My Stupid Brothers โœ”

By hinamorihika_

518K 72.5K 16.9K

Terkadang Jaemin berpikir, dosa besar apa yang ia lakukan di kehidupan sebelumnya sampai harus mempunyai enam... More

0. Tujuh Anak Setan
1. Mau Ikut Pergi
2. Bertdey Surprais
3. Bertdey Surprais (2)
5. Sisi Lain Jaemin
6. Nana Lagi, Nana Terus
7. Adhyaska dan Adhynata
8. Nana Sakit? OMG!
9. Arena
10. Dibalik Topeng
11. Saga and Their Own Friends
12. Meet Grandpa
13. The Truth Untold
14. Nobody Normal
15. Mahasiswa Baru
16. Satu Persatu
17. The Fact?
18. Be Careful!
19. Who Are You?
20. Hospital
21. Sebuah Petunjuk
22. Saga vs Pradipta
23. Turn Back Time
24. Saga's New Member
25. The Day When She Knows
26. Haechan and His Nana
27. Laut dan Langit Sore
28. Mencoba Memperbaiki
29. Tentang Fakta
30. Terkuak
31. Keributan Saga
32. Adrian Jisung Saga
33. A Dark Night
34. Everything Gonna be Okay?
35. Baikan
36. Finally!
37. Menutup Lembar Terakhir
Epilogue : Final (A ver)
Epilogue : Final (B ver)

4. Chaos

16.5K 2.4K 540
By hinamorihika_


"Baaaanggg sarapaaaaannn!"

"Bacot banget anak kuyang."

Mark menggaruk pelipisnya. Asli dia bingung banget mereka sarapan pakai apa karena tidak ada Jaemin yang memasak. Mau order makanan, kelamaan. Soalnya yang sekolah sudah pada siap berangkat, itupun nyaris terlambat karena kesiangan.

Masa beneran ngemis ke tetangga?

Lagipula Mark haram hukumnya masuk dapur. Kejadian dulu tak sengaja membakar dapur yang berakhir dirinya nyaris ikut dibakar Jaemin.

Haechan segera mendorong sang kakak keluar dapur dan mulai sibuk membuat sarapan ala kadarnya. Daripada ia dan dua adiknya kelaparan di sekolah, kan. Mana sudah jam tujuh kurang lima belas menit. Anak keempat Saga itu mulai mengocok telur, memanggang roti, dan menggoreng sosis. Terbiasa memperhatikan Jaemin memasak membuat Haechan sedikit banyak paham cara membuat sarapan sederhana.

"Baaanngg huhuhu bantuin Lele iket dasiii!" Si bungsu kedua mendekati Mark dengan dasi di tangan.

"Aduh, Abang lupa caranya." Mark memandang dasi Chenle dengan bingung.

"Sini sama Mas." Renjun turun dari tangga dengan wajah bantal sembari menggaruk perut. Tangannya menarik dasi dari genggaman Chenle dan mulai memasangkan dasi.

"A-aakhh Mas Juunn, kekencengaan!! Lele nanti matii!"

Renjun terlalu kuat mengikat simpul pertama dasi dan membuat adiknya tercekik. Dengan tidak berperikeChenlean, Renjun menarik dasi Chenle ke ruang tengah yang secara otomatis membuat Chenle ikut tertarik. Persis menarik anjing.

Jisung dengan tergesa-gesa turun tangga dengan tas di bahu kanan, penampilannya belum terlalu rapi dengan dasi dan ikat pinggang yang acak-acakan. Jeno yang sudah siap di meja makan menunggu sarapan (karena ia ada kelas pagi) segera memberi gestur agar si bungsu mendekat.

"Sini Mas benerin."

Jisung terlalu penurut untuk kakak biadab seperti Jeno. Bukannya merapikan seragam si adik, Jeno malah sengaja membuka dua kancing teratas Jisung dan mengeluarkan ujung seragam dari celana. Rambut yang sudah rapi, sengaja diacak-acak Jeno dan dasinya segera dilepas. "Nah, siap jadi badboy keren kayak Mas dulu."

"Iihhh Mas Jeeeennn!" Jisung mengerang. "Jadi kayak berandalan kan! Adek maunya rapi kaya biasa Kak Na bantuin Adek!"

"Ck, gua ajarin jadi badboy masa gamau. Biar cewek-cewek tuh klepek-klepek sama lo!"

Jisung menggeleng keras. "Kata Kak Na, haram hukumnya mendengar saran Mas Jen dan Mas Jun. Soalnya kalian anak paling sesat dari segala kesesatan."

Valid.

"Sekali kali sih Dek," Jeno masih berusaha membuat adiknya menjadi anak sekolahan keren versi dirinya. Soalnya diantara semua adiknya, hanya Jisung yang berpotensi menurunkan segala kegantengan dan vibes cool badboy ala Jeno.

Haechan dan Chenle terlalu berisik dan petakilan. Jaemin terlalu manis dan sifatnya mirip ibu-ibu. Hanya Jisung yang berpotensi menjadi Jeno 2.0.

"Gak! Gak! Adek pokoknya gamau! Cuma mau nurut sama Kak Na, bukan Mas!" Jisung menghentakan kakinya dan pergi meninggalkan Jeno untuk menghampiri Mark yang sudah naik kembali ke kamarnya. Setidaknya si abang tertua lebih waras sedikit.

Mark berusaha menelepon Jaemin berkali-kali, namun ponsel anak itu mati. Masalahnya Mark sudah mengacak-ngacak seluruh kamarnya dan tidak berhasil menemukan kaus kaki kesayangannya.

"Aish! Kemana sih kaos kakinya?" Mark mengacak buku, melempar selimut asal-asalan, bahkan membuka lemari dan mengeluarkan bajunya satu persatu. "Giliran Nana yang nyari, gaada dua menit langsung ketemu."

"Makanya kalo nyari tuh pake mata, bukan mulut!" —Jaemin, kalau lagi ngomel.

"Mana sih kaos kakinyaaaa??!!!" Mark hampir mengeluarkan seisi laci khusus kaus kaki miliknya.

Padahal jelas-jelas kaus kaki polkadot yang dicarinya ada di depan mata. Tapi tidak terlihat oleh Mark.

Lain halnya dengan Haechan yang sudah menyiapkan sarapan di meja makan. Roti yang gosong di satu sisi, telur keasinan, sosis tak berbentuk. Bodo amat saudaranya nanti sakit perut, yang penting Haechan sudah berusaha.

"Lo mau kita mati apa gimana?" Renjun yang sudah selesai mengikat dasi Chenle, mengernyit melihat bentuk tak layak dari sarapan mereka.

"Banyak bacot lo. Yang penting ada sarapan."

Chenle mengikuti dari belakang dengan cemberut. Memang sih dasinya sudah terpasang benar, tapi cara Renjun melakukannya lebih mirip mengikat sapi kurban.

"Ih ini sarapan buat manusia atau demit?" Seru Chenle. "Mirip muka Mas Jun. Acak-acakan."

Tangan Renjun dengan cepat menjambak rambut Chenle. "Apa lo bilang, hah? Mampus gaada Nana, gaada yang belain lo!"

Jeno meraih garpu dan menyicipi sosis. "Kebanyakan minyak, gaada rasa, bagian dalam belum matang sempurna. Mas Anang sih no."

Renjun manggut-manggut. "Chef Tarno menangis melihat ini."

"Pak Tarno sejak kapan beralih profesi anjing?"

"Hah?" Jisung yang baru muncul, mengernyitkan dahi. "Pak Tarno jadi anjing?"

"Hah? Masa?"

"Lho kata Kak Echan?"

"Hah engga tuh!"

"Barusan Kak Echan bilang begitu ya!!"

"Nggak guna debat lo berdua." Jeno memijit hidung. Sebenarnya ia tidak mau memakan sarapan beracun itu, tapi demi menghargai Haechan yang mau susah-susah memasak, akhirnya tetap dimakan juga. Sementara Renjun memilih keluar untuk membeli bubur ayam depan komplek, masih dengan kaos tanpa lengan, celana boxer, dan rambut singa.

"Cepatan sarapan," Haechan mendelik pada dua adiknya. "Gua ga menerima keluhan kelaparan."

Jadi ya, mau tidak mau sarapan juga.

Sementara itu..

"Kaos kaki gua manaaaaa?!!!!"

•••••

Yeji mendengus, menatap tiga lelaki tidak berguna yang asyik bermain ponsel sementara ia harus menyetir mobil ke sekolah.

Tadi sebelum berangkat, mereka hompipah dulu dan yang kalah harus menyetir. Sialnya, satu-satunya perempuan disana kalah dan harus rela menjadi supir dadakan. Tidak ada kamus hak asasi wanita dalam pertemanan mereka, karena Yeji sendiri kelakuannya tidak mencerminkan seorang perempuan. Terlalu barbar.

"Eh nanti malem ke klub skuy." Ajak Hyunjin tiba-tiba. Posisinya yang duduk di kursi depan, segera menghadap ke belakang dimana Jaemin dan Felix berada.

"Ayo aja gua mah, udah legal ini sih." Felix mengangguk.

Jaemin menggaruk rambut. "Haduuh, pengen sih. Tapi kalo sampe sodara-sodara gue tau, pasti mereka ngamuk."

Soalnya Jaemin ini bukan peminum yang baik. Hanya butuh dua gelas alkohol dan ia akan tumbang. Makanya anak Saga yang lain selalu menjauhkan alkohol sebisa mungkin dari jangkauan Jaemin, juga si kembar bungsu yang masih dibawah umur.

"Makanya jangan sampe mereka tau," Hyunjin memutar bola mata. "Lo gaada komunikasi sama mereka dari semalem kan? Lagian hitung-hitung ngerayain ultah lo juga, Nat."

Yeji yang menyetir mengangguk semangat. "Nah iyaaa! Kapan lagi sih lo seneng-seneng sama kita? Emang nggak capek tiap hari ngurus sodara-sodara lo terus? Nata, lo masih muda. Sekali-sekali nyenengin diri sendiri ga masalah kok!"

Felix sebenarnya tidak mau jadi kompor, tapi ia merasa si kembar Pradipta di depannya benar. Jaemin juga butuh waktu bersenang-senang.

"Mumpung masih euforia ultah lo juga Nat," Felix menepuk pundak Jaemin. "Gue tau lo sayang banget sama sodara-sodara lo sampe banyak berkorban gini, ngeluangin seluruh waktu buat ngerawat dan nyiapin hal yang mereka butuhin. Di saat anak seumuran kita seneng-seneng, tapi lo milih buat jadi sosok pengganti nyokap saat orang tua lo sibuk. Tapi coba deh inget-inget, lo kapan terakhir kali having fun sama temen?"

Jaemin mencoba mengingat-ingat. Terakhir kali ia bersenang-senang dengan teman tanpa saudara-saudaranya, itu saat kelas 11. Yang artinya, sudah satu tahun lalu.

"Udah lama kan?" Hyunjin menyahut sambil senyum. Yaiyalah, mereka berempat sudah berteman sejak SMP, jadi tahu bagaimana latar belakang keluarga masing-masing.

Terutama tentang Jaemin yang jarang bergabung untuk bermain atau menginap karena lebih memilih mengurus saudara-saudaranya, apalagi si dua bontot.

Jaemin mengangguk ragu.

"Jadi gausah gelisah, kita kan nanti malem masih nginep di rumah Felix sampe besok. Sodara-sodara lo gabakal tau tentang mabu-mabu kita."

Pada akhirnya, Jaemin setuju untuk ikut bersenang-senang.

•••••

"Kak Naaaa huhuhu nanti Kakak pulang kaann?" Chenle langsung menubruk Jaemin dan memeluknya erat kala tak sengaja bertemu di parkiran. "Lele nggak mau mati muda!"

"Iyaaaa Adek juga!" Jisung juga datang dan ikut memeluknya, membuat Jaemin hampir terjatuh.

"Heh curut, enak banget ya lo santai-santai di rumah Felix, ga mikir sodara lo yang lain." Haechan mencibir sambil memasukan kunci mobil ke tas.

Jaemin salah tingkah, tetapi tiga temannya nampak tidak terima dengan perkataan Haechan. Yeji maju dan menoyor keras kepala Haechan. "Heh goblok, lo pikir selama ini Nata ngapain hah? Emang Nata itu babu lo berenam apa gimana?!"

"Kok lo yang marah anying?"

"Yaiyalah bego, lo pikir Nata itu gabutuh seneng-seneng?" Semprot Yeji. "Dia cuma butuh ketenangan dua hari doang, tapi lo bersikap seakan-akan Nata itu babu yang kabur dari tugasnya. Nata juga kepengen kali bebas dari kalian sebentar."

Pandangan Haechan menggelap, menatap gadis didepannya dengan tidak suka. "Lo siapa berani ngomong kaya gitu? Tau apa lo soal keluarga gue?"

"Kita temennya dari dulu, yang tau gimana repotnya Nata ngurusin kalian." Felix menjawab dengan tenang. "Gue tau kalo kita gapunya hak apa-apa untuk ikut campur, tapi kita juga pengen Nata ngerasain apa yang seharusnya anak SMA rasain buat having fun sama temen, bukan cuma jadi babysitter."

"Lo pikir gue dan sodara-sodara gue sejahat itu sama Nana?!" Sentak Haechan.

"Lo sadar ga sih, kadang lo sama sodara-sodara lo terlalu ngekang Nata?"

"Ngekang gimana sih anjing?!"

Sementara Haechan dan Yeji-Felix berdebat, Jaemin hanya menguap dan menonton keributan dengan malas. Ini bukan pertama kali mereka debat kaya gini, soal Haechan yang memang dasarnya posesif versus tiga temannya yang entah terlalu sayang atau terlalu ikut campur. Ia mendekap Chenle dan Jisung, sementara Hyunjin juga asyik menonton. Gilirannya nanti kalau Haechan lepas kendali.

"Ngekang gimana menurut lo?" Yeji mendengus. "Lo inget ga—"

"Berisik lu semua." Potong Jaemin tiba-tiba. Ia langsung menarik tangan Chenle dan Jisung agar beranjak dari parkiran. "Nanti kalo mau baku hantam, jangan lupa video ya Fis." Lalu melenggang pergi.

"Oke." Hyunjin memberi gestur ok, lalu mulai mengeluarkan ponselnya. "Yok baku hantamnya ditunggu."

••••

Pada akhirnya, Jaemin tetap menginap lagi di rumah Felix setelah menang berdebat dengan Haechan. Haechan tuh sebenarnya paling tidak suka jika Jaemin hilang dari radar matanya, tapi pelototan Jaemin sudah cukup membungkamnya. Jadi dengan setengah rela, ia membiarkan adik kembarnya kembali menginap.

Paling hanya Chenle dan Jisung yang merengek tak henti untuk ikut Jaemin saja.

"Lo ngapain Mas?" Tanya Haechan pada Renjun yang sibuk dengan ponselnya.

"Ngeliatin location-nya Nana." Renjun menjawab tanpa mengalihkan tatapannya dari ponsel. "Si Nana kan gapernah sadar kalo GPS hape-nya selalu nyala."

Chenle dan Jisung yang masih cemberut karena penolakan mentah-mentah dari Jaemin siang tadi, langsung mendekati dua kakaknya. "Kak Nana emangnya kemana?"

"Gatau, dari tadi titik merahnya jalan terus. Gue gatau si Nana mau dibawa kemana."

Jeno dan Mark bergabung, menjadikan enam anak Saga itu lengkap di ruang tengah. Sebenarnya Jeno dan Renjun ada taruhan di arena malam ini, tapi malas turun karena tidak ada yang akan menunggu keduanya balik ke rumah.

Jeno mendorong Haechan agar menyingkir dan ikut memperhatikan titik merah yang terus bergerak di ponsel Renjun. "Kayanya gua tau kemana deh."

"Hm, gue juga. Tapi gamau suudzon dulu."

Tapi perkiraan Renjun dan Jeno benar. Titik merah itu berhenti di salah satu klub malam yang sering dua anak itu kunjungi juga. Klub malam yang hits di kalangan anak-anak seperti mereka.

"Sialan, beneran mau dugem."

"Wah anjing, ga bener nih trio ubur-ubur." Umpat Haechan.

Renjun dan Jeno sudah berwajah masam, ditambah Mark yang rahangnya mengeras. "Jemput paksa Nana sekarang."

"Ikuuutttt!" Siapa lagi kalau bukan si dua bontot.

"Gak. Lo berdua di rumah, biar kakak-kakak yang jemput." Mark sudah berdiri dan menyambar kunci mobil di meja. "Siapa yang mau ikut kecuali bontot?"

Tiga anak Saga lainnya langsung berdiri. Menyisakan Chenle dan Jisung yang cemberut.

"Dah, langsung naik ke kamar sekarang. Nana kesayangan kalian kemungkinan pulang kesini dalam keadaan mabok. Paham?"

Chenle dan Jisung hanya bisa mengangguk pasrah mendengar ucapan kakak kedua mereka.

"Tiati Bang, seret aja Kak Na kalo masih bandel."

"Titip ngehajar Kak Fisqi sekali ya Mas, pasti dia yang pertama ngajakin."

Insting saudara memang kuat ya.

Jadilah empat anak Saga beranjak untuk menjemput paksa satu anak ayam yang main terlu jauh.


Ini kenapa pada minta jaemin sakit sih😂😂 nanti jadinya bukan my stupid brothers, tapi my possessive brothers wkwk. Pada kepengen liat keposesifan dreamies ke jaemin ya kalian tuh🥺

Continue Reading

You'll Also Like

699K 74.3K 44
[don't forget to follow brillantemine] โ”€ haechan and his universe have been lost. โš ๏ธ post about : mentalillness, depression, blood, traumatic, self...
1.2K 220 4
tidak ada hal lain selain kebodohan disini. semua orang sangat mudah untuk ditipu, bahkan semua tidak mengetahui rahasia besar di kota yang mereka te...
60.2K 7K 30
"Ayo tumbuh menjadi kakak adik yang saling menyayangi, Raja!" --- Hagan dan Raja itu berbeda darah. Tak peduli kenyataannya, Hagan akan selalu menga...
102K 8.6K 84
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...