FLY BY NIGHT; ENCOUNTER [On G...

By pnetamd

15.6K 3.8K 2.9K

[ACTION] | Some part will be delete soon. Locked for stranger, follow first for reading. ACT. 1 - Saudade (Co... More

ACT. 1 SAUDADE
1| After We Forgot
3| Golden Bullet
4| Make a Move
5| Move or Get Caught?
6| Trust is the Key
7| Let's Play a Little Longer
8| I'll Catch You
9| Bloody Room
10| Feelings Problem, Can Wait
11| A Piece of Us
12| Cafuné
All About Freya Josiane
13| Don't You Dare
14| My Fiction Hero
15| Out of Control
16| Blueberry and Honey
17| The Choices
18| We Have to Break
19| Every Villain Loves a Show
20| Intrigue
21| Explosion
22| Everything is Okay
23| Trapped and Free
24| The Longing
All About Alpha Major
25| Our Ending
ACT. 2 ENCOUNTER
[1] When We First Met
[2] Karma and Death
[3] What's Our Plan?
[4] I Think of You
[5] We are Enchant Liar 0.1
[6] We are Enchant Liar 0.2
[7] We are Enchant Liar 0.3
[8] Catching the Fire
[9] Hide and Seek
[10] Collide and Storm
[11] Drive to the South
[12] Another Pieces of Life
[13] Under the City Light
[14] The Unpredictable Day
[SPECIAL PART]
[15] The New Turning Point
[16] A Warm Time
NEWS

2| Invite You

640 152 122
By pnetamd



Alpha mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh, melintasi jalanan kota yang sepi. Bertemu kembali dengan Freya setelah hampir delapan bulan lamanya membuat sudut lain di dadanya terasa menghangat dan berdebar halus.

"Kenapa kau begitu keukeuh untuk mengajaknya? Apa kau sadar jika kau bisa saja menyeretnya ke dalam bahaya?" Sejak dua hari lalu, August mendengar rencana partner kerjanya itu membuat kepalanya pening tujuh keliling. Tidak bisa percaya jika seorang Alpha Major merencanakan tindakan paling gila dan bodoh.

"Kau benar-benar akan menjebloskannya ke penjara? Sepertinya dia bukan wanita yang mudah di taklukkan," tambahnya. Dia melirik sekilas ke kiri, melihat Alpha yang hanya tersenyum simpul.

"Kau pikir aku akan melakukannya?" Alpha melempar pertanyaan balik.

August menegak cola ditangannya, menjauhkan kalengnya dan menatap Alpha tajam. "Kau sedang jatuh cinta, serius?"

Alpha buru-buru menoleh, "Kenapa begitu?"

"Kenapa begitu?" Selama empat tahun bersama laki-laki ini, August tak pernah menemukan seorang Alpha begitu peduli dan mengajak seorang wanita bekerja sama. Didekati wanita saat minum saja hanya dilirik olehnya. "Jangan katakan dia wanita yang ...."

"Ssstt ... kenapa kau banyak bertanya?" Alpha melirik sekilas kearah August kemudian kembali menatap jalanan.

August memutar tubuhnya untuk menghadap Alpha, "Tentu saja. Kau bisa menangkap Choi Lu seorang diri, kenapa membawanya? Kenapa perlu bantuannya?"

Katakan saja Alpha sudah gila, August juga menganggapnya begitu karena laki-laki itu sekarang tertawa. padahal baru dua puluh menit lalu dia ditolak seorang wanita. Apa efeknya se-badass ini?

"Kau tidak tahu? Aku sedang membantunya." Laki-laki itu terlampau santai untuk menjawab.

Masalahnya adalah mereka berdua sudah mengejar Choi Lu sejak sebulan lalu. Dari sumber yang mereka dapat saja, sosok kepala sindikat itu terlampau sadis. August bahkan menetapkan praduganya di atas segalanya jika Choi Lu tidak hanya bertangan kotor atas narkoba, lebih dari itu.

August menggeleng, memilih diam. Mendebat Alpha sama dengan mendebat orang paling bodoh sedunia, sia-sia. Meski begitu, dia yakin Alpha pasti punya rencana.

Seperti disengat lebah, August menoleh cepat. "Jangan katakan jika surat tadi ...."

"Palsu." Potong Alpha cepat. Dia tersenyum tanpa dosa. Jika Freya memang pandai, wanita itu akan menyadari jika surat yang dia berikan palsu. Tapi Freya tidak mungkin memeriksa surat itu dengan jeli, wanita itu emosional.

Mobil yang dikendarai Alpha berbelok di tikungan terakhir. Mereka melewati rumah-rumah berpagar tinggi, perumahan mahal, tempat tinggal August. Alpha menghentikan mobilnya sempurna didepan pagar kayu berpelitur.

"Terimakasih tumpangannya." August melepas sabuk pengaman, memungut kaleng soda yang telah kosong lalu melompat turun.

Sebelum melangkah pergi, laki-laki itu menyandarkan diri pada pintu mobil. "Apapun itu, aku akan ikut. Asal bukan nyawa taruhannya." Setelah suaranya sampai ujung kalimat, dia berbalik dengan lambaian tangan.

"Kupastikan semuanya baik-baik saja," seru Alpha dari dalam mobil berharap August masih bisa mendengarnya meski telah ditelan pagar tinggi.

Alpha melajukan mobilnya kembali, netranya melirik jam digital yang tertanam sempurna di dashboard. Pukul dua dini hari. Terlalu jauh dan memakan waktu satu setengah jam jika dia harus pulang ke rumah pribadinya.

Laki-laki itu memiliki banyak tempat tinggal jika berniat untuk menghitungnya satu per satu. Terhitung mulai dari villa di lereng gunung, kemudian hotel langganan menginapnya yang ada belasan, lalu rumah pribadi dan satu flat. Tentu saja, Alpha harus punya banyak tempat bersembunyi, itu sudah bagian dari hidupnya. Rumah pribadinya adalah privasi penting baginya. Tidak ada yang tahu di mana, kecuali August.










           
Pukul enam fajar. Freya menghentikan mobilnya di kompleks perumahan padat penduduk. Sekali lagi gadis itu memeriksa alamat yang tertera di ponselnya. Apakah Jackson menulis alamatnya dengan benar?

Wanita itu memilih turun. Segera udara dingin pagi hari menyergap tubuhnya. Kedua tangannya refleks mengusap kedua bahunya dan menggesekkan kedua telapak tangannya. Padahal ini baru masih disebut musim panas tapi angin dingin sudah bertiup. Akhir-akhir ini cuaca memang tidak bisa di prediksi. Beberapa pohon di ruas jalan juga sudah ada yang tampak kecoklatan dan gugur.

Di hadapannya ada sebuah rumah besar tiga lantai. Bangunan ini nampak tua meski terlihat bersih. Ada banyak balkon dengan jendela yang dibiarkan terbuka, digunakan sebagai jemuran dan taman bunga sederhana. Rumah ini memiliki halaman lumayan luas di sisi samping dan berpagar tanaman perdu yang dipangkas rapi.

Sejenak Freya berdiri lama di ambang pagar pintu masuk setinggi pinggangnya. Pandangannya masih fokus membaca alamat rumah yang tertulis di kotak surat, memastikan jika memang benar ini lokasi yang dia cari.

Tungkainya ditarik untuk maju, melewati dua anak tangga untuk sampai di depan pintu. Sebelum tangannya menekan bel, pandangannya jatuh pada halaman samping.

"Sudah pasti disana," gumamnya pada diri sendiri sambil memutar tungkainya pindah haluan.

Benar saja. Orang yang dia cari sedang bergelantungan di besi ayunan rusak yang masih tampak kokoh. Biar Freya tebak, dilihat dari keringatnya yang sudah membanjiri seluruh tubuh tanpa kaos itu pasti sudah nyaris satu jam lamanya. Freya tidak segera menyapa, wanita itu memilih untuk menyandarkan diri pada tiang jemuran.

Pikirannya sibuk. Kenapa dulu dia bisa mengenal laki-laki itu? Laki-laki tampan, Freya akui itu untuk sampai kapanpun. Tampan yang bisa memikat hati siapapun dalam sekali jumpa. Jangan lupakan tubuhnya yang sempurna, yang sekarang sedang ditatap Freya lamat. Mungkin jika Freya adalah wanita normal di luar sana, dia sudah menghambur dan memeluk tubuh atletis itu, menyeka peluhnya, dan terus menciumi setiap inci wajah laki-laki yang masih sibuk berolahraga dan membelakanginya.

Sepertinya laki-laki itu menyadari keberadaan orang lain selain dirinya disini. Dia melompat turun dan berbalik. Sepersekian detik terkejut namun segera memasang wajah datar. "Aku tidak terkejut kau menemukanku disini."

Freya menggeleng, jelas-jelas dia terkejut. "Kau terkejut, Alpha. Tapi aku lebih terkejut karena kau tinggal di tempat kumuh seperti ini."

Alpha mengedikkan kedua bahunya. Wajahnya penuh keringat sebesar biji jagung, turun hingga ke leher dan dadanya. Tapi pandangan Freya tidak ke situ, matanya menatap bekas luka gores yang telah menutup sempurna. Tahu mengapa dirinya dipandang seperti itu lantas Alpha ikut menunduk kearah perutnya tempat dimana luka gores itu berada.

"Goresannya cantik, kan?"

"Tidak lucu," jawab Freya ketus. Dia tidak akan mengakui itu goresan yang cantik sekalipun dia yang membuat goresan itu. Freya yang merobek perut itu dengan pisaunya, dulu.

Laki-laki di hadapan Freya hanya terkekeh. Bagi Alpha itu lucu, melihat wajah Freya yang mungkin saja merasa bersalah.

"Kau mengancamku, itu juga tidak lucu." Freya melanjutkan kalimatnya, melipat tangan di depan dada sambil menyilangkan sebelah kakinya untuk mencari nyaman saat bersandar di tiang.

Tangan Alpha meraih ponselnya yang dia taruh sembarangan di bangku panjang, menyalakan layarnya dan memeriksa jam digital yang tertera disana. "Jam enam pagi, kau baru pulang dari bar?"

"Kau bermain kotor." Wanita itu meneruskan kalimatnya tanpa berniat menjawab pertanyaan lawan bicara. Dia merasa kesal, jengkel dan marah.

"Jika begitu," Alpha menoleh menatap Freya. "Kenapa kau berani datang menemuiku?"

Freya meremas tangannya sendiri, dia meraup udara dengan kasar dan menghembuskannya tidak sabaran berharap emosinya tidak meluap sepagi ini, pagi yang cerah dan sedikit dingin. "Tidak ada yang gratis, kau harus membayar mahal untuk informasi."

"Tidak masalah," mengedikkan kedua bahunya seolah itu tidak berarti apapun.

"Lima puluh ribu dolar," tantang Freya seolah mendapatkan nominal itu semudah memetik daun secara asal dari pohonnya.

Mata Alpha membola sempurna, bibirnya terbuka lucu. Dia hendak bersuara tapi segera diurungkan lagi. Semahal apapun informasi yang dia beli tidak pernah semahal ini. Apa gadis itu ingin membuatnya menjual ginjal serta dua bola mata indahnya. "Freya ... itu namanya ...."

"Kalau tidak mau tidak masalah," jawab Freya cepat sembari mengedikkan kedua bahunya. Dia ingin tertawa saat melihat wajah Alpha yang begitu terkejut, itu menggemaskan apalagi laki-laki itu sedang topless yang menunjukkan otot kekarnya tapi wajahnya seperti bocah.

Alpha menunduk, menyisir rambutnya kebelakang dengan jari sambil berpikir. "Informasi dan team-mu. Jackson dan Gerry."

"Itu lebih mahal lagi," Freya membenarkan posisi melipat tangan di  depan dada dengan jengah, rasanya seperti tawar menawar sayuran di pasar tradisional saja.

Harus diapakan gadis di depannya sekarang? Alpha hampir gila karena melihat Freya setelah sekian lama dan gadis itu berbicara dengan santai seolah mereka tidak memiliki hubungan apapun. Dia menggaruk alisnya yang tidak gatal. Freya tahu pasti Alpha memiliki rencana terbaik dan tidak ingin kalah begitu saja.

"Apapun Freya, apapun. Kau tau aku rela memberikan segalanya untukmu." Pada akhirnya Alpha tetap bersuara begitu, karena nyatanya dia jatuh cinta setengah mati pada Freya.

Jika Freya wanita normal, untuk sekali lagi, dia mungkin akan tersipu malu dan menerkam Alpha kemudian memeluknya, tapi wanita itu hanya bersorak dalam hati. Bersorak karena laki-laki dihadapannya tetap menjadi laki-laki yang sama seperti dulu.

"Jadi, jangan meminta yang macam-macam, aku pasti akan tetap mengabulkannya," lanjut Alpha sembari meraih kaosnya yang di lempar sembarangan di bangku panjang dan memakainya cepat.

"Oke, kuberi keringanan. Empat puluh lima ribu dollar dan jangan menemuiku lagi juga teman-temanku dan jangan melakukan hal gila dengan surat itu."

Alpha menoleh cepat dan menatap Freya lama, wanita itu terlampau santai. Alpha akan memberi mereka uang penuh, lima puluh ribu dollar tak masalah. Jika perlu mereka bisa menempati rumah pribadinya sebagai tempat tinggal, dia bisa beli yang baru. Alpha juga tidak akan melaporkan Freya dan teman-temannya atas kasus pencurian museum beberapa malam lalu, tidak akan. Sudah Alpha katakan, itu surat tindak criminal palsu. Tapi untuk tidak menemui wanita itu, Alpha tidak bisa memastikannya. Terbayang-bayang wanita  itu bisa saja tertangkap sewaktu-waktu sudah membuat Alpha selalu ingin beranjak dari tempatnya dan memastikan keberadaan wanita itu sendiri, aman atau tidak aman.

"Kau keberatan?" tanya Freya karena Alpha tetap diam sambil terus menatapnya. Dia bukan wanita bodoh, dia tahu Alpha pasti akan keberatan. Tapi laki-laki itu justru mengangguk.

"Tidak masalah dengan itu," ucap Alpha datar. Tangannya beralih mengambil jaket berwarna gelap.

"Bisa aku mempercayaimu?" kini Freya tidak lagi menunjukkan emosi, lebih pada berharap bahwa keputusannya kali ini tepat.

Mungkin bagi Freya itu kalimat yang bisa dikatakan berulang-ulang tapi bagi Alpha, dia seperti ditarik mundur pada kali terakhir mereka bertemu.

"Laki-laki yang dipegang adalah janjinya," tambah Freya. Wanita itu bersuara dengan tenggorokan tercekat. Rasanya dadanya seperti ditikam benda tumpul. Bukan hanya Alpha, Freya juga merasakannya.

Kali kedua kalimat itu terucap dari bibir Freya.

Mereka sama-sama diam dalam waktu cukup lama, sama-sama menikmati memori yang menerjang kepala dan perasaan mereka. Sama-sama tahu jika itu adalah kalimat paling membekas dalam pertemuan terakhir mereka namun memilih diam. Freya yang menuntut janjinya dituruti dan Alpha yang mengabulkannya. Selesai.

Kemudian pagi ini, mereka memulai lagi.

Alpha mengangguk lagi. "Akan kupastikan kau baik-baik saja, Freya."

Entah bagaimana, Freya merasa aman. Seharusnya dia terus mewaspadai Alpha mengingat status laki-laki itu adalah seorang anggota IMF. Tapi rasa takutnya tidak berlaku sama sekali untuk Alpha, justru dia merasa lega karena Alpha masih ada di sekelilingnya, menjamin keselamatannya. Lagi.

"Kalau begitu, sampai bertemu lagi." Freya berbalik hendak melangkah pergi namun berhenti seketika saat dia merasakan sesuatu tersampir di kedua bahunya.

Wanita itu menolah dan mendapati Alpha berdiri di belakangnya, menyampirkan jaketnya di bahunya tanpa bersalah. Tangannya menangkup bahu kecil Freya dengan lembut. "Jangan mengenakan pakaian itu di cuaca dingin sepagi ini."

Sedari tadi tangannya gemas ingin merobek sekalian baju yang dikenakan Freya. Bisa-bisanya wanita itu memakai baju terbuka tanpa lengan padahal di luar dingin. Selain itu, rasanya Alpha tidak terima jika ada orang lain melihat lekuk tubuh wanita ini.

Freya melepas jaket itu, memberikannya kembali pada Alpha tapi laki-laki itu menggeleng.

"Aku hanya perlu naik untuk sampai di kamarku, lagi pula aku merasa panas karena selesai olahraga."

Wanita itu hendak protes tapi Alpha mengambil alih jaket itu dan menyampirkannya kembali pada bahu Freya lalu mengikat bagian lengannya menjadi satu melilit leher. Dia membalikkan tubuh Freya menghadap depan dan mendorongnya pelan.

"Kau ingin segera pulang atau ikut aku masuk kedalam lalu kita sarapan bersama seperti ...." bisik Alpha.

"Pulang. Pulang saja." Freya segera melangkah pergi diiringi kekehan dari Alpha yang terdengar sampai Freya berbelok keluar dari pagar tanaman perdu.











Sepertinya hari itu menjadi awal masalah bagi Freya, masalah yang dijemputnya dan masalah yang bertamu padanya.

Wanita itu sudah kembali ke flat miliknya begitu ponselnya berdering menampilkan ada panggilang dari Gerry.

Freya melepas jaket pemberian Alpha dan melemparnya asal di atas sofa lalu berjalan kearah kulkas, membukanya sambil menempelkan benda pipih itu di telinganya.

"Alpha bersedia melakukannya? Apa yang kalian bicarakan? Bisakan dia menjamin bahwa kita tidak akan tidur di penjara untuk waktu yang lama?" semburnya begitu panggilan tersambung.

Tangan kirinya mengambil sebotol air mineral, membuka tutupnya dengan jempol lalu menegaknya sambil berjalan duduk kearah sofa ruang tengah. Wanita itu masih diam menunggu Gerry menyelesaikan kalimatnya setelah terdistraksi oleh suara gaduh di seberang. Mungkin laki-laki itu kembali merusak barang atau menjatuhkan sesuatu.

"Kau harus lihat berita sekarang Frey! Astaga! Karena melihat berita itu aku jadi terjengkang dari kursi," papar Gerry diseberang.

Pantas saja terdengar suara gaduh, batinnya. Freya bergumam mengiyakan sambil mencari remote televisi di balik bantal sofa dan di bawah meja. Kemudian menekan tombol power dan menyilangkan kedua kakinya, bersandar di sofa.

"Jika sudah kututup telponnya, aku harus ikut Jackson tidur pagi." Begitu kalimatnya sampai ujung, sambungan diputus sepihak.

Freya menatap layar televisi lamat-lamat. Sebuah berita terkini sedang menampilkan sebuah gedung mall yang hampir bangkrut sudah hancur akibat ledakan. Reporter berita mengatakan jika itu dilakukan oleh beberapa orang yang masuk ke gedung semalam lalu terjadi suara ramai-ramai dan pertengkaran sebelum ledakan terjadi. Karyawan dan beberapa pengunjung menjadi korban.

Tayangan itu menampakkan mobil ambulance yang sibuk beserta dengan para relawan yang menolong. Gedung itu sudah padam api. Tapi asap hitamnya masih membumbung tinggi.

"Belum diketahui pasti siapa dalang dibalik ledakan ini, namun polisi setempat tengah melakukan penyelidikan mendalam terkait kasus ini." Kurang lebih begitu ucapan dari reporter tersebut. "Sampai saat ini, masih ada dugaan kuat jika ledakan ini ada hubungannya dengan terbakarnya pasar tradisional minggu lalu dan ulah dari mafia yang masih menjadi buronan."

Di tempatnya, Alpha juga melihat berita yang sama dengan ponsel yang masih menempel di telinganya. Suara August ikut sahut menyahut bersama penjelasan sang reporter.

"Itu ulah Choi Lu, Alpha. Kau ingat dokumen yang kita temukan dua hari lalu, itu artinya dokumen itu adalah petunjuk dimana mereka melakukan tranksaksi dan menghapus jejak serta barang bukti." Jelas August tanpa jeda.

"Jika dokumen itu benar maka tempat selanjutnya adalah pelabuhan pinggir kota. Tapi siapa yang menjalankan semua itu? Maksudku, seolah tidak ada hukum yang mampu menyentuh Choi Lu. Kita perlu bukti lain untuk mencari kaki tangannya. Tempat kejadian, kita harus kesana!"

Alpha menyisir rambutnya gelisah. Setengah hatinya merasa lega karena Freya mau membantunya, setengah lagi merasa ini semakin terasa rumit. Hanya kurang satu, seolah hanya kurang satu bukti yang mampu menuntunya pada Choi Lu. Tapi kenapa terasa sulit untuk dicari. Jika dia bisa menemukan kaki tangan yang membersihkan semua kasus Choi Lu, memanipulasinya dan mencuci tangan atas kejahatannya, itu akan menjadi masuk akal bagi Alpha.

Jika Alpha bisa menemukan kaki tangan Choi Lu, itu akan membantunya memetakan rencana Choi Lu dan meringkusnya dalam sekali gerakan. Hanya itu kuncinya. Tapi Alpha akui, sejak hampir dua minggu, dia tetap tidak menemukan apapun bahkan setelah dia ikut menyelidiki tempat kejadian.

"Kau masih disana?" tanya August.

"Ya, aku mendengarkanmu."

"Bagus, kita berangkat setelah ini."

Alpha menggeleng lalu bersuara. "Tidak, aku yang akan pergi. Kau bisa mencari dokumen yang kuperlukan saat ini."

August mengernyitkan dahi di seberang. "Apa maksudmu?"

"Aku perlu dokumen untuk pergi ke luar negeri, rasanya terlalu sempit jika Choi Lu hanya bermain di sekitar sini," terang Alpha.

"Maksudmu?" August menggantung kalimatnya. "Identitas palsu?"

Alpha terkekeh di tempatnya, "Kau memang partner terbaikku."

[]



Seharusnya dua minggu. Akhirnya ketemu lagi 🥰

How about this part? Still exciting?
Coba aja deh kalian puter lagu di mulmed-nya. Gemes banget jadinya. Andai kalo puter mulmed bisa sambil baca scroll scroll.

Maaf ya kalo feel-nya belum dapet dan membingungkan. 🙏🏻🙏🏻

I never tired to say this, terima kasih banyak, thanks a lot. Love you so much. 💜 Keren bagiku, cerita ini dilihat banyak kali. Padahal baru dua part tapi udah dilihat lebih dari 50 lebih. But, sadly, aku juga pengen minta tolong. I know that you are a good readers who give appreciate for me. That's why i say, please keep your 'good manners'. Keep your 'good', your 'wise' to appreciate as a human being. I know you are, all of you, are best human ever in this world, so prove it that you are really human. 🥰

Gitu lah pokoknya 🤗 Pasti kalian semua bisalah artiin dikit dikit. Pokoknya makasih, makasih buat support kalian, makasih buat yang udah setia nunggu, nunggu yang nggak ada kepastian jadwal updatenya kapan. 🤣 Makasih untuk semua apresiasi yang kalian kasihkan. I love you so much.

Stay safe, stau healty, take care, sleep well, eat well, dream a lot. 🥰💜💕






November 2, 2020

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 51.7K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
16.4M 657K 38
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
805K 87.7K 46
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
419K 17.1K 34
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...