My Stupid Brothers โœ”

By hinamorihika_

518K 72.6K 16.9K

Terkadang Jaemin berpikir, dosa besar apa yang ia lakukan di kehidupan sebelumnya sampai harus mempunyai enam... More

0. Tujuh Anak Setan
1. Mau Ikut Pergi
2. Bertdey Surprais
3. Bertdey Surprais (2)
4. Chaos
6. Nana Lagi, Nana Terus
7. Adhyaska dan Adhynata
8. Nana Sakit? OMG!
9. Arena
10. Dibalik Topeng
11. Saga and Their Own Friends
12. Meet Grandpa
13. The Truth Untold
14. Nobody Normal
15. Mahasiswa Baru
16. Satu Persatu
17. The Fact?
18. Be Careful!
19. Who Are You?
20. Hospital
21. Sebuah Petunjuk
22. Saga vs Pradipta
23. Turn Back Time
24. Saga's New Member
25. The Day When She Knows
26. Haechan and His Nana
27. Laut dan Langit Sore
28. Mencoba Memperbaiki
29. Tentang Fakta
30. Terkuak
31. Keributan Saga
32. Adrian Jisung Saga
33. A Dark Night
34. Everything Gonna be Okay?
35. Baikan
36. Finally!
37. Menutup Lembar Terakhir
Epilogue : Final (A ver)
Epilogue : Final (B ver)

5. Sisi Lain Jaemin

16.1K 2.4K 326
By hinamorihika_

Warn : Banyak mengandung kata kasar.

Suara jedag-jedug nan berisik langsung mengganggu telinga saat Jaemin dan ketiga temannya masuk ke klub malam.

Yang paling santai itu Hyunjin sama Yeji, ketahuan kalau mereka sudah sering datang. Sementara Felix biasa saja dan Jaemin mulai agak gelisah. Entah karena takut ketahuan saudaranya atau memang ia yang tidak biasa pergi ke klub. Apalagi Jaemin baru sadar, ini klub malam yang biasa didatangi Renjun dan Jeno.

Berharap kedua kakak kembarnya tidak tahu.

Jaemin duduk di sofa, jemarinya mengetuk meja dengan bingung. Sementara tiga temannya sudah memesan, hanya Jaemin yang masih ragu.

"Bloody Mary, deh."

Hyunjin menaikkan sebelah alis. "Are you sure? Itu doang ga bikin mabok."

"Sengaja."

Soalnya kalau Jaemin sampai mabok, besoknya pasti langsung sakit. Nanti enam saudaranya curiga kalau mendadak ia sakit, padahal saat pagi masih baik-baik saja.

Suara berisik yang menusuk telinga mulai membuat Jaemin budeg. Ia terbiasa mendengar dangdut di rumah, dengan Haechan sebagai biduan dan Mark sebagai penyawer. Jadi saat mendengar lagu dugem seperti ini, Jaemin malah pusing.

Hyunjin dan Felix sudah pergi entah kemana, sementara Yeji masih duduk anteng di samping Jaemin.

"Wanna dance?" Tangan Yeji terulur untuk mengajak Jaemin ke tengah, lebih tepatnya pada dance floor yang berkelap-kelip dan sudah banyak muda-mudi di sana.

Jaemin tertawa. "Kebalik, Nona. Harusnya gue yang ajak lo." Tapi tangannya menyambut Yeji dengan baik.

Tangan Jaemin yang besar berpadu dengan tangan Yeji yang kecil. Jaemin lupa kapan terakhir kali menggenggam tangan yang lebih kecil darinya. Mungkin ketika si kembar bungsu masih SD, saat Jaemin menggandeng adiknya agar tidak hilang di luar. Sekarang tangan Chenle dan Jisung sudah lebih besar darinya, jadi rasanya mereka yang menggenggam Jaemin, bukan sebaliknya.

Kalau menggenggam tangan perempuan, mentok-mentok ibunya.  Soalnya Jaemin itu jomblo dari lahir, beda dengan Renjun-Jeno yang bergonta-ganti pasangan seperti ganti celana dalam.

"Aduh gua gabisa goyang." Keluh Jaemin saat keduanya sudah berada di dance floor. Yang lain sudah asyik melompat-lompat dan menggila, sementara Jaemin cuma bisa gerakin pantat ke kanan dan kiri.

"Goyang ngebor aja bisa ga lo?"

"Itu mah Haechan yang bisa."

Yeji melirik pada tiang yang berada tepat di tengah, lalu melempar senyum jahil. "Kalo pole dance?"

"Sinting."

"Strip dance?"

"Anjir ya Fisqa, gue jual lo ke om-om."

Yeji ketawa ngakak, puas banget lihat Jaemin yang mulai kesal. Ia lanjut bergoyang tidak jelas sembari matanya mencari keberadaan Hyunjin dan Felix yang mendadak hilang. Sebenarnya sih ia tidak perlu khawatir terhadap dua bujang itu, mereka sudah terbiasa dengan hiruk pikuk klub malam. Yang harus dikhawatirkan justru Jaemin, si bujang galak tapi agak polos bego. Makanya Yeji memilih menemani Jaemin saja daripada berakhir kenapa-napa lalu keturunan Pradipta dan Sebastian dimusnahkan oleh keturunan Saga.

"Eh, minumannya udah dateng tuh." Yeji menunjuk gelas-gelas cocktail dan beberapa botol Gin yang sudah tersusun di meja mereka. "Duduk gih kalo males joget. Awas, jangan salah minum. Punya lo yang merah, jangan ngambil punya gue."

"Yelah gue juga tau kali."

Jaemin memilih duduk dan menyesap cocktail dengan tenang. Matanya menelisik minuman tiga sahabatnya dan mendengus saat melihat botol minuman keras yang sudah dipastikan milik Hyunjin dan Felix. Pun walau Yeji memesan cocktail, tetapi tetap saja memiliki kandungan alkohol yang tinggi.

Jaemin pengen sih foto-foto terus upload di instagram dengan filter black and white biar estetik gitu kaya anak hits. Tapi pasti ketahuan saudara setannya.

Tapi jujur, Jaemin penasaran sama rasa miras yang dipesan sahabatnya. Kok kesannya dia cupu banget cuma pesan cocktail dengan kadar alkohol rendah, sementara teman-temannya bisa dengan mudah minum sampai mabuk. Yeji yang cewek saja pesan Martini.

"Lho, Nata ya?"

Jaemin mendongak dan tersenyum lebar saat sosok gadis berambut pendek menghampiri dengan gayanya yang tomboy. Armita Ryujin, teman Jaemin saat SMP tetapi beda sekolah waktu SMA. Hampir tiga tahun tidak bertemu dan Jaemin takjub dengan penampilan Ryujin yang semakin boyish dan modis.

"Heeee Mitkuy!"

"Yo Natkuy! Ternyata anak RoKris bisa tersesat juga ya?"

Mereka ketawa dan berpelukan sesaat. Dulu Ryujin dan Jaemin adalah sohib dekat barengan juga sama si kembar Pradipta dan bule Aussie. Tapi setelah lulus, Ryujin pindah ke Medan mengikuti ayahnya yang pindah tugas dan terjadilah lost contact. Sedih sih saat salah satu sobat kentelnya hilang, tapi setidaknya Jaemin masih punya tiga yang lain.

Alasan Jaemin dulu betah berteman dengan Ryujin tak lain karena sifatnya yang blak-blakan dan anti jaim klub. Diajak bolos, lompat pagar belakang sekolah, ngopi di warung Budhe, makan di warteg, Ryujin mah ayo-ayo aja. Tipikal teman yang asyik diajak ngapain aja. Utamanya, Ryujin ini tidak baper dengan sifat Jaemin yang memang kelewat manis.

Pokoknya, sosok teman perempuan yang sanggup berteman dengan Jaemin tanpa rasa baper hanya Ryujin dan Yeji. Makanya Jaemin tidak mau cari teman perempuan lain, karena rata-rata terlanjur geer dengan sikapnya yang baik ke semua orang.

"Sombong banget ye lu, mentang-mentang udah ga satu sekolah jadi gapernah ketemu lagi." Cerocos Ryujin sambil duduk di samping Jaemin.

"Harusnya gue yang nanya gitu bangsaaaattt, lo kemana hah?!" Telunjuk Jaemin menoyor pelan pelipis Ryujin. "Gaada kabar sama sekali."

Ryujin ketawa. "Sori sori, hape gue ilang pas di bandara. Trus gue nggak nyimpen kontak kalian sama sekali, jadi yaudah pasrah aja. Kalo takdir nanti juga ketemu lagi, eh bener kan."

"Kok sosmed lu juga ga aktif?"

"Sengaja, males banget gue melihat kebodohan netizen di medsos."

Ryujin menghisap rokoknya dengan santai, tidak mempedulikan tatapan Jaemin yang kesal setengah mati. Ini anak santuy banget ya, nggak tahu kalau Jaemin dan tiga teman setannya sempat kelabakan mencari dan mengira Ryujin sudah mati.

"Kabar si Fisqi-Fisqa-Lio gimana?" Tanya Ryujin sembari matanya mengedar ke sekitar. "Asli kangen banget gue sama kalian. Di Medan gaada yang goblok kaya lo berempat, trus kebanyakan pada ngegas semua!"

"Baik-baik aja mereka mah, malah tambah bego bukan tambah pinter. Lagian gua kesini juga sama mereka. Tuh Fisqa," Telunjuk Jaemin mengarah pada Yeji yang lagi joget sambil mengobrol dengan entah siapa itu. "Kalo Fisqi sama Lio lagi keliling. Pokoknya kita berempat satu sekolah, cuma lo doang yang mendadak hilang gaada kabar sama sekali." Sindir Jaemin.

"Ya maaaappp. Udahan dong nyindirnya."

"Sekolah lo gimana? Berarti pindah lagi ke sini?" Tanya Jaemin sambil meletakkan minumannya.

"Sekarang sih homeschooling, soalnya udah nanggung banget kan. Kalo pas di Medan dulu, gue di Smansa."

"Widiihh kok otak lu bisa nyampe? Nyogok ya lo?" Gurau Jaemin. "Lo ditanya tiga kali tiga aja jawabnya enam, lah begayaan banget masuk Smansa."

"Sialan," Ryujin mengembuskan asap rokoknya ke wajah Jaemin dengan sebal. "Armita Ryujin udah glow-up jadi cewek badass tapi pinter dan berotak. Lo sendiri di mana?"

"Di sini."

"Maksud gue sekolahnya, tolol."

Jaemin ngakak. "Di Penabur. Tadinya mau masuk negri, tapi sama nyokap ga dikasih."

Ryujin mengendikkan bahu sembari membuang abu rokok di asbak yang memang tersedia di tiap meja. "Anak konglomerat kayak lo gabakal dikasih sekolah negri. Beda sama gue yang biasa-biasa aja."

"Gausah merendah untuk melonte ya, sat."

Ryujin nyengir. Lalu pandangannya mengedar ke sekitar klub. "Lu tumben banget main ke klub? Nggak digamparin sama kakak-kakak lo nanti?"

"Ck, mereka gatau." tangan Jaemin mengambil kotak rokok yang terselip di kantung kemeja Ryujin dan menarik rokok sebatang. "Lagian gue mau seneng-seneng bentar sebelum ngebabu lagi di rumah sendiri."

Ini anak setan mulai kejauhan nih mainnya.

Ryujin mendelik saat Jaemin mulai menarik sebatang rokok. "Lo sejak kapan ngerokok, njing?! Wah pasti ketularan Fisqi nih, biadab juga itu anak. Mana anaknya, mau gua hajar."

"Baru nyoba setengah tahun ini, awalnya emang ditawarin Fisqi sih," Ujar Jaemin sembari menyelipkan rokok di belah bibirnya dan tangannya meminta korek. "Yang tau baru mereka bertiga sama lo sekarang."

Ryujin melempar korek gas dan menatap Jaemin dengan prihatin. Jaemin kelihatan biasa saja, tapi matanya tidak bisa berbohong. "Lo kalo ada masalah, ngomong ke orang yang bisa lo percaya. Jangan malah nyari pelarian."

"Gak ah perasaan lo doang."

"Gausah bohong, jamet. Kebiasaan sih kalo ada apa-apa disimpen sendiri. Cepet cerita!"

Jaemin menghisap dalam-dalam rokoknya, matanya memejam. Ketika ia menghembuskan rokoknya, Ryujin bisa melihat jika Jaemin benar-benar sedang menyimpan sesuatu.

"Nanti deh, atau kapan-kapan. Gue lagi nggak mood cerita."

Ryujin tidak memaksa, toh ia hanya bertugas sebagai pendengar. Tak lama, ketiga teman Jaemin kembali ke meja dan pekikan girang dari Yeji terdengar.

"Lho Mitaaaa?!!"

"Aih Fiskuuyy!"

Lalu dua sohib itu saling berpelukan selayaknya dua orang yang sudah lama tidak bertemu. Mendadak klub malam itu berubah jadi reuni teman lama. Jaemin jadi tidak menyesal mengikuti perkataan tiga temannya untuk pergi kesini.

Mereka berlima saling bercerita banyak tentang hal yang sudah terlewat, sekaligus bernostalgia saat SMP dulu. Bagaimana keadaan mereka sekarang yang berbeda dengan dulu tetapi masih menyisakan hal yang sama.

Jaemin melirik gelas Yeji yang masih sisa setengah. Asli sih dia penasaran rasanya gimana, apalagi Martini memang kadar alkoholnya lebih tinggi daripada Bloody Mary. Jaemin kepo sama rasanya walaupun di satu sisi dia ragu. Kalau sampai mabuk, gimana? Alkohol dalam Martini memang tidak setinggi minuman keras murni, tapi untuk orang dengan toleransi alkohol rendah seperti Jaemin, tetap bisa bikin puyeng.

Hyunjin yang melihat itu hanya terkekeh. "Kalo mau tuh ngomong, jangan lirik-lirik doang."

Yeji yang sadar jika objek yang dilihat Jaemin adalah minumannya, langsung mengulurkan gelas yang masih terisi setengah itu. "Nih, cicip aja dikit biar nggak penasaran."

Beneran diminum. Awalnya agak pahit dan terasa panas, tapi ada sedikit rasa manis dan Jaemin menyukainya. Lebih enak daripada Bloody Mary.

"Mau? Biar gue pesenin." Yeji ingin memesan lagi untuk dirinya dan Ryujin, karena cocktail miliknya malah dihabiskan Jaemin. Itu mah bukan mencicip, tapi merampok.

"Boleh."

Jaemin benar-benar tergoda dengan cocktail yang mengandung 17% alkohol itu. Bahkan Jaemin langsung meneguknya kala Yeji baru saja meletakkan gelasnya di meja. Antara frustasi dan gila memang berbeda tipis.

"Okay, enough Tuan Muda Saga." Felix buru-buru menjauhkan Gin dan cocktail dari jangkauan Jaemin. "Kalo lo mabok terus sakit, gue sama Fisqi yang jadi samsat abang-abang lo."

"Sam-samsat?" Ryujin mengerjap, lalu memukul kepala belakang Felix. "Samsak, goblok! Emangnya lo mau perpanjang STNK?!"

Wajah Jaemin sudah memerah. Ia tidak mabuk, hanya tipsy. Tapi tetap saja kepalanya mulai terasa pusing dan berat. Padahal Felix dan Hyunjin yang sudah menegak tiga gelas Gin masih terlihat kuat, kenapa Jaemin yang hanya minum cocktail sudah keliyengan begini. Bahkan Yeji dan Ryujin terlihat biasa saja. Ah, Jaemin lemah juga ternyata.

Jaemin lantas menyandarkan tubuhnya dengan rokok yang masih terselip di bibirnya. Suara berisik dari DJ semakin menambah kadar pusingnya. Haduh, semoga besok ia tidak sakit atau Haechan akan mengacak-ngacak rumah Felix.

"Mit, lo mau ga?" Hyunjin menggoyangkan sebotol Gin dan dibalas anggukan Ryujin, membuat cowok itu segera menuangkan gelas untuk sahabat perempuannya.

"Gue mau." Racau Jaemin tiba-tiba.

Hyunjin mendengus. "Jangan goblok, lu udah setengah teler gitu."

Felix yang tatapannya tak sengaja jatuh pada pintu masuk, langsung melotot kaget saat empat orang yang ia hapal diluar kepala muncul dengan wajah menyeramkan. Ia mengumpat sekasar-kasarnya dalam hati dan langsung menoleh pada Jaemin yang setengah tepar. Dengan cepat, Felix menarik rokok di bibir Jaemin dan langsung menyelipkannya di bibir sendiri.

Jaemin agak terkejut dengan tindakan Felix yang mendadak, begitu juga yang lainnya. Masih belum sadar jika sebentar lagi ada bencana menghampiri.

"Lo kenapa sih? Kalo mau rokok ya bilang aja, gue masih punya." Hyunjin meletakkan gelas berisi gin di tengah antara Ryujin dan Jaemin. Tindakannya itu tak luput dari mata tajam yang semakin mendekat ke arah mereka berlima.

"Oh, bagus ya Fis. Adek gue udah teler begitu dan lo masih mau cekokin dia miras?"

Lalu suara bogem menyakitkan terdengar.

••••

Jaemin bangun dengan rasa pusing yang masih tersisa. Padahal ia hanya tipsy semalam, tapi efeknya memang cukup kuat untuk seseorang dengan toleransi alkohol rendah sepertinya.

Semalam ia diseret pulang oleh keempat saudaranya, sempat hampir terjadi baku hantam antara Hyunjin dan Renjun namun segera dilerai. Hyunjin menyumpahi Renjun yang memukulnya tanpa alasan dan Renjun yang merasa jika Hyunjin membawa pengaruh buruk untuk adiknya.

Awalnya Yeji ingin menahan Jaemin dan memarahi mereka, tetapi Ryujin menghentikannya dan membiarkan keempat anak Saga membawa adiknya pulang. Felix tidak berbicara apa-apa kecuali memegang lengan Hyunjin agar tidak memperparah keadaan. Lantas Jaemin langsung ditarik pulang dengan sedikit perlawanan meski pada akhirnya menyerah juga.

Jaemin menyambar gelas berisi air putih yang berada di nakas dan meminumnya hingga tandas. Entah siapa yang meletakkannya semalam tapi Jaemin tidak peduli. Sudah pukul enam pagi dan biasanya Jaemin langsung beranjak ke dapur untuk menyiapkan sarapan, tapi rasanya ia sedang tidak ingin menemui siapapun.

Jaemin marah dengan keegoisan saudara-saudaranya.

Tidak ada Haechan di kamar, sepertinya anak itu tidur di kamar lain karena suatu kemustahilan ia bangun jam segini. Tetapi justru itu menjadi keuntungan tersendiri bagi Jaemin saat ini.

Jadi setelah mengunci pintu kamar, ia memberitahu wali kelasnya untuk izin tidak masuk sekolah dan segera merebahkan kembali ke kasur. Peduli setan, Jaemin ingin tidur lagi.

Sementara Chenle dan Jisung sudah berada di depan pintu kamar Jaemin-Haechan, ingin mengetuk tetapi ragu. Mark bilang, jangan ganggu Jaemin dulu untuk seharian ini. Mood anak itu pasti sedang berantakan dan akan semakin parah jika bertatap muka dengan salah satu saudaranya. Jadi biarkan Jaemin sendiri yang sudi menemui mereka.

Dengan langkah gontai, Jisung dan Chenle menuruni tangga untuk menemui Mark yang duduk di sofa ruang tengah. Kamarnya dikuasai Haechan dan anak itu tidur dengan brutal semalam, membuat Mark bangun terlalu pagi dan akhirnya memilih ngopi santai sembari menonton berita.

"Laper?" Tanyanya pada si dua bungsu. "Abang udah mesen pancake mekdi di gofut."

"Ih junkfood!" Cibir Chenle. "Kata Kak Na kan gaboleh junkfood kalo pagi-pagi."

"Yaudah si, emangnya sekarang Nana peduli sama kita?" Mark berujar malas sembari menyeruput kopi susunya.

Setelah semua anak Saga turun (kecuali Jaemin), Haechan celingukan mencari keberadaan saudara kembarnya itu.

"Lho, Nana ga masuk sekolah?"

"Kayaknya masih teler," ujar Jeno sembari menggigit pancake. "Bilang aja si Nana sakit."

Renjun mendengus. "Kan anjim. Makanya gue males banget kalo Nana tuh temenan sama tiga anak dakjal itu, ditambah yang satu udah balik lagi. Gimana ya, mereka tuh dari dulu penghasut."

"Tapi kemaren kita minta tolong sama Kak Lio buat susupris Kak Na?" Tanya Chenle bingung.

"Kalo Lio tuh masih mending, masih ada sisi baiknya. Lah sisanya? Udah kaya jelmaan demit."

"Dendam banget lo sama si kembar Pradipta." Ledek Jeno pada Renjun. "Apalagi kemaren sampe ngehajar Fisqi segala. Padahal gue yakin ada sesuatu yang lebih."

Renjun tersenyum miring.

Hanya Jisung yang tidak bersuara sejak tadi. Tatapannya bergulir ke plastik yang berisi sekotak pancake untuk Jaemin. Jisung meninggalkan sarapannya yang belum habis kemudian melangkah ke kamar kakak kesayangannya dengan plastik mekdi di tangan.

Jisung meninggalkan sarapan itu di depan kamar Jaemin. Jisung tahu Jaemin tidak akan turun seharian dan  khawatir kalau kakaknya tidak makan. Setelahnya ia melangkah pergi setelah menatap pintu kamar Jaemin sesaat.

Drama banget anjrot.

Awalnya ini cuma mau dijadiin lucu lucuan dan selingan ringan, tapi kayanya malah bakal banting setir ke drama family gitu 🙂

Continue Reading

You'll Also Like

2.7K 126 20
keluarga yang hancur karena kehilangan sosok sang anak yang tenggelam di danau dan menghilang , lalu siapa sosok gadis yang selama ini merawatnya(?) ...
129K 12.4K 22
SUDAH TAMAT Description; Jika Renjun bisa tersenyum dengan sangat tulus, maka ia juga bisa menangis dengan sangat pedih. #3 fanfiksi -2 juni 2021 #12...
699K 74.3K 44
[don't forget to follow brillantemine] โ”€ haechan and his universe have been lost. โš ๏ธ post about : mentalillness, depression, blood, traumatic, self...
250K 23.4K 69
๐Ÿ†“ โณ๐Ÿ’š๐Ÿ’š๐Ÿ’š Start --> 13 November 2020 End --> 10 Agustus 2022 "Pada saat bertahun-tahun lalu tinggallah sepasang suami istri yang memiliki 14 anak...