If You Know When [TELAH DITER...

Od ItsmeIndriya_

1M 120K 15.4K

Trilogi IYKW Series Sekian lama menghilang, akhirnya Vanilla kembali dengan harapan baru untuk akhir kisah pe... Více

Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
PENGUMUMAN
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Puluh Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh Dua
Tiga Puluh Tiga
Tiga Puluh Empat
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Sembilan
Empat Puluh
Empat Puluh Satu
Empat Puluh Dua
Empat Puluh Tiga
Empat Puluh Empat
Empat Puluh Enam
Empat Puluh Tujuh
Empat Puluh Delapan
Empat Puluh Sembilan
Lima Puluh
Lima Puluh Satu
Lima Puluh Dua
Lima Puluh Tiga
Lima Puluh Empat
Lima Puluh Lima
Lima Puluh Enam
Lima Puluh Tujuh
VOTE COVER!!!
Lima Puluh Delapan
Lima Puluh Sembilan
Enam Puluh
Enam Puluh Satu
Enam Puluh Dua
Enam Puluh Tiga
Enam Puluh Empat
Enam Puluh Lima
TERIMA KASIH
PRE-ORDER IYKWHEN
LDR SERIES 1 || OBSESI ELANG
DIARY VANILLA

Empat Puluh Lima

7.9K 1.2K 210
Od ItsmeIndriya_

Dava memandang pantulan wajahnya di cermin. Stelan jas abu-abu yang dikenakannya membuat penampilannya semakin mempesona. Ditambah hari ini adalah hari spesial bagi salah satu sahabat Dava, Vino yang akan resmi melepas masa lajangnya. Semalam mereka sempat merayakan pesta bujang sebelum Vino berstatus sebagai suami orang.

Babe, can you...” Vanilla mengarahkan punggungnya pada Dava dan menyisir rambutnya kesamping agar Dava bisa mengaitkan kancing pada bagian belakang gaun Vanilla.

How do i look?”  Vanilla kembali menghadap Dava dan meminta Dava memberi penilaian atas penampilannya.

Dava tersenyum lebar, “gorgeous,” jawab Dava sukses mengembangkan senyum Vanilla.

Vanilla mengambil tasnya yang tergeletak diatas meja, lalu berdiri di depan cermin dan memperhatikan penampilannya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Rasanya Vanilla tidak percaya bahwa yang ia lihat di pantulan cermin sekarang adalah dirinya. Andai saja hadir di acara resmi seperti ini bisa menggunakan t-shirt dan ripped jeans, Vanilla pasti dengan senang hati akan memakainya.

Ketika sedang asik berkaca, Vanilla dikejutkan dengan Dava yang tiba-tiba melingkarkan tangannya di pinggang seraya menyandarkan dagu di bahu Vanilla dan ikut menatap ke dalam cermin. “Suatu saat nanti, kita yang akan berdiri didepan altar, mengucapkan janji suci dan hidup bahagia bersama selamanya.”

“Indah ya, Dav...”

“Indah siapa? Kamu kan Vanilla, bukan indah.”

Vanilla menghela napas, “impian kita. Indah, tapi gak tahu bisa tercapai atau gak.”

“Memangnya impian kamu menikah sama aku?” tanya Dava dibalas anggukan oleh Vanilla.

Untuk kedua kalinya Vanilla menghela napas. “Kadang gue bertanya-tanya...”

“Aku, bukan gue.” Dava menginterupsi.

“Kan sama aja.”

“Gak! Pokoknya sekarang aku - kamu, bukan Lo - gue lagi.”

Vanilla kembali menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. “Kadang gue-- aku suka bertanya-tanya, kenapa sampai detik ini belum ada kebahagian yang datang. Padahal kisah yang ku lalui sudah serumit dan gak masuk akal kalau dicerna nalar.”

“Gak ada kebahagian yang datangnya secara instan. Harus ada proses yang dilalui dulu untuk bisa bahagia.”

“Kalau dijabarkan satu per satu, mungkin setara sama tumpukan skripsi satu angkatan.”

Dava tertawa. “Kalau kamu tulis, kan bisa jadi pengingat pas lagi nostalgia. Bukannya kamu tipikal orang yang suka mengabadikan setiap momen supaya bisa kamu jadikan kenang-kenangan?”

“Mana aku tahu, kan aku lupa ingatan.”

“Eh iya, bener juga.”

Mereka berdua langsung tertawa bersama, namun tak berselang lama karena tiba-tiba pintu kamar terbuka dan menampilkan Elang dengan jas yang sama persis seperti Dava sembari berteriak, “Astagfirullah mata gue!”

Dava mendengus, “kalau masuk ketuk pintu dulu. Gimana pas Lo masuk tiba-tiba gue lagi main---”

“Main apa?” sahut Vanilla dengan mata memicing.

“Main monopoli maksudnya, atau main Uno bareng kan."

Tiba-tiba sebuah bantal sofa melayang kearah Dava, membuat Dava melepaskan tangannya dari pinggang Vanilla dan menoleh dengan tatapan membunuh.

“Yang mau nikah siapa, yang mesra-mesraan siapa. Makanya anak orang di kasih kepastian woy! Jangan mau enaknya aja Lo!”

Mendengar kalimat Elang yang mendukung Vanilla, Vanilla langsung mengangkat jempolnya dan dibalas kedipan sebelah mata oleh Elang.

“Jangan kelamaan mikir Lo, Dav. Kalau serius ya sikat aja. Ntar yang ada di tikung orang baru tahu rasa lo.”

“Lo berpihak di gue atau gak sih!?”

Elang mengangkat kedua tangannya, “gue gak berpihak ke siapa-siapa, gue netral. Kalau Lo serius sama Vanilla, ya gue dukung. Tapi kalau Lo gak juga kasih kepastian, gue bunuh Lo Dav. Gue tahu rasanya Deket, sayang-sayangan, tapi gak dikasih kepastian tuh gimana.”

Elang melangkah maju mendekati Dava, lalu memposisikan mulutnya di samping telinga Vanilla. “Jangan karena Vanilla lupa ingatan dan mengandalkan perkataan banyak orang yang bilang Lo adalah orang yang paling sayang sama dia, terus Lo malah memperlakukan dia seenaknya. Kasihan bro! alasan dia bertahan selama ini karena Lo, kalau sampai Lo tega ngebuang Vanilla kayak di masa lalu, fix Lo gak punya hati dan bego.” Elang menepuk bahu Dava dua kali, lalu menghampiri Vanilla dan mengajak Vanilla pergi bersamanya.

Melihat Vanilla dan Elang yang baru saja keluar melewati pintu, Dava mendengus. “Memangnya tampang gue, tampang orang yang suka mainin perasaan cewek?” gumamnya bertanya sendiri karena tidak ada orang lain di ruangan tersebut selain dirinya sendiri.

Dava membalikan badan, kembali menghadap cermin dan memperhatikan wajahnya. “Gak kok, tampang gue gak terlihat seperti orang yang suka mainin perasaan cewek. Malah tampang gue ganteng.” Akhirnya Dava memutuskan untuk tidak peduli dengan ucapan Elang dan menyusul keduanya yang mungkin sudah berada di ballroom tempat acara.

♥♥♥♥

Dava, Reza, dan Elang sedang heboh di atas pelaminan milik Vino yang hanya bisa diam memandang ketiga temannya yang bersikap abnormal hari ini. Sejak acara belum di mulai hingga tamu undangan mulai berdatangan, mereka tak henti-hentinya menyoraki Vino, bahkan sampai berjoget seperti manusia yang tidak punya urat malu. Jujur saja, saat ini juga rasanya Vino ingin mengusir ketiga temannya itu dari gedung acara.

“Kini tinggal aku sennndiiriiii... Hanya berteman dalam sepiii....”

“Menanti dirimu kembbaaalliiii... Disini kuterus menantiiii....”

Sandra mendekatkan telinganya pada Vino seraya berkata, “Elang ditambah lagu dangdut, fix gak ada obat.”

“Siapa sih yang sabotase musiknya?” tanya Vino.

Sandra mengarahkan pandangannya pada Vanilla yang duduk dengan begitu santai sembari mengangkat gelasnya. “Siapa lagi kalau bukan dia,” jawab Sandra.

Setelah acara dangdut dadakan selesai, saatnya sesi memberi kesan dan pesan kepada kedua mempelai. Tentu saja dimulai dari Elang yang sudah siap berdiri di depan mic sembari mengeluarkan secarik kertas yang terselip disaku jasnya.

“Selamat malam para hadirin yang berbahagia... Perkenalkan saya Elang Mahendra, sepupu the one and only dari mempelai pria. Saya akan menyampaikan--”

“Lo kayak mau presentasi bego!” bisik Reza memotong kalimat Elang.

Elang langsung menatap Reza murka. Sedetik kemudian, ia kembali fokus pada hal yang akan ia sampaikan untuk Vino dan Sandra.

“Bisa langsung di skip aja gak sih!?” teriak Dava membuat Elang kembali menatap dengan tatapan murka. Untung saja Elang sadar dihadapannya ada sebuah mic, jadi ia menahan mulutnya untuk tidak berbicara kasar.

Elang menarik napas dalam-dalam, “ya sudah, untuk mempersingkat waktu, saya mau bilang kepada saudara Vino... kita selalu berbagi hal yang sama sejak kecil. Karena hari ini Lo nikah, berarti Lo juga harus membagi istri Lo ke gue. Solidaritas right?” Elang mengepal tangannya dan memukul ke bahunya seraya menaikan kedua alisnya.

Tanpa pikir panjang lagi, Reza langsung menyeret Elang turun agar tidak meracau hal yang aneh lagi. Sedangkan pemilik acara hanya bisa senyum masam melihat para tamu undangan yang merasa terhibur dengan kalimat Elang. Andai Vino bisa meminta, ia ingin sepupunya diganti dengan orang yang sedikit lebih berakhlak dan tentunya tidak memalukan.

Satu persatu keluarga dan para sahabat memberikan pesan dan kesan untuk Vino dan Sandra. Setelah itu acara kembali berlangsung dengan begitu meriah.

“Kalian kapan nyusul?” tanya Vino ketika ia bergabung dengan ketiga sahabatnya yang lain.

Elang mendengus, “kalau bisa sih besok. Nikah di KUA aja gak papa kok, yang penting sah, biar gue bisa kelonan.”

Setelah kalimat tersebut terucap dari mulut Elang, Dava langsung menatap Elang tajam. “Sayangnya gue gak kasih restu ke lo,” ujar Dava dan Elang langsung mendecakan lidahnya.

“Bang, nanti story' time ya gimana malam pertama kalian. Biar gue ada patokan gaya.”

Dengan ringannya tangan Reza melayang dan mendarat di belakang kepala Elang. “Sakit bego!” ringis Elang.

“Lo kalau ngomong di sensor dikit kenapa sih. Asal ceplas ceplos aja.”

“Sorry, gue bukan lembaga onoh noh yang suka main sensor-sensor. Padahal mereka mah hobi koleksi film Miyabi, tapi Sandy pakai bra aja di sensor.”

Berdebat masalah seperti ini dengan Elang adalah hal terbodoh yang pernah dilakukan. Lebih baik diam dan mengalah dari pada Elang melanjutkan pembicaraan delapan belas plus plusnya yang sama sekali tidak ada edukasi.

“Dav, sudah punya rencana belum?” Vino bertanya pada Dava sekaligus mengembalikan ke topik awal pembicaraan.

“Dava mah sudah siapin--” Dava kembali melotot kearah Elang, membuat Elang langsung mengunci mulutnya rapat-rapat.

Dava menghela napas dan mengalihkan pandangannya pada Vanilla yang terlihat sedang asik bercengkrama. “Gue gak bisa ngebayangin seberapa cantiknya dia pakai gaun pengantin,” ujar Dava.

Semuanya langsung ikut menatap Vanilla. “Lo adalah orang paling beruntung karena dapatin wanita seperti Vanilla,” gumam Reza ikut mengagumi kecantikan Vanilla.

“Semoga kali ini Lo gak plin plan ya Dav. Gue capek jadi Mario Teguh Lo,” timpal Vino.

“Bang, nama Lo kan Vino, bukan Mario Teguh.”

“TERSERAH LO!” teriak Vino, Dava, dan Reza berbarengan seperti grup paduan suara.

Elang berulang kali mengedipkan, “salah mulu gue,” gumamnya menggaruk kepala. Dava, Reza dan Vino langsung membalikan badan dan pergi meninggalkan Elang sendiri. “Mau kemana woy!? Kok gue di tinggal?” teriak Elang yang tidak begitu terdengar karena ada suara musik yang mengimbangi.

“Yaudah, gue ke pelaminan aja deh gantiin Vino.”

♥♥♥♥

“Ternyata kita memang di takdir kan untuk bersaing ya. Buktinya sekarang gue ketemu lagi sama lo.”

Kalimat dengan nada sarkastik itu menusuk ke telinga Vanilla, menginterupsi Vanilla yang sedang asik berbincang dengan Bridesmaids Sandra yang lain.

“Sorry, siapa ya?” balas Vanilla dengan begitu santai.

“Apa gue harus memperkenalkan diri berulang kali sebagai--”

“Sebagai cewek obsesif yang hobinya halusinasi?”

Soraya langsung tertawa karena merasa diremehkan oleh Vanilla. Ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya, seraya mencoba untuk menahan diri agar tidak emosi. “Halusinasi? Bukannya itu Lo?” Soraya mengembangkan senyumnya. “Lo kan yang selama ini berhalusinasi dan berharap akhir cerita Lo dan Dava bakal bahagia padahal gak ada status diantara kalian.”

Terlebih dahulu Vanilla pamit pada orang-orang yang tadi sedang diajaknya berbicara, lalu ia berpindah posisi agak jauh dari kerumunan. “Sorry nih ya, kayaknya gue sama sekali gak ada urusan sama lo.”

“Jelas ada. Selama Lo masih mencoba mendekati Dava, berarti Lo punya urusan sama gue.” Vanilla hanya manggut-manggut seraya menyilang kan tangannya didepan dada.

Mata Vanilla menatap ke sekeliling ruangan. Ia jadi merasa deja vu dengan suasana seperti ini. Ralat, bukan deja vu, tapi mengingat kembali suasana di pesta pernikahan Vanessa tempo lalu. Disanalah tempat pertama kali ia bertemu dengan wanita yang berdiri dihadapannya sekarang.

“Kalau memang Lo adalah calon istri Dava, seharusnya dia dengan senang hati memperkenalkan Lo ke para koleganya. Tapi... kenapa yang di perkenalkan malah gue ya?” ujar Vanilla niat menyindir dengan berbicara pada dirinya sendiri. “Upps.. Lo disini kan sebagai perwakilan dari perusahaan bokap Lo, bukan sebagai calon istri Dava. Karena perusahaan kalian bekerja sama, mau gak mau Lo harus datang menggantikan orang tua Lo kan?”

Dada Soraya bergemuru, genggaman pada gelasnya pun mengerat. Mungkin jika terus berlangsung lama, gelas tersebut bisa pecah.

“Gue gak perlu mengakui, toh Dava sendiri yang membuat pengakuan. Gue juga gak pernah mengklaim bahwa gue adalah calon istri Dava, dan gue gak merasa jadi perebut calon suami orang karena Lo hanya sebatas bos dan sekretaris doang.”

Soraya tertawa, “sekarang Lo boleh besar kepala karena Dava membuat pengakuan ke para koleganya. Tetap aja, gue yang akan menikahi dia. Semua udah diatur, bahkan tanggal pernikahan pun sudah ditentukan. Kalau nama gue dan Dava tercantum di dalam undangan, Lo bisa apa?”

“Jangan terlalu percaya diri,” Vanilla membalas. “Gue cuma gak mau ngeliat Lo nangis karena di tinggal di hari pernikahan Lo nanti.”

“Lo juga jangan terlalu percaya diri,” ucap Soraya tak mau kalah. “Kita sama-sama tahu, Dava adalah orang yang sulit mengambil keputusan. Apalagi jika disuruh memilih antara Lo atau perusahaan keluarganya. Orang Tua Dava menjodohkan gue untuk menyelamatkan perusahaan mereka, dan jelas mereka ada di pihak gue. Sedangkan Lo? Siapa yang akan ada di pihak Lo?”

Vanilla tertawa miris. “Sudah jadi rahasia umum ya, menikah tanpa rasa cinta hanya untuk menyelamatkan perusahaan. Lo yakin bisa bahagia?” Vanilla jadi teringat akan cerita Jason yang memberitahu sebagian masa lalu Vanilla yang membuatnya memiliki trauma dan penyakit mental. Masalah tak jauh dari kata perusahaan, dan jujur Vanilla membenci hal itu.

“Bahagia atau gak, itu urusan gue, bukan urusan lo. Yang jelas, kalau gue menikah sama Dava, Lo adalah orang yang paling terpuruk.” Soraya langsung pergi meninggalkan Vanilla begitu saja.

Vanilla menghela napas. Tangannya berkeringat namun terasa dingin. Berdebat dengan orang seperti Soraya memang cukup membuat degdegan. Tapi untuknya Vanilla sendiri yang menghadapi Soraya, bukan sisi lain Vanilla yang lebih gelap. Meski bisa dikatakan bersaing, Vanilla tidak mau sampai melukai siapapun.

Vanilla tahu, Revan ada untuk melindungi Vanilla, membuat Vanilla menjadi pribadi yang berani dan tidak takut pada apapun. Namun sikap implusif Revan membuat Vanilla takut. Revan tidak akan segan melakukan apapun pada orang yang mencoba untuk mengusiknya. Bagaimana pun caranya, ia tidak akan membiarkan seseorang pergi begitu saja tanpa terluka.

♥♥♥♥


Selasa, 13 Oktober 2020

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

35.6K 5.4K 62
Aruna yang bodoh, dipertemukan dengan Laksa si pengidap sindrom Alien Hand. Berawal dari sepatu Aruna yang coplok, mereka berdua tiba-tiba menjadi de...
716K 56.4K 43
[DITERBITKAN DAN TERSEDIA DI TOKO BUKU] Saat dunia sudah diambil alih oleh para vampire. Mereka mengancam, menculik, menyiksa, bahkan membunuh manusi...
208K 27.3K 41
Stefan adalah seorang playboy ulung, dia memacari karyawan part timenya lalu mendekati wanita lain. Suatu hari Adik Perempuannya dibunuh oleh sang pa...
400 193 4
Ada kisah yang perlu diceritakan dengan kelembutan. Ketika rasa itu begitu saja menelusup ke dalam relung hati. Berpendar dengan cahaya berkilauan me...