If You Know When [TELAH DITER...

Por ItsmeIndriya_

1M 120K 15.4K

Trilogi IYKW Series Sekian lama menghilang, akhirnya Vanilla kembali dengan harapan baru untuk akhir kisah pe... Mais

Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
PENGUMUMAN
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Puluh Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh Dua
Tiga Puluh Tiga
Tiga Puluh Empat
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Sembilan
Empat Puluh
Empat Puluh Satu
Empat Puluh Dua
Empat Puluh Tiga
Empat Puluh Empat
Empat Puluh Lima
Empat Puluh Tujuh
Empat Puluh Delapan
Empat Puluh Sembilan
Lima Puluh
Lima Puluh Satu
Lima Puluh Dua
Lima Puluh Tiga
Lima Puluh Empat
Lima Puluh Lima
Lima Puluh Enam
Lima Puluh Tujuh
VOTE COVER!!!
Lima Puluh Delapan
Lima Puluh Sembilan
Enam Puluh
Enam Puluh Satu
Enam Puluh Dua
Enam Puluh Tiga
Enam Puluh Empat
Enam Puluh Lima
TERIMA KASIH
PRE-ORDER IYKWHEN
LDR SERIES 1 || OBSESI ELANG
DIARY VANILLA

Empat Puluh Enam

7.6K 1.2K 81
Por ItsmeIndriya_

Vanilla menatap pemandangan dari balkon apartemen. Perseteruannya dengan Soraya tadi kembali mengusik pikiran Vanilla. Vanilla mengutuk dirinya sendiri karena terlalu memikirkan perkataan orang lain. Meski perkataan tersebut hanya sebuah gertakan saja, tapi Vanilla tetap tidak bisa langsung menghilangkan kalimat tersebut dari dalam pikirannya.

“Lagi mikirin apa?” Dava datang dengan membawa segelas minuman sembari berdiri disamping Vanilla.

Vanilla menghela napas, “gak mikirin apa-apa,” jawab Vanilla jelas berbohong.

“Kamu itu gak bisa bohong. Pasti ada sesuatu yang lagi kamu pikirin kan? Sama kayak kemarin waktu kamu menghilang berhari-hari tanpa kabar. Aku harus bujuk kamu supaya mau ketemu aku.”

“Dav... Kalau kamu disuruh memilih antara aku atau perusahaan keluarga kamu, mana yang akan kamu pilih?”

Alis Dava berkerut, “kenapa tiba-tiba nanya gitu?” tanya Dava heran hanya dibalas endikan bahu oleh Vanilla. “Kalau bisa dua-duanya, kenapa harus memilih salah satu?”

Dava menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. "Aku gak bisa memilih antara kamu atau perusahaan keluargaku. Kamu masa depanku, tapi aku bertanggung jawab juga atas keluargaku. Aku gak bisa begitu aja meninggalkan mereka. Aku anak sulung, orangtua ku sudah saatnya pensiun dan adik ku masih kuliah di luar negri. Aku masih punya tanggung jawab yang besar, Vanilla."

"Iya, aku paham. Aku cuma nanya doang kok, gak bermaksud apa-apa."

"Kalau aku memilih kamu dan meninggalkan perusahaan, ekonomi keluarga ku bisa berantakan. Aku gak mau Poppy berhenti di tengah jalan dan aku gak mau perusahaan jatuh ke tangan orang lain. Perusahaan itu di bangun dengan jerih payah, aku gak bisa gitu aja lepas tanggung jawab."

"Dava..."

"Dan kalau aku memilih perusahaan, aku akan kehilangan kamu. Aku sudah janji kan, Aku akan kasih kamu kepastian setelah perusahaan aku stabil. Aku cuma minta waktu dan pengertian dari kamu."

Vanilla mengangguk tanda mengerti. Ia meletakan cangkir yang dipegangnya keatas meja, lalu menarik tangan Dava dan menggenggamnya. "Aku gak bermaksud kasih kamu pilihan yang sulit. Aku ngerti keadaan kamu, dan aku paham. Lagi pula aku juga bilang kan, aku akan perjuangin kamu. Menunggu adalah salah satu konsekuensi dari tindakan yang aku ambil. Tapi satu hal Dav, aku gak mau kejadian seperti apa yang di ceritakan orang terjadi lagi. Kamu tahu kan sudah terlalu banyak drama di kisah kita?"

"Disini juga aku berusaha. Berusaha untuk jadi seseorang yang layak untuk kamu. Aku gak mau suatu saat nanti kamu menyesal atas pilihan kamu. Aku gak mau kekuranganku menjadi penghalang kehidupan kamu. Dav, aku gak normal, kamu tahu itu kan?"

Dadanya Vanilla terasa sesak setiap kali ia mengingat bahwa dirinya tidaklah normal. Tanpa bantuan psikiater, Vanilla tidak akan bisa menjalani kehidupannya. Jujur saja, kekurangan yang Vanilla miliki adalah hal yang paling Vanilla takutkan. Vanilla takut jika suatu saat nanti, kekurangan yang ada pada Vanilla membuat orang-orang yang Vanilla sayang menjalani kehidupan yang sulit. Karena itu ia berusaha untuk kembali normal agar bisa berakhir bahagia dengan orang yang ia sayang.

"Benar kata Reza, aku orang yang paling beruntung."

Alis Vanilla berkerut, "beruntung kenapa?" tanya Vanilla bingung.

"Beruntung karena dicintai oleh wanita seperti kamu."

Satu kalimat dalam satu tarikan napas yang mampu membuat pipi Vanilla bersemu merah dan terasa sedikit memanas. "Mau ngegombal lagi?"

Dava menggelengkan kepala, "faktanya memang begitu. Kisah yang kamu lalui itu panjang banget dan kamu bisa mengatasinya sendiri. Meski sulit, dan kamu sama sekali gak mengingat bagaimana kronologisnya, kamu tetap disini dengan perasaan yang sama seperti bertahun-tahun yang lalu."

Bukan dengan perasaan yang sama, Vanilla hanya mengandalkan perasaannya ketika menjadi Vannelica. Di saat itulah ia kembali memiliki perasaan terhadap Dava seperti perasaannya terdahulu. Untuk orang yang kehilangan ingatan seperti Vanilla, sangat sulit memiliki perasaan yang sama pada orang yang sama pula.

Jujur, hingga sekarang pun Vanilla masih merasa asing dengan semuanya. Terhadap keluarganya pun Vanilla merasa asing. Namun Vanilla tidak mau menunjukkannya. Vanilla mencoba untuk bersikap senatural mungkin agar ia terlihat seperti sudah terbiasa dengan semua hal. Termasuk dengan keluarganya, sahabat dan teman-temannya, terlebih terhadap Dava.

Vanilla menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. Ia melepas genggaman tangannya pada tangan Dava seraya berkata, "aku mau istirahat duluan deh. Terlalu banyak pikiran yang buat kepala ku sakit," ujarnya. Dava pun hanya menganggukkan kepala dan membiarkan Vanilla masuk.

♥♥♥♥

"Dav, gue mau ngomong sama Lo."

Kehadiran Jason mengejutkan Dava yang sedang melamun sembari menatap layar laptopnya. Ia melirik jam yang menunjukkan pukul satu dini hari, dan ia tidak bisa tidur.

"Ngomong apaan?" tanya Dava sama sekali tidak beranjak dari kursi yang di duduki.

Jason tidak menjawab. Ia terlebih dahulu mengecek kamar Dava, memastikan bahwa Vanilla benar-benar tertidur agar tidak ada yang mendengar percakapannya dengan Dava. Setelah itu Jason memberi kode pada Dava agar mengikutinya.

"Sudah punya keputusan untuk hubungan kalian?" tanya Jason membuka percakapan.

Dava menghela napas. "Kenapa tiba-tiba semua orang nanya tentang kejelasan hubungan gue dan Vanilla sih?" ujarnya sedikit kesal. "Kalian gak percaya sama gue?" lanjutnya.

"Bukan gak percaya..." Jason menggantung kalimatnya sejenak, "gue gak mau Lo terlalu lama mengambil keputusan."

"Gue udah bilang kan, kondisi saat ini sama sekali gak menguntungkan untuk gue dan Vanilla. Perusahaan gue lagi di ujung tanduk, dan kalau gue melamar Vanilla sekarang... Pertama gue jelas akan kehilangan perusahaan, dan yang kedua kemungkinan Vanilla untuk di terima orangtua gue kecil. Gue gak mau mengulang kehidupan Vanilla yang dulu."

"Bagi Vanilla perusahaan bukan segalanya. Kalaupun Lo kehilangan perusahaan lo--"

"Masih ada Vanilla yang bisa menopang kehidupan gue?" potong Dava.

"Bukan gitu--"

Dava tertawa, "gue tahu harta kalian gak akan habis tujuh keturunan meskipun perusahaan kalian collapse."

"Itu harta orangtua, bukan harta gue dan Vanilla."

"Tetap akan jadi milik kalian setelah di wariskan."

Jason langsung menatap Dava kesal. Ia menggaruk kepalanya frustasi karena pemikiran Dava yang terlalu jauh. "Gini deh, gue kasih Lo waktu satu tahun dari sekarang. Kalau gak juga kasih kepastian untuk Vanilla, gue gak akan pernah kasih restu untuk kalian berdua."

"Yang gue butuhkan adalah restu orangtua kandung Vanilla, bukan restu Lo."

Tak bisa di tahan lagi, Jason langsung memukul kepala Dava hingga membuat Dava meringis. "Apaan sih!" omelnya menatap Jason tajam.

"Gak butuh restu gue kan?" Jason mengulang kalimat Dava. "Oke, kalau gitu gue gak akan bantu perusahaan lo."

Dava langsung membelalak mendengar ucapan Jason. "Lo mau bantuin gue?" tanya-nya.

"Demi Vanilla," jawab Jason. "Sejujurnya gue benci sama lo, tapi karena Vanilla cinta mati sama Lo, gue gak bisa berbuat apa-apa."

Jika di ingat kembali, Jason memang sangat membenci pria di hadapannya sekarang. Setiap kali melihat Dava, rasanya Jason selalu terlempar ke masa lalu. Namun Jason berusaha tidak menunjukkan kebenciannya, demi Vanilla. Jason tahu, jika ia menyatakan bahwa ia membenci Dava, Vanilla akan bersusah payah mencoba untuk menyakinkan bahwa Dava tidak seperti apa yang di pikirkan Jason. Jadi dari pada membuang tenaga hanya untuk membenci, Jason memilih untuk melupakan kebenciannya.

"Sesayang itu Lo sama Vanilla?" Pertanyaan Dava menyadarkan kembali Jason yang sempat melamun.

"Menurut Lo?" balas Jason sarkastik.

Dava mengangkat kedua bahunya, "padahal dia kan sekedar adik angkat lo."

Jason menghirup udara dingin yang berhembus seraya memasukkan kedua tangannya ke saku celana. "Gue gak punya alasan khusus kenapa bisa gue sayang banget sama Vanilla. Mungkin karena gue memang pengen punya adik perempuan dan kebetulan orangtua gue mengadopsi Vanilla."

"Sejak kecil, Vanilla satu-satunya orang yang bisa mengerti pemikiran gue. Sekuat apapun gue nge-push dia, dia selalu punya cara untuk meluluhkan gue. Bukan gue kasihan sama Vanilla, gue mau suatu saat nanti ada orang yang bisa menggantikan posisi gue dan kakak gue untuk menjaga dia. Lo tahu kan seberapa frustasinya gue ketika gue tahu dia meninggal? Rasanya gue gagal jadi kakak untuk dia. Karena Tuhan memberikan kesempatan, apapun akan gue lakukan asal Vanilla bisa bahagia. Sudah cukup penderitaan yang Vanilla hadapi, gue harap dia bahagia dengan masa depannya."

"Lo percaya gue bisa membahagiakan Vanilla?"

Jason kembali menarik napas, "gak yakin sih... tapi gue yakin Vanilla gak akan salah pilih."

"Kalau ternyata Vanilla salah pilih?"

Jason menoleh dengan tatapan tajam, "Lo adalah orang pertama yang gue bunuh." Tajam, menusuk, dan menyakitkan itulah nada bicara Jason sekarang.

Jason tidak bercanda, ia sangat serius dengan ucapannya. Jika sampai Vanilla tidak bahagia dengan Dava, maka Dava adalah orang pertama yang akan di bunuh oleh Jason. Tidak perlu dengan cara menghilangkan nyawa, cukup membuat mati pikiran  Dava. Dengan begitu Dava akan mati dengan sendirinya.

"Ingat, waktu Lo untuk membuat perusahaan lo stabil, satu tahun!" Jason kembali mengingatkan Dava sembari menepuk bahu Dava dan berlalu masuk. "Btw, Lo tidur di lantai, gue mau tidur di sofa," ucapnya tanpa merasa bersalah.

Dava menoleh, "Lo nginep sini?" tanya Dava mendengus kesal. Ia ikut masuk ke dalam dan mendapati Jason sudah tertidur di atas sofa dengan kedua tangannya yang di jadikan bantal.

Dava hendak protes, tapi ia mengurungkan niatnya. Lagi pula Dava sama sekali tidak mengantuk. Sepertinya ia akan terjaga hingga pagi hari nanti. Akhirnya Dava kembali memutuskan untuk duduk di depan laptopnya dan mengerjakan pekerjaan kantor yang belum Dava selesaikan, sembari menunggu rasa kantuk menyapanya.

♥♥♥♥

Mencoba untuk fast update supaya cerita ini cepat selesai. Kasihan cerita aku yang lain, udah pada bedebu🤧
Btw kalau cerita ini selesai, kalian mau aku lanjut ke cerita yang mana?

Jum'at, 16 Oktober 2020

Continuar a ler

Também vai Gostar

ALZELVIN Por Diazepam

Ficção Adolescente

4.6M 267K 32
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
AMERTA Por pluviow

Literatura feminina

383 148 5
kamu amerta dalam aksara ku. start : des 27, 2023
1.7M 19.8K 106
[ 𝗖𝗢𝗠𝗣𝗟𝗘𝗧𝗘𝗗 ] 𝗡 𝗘 𝗪 𝐒𝐔𝐃𝐀𝐇 𝐃𝐈 𝐑𝐄𝐕𝐈𝐒𝐈☑️ ⚠️𝐂𝐋𝐎𝐒𝐄 𝐑𝐄𝐐𝐔𝐄𝐒𝐓⚠️ 𝘉𝘶𝘢𝘵 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘳𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘶𝘭𝘪𝘴 𝘢𝘵𝘢𝘶...
I'M BACK Por Call Me Wii❣

Ficção Adolescente

208K 27.3K 41
Stefan adalah seorang playboy ulung, dia memacari karyawan part timenya lalu mendekati wanita lain. Suatu hari Adik Perempuannya dibunuh oleh sang pa...