Am I A Ghost?

By Blizzett

3.3K 2.3K 1.3K

Agaza Young Algebraic. Mempunyai kehidupan yang sama selayaknya manusia biasa meskipun ia terlahir sebagai se... More

[1] Bertiga
[2] Bencana
[3] Kejadian
[4] Cincin Hitam Pekat
[5] Runa?
[6] Melemahnya Agaz
[7] Mimpi dan Bayangan
[8] Pertemuan Pertama
[9] Kemampuan Alin
[10] Ternyata Saudara
[12] Kematian Daniel
[13] Truth or Dare
[14] Dirham dan Runa
[15] Karena Kepergian
[16] Penyesalan
[17] Foto dan Kebohongan
[18] Kekhawatiran Daniel
[19] Indigo Biasa

[11] Lantas Siapa?

149 134 45
By Blizzett

"Gak ada apa-apa kok," jelas Alin setelah melihat-lihat keadaan di belakang mereka.

"Masa sih?" Dirham yang penasaran ikut menoleh ke belakang, Alin hanya mengangguk. Agaz yang tau apa yang terjadi memilih tak ambil pusing, karena selama Alin didekatnya semuanya pasti tetap aman.

Sepuluh menit berlalu dan akhirnya mereka sampai ke tujuan dengan selamat dan langsung bergegas membawa Runa masuk ke dalam rumah, begitu juga dengan ayahnya.

"Kamar lo?" Agaz angkat suara.

"HAH?!" Alin malah ngegas.

"KA-MAR-LO-DI-MA-NA-A-LIINN" jelas Agaz, sejelas jelasnya.

"Mau ngapain?!!"

Sekarang giliran Dirham dan Erik yang emosi. "Obrak abrik aja dah." Agaz memberi arahan pada keduanya, mereka bergegas mencari kamar untuk Runa dan ayahnya.

"Woii!!! Rumah orang nih! Main sembarangan masuk aja!!" teriak Alin namun tak satu pun di antara mereka yang menggubris, ia pasrah lalu mengekori mereka yang berjalan menuju kamarnya, sedangkan Erik sudah lebih dulu berjalan menuju dapur untuk mengambil kompres dengan air hangat.

Sementara itu Agaz memperhatikan gerak gerik Alin yang sedang mengolesi minyak kayu putih di pelipis Runa, netranya hampir tak berpaling dari wajah gadis mengesalkan itu--menurutnya, namun tidak bertahan lama Alin segera menyadarinya.

"NGAPAIN LIAT-LIAT GUE? NAKSIR LO?!"

"Dih kepedean."

"TRUS NGAPAIN LIAT-LIAT?!"

Ucapan Alin tak lagi di gubris oleh Agaz, ia malah memandang Runa dan Ayahnya seksama, brengsek batin Alin. Ia kesal ucapannya hanya dianggap angin lalu.

Di sisi lain, Dirham menatap Runa dalam diam dengan raut wajah yang begitu khawatir, lalu cepat-cepat mengganti ekspresinya sebelum Agaz atau pun Alin mengetahui hal itu. Hingga akhirnya Erik datang dengan baskom berisi air hangat ditangannya.

"Kok pingsan lama banget ya bangunnya?" gumam Erik sembari menyerahkan kompresan itu pada Alin.

"Lo belum pulang sih." celetuk Dirham tiba-tiba.

"LAH APA HUBUNGANNYA BAMBANG?!" Suaranya naik dua oktaf. Alin mengelus-elus dadanya, kini giliran dia yang ngegas.

"LU TAU GAK? INI RUMAH GUE! GAUSAH BERISIK!" Agaz dan Dirham spontan menutup kedua telinga mereka, membayangkan bagaimana jadinya jika mereka bersahabat, sesaat kemudian bergidik ngeri.

Dirham melanjutkan kata-katanya. "Masa iya bangun-bangun malah liat Voldemort," ejek Dirham diikuti tawanya yang terbahak-bahak lalu disusul oleh gemuruh tawa Alin dan Agaz.

"Bukan Voldemort, Ham. Yang bener Voldy Moldy AKWKWKW!!!" sambung Agaz, membuat mereka tertawa lebih kencang.

"GAK ADA YA SEJARAHNYA VOLDEMORT HIDUNG MANCUNG KAYAK GUE DAN SEGANTENG GUE, HUH!" Erik yang kesal lalu berlagak memalingkan wajahnya. Canda tawa mereka membuat atmosfer di sekitarnya menjadi jauh lebih baik, namun sayangnya tidak bisa bertahan lama.

"Lo beneran sodaranya Runa, Lin?" tanya Erik tiba-tiba, berusaha mengalihkan topik pembicaraan mereka.

"Iya, kenapa?"

"Nanya aja."

Alin ber-oh ria.

Dirham yang penasaran ikut membuka suara. "Lo tinggal di sini sendirian?"

"Iya," jawabnya singkat.

"Ceritain." Kali Agaz yang bersuara.

"LO SIAPA? MAU TAU AJA URUSAN ORANG?!"

Agaz melototkan matanya tak percaya, lalu beralih menatap sinis ke arah Erik dan Dirham yang tertawa mengejeknya.

"Trus keluarga lo di mana, Lin?"

Alin kembali menoleh ke arah Dirham, lalu ia mulai bercerita.

"Cih! Pilih kasih," gumam Agaz pelan.

Tepat saat Alin menarik napasnya dalam-dalam. Agaz, Dirham, dan Erik memajukan kepala mereka mendekat, ingin mendengar cerita panjang yang mungkin akan Alin ceritakan dengan seksama.

"Jadi, sebulan yang lalu gue resmi jadi yatim piatu," jawabnya singkat.

Semuanya terdiam dan suasana menjadi hening. Mereka bertiga menganga sambil mengangguk-angguk, tak menyangka dengan jawabannya. Selang beberapa detik kemudian Alin melanjutkan kata-katanya.

"Gara-gara tabrakan mobil, tapi gue gapapa kok masih cantik kaya biasanya, soalnya pas kejadian gue lagi di rumah jadi kalian gak usah khawatir, ya. Mending sekarang pulang deh," jelas Alin diiringi senyuman manis.

Mereka bertiga yang mendengarnya sontak bertukar pandang untuk sesaat, Agaz dengan susah payah menahan untuk tidak menghujat gadis di hadapannya itu, begitu juga dengan Erik dan Dirham. Setelah berbincang-bincang lewat 'bahasa tatapan' mereka, akhirnya ketiganya memilih untuk pulang dan berpamitan dengan Alin.

"Iya deh kita pulang sekarang, kalo ada kabar tentang Runa atau terjadi apa-apa kasih tau kita, ya?" ucap Dirham dibarengi anggukan kedua temannya.

"Lewat?" tanya Alin singkat.

Agaz mengeluarkan handphone dari dalam saku bajunya dan memperlihatkan layarnya pada Alin. "Nih, nomor telpon gue."

"Modus ya lo?"

"Udah deh langsung pulang aja kita, LO NYEBELIN, DASAR CEWEK GAK JELAS!" hardik Agaz yang langsung menyimpan kembali telepon genggang miliknya dan berjalan keluar kamar. Dirham dan Erik hanya terkekeh geli lalu berpamitan dan segera menyusul temannya itu.

Di sepanjang perjalanan menuju kediaman Dirham, tak satu pun dari mereka yang ingin membuka percakapan. Agaz sibuk menyetir dan fokus pada jalanan di depannya, Dirham hanya termenung melihat-lihat pepohonan dan lampu jalanan sedangkan Erik sibuk menatap layar handphonenya, mencoba menggunakan fitur baru pada aplikasi anstigram, berniat untuk membuat snapgramnnya menjadi lebih aesthetic.

Sesampainya di tujuan, Agaz dan Erik memutuskan untuk menginap sementara di rumah Dirham. Mereka terlalu lelah untuk pulang ke rumah dan hari yang sudah terlalu malam.

***

Keesokan harinya mereka disambut dengan suasana pagi yang begitu cerah, namun sayangnya harus menjadi berita buruk bagi mereka bertiga. Kini Agaz, Dirham, dan Erik berdiri di tengah lapangan ditemani terik matahari sebagai hukuman karena mereka yang terlambat datang ke sekolah. Keringat mulai membasahi seragam yang mereka kenakan membuat para siswi melihatnya dengan tatapan khawatir dan sebagian lagi memandangi Agaz yang sesekali terlihat sedang berbicara sendirian.

"Kasiannya, Agaz. Ganteng-ganteng tapi hobinya dihukum," ejek Daniel yang tiba-tiba muncul di sampingnya. Agaz yang masih dengan posisi hormat menghadap tiang bendera refleks menjitak kepala Daniel membuat si empunya kesakitan, entahlah memangnya hantu bisa merasakan sakit?

"Kasar banget deh lo! Inget ya gue ini senior lo kalo gue masih hidup!" jelas Daniel lalu memalingkan wajahnya.

"Tapi kan kenyataannya lo udah mati." jawab Agaz telak membuat Daniel benar-benar marah.

Sesaat kemudian suara Pak Dodo selaku guru piket terdengar hingga telinga mereka, menyerukan ketiganya untuk kembali ke kelas karena hukumannya sudah selesai.

Agaz mengacuhkan Daniel dan segera mengajak kedua temannya berlari menuju kantin, namun tanpa disadari tubuh Erik bertabrakan dengan Daniel dan langsung menembusnya membuat Daniel sedih seketika lalu memilih untuk menghilang dengan wajah lesu.

Kini mereka berkumpul pada salah satu meja di pojok kantin, serempak melepas dasi yang mengikat leher mereka dan mengipas wajah masing-masing menggunakan tangan.

"Ini semua intinya gara-gara lo, Ham. Titik gak pake koma." Erik bersuara lalu meneguk lagi minuman di botolnya sampai habis.

"Lah kok gue sih? Lagian kalian juga gak bilang kalo mau pinjem charger." Dirham menurunkan kakinya dari atas meja, tanda dunia sedang tidak baik-baik saja.

Erik terdiam lalu menunduk lesu sedangkan Agaz hanya menghembuskan nafas pasrah mengingat perihal handphonenya dan Erik yang lowbatt dan mereka yang memang tidak meminta pengisi daya pada Dirham.

Namun entahlah, sepertinya hari ini keberuntungan memang sedang tidak berpihak pada mereka, Dirham yang biasanya dapat bangun pagi tanpa alarm tapi hari ini ia malah ikut bangun kesiangan.

Beberapa menit kemudian bel istirahat berbunyi, murid-murid berdatangan dari segala arah menuju kantin. "Gaz!" Seru Alin di tengah keramaian dan berjalan mendekat ke arah mereka. Agaz yang merasa terpanggil langsung menegakkan posisi duduknya, sesaat kemudian mengelus-elus telinganya saat mengetahui pemilik suara itu. Kini Alin duduk di hadapan Agaz. "Lo semalam datang lagi ke rumah gue, ya?" tanyanya tiba-tiba.

Dirham dan Erik sontak melihat ke arahnya, menunggu jawaban. "Enggak! Gue aja semalam nginep di rumah Dirham, jam sebelas kita udah pada tidur. Tanya aja mereka," jelasnya lalu menunjuk Dirham dan Erik lalu dibalas anggukan oleh kedua temannya.

Alin berpikir sesaat, meyakinkan dirinya dengan apa yang ia lihat semalam. "Serius deh, Gaz. Jam dua pagi gue kebangun gara-gara suara motor dan gue liat lo dari jendela rumah gue," tanyanya semakin penasaran.

"Nggak, Alin. Gue serius," jawabnya singkat. Alin yang masih tidak percaya langsung menatap mata Agaz, berusaha menemukan kebohongan di sana, namun nihil. Lalu siapa? Batin Alin kebingungan.







































To be continued...

Continue Reading

You'll Also Like

KANAGARA [END] By isma_rh

Mystery / Thriller

7.3M 539K 93
[Telah Terbit di Penerbit Galaxy Media] "Dia berdarah, lo mati." Cerita tawuran antar geng murid SMA satu tahun lalu sempat beredar hingga gempar, me...
S E L E C T E D By mongmong09

Mystery / Thriller

310K 16.4K 30
Tentang obsesi seorang pria misterius terhadap seorang gadis yang menolongnya. ---------------------------------------------------- Raina Karlova, se...
26.8K 2.6K 7
{OCEAN SERIES 4} Stefano de Luciano Oćean, pria berkuasa yang memiliki segalanya. Darah seorang Oćean yang mengalir dalam tubuhnya, membuatnya tumbuh...
376K 25.7K 36
Berisi tentang kekejaman pria bernama Valter D'onofrio, dia dikenal sebagai Senor V. Darah, kasino, dan kegelapan adalah dunianya. Tak ada yang dapat...