If You Know When [TELAH DITER...

ItsmeIndriya_ tarafından

1M 120K 15.4K

Trilogi IYKW Series Sekian lama menghilang, akhirnya Vanilla kembali dengan harapan baru untuk akhir kisah pe... Daha Fazla

Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
PENGUMUMAN
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Puluh Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh Dua
Tiga Puluh Tiga
Tiga Puluh Empat
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Sembilan
Empat Puluh
Empat Puluh Satu
Empat Puluh Dua
Empat Puluh Empat
Empat Puluh Lima
Empat Puluh Enam
Empat Puluh Tujuh
Empat Puluh Delapan
Empat Puluh Sembilan
Lima Puluh
Lima Puluh Satu
Lima Puluh Dua
Lima Puluh Tiga
Lima Puluh Empat
Lima Puluh Lima
Lima Puluh Enam
Lima Puluh Tujuh
VOTE COVER!!!
Lima Puluh Delapan
Lima Puluh Sembilan
Enam Puluh
Enam Puluh Satu
Enam Puluh Dua
Enam Puluh Tiga
Enam Puluh Empat
Enam Puluh Lima
TERIMA KASIH
PRE-ORDER IYKWHEN
LDR SERIES 1 || OBSESI ELANG
DIARY VANILLA

Empat Puluh Tiga

9.2K 1.3K 139
ItsmeIndriya_ tarafından

Vanilla sedang sibuk memperhatikan progres gedung yang sedang dibangunnya. Progressnya masih tiga puluh persen, namun Vanilla sudah bisa membayangkan bagaimana rupa gedungnya nanti. Akhirnya, impian Vanilla perlahan mulai terwujud. Ia akan segera memiliki butik sendiri.

Handphone Vanilla bergetar, ia meminta izin pada mandor yang sedang berbicara padanya dan pergi mengangkat telepon.

"Halo?"

"Halo, sayang bisa antarin berkas di meja kerja aku gak? Ada di kamar apartemen."

Vanilla sempat terkejut, ia menjauhkan ponselnya dari telinga dan memperhatikan layar ponselnya. "Sekarang?" tanya Vanilla.

"Kalau bisa sekarang. Hari ini ada rapat dan aku lupa bawa berkasnya."

Aku - kamu terdengar cukup asing dan menggelitik telinga Vanilla.

"Bisa kan?" tanya Dava dari sambungan telpon.

"Eh... Iya, bisa kok. Nanti aku antar ke kantor kamu," jawab Vanilla.

Dava langsung mematikan sambungan teleponnya,  sementara Vanilla berpamitan dengan orang yang tadi sedang berdiskusi dengannya dan bergegas menuju apartemen Dava.

Untungnya jarak apartemen Dava tidak terlalu jauh, sepuluh menit dan ia sudah sampai di basemen apartemen. Ia segera menuju lift yang mengantarnya ke lantai unit apartemen Dava. Kemarin Dava sudah memberitahu password apartemennya, jadi Vanilla tidak perlu lagi bertanya dan anggap saja ia masuk ke apartemennya sendiri.

Vanilla agak takjub ketika masuk, karena Dava yang bersih dan rapih. Sama ketika kemarin ia datang kemari. Ketika masuk ke kamar Dava, tak banyak yang bisa dilihat. Dindingnya hanya berupa cat putih tanpa hiasan apapun, gorden berwarna coklat, sebuah kasur, meja kerja dan lemari pakaian.

Matanya melihat sebuah berkas di dalam map yang tergeletak di meja kerja. Tanpa berniat menjelajah lebih jauh lagi, Vanilla memutuskan untuk langsung mengambil berkas tersebut dan segera mengantarnya ke kantor Dava.

Jujur, Vanilla sama sekali tidak pernah menginjakkan kaki di kantor Dava. Karena itu ia membutuhkan sedikit bantuan maps dan berhasil membuatnya berkeliling di tempat yang sama beberapa kali. Akhirnya setelah memutuskan untuk mengikuti instingnya ketimbang maps, Vanilla pun sampai di depan sebuah gedung tinggi yang menjadi tempat bekerja Dava.

Dari luar memang terlihat sepi, tapi ketika masuk, cukup ramai. Ada beberapa orang yang berlalu lalang. Ada satpam yang menjaga di depan dan dua orang resepsionis di lobby gedung.

"Permisi Mba..." ujar Vanilla menghampiri meja resepsionis. "Ruangan Dava dimana ya? Saya mau kasih berkas dia yang ketinggalan."

"Maaf, mba siapanya Pak Dava ya? Sudah buat janji?"

"Eh..." Vanilla bingung harus menjawab apa jika ditanya ia ada hubungan apa dengan Dava. Status mereka saja tidak jelas bagaimana.

"Dia calon istri saya."

Kalimat itu sontak membuat Vanilla dan dua resepsionis yang berhadapan dengan Vanilla menoleh secara bersamaan kearah Dava yang berjalan menghampiri Vanilla.

Vanilla sendiri tidak mengucapkan apa-apa. Ia hanya berulang kali berkedip dan merasa malu dengan kalimat Dava tadi. Apalagi sekarang ada beberapa pasang yang menatapnya sembari berbisik satu sama lain.

Tanpa menjelaskan lebih lanjut, Dava menarik tangan Vanilla hingga terhuyung dan otomatis Vanilla langsung mengikuti langkah kaki Dava. Mereka bersama-sama masuk ke dalam lift dan Dava menekan nomer tiga puluh tujuh, tempat dimana ruangannya berada.

Vanilla benar-benar tidak berbicara hingga mereka sampai di ruangan Dava.

"Kenapa diam?" tanya Dava heran melihat Vanilla yang diam seolah bingung. Vanilla hanya menggelengkan kepala lalu memberikan berkas yang diminta Dava. Dava pun memberi senyuman lebar, "terima kasih cantik."

Ambyarrrrr

Vanilla merasa detak jantungnya tidak lagi normal dan wajahnya terasa panas. Segera ia mengipas tangannya kearah wajah ketika Dava sedang serius memperhatikan berkas yang baru saja diberikan Vanilla.

"Memangnya ruangan disini panas ya?"

Vanilla terkejut akan teguran Dava. Ia langsung cengengesan, "gak kok," jawab Vanilla terdengar salah tingkah.

"Atau...." Dava meletakkan berkas yang ia pegang, seraya bersandar sembari menyilang kan kaki.

"Atau apa?"

Dava kembali tersenyum lebar. "Bukan apa-apa. Aku cuma mau bilang, kamu cantik kalau lagi salah tingkah."

"Dav... Gue ngerasa aneh pakai panggilan aku-kamu."

"Kenapa?"

"Aneh aja."

"Hmmm.." Dava bergumam sembari berpindah tempat, "kalau gitu panggil sayang aja."

Untuk kedua kalinya hati Vanilla merasa luluh. Vanilla berusaha untuk bersikap sebiasa mungkin, tapi tak bisa di pungkiri, Dava membuatnya degdegan dan rasa ingin memiliki Dava semakin besar. Dava yang Vanilla lihat sekarang sangat berbeda dengan Dava yang ia kenal ketika Vanilla masih menjadi Vennelica. Apa dulu sebelum ingatannya hilang, Dava sama seperti sosok yang sekarang? Atau Dava mencoba sedikit lebih lunak agar Vanilla nyaman didekatnya?

"Dav, kita harus meeting seka..." Kalimat Soraya menggantung ketika ia membuka pintu ruangan Dava dan mendapati Dava sedang bersama Vanilla.

Dava dan Vanilla pun sontak menoleh kearah Soraya yang berjalan pelan masuk ke dalam sembari memberikan tatapan tidak bersahabat pada Vanilla.

"Biasakan kalau masuk ketok pintu dulu," tegur Dava sebagai atasan Soraya.

Soraya membungkukkan badan seraya meminta maaf. "Para pemegang saham sedang menunggu anda di ruang rapat," ujar Soraya berubah menjadi formal.

Dava membalas kalimat tersebut dengan gumaman, lalu ia mengalihkan pandangannya pada Vanilla yang pura-pura tidak ada diantara Dava dan Soraya. "Kamu mau nunggu disini atau mau langsung balik?" tanya Dava.

Vanilla langsung melirik jam di pergelangan tangannya. "Gue ada janji sama arsitek yang mendesain bangunan untuk butik gue, ada sedikit yang gak srek dan mau gue ubah," jawab Vanilla tidak mengindahkan kata Aku - Kamu yang digunakan Dava.

"Pak, kita harus ke ruang rapat sekarang!" interupsi Soraya mempertegas kata diakhir kalimatnya.

"Saya tahu."

Dava menghela napas, "ya sudah kalau gitu aku harus ke ruang rapat sekarang. Kamu bisa pergi ke lobby sendiri kan?" tanya Dava dibalas senyuman serta anggukan pelan oleh Vanilla.

Dava ikut menyunggingkan senyum. Ia mengusap rambut Vanilla sebelum pergi dari ruangannya, di ikuti oleh Soraya yang menatap seolah berbicara urusan antara Soraya dan Vanilla belum selesai.

Tatapan mata Soraya hanya dibalas senyum miring oleh Vanilla. Bagaimanapun juga hari ini ia menang telak dari Soraya. Vanilla bisa membayangkan betapa tersulut nya emosi Soraya sekarang. Apalagi melihat sikap Dava yang berubah manis ketika sedang bersama Vanilla.

Sekarang Vanilla sendirian diruang kerja Dava. Ia memandang seluruh ruangan dengan seksama. Memperhatikan lukisan-lukisan yang tertempel di dinding, file-file berkas yang tersusun rapih, buku-buku mengenai bisnis dan manajemen di rak buku, dan hiasan-hiasan lainnya.

Mata Vanilla langsung tertuju pada meja kerja Dava. Di sana ada sebuah frame foto yang sengaja Dava letakkan diatas meja. Awalnya Vanilla pikir foto itu adalah foto keluarga Dava, ternyata itu adalah foto dirinya bersama Dava yang masih mengenakan seragam SMA. Vanilla tidak ingat mengenai foto tersebut, tapi entah mengapa ia merasa senang sekaligus sedih.

Wajah Dava sama sekali tidak berubah, hanya sedikit lebih berkharisma saja sekarang. Selebihnya masih sama. Sorot mata Dava yang teduh, bahu Dava yang lebar, dan rambut hitam legam yang selalu rapih.

Setelah merasa puas melihat-lihat isi ruangan Dava, akhirnya Vanilla memutuskan untuk keluar. Vanilla harus segera pergi. Namun ketika ia baru saja menutup kembali pintu ruangan Dava, ia dikejutkan oleh Soraya yang ternyata menunggu kehadirannya di luar.

"Bukannya kemarin gue sudah peringatin Lo untuk menjauh dari Dava?" ujar Soraya mengangkat punggungnya dari tembok yang ia sandari.

Vanilla tidak menjawab, ia malah menaikan bahunya dan beranjak pergi begitu saja.

Soraya mencekal tangan Vanilla, "Lo tahu kan gue obsesif? Dan gue gak suka apa yang sudah jadi milik gue direbut sama orang lain!" Nada bicara Soraya meninggi, hingga menggema ke koridor.

"None of my bussiness."

Jawaban Vanilla membuat Soraya semakin mengencangkan cekakan di pergelangan tangan Vanilla. Meski kuat, Vanilla sama sekali tidak meringis kesakitan. Ia malah tertawa pelan melihat amarah Soraya yang mulai memuncak.

"Gue gak akan segan-segan..."

"Segan-segan apa?" potong Vanilla. "Kasih tahu ke semua orang kalau gue cewek perebut calon suami orang?"

"Faktanya memang begitu."

Vanilla kembali tertawa, "punya bukti apa Lo?" tantang Vanilla.

Soraya langsung mengangkat tangan kirinya dan memperlihatkan cincin yang melingkar di jari manisnya. "Gue sudah resmi tunangan sama Dava, dan sebentar lagi gue akan menikah sama dia. Jadi gue harap, Lo pergi jauh-jauh dari hidup Dava."

"Lo itu sekedar masa lalu Dava. Masa lalu yang kembali karena berpikir Dava masih punya rasa sama Lo. Biar gue perjelas... logikanya mana ada cowok yang mau mempertaruhkan masa depannya demi cewek yang gak normal kayak Lo. Lo memang pernah punya hubungan sama Dava di masa lalu, tapi endingnya apa? Lo di hempas karena Dava gak bisa menerima kekurangan Lo. Kalau Dava memang sayang sama Lo, bisa menerima kekurangan Lo, kenapa dia pergi tinggalin Lo waktu Lo berjuang melawan diri Lo dan orang yang mau mencelakai Lo?"

Raut wajah Vanilla saat itu juga berubah pias. Setiap kali ada yang membicarakan tentang masa lalunya, otak Vanilla otomatis memutar kilasan-kilasan kenangan yang membuat kepalanya nyut-nyut.

"Oh iya.. bukannya kalian sempat ketemu di bandara? Dan Dava bilang kalau dia pengen pergi dari hidup lo."

Soraya menyunggingkan senyum kemenangan disudut bibirnya. "Kalau memang Dava masih punya perasaan ke lo, kenapa dia gak kasih kepastian? Status kalian sampai sekarang belum jelas kan? Itu tandanya, ada hati yang sedang Dava jaga."

Soraya melepas cengkraman tangannya pada pergelangan tangan Vanilla. "Kayaknya gak perlu gue spill lebih banyak lagi," ujarnya senang bukan kepalang. "Kita sama-sama cewek, sama-sama mengerti apa pentingnya status dalam sebuah hubungan."

Vanilla sama sekali tidak berkutik. Ia membiarkan Soraya mengoceh sesuka hati. Bukan karena ia tidak bisa membalas perkataan Soraya, hanya saja logika Vanilla berkata apa dikatakan Soraya sedikit ada benarnya. Vanilla mulai ragu dengan dirinya sendiri dan mulai bertanya-tanya apa benar ini semua semu, dan tidak akan menjadi kenyataan seperti harapannya.

Melihat Vanilla yang diam tak bergeming, Soraya kembali tertawa. Ia pergi meninggalkan Vanilla dengan suara sepatu hak tinggi yang menggema. Soraya yakin Vanilla pasti terpengaruh dengan perkataannya barusan. Mungkin jika kemarin Vanessa, Soraya akan menang telak atas Vanilla.

Sepeninggalan Soraya, Vanilla masih diam di depan ruangan Dava. Perasaan sedih langsung menjalar ke seluruh tubuh dan pikiran Vanilla. Suara-suara mulai terngiang bahkan hatinya pun berkata tanpa bisa Vanilla kendalikan.

Vanilla mencoba menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, namun dadanya malah makin terasa sesak. Wanita bernama Soraya itu memang pintar membuat pikirannya teracuni.

Beberapa orang berlalu lalang, memperhatikan Vanilla yang tak kunjung bergerak. Setelah sadar bahwa ia sedang jadi bahan pembicaraan orang-orang yang lewat didekatnya, Vanilla langsung melangkah menuju lift dan bergegas pergi.

Perasaannya sedang tak karuan. Ia ingin pergi menyendiri. Terpaksa Vanilla membatalkan janji temunya dan menonaktifkan ponselnya. Vanilla perlu waktu sebentar untuk menghilangkan racun yang mulai tersebar ke dalam pikirannya.

*****

Dikehidupan nyata kalian pernah gak sih ketemu sama orang yang super duper obsesif kayak Soraya? Atau cuma ada di cerita fiktif dan sinetron-sinetron aja?

Rabu, 30 September 2020

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

716K 56.4K 43
[DITERBITKAN DAN TERSEDIA DI TOKO BUKU] Saat dunia sudah diambil alih oleh para vampire. Mereka mengancam, menculik, menyiksa, bahkan membunuh manusi...
400 193 4
Ada kisah yang perlu diceritakan dengan kelembutan. Ketika rasa itu begitu saja menelusup ke dalam relung hati. Berpendar dengan cahaya berkilauan me...
2.5M 143K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
208K 27.3K 41
Stefan adalah seorang playboy ulung, dia memacari karyawan part timenya lalu mendekati wanita lain. Suatu hari Adik Perempuannya dibunuh oleh sang pa...