KARA |Serendipity|

Door iliostsan_

12.3K 4K 13.6K

Tentang Kara dan semua orang di dekatnya. Bukan hanya kisah cinta antara gadis dan pria, tetapi juga tentang... Meer

Prolog + Perkenalan tokoh
KS - 01
KS - 02
KS - 04
KS - 05
KS - 06
KS - 07
KS - 08
KS - 09
KS - 10
KS - 11
KS - 12
KS - 13
KS - 14
KS - 15
KS - 16
KS - 17
KS - 18
KS - 19
KS - 20
KS - 21
KS - 22
KS - 23
KS - 24
KS - 25
KS - 26
KS - 27
KS - 28
KS - 29
KS - 30
KS - 31
KS - 32
KS - 33
KS - 34
KS - 35
KS - 36
KS - 37
KS - 38
KS - 39
KS- 40

KS - 03

483 195 770
Door iliostsan_

On Arsa's Side.

Drtt ... Drtt ...

Arsa—pria itu saat ini sedang dalam perjalanan ke rumah, namun ponselnya berdering di tengah jalan. Arsa dengan cepat mengambil ponselnya di saku celana dan melihat siapa yang menelpon. 'Ibu negara' adalah nama si penelepon. Arsa memasang sebelah airphone-nya dengan cepat menggeser tombol hijau ke samping, menjawab panggilan tersebut.

"Assalamu'alaikum, halo, Bun?" ucap Arsa.

"Arsa, kamu di mana sekarang?" Terdengar suara nyaring ibunya dari sebrang sana.

"Lagi dijalan, Bun, ini mau balik ke rumah," balas Arsa dengan mata yang sibuk memandang ke depan.

"Bunda nitip baju bunda yang ada di butik langganan bunda, dong." Seketika Arsa menepikan mobilnya.

"Sekarang, Bun?" ucap Arsa dengan dahi yang mengkerut, ibunya selalu saja mendadak.

"Lusa," ucap ibunya terdengar datar.

"Ooh, oke." pria itu berencana memutuskan sambungan telepon dari ibunya. namun, aksi tersebut terhenti, mendengar suara nyaring yang tersirat kekesalan dari seberang sana.

"Ya, sekarang, lah, Badrol. Cepet, ya. Oiya bawa mobilnya jangan ngebut, harus hati-hati, oke?" ucap ibunya memperingati membuat Arsa tanpa sadar meletakkan tangannya di dekat dahi dengan posisi miring, seolah sedang memberi hormat pada bendera merah putih.

"Iya Bun, siap!"

"Yaudah kalau gitu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam." Arsa menutup telepon.

"Bunda mah selalu mendadak. Untung belum jalan ke perumahan," gerutunya sembari melajukan kendaraan beroda empat itu menuju butik.

••

"ADEK KU SAYANG, YUHUU WER AR YUU PROM!"

Brak..

Dari pintu terlihat Zoya, kakak Kara, dengan wajah bahagia. Membuat Kara yang sedang berbaring di tempat tidur melotot tajam padanya.

"Kak, bisa nggak, sih, kalau masuk itu ngetok dulu?" ucap Kara kesal dengan kelakuan kakaknya yang selalu datang ke kamarnya sesuka hati.

"Kan, udah gue panggil dari luar," Zoya menjawab dengan wajah polosnya, langsung duduk di tepi ranjang Kara. Kara menatap kakaknya dengan datar.

"Diketok apa susahnya, sih? Kesel deh," sinis Kara.

"Ya, maaf."

"Mau ngapain kakak ke sini? Minta duit? Minta sama papa lah kak, bagian gue lo minta juga?"

"Suudzon mulu sama kakak sendiri ... gue datang kesini mau ngajak lo shopping tau," ucap Zoya dengan nada semangat.

"Ajak pacar lo aja kenapa, sih? Gue lagi sibuk," balas Kara dengan nada tak suka.

"Sok-sokan sibuk, palingan juga sibuk main hp mulu. Nggak bosan apa?" Sindiran halus yang diberikan Zoya padanya membuat Kara mendelik tak suka.

"Serah gue dong. Udah deh, mending lo keluar aja. Setiap lo ke sini kepala gue pusing, tau gak."

"Have sistah is peri-peri laknat."

"Gak usah sok Inggris lo, palingan mentok one two three doang," cibir Kara.

"Belagu lo! Tapi dek, please temenin gue shopping. Nggak ada temen nih."

"Mana pacar lo? Udah putus?" ucap Kara dengan nada sinis.

"Eh, sembarangan!"

"Ya terus, kenapa nggak ngajak dia aja, coba?"

"Gue, kan, maunya quality time sama lo, bosan sama dia mulu, dia juga sibuk akhir-akhir ini," ucap Zoya dengan nada jengkel. "Yuk yuk, temenin shopping~ kangen mall gue," sambungnya dengan nada membujuk.

"Nggak, gue lagi bokek," tolak Kara.

"Gue traktir deh."

"Beneran nih?" Wajah yang tadinya datar tanpa ekspresi tiba-tiba berubah semringah dikala kata 'traktir' terucap oleh Zoya.

Zoya mendengus kesal dengan tingkah adiknya. Ternyata adiknya mata duitan. "Matre lo, dek."

"Orang dimana-mana nggak bakal bisa nolak traktiran. Lo klo ditraktir sama pacar lo, pasti nggak nolak, kan?" Zoya tanpa sadar mengangguk. Dihipnotis dan mudah ditipu oleh Kara, Kara terkekeh dan kesadaran Zoya kembali. "Nah, itu lo ngangguk, jadi, lo juga matre sama kek gue."

"Astaga, Kara. Lo berani banget, ya, ngatain gue matre, pake bahasa berbelit-belit, lagi. Tau aja apa yang bikin gue gak paham, Asli lo ngeselin!" Kara tertawa keras melihat wajah Zoya yang memerah menahan emosi, membuat Zoya kesal. Selain kakaknya Lola, bahasa Kara yang berbelit-belit bisa membungkam mulut Zoya yang tidak bisa berhenti bicara.

Kara menyeka air matanya yang telah jatuh karena efek tertawa tanpa henti, membuat Zoya semakin kesal. "Ketawa terus! Biar kram sekalian perut lo!" ucap Zoya bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke pintu Kara, menutupnya lagi. Kara mencengkram perutnya, merasakan kram, berguling-guling untuk menghilangkan kram yang seperti menggiling perutnya.

"Duh, gue durhaka banget ngatain kakak sendiri. Cepet banget karmanya dateng. Dia, sih, bikin gue kesal, ngatain gue matre padahal dia yang lebih matre dari gue," gumamnya, duduk menghadap pintu. Tak lama setelah itu pintu terbuka, terlihat Zoya menjulurkan kepalanya di celah pintu.

"Cepat siap-siap, gue tunggu. Awas aja lama," ucap Zoya dan membanting pintu.

Kara berdiri untuk bersiap-siap. Mengenakan kemeja putih oversized polos yang dipadukan dengan leather jacket, baggy jeans, sneakers dan bucket hat serta membiarkan rambut terurai menambah kesan adem. Dia mengoleskan bedak ringan dan memakai liptint merah Cherry.

Sedikit menyemprotkan parfum vanilla di bagian tertentu dan memegang ponsel di tangan sambil menyelipkan beberapa lembar uang kertas di bagian belakang saku celana.

Kara berjalan menuju kamar Zoya dan mendobrak pintu dengan tidak sopan. Hal itu membuat pemilik kamar terperanjat kaget, hingga lipstik yang seharusnya ada di bibir sudah sampai ke pipi.

Zoya langsung berbalik memandang adiknya tajam. "Ngetok dulu napa. Lo kata kamar gue wc umum?"

"Kakak juga gitu keleus," katanya santai setelah mendaratkan pantatnya dengan sempurna di kasur kakaknya.

"Jangan diacak-acak kasur gue, baru aja gue tata," balas Zoya memandang Kara yang terduduk di tepian kasurnya.

"Lebih baik lo lihat diri lo, itu lipstik udah nyampe ke pipi. Daripada ngomel-ngomel ke gue." Kara berbaring di tempat tidur Zoya. Sesekali bergerak berniat merusak penataan sprei.

Zoya berbalik, melihat dirinya di cermin. Kaget dan langsung berjalan menuju kamar mandi.

Kara duduk, kesal. Dia tidak suka menunggu. "Cepetan kak, lama banget lo. Kayak pengantin baru aja."

"Make-up gue kehapus nih. sabar napa, bangke," ucap Zoya dari kamar mandi.

"Cepetan!" teriaknya membuat Zoya menghela napas panjang.

"Nggak usah, teriak-teriak kenapa? Berisik banget lo! Udah kek di hutan aja," ucap Zoya yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan mengeringkan wajah dengan handuk kecil—menatap Kara tajam.

"Ya, makanya lo cepetan, dong. Lo yang tadi bilang 'Cepat siap-siap, gue tunggu. Awas aja lama'. Tapi, malah lo yang lama, gue tinggal baru tau rasa." ucap Kara sembari memperagakan gaya bicara Zoya terhadapnya tadi.

Zoya mendengus kesal. "Trus kalau lo mau ninggalin gue, siapa yang mau bayarin lo makan?" Zoya tersenyum, berhasil membungkam mulut adiknya yang tidak sopan itu.

"Em, iya, sih. Tapi ... lo yang bilang tadi, jangan lama-lama, malah lo sendiri yang lama. Lo tau, nunggu hal yang nggak pasti tuh capek lho," alih-alih meminta maaf, Kara berusaha menarik-ulurkan perkataan Zoya yang sempat membuatnya terdiam.

"Kalau seandainya lo datang ke kamar gue pake sopan santun, lipstik gue nggak sampe ke pipi, mungkin saat ini kita udah dijalan. So, yang salah siapa di sini? Lo atau gue?"

"Tck! Iya-iya, gue yang salah!" Zoya terkekeh, memandang kembali ke wajahnya dari pantulan kaca saat berdiri, dengan tas kecil terselip di bahunya.

Kara yang melihatnya, berdiri dan berjalan keluar dari kamar Zoya. Zoya menutup pintu kamarnya lagi dan mereka berjalan bergandengan tangan. Mereka berjalan sesekali melontarkan lelucon.

Saat mereka sampai di ruang tamu, ibu mereka terlihat rapi. Dan tidak memakai daster longgar seperti biasanya.

"Mama mau ke mana?" Kara mengangguk mengiyakan kata kakaknya.

"Udah siap?" Bukannya menjawab, Intan, ibu dari dua orang anak itu, kembali bertanya membuat Kara dan Zoya bingung.

"Hah?" Jawab mereka serempak.

"Mama ikut, ya? Boleh dong, mama juga jarang shopping nih. Biasalah, sibuk. Trus mama mau nambah koleksi baju mama juga, biar gak digosipin sama temen pas arisan karena bajunya itu-itu terus."

"Tapi, Ma ...."

"Gak boleh, nih? Dasar anak durjana kamu! Mama pecat juga jadi anak mama tau rasa."

"Nggak gitu sih mah tapi ...."

"Yok kita capcus ke Mall!!" Mamanya menarik kedua tangan anaknya dan berjalan beriringan kearah pintu masuk.

••

Arsa masuk ke butik, Fariz terlihat sibuk dengan pelanggan yang cukup banyak, melihat pintu butik terbuka, Fariz menoleh, melihat Arsa dari luar, Arsa melihat sekeliling yang mulai membicarakannya. Mayoritas pelanggan yang datang adalah para ibu-ibu yang ingin eksis atau anak muda seusianya untuk membeli atau ingin menjahit di sini.

Butik ini cukup terkenal disana, selain itu butik ini mengedepankan setiap produk dengan model wanita dan pria yang menawan, kualitas bahan dan gaya yang tidak terlalu jadul dan mengikuti trend disini, membuat orang-orang menyukai interior butik bahkan produknya. Bahkan beberapa aktris atau aktor dari tanah air meminta butik ini untuk membuatkan pakaiannya.

"Ngapain ke sini? Mau kawin lo?" Fariz, penjaga butik di toko sambil tersenyum tipis melihat Arsa datang ke tokonya dengan baju sekolah yang masih menempel rapi di tubuhnya.

Arsa menggeleng pelan. "Nggak bang. Mau nikah sama siapa, nggak ada gandengan nih," candanya.

"Lah? Terus lo sama yang baru itu gimana? Udah putus?" Arsa terkadang terbuka kepada siapa saja. Fariz, pemilik butik langganannya, adalah pendengar yang baik, membuat Arsa nyaman dan terbuka, bahkan menceritakan kisahnya dan Syakira.

"Ya, begitulah bang," balas Arsa se-biasa mungkin.

"Kenapa? Dia selingkuh? Emang ada cewek jaman sekarang mau mutusin lo gitu aja?" sindiran halus yang dilontarkan Fariz membuat Arsa tanpa sadar berdecih.

"Kurang cocok aja sih sama gue. Lo tau kan, cinta kalo dipaksa ga bakal bisa dipertahankan?"

Fariz mengangguk pelan. "Siplah. feeling gue sih ga lama lagi lo dapet yang baru. jangan galau-galau dek."

"apa itu galau?" balas Arsa, membuat faris terkekeh.


Setelah menetralkan diri dari tertawa, Fariz mulai bertanya, "Oh iya lo ke sini mau ambil pesenan nyokap lo, kan?"

"Iya bang."

"Oke tunggu bentar."

"Nih," ucap Fariz dengan menjulurkan tangan berisi paper bag kearah Arsa, Arsa mengambil alih paper bag itu.

"Sip, makasih, ya, bang. Gue balik." Arsa yang ingin berbalik dicekal tangannya oleh Fariz.

"Bentar, Sa." Arsa memandang Fariz dengan sebelah alis menukik ke atas.

"Kenapa, bang?"

"Gue tau, temen cewek lo banyak yang cakep-cakep," jeda Fariz.

Dahi Arsa mengernyit. "Terus?"

"Bisa ga, bantu gue cari cewek yang menurut lo cocok jadi model produk yang bakal dirilis bulan depan?"

Arsa menggaruk jidatnya yang tiba-tiba gatal. "Hm gimana, ya, bang, gue nggak tau pasti, sih, siapa temen cewek gue yang cocok jadi model lo ...."

"Tolong gue, sekali ini aja, Sa."

"Em ... oke bakal gue cariin, tapi, jangan terlalu berharap sama gue. Minta cari aja sama pegawai lo kalau gue belum ngasih kabar yang pasti." Fariz mengangguk.

"Oke, gue tau lo bisa diandelin kalau bawa cewek, mah!" seru Fariz jenaka. Arsa hanya mendengus kesal, memang dia pria populer di sekolahnya, namun, teman perempuan yang dekat dengannya bisa dihitung pakai jari.

"Ya udah, gue balik, bang," ucap Arsa berjalan menuju pintu masuk.

"Yoi! Hati-hati!"

Arsa mengacungkan jempolnya sembari berjalan lurus ke depan.

Di satu sisi, di waktu yang bersamaan.

"Dek lo jalan yang bener, dong! Kayak anak tk, deh, lo!" Zoya jengah melihat tingkah adeknya yang tidak jelas. Sepertinya Kara bukan adek kandungnya.

Kara hanya bisa menjulurkan lidahnya sembari berjalan mundur. Ia sangat suka melihat kakaknya kesal seperti saat ini.

Bruk ... sret..

"Tuhkan nabrak orang. Minta maaf cepet."

Kara membalikkan badan, menadahkan kepalanya melihat sosok yang ia tabrak, ia terkejut.

"Elo?!"

Thursday, August 27, 2020

Komentar yang lama-lama berbeda dengan alur cerita dikarenakan bagian ini sudah aku revisi. Terimakasih 😀🙏

|TELAH DI REVISI|
|02.12.20|
|20.12.20|

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

2.3M 122K 60
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
1M 50.7K 67
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...
797K 42.3K 75
The end✓ [ Jangan lupa follow sebelum membaca!!!! ] ••• Cerita tentang seorang gadis bar-bar dan absurd yang dijodohkan oleh anak dari sahabat kedua...
2.9M 167K 40
DILARANG PLAGIAT, IDE ITU MAHAL!!! "gue transmigrasi karena jatuh dari tangga!!?" Nora Karalyn , Gadis SMA yang memiliki sifat yang berubah ubah, kad...