Via menatap kearah orang yang menepuk pundaknya, ia mengkerutkan keningnya, "Kamu siapa?" tanyanya.
Lelaki itu menatap kearah Arga sekilas lalu ia kembali menatap Via, "Gue ganggu kalian ya? Ya udah deh gue pergi aja, daripada ganggu orang pacaran, hehe."
"Gak kok, santuy aja, lagian siapa yang pacaran sih, hahaha," sahut Arga sembari tertawa.
Lelaki itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ah iya, lo gak ingat gue?" tanyanya kearah Via.
Via menggeleng pelan, "Enggak, memangnya siapa? Kita pernah ketemu?"
"Pernah ketemu, tapi kita gak sempat kenalan—" Lelaki itu mengulurkan tangannya kearah Via, "Kenalin, gue Reno, cowok yang hari itu gak sengaja nabrak lo."
Via menjabat tangan lelaki itu, ia tersenyum. "Oh iya, baru ingat, hehehe."
"Hari itu gue gak sengaja liat nametag lo, kalau gak salah nama lo Tyfani— apa ya, lupa," ujar Reno mencoba mengingat-ingat.
Via terkekeh pelan, "Panggil aja Via."
Reno menaikkan sebelah alisnya, ia bingung dari mana asalnya nama tersebut. "Via?" tanyanya.
Via mengangguk pelan, "Tyfani Flavia Mauren, biasa dipanggil Via."
Akhirnya Reno bisa tidur dengan nyenyak malam ini, ia tak menyangka bisa bertemu lagi dengan gadis yang hari itu tak sengaja ia tabrak.
"Emm, boleh bagi nomor wa lo, Vi? Kalau boleh sih, gak maksa kok."
"Buat apa?" tanya Via polos.
"Buat ditelpon, siapa tau gue kangen," ucap Reno membuat Via tertawa pelan, "Apaan sih, iya boleh, mana handphonenya?" Reno memberikan handphonenya kepada Via, Via menyimpan nomornya disana, setelah itu ia kembalikan handphone tersebut kepada Reno.
"Sudah."
Reno tersenyum senang. "Thanks Vi, gue balik duluan ya." Setelah itu Reno pergi meninggalkan Arga dan Via.
"Ekhmm, siapa tuh," goda Arga.
"Kakak aja baru kenal," sahut Via santai.
"Permisi Mas, Mbak, ini pesanannya." Seorang waiters datang mengantarkan pesanan Via dan Arga.
"Bill nya?"
Waiters tersebut memberikan bill kepada Arga. Arga membacanya sekilas lalu ia mengambil uangnya yang ada didalam dompet.
"Ini Mbak, kembaliannya ambil aja," ujar Arga songong.
Waiters tersebut tersenyum canggung, "Maaf Mas, tapi ini tidak ada kembaliannya."
Ternyata sifat Angkasa menurun kepada Arga.
***
Malam harinya, setelah selesai makan malam, Via langsung pergi ke kamarnya, berbeda dengan Arga, lelaki itu memilih untuk bersantai-santai di sofa ruang tamu sambil memainkan game.
+6278834*****
Hy, saveback ya, Reno
Mendapat chat tersebut, Via langsung menyimpan nomor lelaki itu, setelah itu ia membalas chatnya.
Via
Iya
Reno
Lo sekolah dimana, Vi?
Via
Di Zevard high school, kalau Reno?
Reno
Gue di Tridarma high school
Via
Oh gitu
Reno
Iya, lo kelas berapa?
Via
Kelas 11, Reno?
Reno
Gue 12 hehe, yang cowok tadi, adik lo?
Via
Iya
Setelah itu, Via tak menyadari apapun lagi, ia terlelap dalam mimpi indahnya.
***
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Via sudah terbangun, ia harus Sekolah hari ini dan ia tidak boleh terlambat, apalagi pagi ini upacara.
Setelah semua perlengkapan sekolahnya siap, dan ia sudah mengenakan seragam sekolah yang rapi, ia pun langsung menuju ke dapur untuk menyiapkan sarapannya dan juga adiknya.
Namun, sesampainya didapur, Via melihat omelet yang tersaji di piring diatas meja makan. Senyum Via mengembang, pasti adiknya yang memasak omelet tersebut.
"Argaaaa!" teriak Via. Beberapa detik kemudian, Arga datang, dan lelaki itu langsung duduk diatas kursi.
"Keren kan Arga," ujarnya songong.
Lagi-lagi sifat songong adiknya itu kambuh, Via memutar kedua bola matanya jengah, setelah itu ia tersenyum, tak ada salahnya juga kan ia memuji adiknya itu?
"Iya, keren."
"Bosen Arga tuh sarapan roti mulu, makanya Arga masak omelet."
"Iya." Via duduk di kursi, "Cepetan makan, kamu gak takut telat?"
"Kalau telat palingan dihukum, santuy Kak."
"Idih, Kakak sih gak mau dihukum."
Beberapa menit kemudian, Via menyelesaikan makannya, namun tidak dengan Arga, makanan lelaki itu belum habis, bagaimana mau cepat habis, ia makan sambil bermain game, jadinya tidak fokus.
"Ga, lambat banget sih kamu," ujar Via.
Arga masih fokus pada layar handphonenya, "Kakak duluan aja, belum jam tujuh juga," sahutnya tanpa menatap Via.
Via memakai tasnya, lalu ia mengambil kunci mobilnya yang tadi ia taruh diatas meja, "Kakak duluan ya Ga," pamit Via.
"Hmm." Arga hanya berdehem.
Via membuka pintu rumahnya, ia menyipitkan kedua matanya saat melihat ada kertas yang tertindis sebuah batu kecil di teras rumahnya.
Via berjalan dan mengambil kertas tersebut, ia mulai membacanya.
Jangan dekati Kak Vendo lagi, karena Kak Vendo sukanya sama gue, bukan lo.
- F
Via mengkerutkan keningnya.
F?
Siapa?
***
Via melangkahkan kakinya di koridor Sekolah. Sudah banyak murid-murid yang berdatangan, mungkin dikarenakan ini adalah hari senin yang berarti jadwal upacara, jadi kebanyakan murid takut terlambat.
Via masih memikirkan siapa yang mengirim surat tadi pagi kepada dirinya.
F? Siapa dia?
Sampai akhirnya, Via sampai didepan ruang kelasnya, baru selangkah kakinya masuk kedalam ruang kelas tersebut, terdengar suara seseorang memanggilnya.
"Via!" panggil orang itu.
Via membalikkan badannya, ia tersenyum kecil, "Iya, Felly?"
Entah mengapa, tiba-tiba Via curiga bahwa Felly yang mengirimkan surat tersebut kepadanya. Gadis yang dekat dengan Vendo kan hanya Felly, apalagi di surat tersebut tertulis inisial F.
"Lo udah belajar atau belum Vi? Untuk ulangan harian bahasa inggris nanti," ujar Felly.
Via menatap Felly dari atas sampai bawah. Hal itu membuat Felly sedikit risih, "Vi? Kenapa sih? Ada yang salah ya sama gue?" tanya Felly.
Kalau diliat-liat, Felly sepertinya bukan pengirim surat tersebut.
"Ah enggak kok, gak ada yang salah, hehe." Via menyengir.
Felly terkekeh pelan, "Gimana? Lo udah belajar?"
"Belum," sahut Via sembari menggelengkan kepalanya singkat.
"Sama dong kalau gitu, hahaha. Ya udahlah, gak papa juga, kan bisa belajar pas jam istirahat, lagian bahasa inggris kan jam terakhir," ucap Felly dibalas anggukan Via.
"Eumm, Felly gimana hubungannya sama Vendo?" tanya Via dengan sangat hati-hati.
Felly terdiam sejenak, "Gak gimana-gimana sih, maaf ya Vi kalau gue terlalu dekat sama Kak Vendo, kalau misalkan lo gak suka gue deket sama Kak Vendo, gue bakal jauhin kok—"
"Jangan," potong Via cepat, "Jangan jauhin Vendo. Felly itu sumber kebahagiaannya Vendo, kalau Felly jauhin Vendo, gimana Vendo mau bahagia?"
Felly bungkam, tak menjawab ucapan Via.
"Via mau naruh tas dulu ya, sekalian mau duduk, capek berdiri, hehehe." Via berlalu dari hadapan Felly, ia berjalan kearah kursinya dan duduk disana.
•••TBC•••