai bila Langit tidak menahan dengan cara mencengkram lengannya.

Jantung Alaia copot. Tapi bohong. Dia tersentak akan rasa kaget itu dan terkekeh canggung. Katanya, "Hampir jatuh ... hehe."

Langit mendesah berat. Dia melepas tangannya dari lengan Alaia dan begitu tega tidak merespons tawa kecil istrinya. Langit malah berbalik badan dan lagi-lagi memunggungi Alaia.

Alaia mengembus napas lelah. Dia turun dari kasur dan berpindah ke tempat lain yaitu berdiri di dekat jendela sambil mengamati langit malam. Ada dua kilau bintang di atas sana.

Hatinya pedih mengingat ia baru saja kehilangan dua orang yang pernah mengisi hari-harinya. Walaupun dulu hubungannya dengan Lila terbilang tak baik, namun rasanya perih ditinggal secepat itu. Begitupun tentang Ayah yang selalu menyayangi Alaia ketika ia sama sekali tak pernah merasakan kasih sayang orang tuanya.

Begitu besar kesalahan yang Alaia perbuat sampai menghilangkan dua nyawa dalam satu waktu. Dia juga hampir membuat Langit mati. Kembali lagi Alaia meratapi perkara itu.

Ia mau belajar mengontrol diri, dan butuh seseorang untuk membimbingnya.

Isakan kecil mengundang Langit untuk buka mata. Dari jarak sekian meter ia lihat figur Alaia berdiri di dekat jendela sambil menunduk dan satu tangannya digunakan untuk membekap mulut demi meredam suara. Bahunya bergerak naik turun dengan ritme tidak teratur.

Bohong bila Langit tidak sesak mengetahui istrinya menangis dalam diam.

Mungkin sampai seumur hidupnya Alaia akan merasa bersalah dan tidak tenang atas kematian dua orang itu. Ditambah sikap Langit yang menjadi dingin padanya. Alaia sedih juga bingung. Apa semua ini benar-benar salah dia?

"Maafin Alaia ...," ungkap Alaia meski pelan tapi samar-samar didengar oleh Langit.

Dia mengusap air mata penuh kesedihan dan menutup gorden yang semula ia sibak sedikit. Ia berbalik, pada detik yang sama Langit langsung memejamkan mata. Alaia mendatangi kasur kemudian merangkak ke sana.

Alaia tidak tidur berjarak dekat dengan Langit— takut suaminya marah. Maka, ia merebahkan diri di ujung kasur dan membiarkan bagian tengah kasur besar ini kosong. Alaia diam-diam mengamati Langit yang ia pikir sudah kembali terlelap.

Langit bisa rasakan tatapan itu dan dari dulu tetap membuat dadanya menghangat.

Sekarang Langit merasakan pergerakan Alaia yang bergeser-geser ke dekatnya. Lalu, telapak halus itu menyentuh tangan Langit sekitar dua detik. Napas Alaia terdengar jelas dan tersendat akibat pengap yang ia tahan.

"Hai," sapanya.

"Langit, kapan ya kamu jadiin aku tempat buat cerita banyak hal?" Alaia berharap. "Aku pasti seneng denger semua cerita kamu. Aku mau kok dengerin keluh kesah kamu."

"Jangan pergi ke perempuan lain, kan ada aku," lanjutnya.

"Tadi aku mau peluk kamu tapi kamu selalu jauhin aku. Aku sedih, tapi nggak apa-apa. Aku ngerti kamu lagi berduka. Aku minta maaf ya, Angit."

"Kalo aku minta kamu buat jangan jauhin aku lama-lama, boleh enggak?" Alaia cemberut. "Mungkin enggak."

Jemari lentiknya mengelus pipi Langit, kemudian Alaia meninggalkan kecupan singkat di keningnya. Ia sama sekali tidak sadar bahwa Langit terjaga dan mendengar semua ungkapannya. Dan ketika Alaia menangis lagi, Langit cuma mampu mengubur rasa untuk mendekap tubuh mungil itu.

"Langit, kalau kehadiran aku ngerusak kebahagiaan kamu, aku siap pergi." Ucapan Alaia menimbulkan degup kencang dalam dada Langit.

"Tapi aku enggak mau jauh dari kamu." Alaia memberenggut sembari memainkan jari-jari Langit.

"Angit berharga buat Aia. Kalo ga ada kamu, pasti sekarang aku masih dikurung Paman." Meski tidak melihat Alaia, namun Langit sangat hapal cara Alaia bicara sambil tersenyum tipis.

"Sayangnya aku yang bikin kamu kehilangan Ayah." Sekarang tiada lagi senyum di wajah cantiknya.

"Kamu nyesel ketemu aku ya?" Alaia bergumam, perlahan-laham suaranya memelan dan serak. "Tapi Aia ga pernah nyesel ketemu kamu. Malah seneng."

Kini Alaia memeluk satu tangan Langit dan otomatis air matanya membasahi kulit tangan itu. Ia menahan isaknya karena tidak mau mengusik ketenangan Langit. Betapa tulus cinta Alaia untuk makhluk yang berbeda dengannya itu.

"Semoga nanti pagi aku bisa liat senyum kamu lagi. Jangan lupa ajak main Aishakar dan Atlanna, ya ... kamu ga boleh jutekin mereka." Alaia berkata.

"Ah, percuma aku ngomong terus. Kamu nggak denger." Ibu muda itu tertawa lucu. "Tapi aku lumayan lega akhirnya bisa ngomong sama kamu walau kamunya bobo."

"Sekarang aku mau ikutan bobo. Mana cubitannya di pipi aku?" Alaia menagih kebiasaan Langit sebelum mereka tidur yaitu memainkan pipi Alaia.

"Enggak ada." Alaia tersenyum pasrah.

Sesuatu mengejutkan Alaia ketika Langit melenguh dadakan dan dalam sekejap Alaia langsung mundur lalu pura-pura tidur. Tadi Langit yang tidur bohongan, sekarang Alaia. Ada-ada saja kelakuan pasangan muda itu.

Bisa-bisanya Alaia menetralkan napas yang semula terputus-putus. Namun Alaia lupa menghapus jejak air matanya. Jadi, Langit bisa lihat jelas sisa tangisannya.

Kenyataan yang baru saja menimpa Langit tentang kepergian Ayah memang sangat berat untuk diterima. Tetapi Langit sadar bahwa dia juga berperan sebagai menyebab masalah antara dirinya dan Alaia. Saat ini perasaan Langit bercampur-campur tak tentu arahnya ke mana.

Alaia sedikit panik ketika permukaan kasur bergelombang karena Langit bergerak. Yang Alaia ketahui setelahnya ialah Langit mencubit ringan satu pipinya, kemudian membisik sesuatu.

"Istirahat, Aia. Jangan nangis lagi."

⚪️ ⚪️ ⚪️

Pagi-pagi Alaia hampir jantungan karena Aishakar dan Atlanna tidak ada di kasur. Langit juga sudah menghilang. Ia menoleh ke jendela, gordennya terbuka setengah yang menyuguhkan langit pagi sedikit mendung.

Saking terburu-buru untuk mencari keberadaan anak-anaknya, Alaia sampai melupakan cuci muka. Tali piyamanya merosot sebelah yang membuat belahan dada dia terpampang, apalagi Alaia tak mengenakan bra. Rambut panjangnya agak berantakan dan sedikit mengembang.

"Anak-anak ... mana anak-anak aku?" Dia berlarian kecil keluar dari kamar.

Sampai di lantai bawah, Alaia berhenti gerak dan tertegun karena dirinya menjadi perhatian segelintir manusia di sana. Beberapa anggota keluarga besar Bunda dan Ayah—rata-rata anak muda—sedang berkumpul di situ dan ada Si Kembar juga. Para orang tua sibuk di dapur dan luar rumah.

Langit menelan saliva. Matanya kontan menuju ke dada istrinya yang berisi dan bagian tengahnya sedikit— emm ... menonjol.

"Pagi, Alaia." Mereka menyapa.

Alaia tersenyum kikuk dengan ekspresi panik masih menghiasi wajahnya. Lalu tampang polosnya muncul seraya ia berkata parau, "Jangan ambil anak aku ...."

"Enggak diambil kok! Ini lagi ajak main aja. Lucu-lucu bayinya hehehe." Seseorang menyahut, merasa sungkan.

"Hayo sia Angit! Nyai marahhh," sambar Ragas tidak santai.

"Hih, A' Langit. Mangkana ijin dulu atuh ke mamahnya!" omel cewek berambut bob, dan beralih ke Alaia. "Hapunten, Teh."

Segera Langit mengambil Aishakar dari gendongan sepupunya dan ia bawa ke Alaia. Tapi langkah Langit terdahului oleh sepupu Langit lainnya yang berusia sepantaran Ragas. Cowok itu sedang mendekap Atlanna yang nampak nyaman berada dalam rengkuhannya.

"Mama muda." Dia menyeringai pada Alaia. "Nih Atlanna-nya."

Alaia meraih Atlanna dari gendongan cowok ini. Ia langsung mencium wajah dan mengusap-usap lembut kepalanya. Tatapan Alaia teralih ke Langit, kali ini menilik suaminya cukup tajam.

Alaia tidak suka anaknya dibawa keluar kamar tanpa seizin dia apalagi mempertemukan mereka dengan banyak orang. Siapapun yang bertemu Aishakar maupun Atlanna, orang itu harus bersih-sebersih-bersihnya. Tak ada yang boleh membawa benda berbau tajam dan macam-macam ke dekat anak Alaia. Tidak diperkenankan mencium bahkan menyentuh kulit bayi-bayi itu sembarangan!

Alaia akan menjadi sangat garang bila terjadi apa-apa terhadap Si Kembar.

"Jangan lupa kasih nenen. Kalo boleh, gue temenin." Cowok tadi menyeletuk.

Langit menegur, "Bintang!"

Cowok bernama Bintang itu cekikikan seraya mundur menghampiri adik sepupunya. Dia bisik-bisik ke Langit dengan mata melirik nakal ke Alaia. Ujarnya, "Ga pake beha tuh?"

"Mata lo ga usah rese." Langit tidak suka.

"Ah, mantap." Bintang main mata ke Alaia, seketika jidatnya ditoyor Langit.

"Bini lo bening banget, Ngit. Rasanya ... seperti aing mau jadi orang ketiga." Lagi, Bintang bercanda memanasi Langit disusul tawa.

⚪️⚪️ to be continued ⚪️⚪️

PALING PENTING:

apa adegan dari cerita ALAÏA yang paling berkesan buat kamu dan ga bisa dilupain?

adegan paling nyebelin? yang bikin kesel dan marah

karakter yang menurutmu GA PENTING-PENTING BANGET dalem cerita?

nilai baik yang bisa kamu terapin dari kisah ALAÏA?

━━━━━━━━━━━━━━━━
━━━━━━━━━━━━━━━━

KAMU ADA DI PIHAK MANA?!

#SKYIA

#SKYRAIN

atau ... #STARIA (Bintang-Alaia)? 😂

kamu di kubu LANGIT,

atau BINTANG?

tim HAPPY ENDING,

SAD ENDING,

atau OPEN ENDING (author bikin akhir ambigu yang ga pasti, dan readers boleh ngebayangin sendiri endingnya gimana) jiaah

MAKASIH BANYAAAK MASIH SETIA DI SINI NEMENIN ALAÏA YANG UDAH MASUK CHAPTER 60 AAAAA ✨😭 MAKASIH UDAH RAMEIN LAPAK INI BEBIGONG (bebi dugong)!!! 🖤🖤🖤 love you to the Neptune and back 💋 🌨

━━━━━━━━━━━━━━━━

jujur, suka yang mana?

No.1 - laut, orang, dan bayangan ekor

No.2 - ekor, air, petir, dan simbol Amatheia La Luna

━━━━━━━━━━━━━━━━

🏝🌨🧜🏻‍♀️ ABOUT ALAÏA 🍰🤍✨

⚪️ aku pernah kepikiran kasih Alaia nama "Oceanna" dan "Arielle" mentang-mentang identik laut 💀🔫 tapi ga jadi karena terlalu sering duyung pake nama ituuu

⚪️ aku mau bikin makhluk spesies baru

⚪️ Ragas mau ak bikin meninggal tuh tadinya

⚪️ aku suka bunuh karakterku 😀🪓

⚪️ kemungkinan ada sequel! 💥

━━━━━━━━━━━━━━━━
━━━━━━━━━━━━━━━━


━━━━━━━━━━━━━━━━

JOIN GROUP TELEGRAM BABYGENG:
@BABYGENG

━━━━━━━━━━━━━━━━

terima kasih udah baca Alaia!!! jangan lupa share & ajak temen-temen kalian buat baca juga yaaa😍🧜🏻‍♀️ kalo kamu share di ig, jangan mengandung spoiler yaa biar bisa aku repost xixi <3

💟 please kindly follow our accs! bantu kami biar terus berkembang yaa. ak happy berinteraksi sama kalian di manapun ❣️ terima kasih lagiiii

🖤⚡️🧜🏻‍♀️ see you babygeng!!! ⛈✨🦅

Continue Reading

You'll Also Like

14.4K 648 8
Kisah ini berawal dari kebahagiaan dan kehancuran. Ketika depresi merusak alur kehidupan, tentang cinta dan masa remaja yang hancur. Dan tentang cint...
13K 281 6
Nathan si fotografer tak sengaja bertemu dengan Ayana yang menghancurkan kacamatanya hingga pecah, apakah yang di lakukan Ayana ?
1.2K 51 6
Ada yang bilang masa lalu adalah kenangan Tapi bagaimana jika kenangan itu menyulitkan langkah mu menuju ke masa depan. Terjebak? Yaa terjebak masa l...
464 125 34
Zega dan timnya diperintahkan untuk menyelidiki sebuah kasus penting yang melibatkan seorang anggota gangster. Tidak hanya Zega, Febrian dan timnya j...