ALAÏA

By radexn

22M 2.2M 4.9M

[available on offline/online bookstores; gramedia, shopee, etc.] ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ ❝ Dia pergi, membawa da... More

Prolog
1. Hey, Nona
2. Kabur
3. Kembali ke Rumah
4. Dekat
5. Lebih Nyaman
6. Laut
7. Hanya Alaia
8. Berdua
9. Mungkin Salah
10. Feels
11. Dua Rasa
12. Dilema
13. Pernah Ada
14. Kamu
15. Gelora Asa
16. Gone
17. Nuansa Bening
18. Lensa
19. Dua Garis
20. Langit
21. Young Married
22. Anger
23. Bittersweet Feeling
24. Lost
25. Badai Rasa
27. Jalan Kita
28. Hampir
29. The Blue
30. Dark Sky
31. Confused
32. Satu Bintang
33. Siren
34. Mrs. Raja
35. Euphoria
36. Laut dan Alaïa
37. Wheezy
38. Celah Adiwarna
39. Aqua
40. Baby Daddy
42. Insecure
43. One Wish
44. Jika Aku Pergi
45. Rumit
46. Langit Ketika Hujan
47. Mermaid
48. Something From The Past
49. Reincarnation
50. Hey, Baby
51. Pudar
52. Cahaya Halilintar
53. Black and Pink
54. Harta, Tahta, Alaia
55. Happy Mamiw
56. Permainan Langit
57. Badai
58. Amatheia Effect
59. Rest in Love
60. Bintang
61. Di Bawah Purnama
62. Death Note
63. Glitch
64. Langit Shaka Raja
65. Bye
66. Sekali Lagi
67. Half-Blood
68. Deep Sea
Vote Cover ALAÏA
69. Terang [END]
PRE-ORDER ALAÏA DIBUKA!
Extra Chapter
ALAÏA 2
SECRET CHAPTER ⚠️🔞
AMBERLEY
ALAÏA 3
ALAÏA UNIVERSE: "SCENIC"

26. Goddess

293K 34.1K 41.8K
By radexn

26. GODDESS

Bastian pergi dari rumah untuk menemui Syadza. Hari ini Syadza minta ditemani pergi ke dokter kandungan, ia mau lihat kondisi kesehatan janinnya.

Sebelum melajukan motor, Bastian mengirimkan pesan terlebih dahulu untuk ibu mertuanya. Isi pesannya sangat singkat tapi mungkin akan membuat Dara heran.

Bastian Arsenic:
Mama mertuaku tersayang, hari ini aku mau pergi sama cewek. Titip Lila ya, love you Ma

Cowok itu baru akan menaruh ponsel ke dalam waist bag, tapi niatnya terurung karena ada notifikasi masuk. Ia lihat ternyata ada balasan dari Dara.

Dara:
Katanya lagi ga enak badan? Cewek siapa itu Bas?

Bastian Arsenic:
Udah sembuh mendadak Ma. Ada deh, cantik pokoknya 😄

Tanpa menunggu jawaban dari Dara, Bastian segera menyimpan ponsel itu ke tas. Ia cekikikan seraya memasang helm dan mulai menyalakan motor.

Tadi Bastian sempat dilema harus menjenguk Lila di rumah sakit atau mengantar Syadza ke dokter. Alhasil ia memilih opsi ke dua. Ia lebih pilih Syadza daripada Lila.

Selama di perjalanan, Bastian sesekali mengamati tepi jalan untuk mencari penjual rujak. Syadza berpesan dia pengin rujak tapi tidak mau buahnya dicampur-campur, maunya bengkuang dan mangga muda saja.

Bastian tidak pernah keberatan bila diminta beli ini itu oleh Syadza. Apalagi Syadza sering membicarakan calon bayi mereka, berbeda dengan Lila yang malah tak menginginkan kehadiran bayi itu. Kalau begini terus, lama-lama Bastian bisa berpindah hati.

Karena sebetulnya Bastian merasa hubungannya ini seperti cinta segiempat. Syadza sayang Bastian, Bastian sayang Lila, tapi hati Lila hanya untuk Langit.

"Parah nih... bisa-bisa gue lebih betah sama Syadza dibanding istri sendiri." Bastian bergumam tiba-tiba.

Faktanya Bastian hanyalah seorang remaja tujuh belas tahun yang seharusnya masih duduk di bangku SMA —kalau saja ia tidak didepak dari sekolah. Sifat labil masih melekat dalam diri Bastian, dan sekarang ia sedang mengalaminya.

Bastian berpikir, apakah ia mulai menaruh rasa yang nyata untuk Syadza? Atau hanya sekadar perasaan semu yang muncul ketika dirinya bosan dengan Lila?

"Tau ah, mau hepi-hepi aja sama Neng Syadza." Bastian nyengir lebar.

"Biarin Lila gue diemin dulu. Siapa tau nanti dia kangen," kekehnya.

Tak lama kemudian Bastian menepi, motornya berhenti di dekat gerobak tukang rujak. Bastian melepas helm seraya berseru, "Bang, beli rujak sebungkus. Bengkoang sama mangga muda aja yang banyak. Buat bumil nih."

Abang itu tersenyum semringah. "Siap, Bos! Otewe!"

"Mantap!" balas Bastian.

Sekitar lima menit kemudian, Bastian kembali melesat pergi setelah selesai berurusan dengan penjual rujak tadi. Tak perlu membuang banyak waktu untuk tiba di rumah Syadza karena jaraknya tak begitu jauh.

Motor Bastian masuk ke pekarangan rumah pacarnya. Mobil milik orang tua Syadza tidak terlihat di sekitar, yang berarti di rumah ini hanya ada Syadza seorang.

Sambil menenteng kantong berisi makanan pesanan Syadza, Bastian masuk ke rumah tanpa mengetuk. Ia jalan ke kamar Syadza karena yakin cewek itu ada di sana.

"Sayang," sapa Bastian sembari membuka pintu kamar.

Cewek yang mengenakan dress pendek berwarna merah gelap itu menoleh. Senyumnya terukir lebar melihat siapa yang datang.

"Baby!" seru Syadza.

Bastian mendekat, langsung memeluk Syadza yang posisinya bersandar ke kepala kasur. Bastian juga mendaratkan kecupan di bibir Syadza, lalu memamerkan rujak tadi di depan wajahnya.

Syadza meraih rujak itu sambil berucap riang, "Thank you!"

"Anytime, Queen." Bastian membalas.

Ketika Syadza mulai sibuk mengeluarkan bungkusan rujak dari kantong plastik, Bastian mengambil kesempatan untuk bertanya. "Mau ke dokter jam berapa?"

"Abis ini." Syadza menjawab. "Kamu bisa luangin waktu buat kita, kan?"

"Bisa banget, Sayang." Bastian tersenyum hingga deretan giginya terpampang.

"Kirain mau cepet-cepet ninggalin aku terus ketemuan sama Lila," ceplos Syadza, mendadak jadi jutek.

Bastian tergelak. "Nggak dong, Cantik. Lila udah aku titipin ke nyokapnya. Lagian otak dia lagi kurang bener, kerjaannya marah mulu."

"Kenapa gitu?" tanya Syadza.

"Stress," jawab Bastian.

Syadza mengalihkan tatapannya dari rujak ke Bastian. "Hormon ibu hamil ya?"

"Bukan. Dia stress gara-gara Langit mau nikah," ungkap Bastian, "Ah, aku sakit hati kalo bahas itu."

Mimik Syadza menunjukkan dia bingung. "Langit siapa?"

"Mantannya." Bastian berkata.

"Oh, kamu cemburu?" Syadza memperdalam tatapannya.

"Iya, cemburu banget," ucap Bastian.

Helaan napas Syadza terdengar lebih berat dan gusar. Mukanya kusut tak bergairah. Dia menaruh wadah rujak di atas kasur dan kehilangan sedikit selera makan.

"Jadi, kamu ke sini gara-gara Lila mikirin Langit terus? Kamu jadiin aku pelampiasan, gitu?" Syadza berkata tanpa melihat wajah Bastian.

Bastian memikirkan jawaban dulu sebelum bersuara. "Kamu ada benernya, sih. Tapi tujuan utama aku ke sini buat ketemu kamu soalnya aku kangen."

"Boong. Kamu pasti sering bilang kayak gitu juga ke Lila. Ngomongnya doang kangen, padahal sebenernya nggak." Syadza membalas ketus.

"Beneran, aku jujur seratus persen." Bastian membela diri.

"Nggak percaya. Aku yakin, kamu ke sini cuma buat cari kesenengan kan? Kalo udah puas, kamu balik lagi ke Lila, mesra-mesraan, terus akunya dilupain." Syadza melirik Bastian sangat tajam.

Ungkapan pacarnya itu bikin Bastian tak kuasa menahan tawa. Ia menyolek pipi Syadza karena gemas. "Mikir yang nggak-nggak mulu soal aku. Aku ga begitu, By. Kamu harus percaya kalo aku ini beneran sayang sama kamu."

"Bullshit," cetus Syadza.

"Aku harus buktiin pake cara apa biar kamu percaya?" Bastian bertanya. "Kamu mau aku temenin seharian? Mau aku jaga jarak dari Lila? Atau mau aku ngapain?"

"Terserah. Kamu yang tau harus apa biar aku percaya," celetuk Syadza.

Bastian tertawa renyah. Senyumnya sangat manis di mata Syadza, sampai dadanya bergetar tiap melihat senyuman Bastian.

"Oke, aku bakal buktiin." Bastian berkata. "Aku nggak bakal balik sebelom ketemu orang tua kamu."

"Mau ngapain?" tanya Syadza dengan alis mengerut.

"Mau ngomong serius tentang kita. Aku udah siap punya dua istri," tutur Bastian.

Syadza sepertinya kurang senang mendengar pernyataan Bastian. Katanya, "Aku ga mau punya suami yang istrinya banyak."

"Terus gimana dong?" Bastian bingung.

Syadza mencondongkan badan ke Bastian, ia menepuk ringan pipi kiri pacarnya. "Kalo kamu punya dua istri, itu artinya kamu ga beneran sayang aku."

"Tapi aku serius sayang sama kamu, Sya." Bastian membalas lagi.

Syadza menggeleng. "Kalo kamu sayang aku, yaudah, bubaran dong sama Lila."

"Nggak bisa. Aku sayang kalian berdua." Bastian berujar.

Perasaan jengkel muncul menghampiri Syadza. Muka juteknya bikin Bastian was-was. Apalagi saat Syadza melipat kedua tangan di depan dadanya sambil mengangkat dagu.

"Oke deh. Aku mau minta ke Mama Papa buat cari lelaki yang mau terima keadaan aku," celetuk Syadza. "Eh tapi kemaren Mama ngenalin cowok ke aku. Orangnya ganteng, pinter, baik lagi. Nggak bejat kayak kamu."

"Apaan sih!" Bastian tidak suka. "Jangan macem-macem kamu."

"Nanti aku mau minta nomor teleponnya ke Mama. Kayaknya aku mau mulai pendekatan," tambah Syadza yang sengaja bikin Bastian panas.

"Nggak boleh!" larang Bastian. "Kalo kamu minta nomornya, aku bakal diemin kamu satu bulan penuh."

"Nggak takut," tantang Syadza.

"Aku serius. Aku bakal marah banget sama kamu, Sya." Bastian betul-betul kepanasan.

"Aku juga marah. Aku ga suka kamu ngutamain Lila terus. Sadarlah, Bas, Lila tuh nggak mikirin kamu. Kamu sendiri yang bilang kalo Lila stress mikirin mantannya," celetuk Syadza.

"Di sini aku yang lebih sering mikirin kamu. Aku yang selalu khawatirin kamu. Aku juga yang pake perasaan, nggak kayak kamu yang cuma main-main." Syadza menambahkan.

"Kamu pikir enak jadi aku?" Syadza berucap parau.

Bastian tak bersuara lagi, ia diam mencerna curahan hati Syadza yang meledak-ledak seperti itu. Ia lihat bola matanya, terdapat genangan air yang menumpuk dan hendak jatuh berderai.

"Aku emang nakal, Bas. Imej 'cewek ga bener' udah nempel banget di aku. Tapi kalo soal perasaan, aku tetep manusia biasa yang hatinya cuma buat satu orang. Kamu." Syadza mengatakan.

"Orang bilang aku perebut, aku penggoda, lonte, murahan, ga tau diri, banyak banget kata-kata jelek lainnya yang dideskripsiin buat aku. Aku terima kok, karena emang begitu yang mereka liat. Tapi kamu ga tau kan, tiap malem aku nangis mikirin itu." Suara Syadza mulai bergetar.

Ia mengusap air yang hendak keluar di ujung mata. "Tiap aku down, pasti aku cari kamu. Aku sering berharap lebih sama kamu, padahal aku tau posisi aku bakalan tetep ada di nomor dua."

"Aku sayang kamu, Bas. Takut ditinggal kamu." Syadza mengarahkan matanya ke bawah, enggan menatap Bastian.

"Tapi aku udah tau akhirnya bakal gimana. Kamu tetep pilih Lila," lanjutnya.

Bastian meraih tangan Syadza, mengusapnya sangat lembut dan meminta cewek itu untuk jangan menangis. Tapi Bastian belum merespons apapun atas ungkapan hati Syadza.

"Seenggaknya sekarang kamu masih di sini. Masih peduli sama aku dan bayi kita," ujar Syadza.

"Aku pengen kamu tetep di sini sampe dia lahir nanti. Abis itu terserah kamu mau apa. Mau ninggalin aku, ya udah...." Syadza berkata santai padahal hatinya pedih.

"Aku temenin kamu terus sampe nanti. Ga cuma sampe dia lahir," tutur Bastian.

"Semoga." Syadza menunduk, mengusap air mata yang barusan jatuh ke pipi.

Ternyata Bastian masih memiliki rasa sedih ketika melihat Syadza menangis seperti itu. Ia segera memeluknya, mengusap punggung serta kepala Syadza agar tenang.

"Jangan nangis ah," kata Bastian, "Kamu lebih cantik kalo senyum, Sayang."

Syadza menangis tanpa suara. Hormon kehamilan mempengaruhi mood dan emosi Syadza, makanya ia sampai mellow begini padahal biasanya ia sama sekali tak seperti ini.

Namun Syadza tak menyesalinya. Ia lega telah mengungkapkan rasa yang mengganjal di hatinya sejak hari-hari lalu.

⚪️ ⚪️ ⚪️

Perut Kai sedikit membuncit karena mulai jarang berolahraga. Dia sibuk mengurus rumahnya dan segala harta benda yang ia miliki, sampai lupa jaga kesehatan.

Di bawah langit pagi, Kai berendam menikmati dinginnya air kolam. Sudah terbilang cukup lama ia tidak masuk ke kolam pribadinya itu. Kai rindu.

Kemarin Kai pergi ke kediaman Zito untuk meminta ganti rugi atas kerusakan kamarnya. Tapi kedatangan Kai diusir oleh Nana dan Selly yang tak menginginkan adanya tamu seperti dia.

Sekarang Kai sebal terhadap keluarga Zito. Ia tidak terima dirinya diperlakukan seperti itu. Kai mau mereka semua merasakan juga penderitaan yang ia alami akhir-akhir ini.

"Beraninya main-main sama gue," desis Kai.

Sambil berenang dengan posisi telentang, Kai memejamkan mata dan berucap lagi, "Ternyata Zito itu musuh dalem selimut. Liat aja nanti. Dia sekeluarga bakal tunduk bahkan mohon-mohon di depan gue."

Kemudian Kai terkekeh rendah, memamerkan senyum jelek bagai iblis.

⚪️ ⚪️ ⚪️

Lana berjalan mendahului Ragas. Ia mendekat ke air, selalu merasa senang bila berada di pantai karena suasananya membuat tenang.

Mata Ragas menyipit kala ia menengadah ke langit. Ia beralih menatap lurus ke lautan biru itu dan menyeletuk, "Laut kalo diliat lama-lama jadi serem gitu ye."

"Serem apanya? Cantik banget tau," balas Lana.

Cewek itu berlarian kecil sampai kakinya hampir bertemu air. Ragas menyusul, ia berdiri di samping Lana. Keadaan sekitar mereka terbilang sepi, hanya terlihat anak-anak keluyuran sambil asyik bermain dan jumlahnya pun hanya tiga orang.

"Gue suka banget pantai, soalnya gue lahir di sini." Lana berkata disusul kekehan ringan.

"Gue lahir di bidan. Berarti masih enakan gue, langsung rebahan di kasur." Ragas membalas.

"Ga gitu konsepnya." Lana mendengus.

Kemudian ia maju dua langkah, lalu menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan mata. Lana kelihatan lebih rileks dan wajahnya nampak semakin cerah.

Ia diam di sana, membuat Ragas ikutan terdiam. Gelombang laut menjadi objek menyegar mata dan suara deburannya bikin telinga terasa seperti dibelai lembut.

Lana bungkam, tapi pikirannya tidak berhenti berkelana. Ia melirik Ragas yang tengah celingukan melihat sekitarnya. Sadar diberi tatapan oleh Lana, Ragas refleks nengok.

"Gas, lo inget bentuk kalung Alaia, kan?" Lana bertanya.

"Yang bulet itu?" Ragas balik nanya, sekadar memastikan.

Lana mengangguk. "Iya, di liontinnya ada ukiran putri duyung."

"Gue nggak merhatiin gambarnya. Tapi kalungnya cakep, sih. Estetik." Ragas berkata sekenanya.

"Itu bukan kalung sembarangan. Cuma satu orang yang bisa pake," ungkap Lana.

"Mau tau ceritanya nggak?" Lana menawarkan.

"Mau dong! Hayu cerita." Ragas menanggapi dengan penuh semangat.

Tanpa perlu berbasa-basi, Lana langsung mengatakan apa yang harus ia katakan. "Kalung itu selalu ada di pantai ini. Tiap ada orang yang ngambil, pasti kalung itu bakal balik lagi ke sini gimanapun caranya."

"Gue salah satunya. Gue pernah mungut kalung itu, gue simpen rapi di kamar, tapi besokannya udah ilang. Gue kaget waktu dateng ke pantai ini dan nemuin kalung itu lagi." Lana berkata.

"Bukan cuma gue yang alamin, tapi sepupu gue yang nikah kemaren itu juga ngalamin. Awalnya gue takut itu kalung isinya jin atau apalah, tapi setelah dijelasin sama nenek gue, akhirnya gue paham."

"Terus waktu gue liat kalung itu ada di Alaia, gue hampir syok parah. Gue udah denger ceritanya dari Nenek, terus gue ketemu orang yang bisa pake kalung itu. Gue ngerasa beruntung banget."

Ragas kurang memahami maksud ucapan Lana. "Beruntung gimana? Emangnya yang spesial dari kalung itu apaan?"

"Kalung itu punya sejarah yang kisahnya panjaaang banget," ungkap Lana.

Lalu Lana melangkah lebih maju sampai kakinya tercelup ke air hingga sebatas betis. Lana menoleh ke belakang, ke arah Ragas. "Sini, gue mau kasih liat sesuatu ke lo."

Ragas melepas sepatunya kemudian menggulung celana sampai sedengkul. Ia menghampiri Lana, mau lihat apa yang akan ditunjukkan cewek itu padanya.

Lana menutup mata, menarik dan membuang napas panjang secara berulang kali. Ia melakukannya sampai benar-benar tenang dan berkonsentrasi.

Kedua tangan Lana bergerak ke depan, posisinya sejajar dengan perut. Jemarinya menari di atas air dengan begitu lentik. Perlahan, air bergerak naik mendekat ke tangan Lana, seakan telapaknya memiliki magnet.

Ragas tersentak. "Lah, kok bisa?! Lo avatar?"

Teriakan Ragas membuyarkan konsentrasi Lana. Air itu langsung jatuh dan Lana spontan menurunkan tangannya. Ia tertawa karena reaksi Ragas cukup konyol dengan tampang kagetnya yang lucu.

Lantas Lana mengangkat bajunya hingga pinggang dia terekspos. Di sana Lana memperlihatkan adanya sebuah tanda berukuran kecil berwarna biru, bila disentuh akan terasa seperti sisik.

Ragas telah membuktikan. Ketika tangannya menyentuh bagian biru di pinggang Lana, ia terperangah karena teksturnya persis semacam sisik. Warnanya pun berkilau ketika terpapar sinar matahari.

"Ini rahasia kita, ya, Gas." Lana berkata, hendak bercerita. "Ini masa lalu kelam keluarga gue."

"Dulu, Mama selingkuh sampe having sex sama orang yang sebenernya bukan manusia, tapi Merman. Posisinya Mama abis 'main' juga sama Papa sehari sebelom sama selingkuhannya."

"Pas gue lahir, Papa langsung minta cerai. Mereka pisah, gue dibawa Nenek karena mereka nggak mau rawat gue. Sampe sekarang gue tinggal sama Nenek dan nggak kenal orang tua gue."

"Nenek bilang, gue sedikit beda sama manusia lain. Gue bisa bikin air terbang kayak tadi pake kekuatan tangan gue." Lana terkekeh.

Ragas menggaruk kepala. "Lo mermaid? Sumpah?"

Lana menggeleng. "Mungkin lebih cocok disebut mermaid yang gagal produksi. Gue ga punya ekor, cuma punya sisik kecil itu."

"Gue tercengang." Ragas melongo, mukanya benar-benar minta ditampol.

Cowok itu sampai bingung harus bereaksi seperti apa. Dia tak pernah menyangka bisa bertemu dengan manusia yang sebenarnya memiliki keturunan makhluk setengah ikan itu. Ini seperti tidak nyata. Ragas sulit menerimanya dalam akal sehat.

"Tadi lo liat gue bisa kendaliin air kan?" tanya Lana.

Ragas mengangguk.

"Itu nggak seberapa. Gue cuma sebutir pasir kalo dibandingin sama kekuatan Alaia," ungkap Lana.

"Kok Alaia? Maksud?" Ragas tak mengerti.

Lana tersenyum miring, ternyata Ragas sama sekali tak mengetahui ini. Pun Lana berkata, "Janji tetep jaga rahasia ya."

"Iya, janji." Ragas mengangguk.

"Alaia bisa kendaliin laut, bahkan bisa bikin laut tunduk sama dia," ucap Lana.

⚪️ ⚪️ ⚪️

Langit baru keluar dari kamar Bunda setelah ngobrol bareng sampai Bunda tertidur. Kini Langit berselonjor di sofa ruang keluarga sambil memainkan ponsel. Keningnya mengerut sambil melihat isi galerinya.

Ada banyak foto cewek, entah kapan orang itu selfie menggunakan ponsel Langit. Langit tak bisa mengingatnya. Yang pasti, wajah cewek itu sangat banyak di album foto.

Malah wallpaper Langit menampilkan foto dirinya bersama cewek itu. Tapi Langit tidak mengenalnya. Tidak juga tau namanya.

"Kok bisa ada di sini padahal gue ga tau dia siapa?" gumam Langit sambil terus menggulir layar.

Sampai akhirnya Langit berhenti di potret dirinya yang sedang menyematkan cincin ke jari Alaia. Saat itu wajah mereka nampak bahagia, dengan latar laut yang indah.

Langit menggeser foto itu, hingga muncul sebuah video yang belum diputar. Langit menyentuh ikon play dan menyaksikan momen yang direkam oleh temannya menggunakan ponsel ini.

"BISMILLAH, NGIT! JANGAN GROGI."

"JANGAN BIKIN ALAIA NUNGGU."

"NGIT, KALO LO KELAMAAN, ALAIA-NYA GUE AMBIL NIH!"

Kepala Langit berdenyut sebelah. Dia pusing, tapi masih penasaran akan isi video tersebut. Apalagi orang-orang di sana menyerukan nama Alaia terus. Nama yang juga disebut-sebut oleh Ragas, Bunda, bahkan Lila.

"Dia Alaia," gumam Langit sambil menatap figur Alaia dalam video tadi.

Langit menyimpulkan bahwa foto-foto cewek yang tak dikenalnya itu adalah Alaia. Ia tidak percaya bahwa ternyata ia memiliki hubungan spesial dengan cewek itu, namun Langit sama sekali tidak ingat sedikitpun tentang Alaia.

"Tapi kenapa ini cewek asing banget di mata gue?" heran Langit, memandangi wajah Alaia di layar ponsel.

"Kok aneh pisan," kata Langit seraya mengusap mukanya.

"Ini yang aneh gue atau orang-orang itu sih?" Dia makin bingung. "Kok mereka bisa omongin Alaia padahal gue ga kenal Si Alaia-Alaia ini."

"Apa gue pernah amnesia?" Langit mulai berfantasi.

"Ah, gelo! Mana pernah," celetuknya.

Ia mengutak-atik ponsel, berniat mengubah semua wallpaper-nya agar tidak memasang foto dirinya dengan Alaia.

Tapi jempol Langit berhenti bergerak saat ia akan menghapus foto-foto itu. Ia lihat senyum Alaia yang begitu manis, entah mengapa membuatnya tenang tanpa alasan.

Langit juga lihat foto-foto lain yang menunjukkan berbagai ekspresi Alaia. Ada yang pura-pura marah, ada pula yang nyengir lebar, tertawa, cemberut, sampai detik-detik Alaia hendak bersin pun ada di sana.

"Lucu," ucap Langit dengan senyum terukir sangat tipis.

Ia menemukan satu video lain yang hanya berisi Alaia. Muka gadis itu memenuhi layar. Sepertinya ia merekam ini ketika berada dalam perjalanan menuju tempat usaha milik keluarga Langit.

"Hai, aku Alaia. Aku disuruh mainin hape Langit biar nggak bosen. Di sini ada Langit dan Ragas. Ini di dalem mobil lagi mau pergi ke— ke mana ya?" Dalam video itu Alaia lupa tujuan mereka pergi.

"Langit, kita mau ke mana?" Alaia bertanya dan terdengar suara Langit menjawab, "Kafe, Sayang."

Langit tidak ingat kapan ia bicara seperti itu pada Alaia. Tapi ia sangat yakin tadi itu suaranya. Semakin lama ia pandangi Alaia, maka semakin bertambah kencang debaran itu.

Ia buang napas panjang dan mematikan layar. Yang Langit lakukan sekarang adalah rebahan sambil memegang kepala dengan dua tangan.

Pikirannya jadi terbagi antara Bunda dan Alaia.

⚪️ ⚪️ ⚪️

Alaia semakin jauh dari daratan. Ia masih mengikuti Lumy yang menunjukkan jalan menuju tempat di mana makhluk sejenis Alaia hidup.

Sebentar lagi Alaia akan memasuki wilayah kehidupan bangsa duyung. Sebuah 'kota' berisi banyak makhluk berparas rupawan yang sangat mencintai kedamaian.

Letaknya sangat jauh dari permukaan, kemungkinan tak ada manusia yang tau keberadaannya. Apalagi di sini sungguh gelap bila dilihat dari pandangan mata manusia yang sangat terbatas.

Ikan-ikan di hadapan Alaia seakan memberi jalan. Mereka menyingkir ketika Alaia hendak lewat. Suara paus pun tak henti bersautan, seperti menyambut Alaia.

"Lumy, itu ada orang!" Alaia berucap pelan saat ia menemukan makhluk melintas di depannya dan berenang menjauh.

Makhluk itu adalah lelaki setengah duyung, atau biasa disebut Merman. Hanya dia yang terlihat berkeliaran di sekitar sini dan dialah satu-satunya yang bisa Alaia jadikan tempat untuk bertanya. Maka Alaia mengejar, tujuannya untuk meminta pertolongan.

"Hey!" Alaia memanggil.

Lelaki itu menoleh. Alaia menghampiri, membuatnya terdiam kaku di tempat dengan tatapan yang bercampur-campur sehingga sulit menjabarkan ekspresinya... mungkin seperti terkejut dan bingung menjadi satu.

"Maaf, apa aku ganggu kamu?" Alaia berucap sopan.

Dia masih diam saja, sambil mencuri tatap mengamati Alaia dari atas sampai bawah, kembali lagi ke atas lalu ke bawah. Ia mengulangnya berkali-kali yang membuatnya bertambah gugup serta takut.

Alaia jadi canggung. Ia tak enak hati, mungkin lelaki itu merasa terganggu atau bahkan ia berpikir Alaia akan mengusik ketenangannya.

Ah, Alaia merasa bersalah untuk itu.

Saat Alaia berinisiatif meminta maaf, tiba-tiba lelaki itu membungkuk yang artinya memberi hormat pada Alaia. Bukan hanya lelaki itu, tapi para duyung yang mendadak muncul pun melakukan hal yang sama.

Beberapa di antaranya menampilkan raut wajah yang berbeda-beda. Ada yang terharu, bahagia, sampai terlampau nervous. Jumlah mereka sedikit, mungkin sisanya masih bersembunyi.

"Lumy, mereka sopan banget sama tamu. Aku jadi malu," bisik Alaia pada lumba-lumba albino tersebut.

Salah satu Merman mendekat ke Alaia. Ia memiliki bentuk ekor unik berwarna biru bercampur silver. Lengannya kekar tapi tak terlalu besar. Wajahnya sangat tampan dengan hidung mancung dan iris kelabu.

Kalau dalam dunia manusia, pasti dia disebut cogan alias cowok ganteng dan menjadi incaran banyak perempuan.

Ia memberi seulas senyum ramah, kemudian membungkuk di hadapan Alaia seraya mengucapkan sesuatu dengan suara baritonnya. "Welcome home, Goddess."

Goddess?, batin Alaia.

Alaia menjadi kikuk dan saling melempar tatap dengan Lumy. Ia lalu bicara pada orang di hadapannya tersebut sambil membalas senyuman itu. "Namaku Alaia."

Lelaki tadi mengernyit. "Bukan, Anda bukan Alaia."

"Tapi aku Alaia—"

"Maaf, tanda ini menjadi identitas Anda. Anda adalah anak yang hilang sejak belasan tahun lalu." Lelaki itu berujar setelah ia melirik lambang bulan di lengan Alaia.

Alaia melihat tanda itu dan baru menyadari tato tersebut menyala ketika ia berada di kedalaman laut. Ia beralih mencari tato seperti itu di lengan Merman ini, namun tak ia temukan.

"Kedatangan Anda sangat kami nantikan," ungkapnya lagi.

Alaia mengamati sekitarnya sebelum kembali menatap lelaki tampan itu. Ia bertanya, "Kamu tau siapa aku?"

Dia mengangguk.

"Amatheia La Luna, seorang anak yang lahir dari hasil hubungan terlarang Ratu Mermaid dan Raja Siren. Lahir tepat saat bulan purnama."

⚪️⚪️ To Be Continued ⚪️⚪️

⬆️ kasih nama buat trio ini pren!! ⬆️

itu foto cewek yang kemarin. aku lagi suka bgt liat mukanya soalnya imut. aku mau nanya... menurut kalian dia cocok buat visual Alaia kah? 😅

btw... visual cewe ini aku cuma pake foto yang itu 👆🏿. foto yang lainnya nggak karena mukanya beda, dan sebenernya foto yang ini aku edit sedikit biar lebih cute 🙈

—————————————————
—————————————————
—————————————————

haiii, terima kasih banyak masih baca Alaia!!! share & ajak temen-temen kalian buat baca juga yaaa🙏🏿🤍

kalau mau post sesuatu tentang Alaia di sosmed, jangan lupa tag/mention akuuu! 💕

social media raden:
• wattpad — @radexn
• twitter — @radenchedid
• instagram — @radenchedid @alaiaesthetic (readers Alaia wajib follow nihh)

see you babies 🕊👼🏿

👁 👁
👅

Continue Reading

You'll Also Like

464 125 34
Zega dan timnya diperintahkan untuk menyelidiki sebuah kasus penting yang melibatkan seorang anggota gangster. Tidak hanya Zega, Febrian dan timnya j...
118K 13.8K 37
Johnny seorang bapak tunggal harus pusing mengurusi 8 anak dengan sifat yang berbeda-beda, mana setiap sifatnya bikin migran kepala. Sedangkan 8 anak...
516K 48.2K 24
Bertemu Dru merupakan takdir yang tidak pernah disangka-sangka oleh Rafa. Bermula dari hukuman Papa yang mengusir Rafa dari rumah, menjadi jalan awal...
13K 281 6
Nathan si fotografer tak sengaja bertemu dengan Ayana yang menghancurkan kacamatanya hingga pecah, apakah yang di lakukan Ayana ?