My Nerd Girlfriend (JUPITER S...

By Puspaw22

1.3M 140K 66.2K

[WARNING : BANYAK SCENE YANG MENYEBABKAN BUTTERFLY EFFECT DAN BUCIN AKUT!! GAK SUKA, SKIP AJA!!] "Seorang Upi... More

PROLOG
PART 1 || GABRIEL NOLAN HANDOKO
PART 2 || GEMINI KALISTA MAHARANI
PART 3 || KEMARAHAN DAN TANGISAN
PART 4 || PERMINTAAN MAAF
PART 5 || TENTANG JUPITER DAN PEMBELAAN GEMINI
PART 6 || RESMI
PART 7 || JUPITER, AVERON, DAN SAKGAR
PART 8 || PERLINDUNGAN NOLAN
PART 9 || CEMBURU
PART 10 || SELALU TERLUKA
PART 11 || MENGEJAR KATA MAAF
PART 12 || SUATU KEBETULAN
PART 13 || ROMANTISME SINGA
PART 14 || TERULANG
PART 15 || KESALAHAN NOLAN
PART 16 || KEBENARAN
PART 17 || KEMARAHAN DAN PENGAKUAN
PART 18 || POSSESSIVE NOLAN
PART 19 || PROTECT YOU
PART 20 || UPIK ABU BECOME CINDERELLA
PART 21 || PERKELAHIAN DAN KEHADIRAN NOVANKA
PART 22 || KELUARGA YANG KACAU
PART 23 || RAHASIA KECIL AIRLANGGA
PART 24 || PENGAKUAN
PART 25 || PEMAKSAAN KEHENDAK
PART 26 || NOLAN DAN GILANG
PART 27 || SINGA SI BUCIN
PART 28 || MENGGEMASKAN
PART 29 || MEMALUKAN
PART 30 || TAMPARAN KENYATAAN
PART 31 || SEMUA BERUBAH
PART 32 || NOLAN DAN ALIANKA
PART 33 || TERTEKAN
PART 34 || SEMUA BERAKHIR
PART 36 || HIDUP BARU
PART 37 || SISI KEJAM NOLAN
PART 38 || TURNAMEN DAN DIA
PART 39 || PEMBALASAN
PART 40 || MASA LALU AIRLANGGA
PART 41 || MODUS
PART 42 || SULIT BERSAMA
PART 43 || LEO DAN ALIANKA
PART 44 || PENCULIKAN
PART 45 || KEHILANGAN
PART 46 || THE SADNESS
PART 47 || HANYA NOLAN
PART 48 || BELUM BERAKHIR
PART 49 || THE ENDING
EPILOG

PART 35 || MENYERAH

22.9K 2.5K 2.1K
By Puspaw22

Hai!

Siap baca? Ayo deh kalo siap hehe

Jangan lupa buat vote dulu yuk sebelum baca! 😊

Enjoy ❤️🖤❤️

***

"Terkadang, menyerah bukan berarti kalah. Mengikhlaskan, bukan berarti lemah. Dalam hidup akan selalu ada masa seseorang jatuh, dan kali ini aku sedang merasakannya."

- Gabriel Nolan Handoko. -

***

Novanka mengetatkan rahangnya kuat, baru ia tinggal satu hari ke luar kota, tapi Nolan sudah kembali bertingkah. Sabtu pagi, ia malah tidak mendapati Nolan di rumah. Pengawalnya sudah mengatakan bahwa lelaki itu pergi ke rumah gadis bernama Gemini lagi.

Semalaman, Novanka harus merenung untuk memutuskan langkah selanjutnya yang harus ia ambil. Jika ia masih menjadi Novanka yang dulu, mungkin tanpa pikir panjang akan langsung menghancurkan keluarganya. Membuat mereka sampai benar-benar terpuruk lalu memilih untuk menyerah.

Tetapi, setelah kesalahan yang dulu pernah terjadi pada satu putranya yang lain, membuat dirinya yang keras dulu menjadi lebih melunak sedikit. Jika ia tidak melunak, gadis itu tidak akan masih ada di sini. Dia pasti sudah pergi jauh dari kota ini untuk selamanya.

"Tuan muda baru saja sampai rumah, Bu," lapor Riko yang menjadi supir dimana Novanka tengah menuju ke acara sosial yang diadakan bersama istri Menteri Pendidikan.

"Tetap awasi dia, selanjutnya, lakukan seperti apa yang aku perintahkan," ujar Novanka.

"Baik, Bu."

Ini satu-satunya cara memisahkan putranya dengan gadis itu. Sekali lagi, hanya sekali lagi ia akan bersikap kejam seperti ini. Setelahnya, kehidupan kedua putranya pasti akan jauh lebih baik. Baik itu Airlangga maupun Nolan.

***

Bugh!

Pukulan itu membuat darah segar dari mulut lelaki itu keluar. Ia hanya tersenyum kecil, lalu kembali menyerang gerombolan di depannya. Beberapa pukulan melayang, namun jumlah mereka yang banyak membuat lelaki itu kesulitan melawan.

"Berengsek! Sok berani banget dia nantangin kita?!" bentak salah satu lelaki di gerombolan tadi.

"Bukannya dia salah satu Petinggi Jupiter?" sahut satunya lagi.

"Oh, anggota dari geng yang udah mati itu? Yang bahkan udah nggak punya kekuatan lagi kaya dulu? Geng banci!" ujarnya lalu menendang ke arah lelaki yang sudah berbaring di aspal.

"Kalian yang banci! Anjing! Lo semua bilang kami nggak punya kekuatan tapi kalian sendiri juga sama. Berlindung di balik Averon, belagak sok berkuasa. Padahal kalian semua cuma babu Averon!"

"Bajingan!"

Lelaki tadi dipaksa untuk berdiri dan dijaga oleh dua orang, lalu kemudian kembali dipukuli. Untuk kesekian kalinya, Nolan, lelaki yang sedang di keroyok itu mengeluarkan darah dari pelipisnya. Saat kesadarannya sudah menipis mereka semua melepaskannya.

"Dengar! Gue bakal aduin masalah ini ke Averon! Liat aja, Jupiter bakal habis kami bantai!"

Gerombolan itu pergi, meninggalkan Nolan yang mengerang di lantai aspal. Bodoh, ia sudah membuat keributan. Ia sudah mengadu domba Jupiter dengan Averon. Dimana otaknya sebenarnya?

Dua hari ini ia tidak pernah ke markas, ia malah keluyuran tidak jelas, mencari masalah sana dan sini. Lalu malam ini, dengan bodohnya, Nolan malah datang ke Sakgar dan membuat masalah. Jika ini sampai ke telinga Bang Catur, maka Jupiter juga pasti akan terkena imbasnya.

"Nolan, lo nggak apa-apa?" Ketua Phoenix yang juga ada di Sakgar menghampirinya yang masih tergeletak, "Gue bantu lo berdiri," ujarnya.

"Gue bisa ... sendiri!" tepis Nolan pada tangan lelaki yang ingin membantunya itu.

Ia berdiri dengan badan tidak terlalu tegak. Pelipisnya berdarah, mulutnya masih terdapat sisa darah juga. Sangat mengenaskan.

"Kenapa lo cari ribut sama mereka? Kalau sampai Jeff tau, dia bisa serang Jupiter!"

"Gue bosen."

"Bosen dengan mempertaruhkan Jupiter? Samudera bakal marah besar soal ini! Dia lagi ke sini sekarang."

"Shit!" gumam Nolan mengumpat.

Benar saja, tidak lama kemudian motor Samudera bersama kelima Petinggi Jupiter lain memasuki area Sakgar. Lelaki yang menjabat sebagai Kapten Jupiter itu turun dari motornya dengan langkah penuh emosi. Ia melemparkan helm yang tadi dipakainya ke arah Nolan kesal.

"BAJINGAN SIALAN! APA YANG LO LAKUIN HAH?!" bentak Samudera, membuat anak-anak lain di Sakgar memperhatikan mereka.

"Gak punya otak yah lo, Lan?! Ngapain lo cari masalah di Sakgar hah?! Sengaja biar Jupiter kena masalah sama Bang Catur?!" sentak Bagus yang juga kesal.

"Gue nggak sengaja," jawab Nolan pelan.

"Nggak sengaja?! Lo nantangin anggota Averon, sialan! Kalau sampai mereka samperin kita di sekolah dan buat keributan, lo mau tanggung jawab hah?! Status gue di sekolah yang bakal jadi taruhannya, bajingan!" bentak Samudera.

"Ada apa sama lo, Lan?! Udah dari seminggu yang lalu, lo jadi aneh begini!" tanya Anggara.

Tidak ada jawaban apapun dari Nolan. Ia hanya terdiam.

"Kita harus ketemu Jeff sekarang!" ujar Gilang.

"Sial! Lo mau kita tempur sama Averon, Lang?!" ujar Junior.

"Bukan tempur! Kita bisa ajak mereka berdamai. Seenggaknya kita bicarain ini baik-baik sama Jeff. Jangan bawa anggota Jupiter yang lain, cukup kita. Kalau kaya gitu mereka nggak akan anggap kita mau ngajak bentrok," jelas Gilang.

Samudera menghela nafasnya kasar, "Oke, kita temui Averon!"

Samudera kembali naik ke atas motornya, diikuti Petinggi Jupiter lainnya dengan motor masing-masing. Sementara Nolan, ia masih terdiam belum bergerak sama sekali. Ia memejamkan matanya saat menyadari satu hal. Bahwa ia telah memulai peperangan yang telah lama Jupiter hindari.

***

Markas Averon terlihat sangat ramai, Samudera yang berada di barisan terdepan melihat Jeff tengah duduk di salah satu kursi dari tumpukan keranjang kayu menatapnya. Lelaki itu tersenyum datar, penuh kelicikan di dalamnya.

Kemudian, matanya beralih menatap Nolan yang masih dengan luka di wajah. Lelaki itu memandang Nolan cukup lama, sampai akhirnya kemudian tertawa cukup keras seperti orang gila. Nolan dan yang lainnya mengerutkan kening melihat itu. Jeff sepertinya memang benar-benar orang gila.

"Oh, ini lucu! Apa kabar Jupiter? Gue nggak nyangka kalian mau datang ke tempat kami," ujar Jeff.

"Gue ke sini bukan mau cari ribut, gue mau damai atas kejadian tadi di Sakgar sama anak buah lo dan Nolan," ujar Samudera.

"Samudera, Kenapa lo harus merendah ke Averon cuma karena satu orang bodoh yang bucin kaya dia?"

"Jeff!" geram Nolan.

"Apa? Gue benar kan?" tanya Jeff meremehkan, mendekati Nolan. "Lo nggak jauh beda sama Abang lo itu. Kalian sama-sama bucin yang egois dan juga bodoh!"

"Apa maksud lo?!" sentak Nolan.

"Biasa aja, anjing!" Bentak anggota Averon lain saat melihat Nolan emosi.

"Jeff, kami ke sini bukan mau cari ribut," peringat Samudera.

"I know, Sam! Gue tau, kalian harus kena imbas dari kelakuan bajingan yang lagi patah hati ini kan? Nggak jauh beda sama dulu! Banyak orang yang akan kena imbas dari perbuatan seorang Handoko," ujar Jeff.

"Apa yang sebenarnya lo omongin hah?!" kesal Nolan.

"Nolan, emosi lo dijaga!" desis Bagus.

"Apa Gilang belum cerita ke lo? Dia belum kasih tau apa yang pernah gue ceritain ke dia tentang keluarga lo?" Jeff melirik ke arah Gilang yang membuang muka.

"Keluarga gue? Apa hubungannya sama lo?" tanya Nolan.

Jeff mendengus, ia berbalik kembali ke arah teman-temannya. Tidak punya niat sama sekali menjawab pertanyaan dari Nolan sama sekali.

"Pergilah! Gue nggak akan buat masalah ini berkelanjutan. Target gue bukan Jupiter, tapi salah satu diantara kalian," ujar Jeff penuh teka-teki.

"Siapa?" tanya Junior.

"Semua yang punya nama belakang Handoko. Mereka adalah musuh gue," jawab Jeff tersenyum sinis. "Rasanya gue pengen banget bunuh dia sekarang juga di sini."

"Apa masalah lo sama gue?!" tanya Nolan.

"Tanya ke Abang berengsek lo itu! Apa yang udah dia lakuin ke Kakak perempuan dan juga keluarga gue! Sampai kapanpun, gue nggak akan pernah lupa sama semua itu!"

"Bang Langga?" gumam Nolan.

"Kalian pergi aja sekarang! Sebelum gue berubah pikiran."

"Kita pergi," perintah Samudera.

"Gue harus dapet penjelasan lebih dulu!" tolak Nolan.

"Lo bisa dapet penjelasan lewat Abang lo! Jangan keras kepala!" desis Samudera, "Jeff mengincar lo, Lan. Gue nggak mau dia terpancing emosinya dan menyerang kita di sini. Inget, ini markas Averon. Anak buah Jeff, bisa menghabisi lo saat ini juga."

Nolan terdiam, menurut apa kata Samudera untuk pergi dari sana. Masalah apa lagi sekarang? Memangnya apa yang terjadi pada Airlangga? Kakak perempuan Jeff pernah berhubungan dengan Airlangga? Apa Kakaknya pernah mengalami seperti yang dia alami saat ini?

***

Pagi hari ini, Nolan bangun dengan badan penuh nyeri. Wajahnya yang tidak sempat dikompres semalam membuatnya jadi biru dan membengkak di beberapa tempat. Ia melihat dirinya sendiri di kaca, benar-benar terlihat sangat mengenaskan. Matanya yang memiliki lingkaran membiru. Pelipis dengan plester yang menempel. Pipi kanan yang sedikit membiru serta bibir pecah.

Ia memang benar-benar terlihat seperti mayat hidup. Belum lagi wajah pucatnya masih terlihat jelas sejak beberapa hari lalu setelah pulang dari tempat gadis itu. Tidak lagi! Mengingatnya membuat dada Nolan terasa sesak. Kotak yang dua hari lalu diberikan oleh Gemini, belum Nolan buka sama sekali. Ia meletakan Kotak itu di bawah tempat tidur. Berharap suatu saat nanti, jika memang ada keberuntungan, ia dan Gemini bisa bersama lagi. Maka barang-barang itu akan kembali ke pemilik sebelumnya.

Nolan keluar dari kamarnya hendak menuju pintu keluar rumah ingin berangkat sekolah. Tinggal beberapa langkah lagi ia sampai ke pintu, Beberapa pengawal yang tadi menjaga di samping pintu langsung menutup jalannya. Ia melihat ke arah pengawal-pengawal itu dengan tatapan jengah.

"Apa lagi sekarang? Apa gue nggak boleh berangkat sekolah?!" ujar Nolan malas.

"Mulai hari ini anda akan bersekolah di rumah sesuai perintah Ibu Novanka, tuan muda. Saat ini Ibu Novanka sedang ada acara sosial di rumah sakit kanker bersama menteri pemberdayaan wanita. Kami disuruh untuk mengawasi anda agar tidak keluar rumah." ujar salah satu pengawal yang ada di depan Nolan persis.

"Apa?" tanya Nolan dengan dengusan tidak percaya.

"Guru privat anda akan datang sebentar lagi, mohon anda menunggu di kam—"

Tidak ingin mendengar kelanjutan perkataan itu, Nolan melangkah berusaha menerobos mereka. Namun yang terjadi, justru ia tertahan dengan kedua tangan dijegal oleh pengawal-pengawal suruhan Ibu kandungnya itu.

"BERENGSEK! LEPASIN GUE SIALAN!"

Nolan berusaha menyerang walau tubuhnya serasa ingin remuk. Lebam dii beberapa bagian tubuhnya, membuat gerakannya terbatas. Tetapi itu tidak menyurutkan niat Nolan untuk terus melawan. Ia berusaha melepaskan diri dan kemudian memberikan beberapa pukulan pada para pengawal itu.

Ketika tangannya kembali berhasil dijegal, Nolan tidak bisa lagi melawan. Nafasnya memburu karena terlalu emosi. "DIMANA MAJIKAN LO, BAJINGAN?! GUE MAU BICARA! DIMANA DIA?!" teriaknya.

"Maafkan kami, tuan muda. Terpaksa kami harus mengurung anda di kamar," ujar pengawal itu lalu mendorong tubuh Nolan kembali menaiki tangga menuju kamar.

Pintu berdebam keras, Nolan berdiri di kamarnya dengan nafas memburu karena amarah. Ia melempar tas sekolah yang tadi ada di gendongannya ke lantai dengan kasar. Kedua tangannya terkepal. Setelah pergerakannya dibatasi, sekarang ia benar-benar dikurung dalam rumahnya sendiri. Dikurung dalam artian yang sebenarnya.

"Sialan!" umpat Nolan kesal.

Tidak ada yang bisa ia lakukan. Nolan harus kembali kalah kali ini. Hidupnya benar-benar sangat kacau. Satu hal yang sangat ia harapkan di dunia ini sudah diambil paksa darinya. Satu-satunya yang membuat Nolan mampu untuk berjuang hanya demi melihat senyum yang membuatnya mati kutu. Senyum cerah yang juga mampu membuat hatinya terasa berbunga-bunga.

Kemudian, ia kembali terpikirkan perkataan Jeff semalam. Ia jadi bertanya-tanya lagi, ada apa sebenarnya antara Abangnya dengan lelaki itu. Tidak, bukan lelaki itu, melainkan Kakak perempuan Jeff. Sejak awal, Nolan tahu ada yang tidak beres dengan Jeff. Dia selalu menatapnya dengan tatapan bengis dan benci. Ia bahkan lebih tidak percaya lagi jika ternyata Gilang tahu segalanya tetapi memilih untuk diam.

Sahabat macam apa itu? Apakah mereka bukan lagi sahabat setelah berebut Gemini sebelumnya?

Dua jam lebih, yang dilakukan Nolan hanya duduk di lantai sambil bersandar pada ujung ranjang. Kepalanya menengadah memikirkan semua masalah yang terjadi akhir-akhir ini. Airlangga yang sejak semalam tidak bisa ia hubungi, lalu Alianka yang selalu mengganggunya dengan berbagai macam pesan dan telepon, serta Gemini yang bahkan sampai detik ini masih memblokir nomornya. Sebab itu juga sejak tadi pagi, ia tidak memegang ponsel. Kesal jika harus melihat isi pesan yang tidak berguna.

Baru saja dibicarakan, ponselnya kemudian berbunyi. Nolan melirik ke arah tas yang di dalamnya terdapat ponselnya. Dengan malas, ia membuka tas itu lalu mengambil ponsel untuk menjawab panggilan itu.

"Halo?" ujar Nolan.

"Lo dimana?"

"Gue nggak masuk, Sam. Dikurung sama Nyokap. Gue juga nggak tau apa yang ada di kepalanya sekarang sampai harus kur—"

"Lan ... kenapa lo nggak ada di sini disaat keadaan begini?"

Nolan mengerutkan kening, membenarkan posisi kepalanya tegak. "Kenapa? Averon serang sekolah kita?"

"Gemini ada di ruang kepala sekolah, dia dipanggil bahkan Ibunya juga datang ke sekolah."

"Maksudnya?"

"Apa yang lo lakuin sama dia waktu di villa, bajingan?! Itu lo kan?! Lo yang ada di video itu?"

Jantung Nolan serasa berhenti. Tangannya yang memegang ponsel seketika gemetar, antara emosi, takut, dan terlalu terkejut. Sekarang, ia tahu alasan dirinya di kurung di dalam rumah. Ia mengerti, kenapa Ibunya, Novanka tidak membiarkan ia pergi ke sekolah. Itu semua, agar ia tidak berbicara pada pihak sekolah kalau lelaki itu adalah dirinya.

"Nolan?! Lo dengar gue nggak?!"

"Gue ke sana sekarang!"

Nola berdiri dengan cepat, ia berusaha membuka pintu kamarnya, namun tidak bisa. Terkunci dari luar. Menggunakan lengan kekarnya, Nolan menggedor pintu itu dengan keras sampai beberapa kali.  Rasanya ia seperti ingin merobohkan pintu itu secepatnya.

"Buka pintunya!" Nolan kembali menggedor pintu itu, tidak peduli jika tangannya akan patah karena terlalu keras memukulnya.

"BUKA! GUE BILANG BUKA PINTUNYA BAJINGAN!" Bentak Nolan lagi.

Tidak ada respon sama sekali. Hal itu semakin membuat Nolan menjadi menggila. Ia menggunakan kedua tangannya untuk menggedor pintu. Berusaha merobohkannya dengan membandingkan tubuhnya sendiri, tanpa memedulikan lebam di sekujur tubuh akibat luka keroyokan anak buah Averon.

"BUKA PINTUNYA! LO SEMUA TULI HAH?! GUE BILANG BUKA!!"

Teriakan Nolan terdengar sangat keras. Ia menendang pintu itu beberapa kali. Meluapkan semua amarahnya yang tidak bisa padam bahkan jika merusak kembali kamarnya.

Lagi dan lagi.

Ia melemparkan barang ke arah pintu itu, menendangnya, bahkan memukulkan tangannya yang sudah terluka, namun pintu itu tetap tidak terbuka. Nolan merasakan matanya basah, ia menjambak rambutnya sendiri karena tidak tahu harus berbuat apa.

"Nggak! Nggak! Gue harus keluar dari sini! Gue harus bisa keluar!" racau Nolan.

Ia berjalan menuju balkon kamarnya. Nolan melihat ke arah bawah, tinggi. Jika ia memutuskan untuk terjun ke bawah, kemungkinan ia akan patah tulang atau bahkan sekarat. Bukankah itu hal yang bagus?

Nolan kembali mengambil ponselnya di kasur, ia menekan nomor Samudera lagi. Tidak butuh waktu lama, lelaki itu mengangkatnya.

"Bantu gue, Sam!" ujar Nolan langsung, suaranya terdengar bergetar.

"Bantu apa? Lo kenapa?"

"Bantu gue ... bantu gue keluar dari neraka ini! Tolong gue! Gue harus ketemu Gemini. Gue harus— semua salah gue. Semua salah gue, Sam. Dia nggak salah apapun."

Satu tangan Nolan memegang dahinya, menutupi matanya yang mengeluarkan air mata dari keduanya. Ini kesalahannya. Seharusnya ia tidak pergi menemui Gemini. Seharusnya ia bisa menahan diri. Semua adalah kesalahannya. Hidup gadis itu ... benar-benar akan hancur jika ia biarkan.

"Gue harus bantu apa? Kalau gue bawa anak-anak Jupiter sekarang, itu nggak mungkin. Kami masih di lingkungan sekolah, dan kalaupun bisa, pergi ke rumah lo memakan waktu banyak."

"Semua udah terlambat, Lan. Apapun yang lo lakuin, nggak akan merubah apa-apa lagi."

Nolan menjatuhkan tangannya lemas, nyawanya serasa dicabut dalam dirinya. Tatapannya kosong, tidak tahu harus melakukan apa lagi. Tubuhnya merosot ke lantai, punggungnya berbenturan dengan ujung ranjang.

Ia menekuk kedua lututnya, meletakan kedua tangan lurus di atas lutut lalu menundukkan kepala di sela-selanya. Air matanya kembali menetes, suara isakannya bahkan terdengar jelas. Disaat gadis itu membutuhkannya, tapi bahkan ia malah terduduk di lantai kamarnya seperti seseorang yang bodoh.

Beberapa detik kemudian, pintu kamarnya terbuka kasar. Kepala Nolan terangkat melihat siapa yang membuka pintu itu. Perasaannya sedikit lega melibat lelaki di ambang pintu.

"Hai, adik!" ujar Airlangga dengan tatapan miris melihat kondisi adiknya sendiri.

"Bang—" respon Nolan pertama kali.

"Ayo bangun! Bukan waktunya lo menangisi semua sekarang! Lo nggak punya waktu banyak, bukannya ada seseorang yang harus lo lindungi sekarang?"

Nolan tidak bisa berkata-kata, ia berdiri berusaha menghapus air mata yang malah semakin mengalir banyak ketika mendekati Airlangga.

"Ini kunci mobil gue, udah siap di pelataran depan. Lo harus bisa kuat, apapun yang terjadi nanti. Gue minta ... lo bisa lebih kuat dari sebelumnya. Lo adik gue, dan gue tau kalau lo jauh lebih hebat dari Abang lo ini," ujar Airlangga dengan mata basah namun masih berusaha tersenyum.

"Makasih, bang."

Tidak menunggu lagi, Nolan langsung melesat keluar. Ia melihat pengawal Airlangga tengah menahan pengawal Ibunya. Nolan tidak ingin memedulikan itu sekarang, ia bergegas menuju mobil lali melesat pergi menuju sekolah.

Beberapa menit kemudian, dengan kecepatan mobil yang sangat cepat, Nolan sampai di sekolah. Ia tidak memedulikan satpam yang kebingungan melihatnya masuk ke dalam meninggalkan mobil sport merah Airlangga menghalangi gerbang sekolah.

Langkahnya lebar menuju ke arah ruang kepala sekolah, tidak ia hiraukan anak-anak lain melihatnya dengan tatapan aneh. Bahkan ia melihat Samudera dan teman-temannya yang sedang pelajaran olahraga terbelalak terkejut saat melihat ia sedang melangkah di lorong sekolah.

Nolan tidak menghiraukan panggilan mereka, ia hanya tertuju pada ruang kepala sekolah. Sayangnya, langkahnya kemudian terhenti saat melihat satu pengkhianat berdiri tidak jauh dari ruang kepala sekolah. Nolan bisa melihat gadis itu tengah menangis, bersama dengan— Gilang yang juga ada di sana.

"Bajingan! Buat apa lo ke sini sekarang?!" Gilang yang melihatnya langsung menyerang dengan mencengkeram kerah seragam sekolah di tubuhnya.

"Dimana Gemini?" tanya Nolan datar.

"Mati aja lo, sialan!" bentak Gilang mendorong tubuh Nolan melepaskan cengkeramannya.

"Gue harus jelasin ke mereka kalau video itu nggak benar. Gemini sama Ibunya masih ada di dalam—"

"Gemini udah pergi," cicit Shella dengan suara isakan masih keluar, "Dia ... dia dikeluarin dari sekolah, Kak."

Mata Nolan kembali memerah, ia berusaha menahan emosinya. Tidak mungkin, Gemini tidak mungkin dikeluarkan dari sekolah. Itu semua tidak mungkin.

"Jangan bercanda," desis Nolan.

"Maafin Shella, Kak. Maaf ..." Shella kembali tergugu menunduk semakin dalam.

"Nggak mungkin!" gumam Nolan, "Apa lo puas, Shel?! Lo puas buat Gemini kaya gini?!" kata Nolan.

"APA LO PUAS SIALAN?! SAHABAT MACAM APA LO HAH? GEMINI PERCAYA SAMA LO TAPI INI YANG LO PERBUAT KE DIA?!" bentak Nolan.

"Jangan salahin Shella. Semua ini, berawal dari lo sendiri!" sentak Gilang.

"Gue? Jadi semua salah gue? Taruhan itu terjadi karena lo! Gue dekat sama Gemini bahkan sampai jatuh cinta sama dia, itu semua karena lo! Gemini harus ketemu gue dan mendapat penderitaan ini, semua karena lo! Dimana letak kesalahan gue?! Dimana?!" sahut Nolan.

"Cuma satu yang jadi kesalahan gue, Lang. Cuma satu ... gue cinta sama Gemini, tulus. Nggak pernah sama sekali, gue bohong soal itu. Apa itu kesalahan yang lo maksud?" ujarnya lagi.

Nolan kembali menatap Shella, kebenciannya menggunung ketika melihat gadis sok polos ini. "Selamat, Shella. Lo udah berhasil buat Gemini keluar dari sekolah ini. Selamat, lo udah kehilangan sahabat yang benar-benar tulus sayang sama lo, tapi akhirnya cuma pengkhianatan yang dia dapat."

Nolan hendak pergi dari sana ketika kemudian, Shella kembali berkata, "Aku terpaksa! Aku ngelakuin semua ini karena Mama Kak Nolan mengancam aku. Dia bakal buat Papaku gagal di dunia politik, menghancurkan bisnis orang tuaku. Semua— karena Mama Kak Nolan! Semua karena dia," ujar Shella terisak.

Kaki Nolan melangkah dengan sangat berat. Pipinya basah, ia menangis dalam diam. Wajahnya terlihat datar, namun air mata yang keluar menandakan semuanya yang ia rasakan. Nolan kembali ke mobil dengan hati yang sudah tidak lagi terbentuk. Gadis itu pasti sedang terpukul sekarang. Dia pasti sedang menangis sekarang.

Dengan tangan gemetar, Nolan mengarahkan setir mobil menuju ke rumah Gemini. Ia menekan pedal gas dalam. Memacu mobil itu dengan kecepatan sangat tinggi. Ia harus menemui gadis itu, bersujud di kaki Ibunya untuk meminta maaf.

Butuh waktu lima belas menit untuk sampai ke rumah sederhana milik Gemini. Rumah itu terlihat tertutup, seperti tidak ada orang. Namun Nolan tahu, di dalam sana ada Gemini dan Ibunya. Sepeda milik Gemini yang biasa dipakai untuk sekolah ada di depan.

Tok. Tok. Tok.

Nolan mengetuk pintu dengan mata kabur akan air matanya sendiri. "Gem? Ini aku, Nolan."

Tidak ada jawaban, sekali lagi Nolan mengetuk lebih keras. Bahkan sampai beberapa kali lagi Nolan terus mengetuk pintu di depannya. Bibirnya bergetar menahan air matanya sendiri yang akan turun.

"Gem, aku mau bicara sebentar. Please ... aku mau minta maaf sama Ibu," kata Nolan, "Gem, aku mohon buka pintunya sebentar. Aku bakal bicara sama pihak sekolah. Mereka nggak bisa ngeluarin kamu gitu aja."

Ketukan kembali dilakukan oleh Nolan, kali ini dengan lemah. Rasanya seperti kehilangan segala hal dalam hidupnya sendiri. Kehilangan jiwa dalam raganya.

"Gem, maafin aku. Aku mohon maafin aku ...," Air mata menetes ketika ia menempelkan dahinya di pintu yang tertutup.

Nolan menyandarkan punggungnya di pintu. Tubuhnya merosot menduduki lantai dingin. Kepalanya menengadah, ia tidak mengerti, rasanya seperti ia kehilangan semua alasan untuk terus ada di dunia ini.

Ia sudah membuat banyak orang menderita. Membuat hidup orang banyak hancur. Mungkin Gilang benar, semua memang berawal darinya. Dia mungkin yang membuat taruhan, tetapi ia yang memutuskan segalanya setelah itu. Ini semua memang salahnya.

***

Nolan kembali ke rumah saat matahari sudah terbenam. Ia berjalan dengan langkah tidak niat sama sekali. Tatapan matanya kosong, tidak tahu harus bagaimana lagi. Hidupnya benar-benar sudah berakhir. Ia kehilangan segala hal yang berusaha ia perjuangkan.

Pertama kali saat memasuki ruang tengah, ia melihat Novanka dan Airlangga yang terlihat sedang berdebat. Nolan berhenti agak jauh, ia menatap mereka berdua tanpa minat. Hanya diam bak patung yang tidak bernyawa. Terlalu muak dengan semua pertengkaran selama ini.

"Papa telepon Mama dan dia marah-marah menanyakan keberadaan kamu yang menghilang begitu saja Airlangga!"

"Apa menurut Mama, aku bakal diem aja disaat Mama mengurung adikku sendiri di rumah ini?! Mengancamnya! Membuat dia menjadi tertekan! Apa Mama nggak belajar dari masa lalu?!"

"Mama belajar maka dari itu Mama melakukan semua ini!" bentak Novanka.

"Nggak! Mama belum bisa belajar dari masa lalu! Mama nggak inget gimana Airlangga dulu?! Nolan, dia berbeda dengan Airlangga, Ma. Dia ... dia udah cukup hidup dalam tekanan. Berhenti mengganggunya lagi. Airlangga mohon!"

"Pertunjukan yang sangat mengharukan," ujar Nolan datar tanpa ekspresi dan terlihat seperti tidak mempunyai semangat sama sekali.

"Nolan," ujar Airlangga dan Novanka hampir bersamaan.

Nolan melangkah mendekat, matanya tidak lepas dari Ibu kandungnya sendiri. Ia menatap wanita paruh baya itu dengan matanya yang terasa hampa dan kosong. Matanya yang sebelumnya terluka karena bekas pukulan pasti terlibat sangat mengenaskan. Ditambah dengan air mata di pelupuk matanya.

"Mama puas? Apa Mama puas sekarang?" tanya Nolan masih benar-benar datar.

"Nolan ..." Novanka meneteskan air matanya melihat wajah putranya yang terasa tidak memiliki gairah untuk hidup. Benar-benar kosong dan hampa.

"Aku berusaha menuruti kemauan Mama. Aku menjauhinya, aku menghinanya, aku membuatnya menangis, aku juga bersikap baik pada Alianka. Tapi kenapa ... cuma karena satu kesalahan Nolan, kenapa dia yang harus menanggungnya? Kenapa?"

"Mama melakukan semua ini demi kamu, Nolan. Mama sayang sama kamu," ujar Novanka dengan pipi basah.

"Bukan kaya gini cara sayang seorang Ibu. Bukan dengan menyakiti putranya sendiri," kata Nolan, "Hidup dia hancur karena Nolan. Mimpinya hancur karena Nolan. Satu hal yang bisa menebus itu semua, kehancuran Nolan juga."

"Nolan!" Airlangga menatap adiknya dengan waspada.

"Ingat apa janji Nolan waktu itu, Ma?" tanya Nolan menatap Novanka datar.

"Nggak! Nggak, Nolan! Nggak boleh! Jangan!" Novanka histeris hendak mendekati Nolan ketika mengingat ucapan Nolan saat itu.

Wanita itu semakin panik ketika melihat tangan Nolan membuka laci dekat dinding tempat biasa menyimpan beberapa gunting dan berbagai hal lain. Nolan, mengambil satu gunting berukuran cukup besar berwarna hitam di gagangnya.

"Nolan, jangan lakuin itu!" kata Airlangga ikut panik, "Itu nggak akan merubah apapun. Taruh gunting itu lagi, Abang mohon," pinta Airlangga dengan hati-hati mendekati Nolan.

"Gue capek, Bang. Gue capek ...," ujar Nolan pasrah dan lemah.

"Nolan! Jangan, Nak. Mama mohon!" ujar Novanka.

"Gue tau, gue tau perasaan lo. Tapi ini semua nggak menyelesaikan masalah. Nolan, lo harus kuat, inget apa kata gue?" Airlangga tinggal sedikit lagi mencapai adiknya.

"Gue nggak sekuat apa yang lo bayangin. Gue nggak sekuat itu."

Tepat saat itu juga, Airlangga berusaha mengambil gunting di tangan Nolan. Mereka berebut sampai akhirnya, suara teriakan Novanka menggelegar. Beberapa pelayan dan pengawal yang berjaga di luar ruang tengah langsung berdatangan.

Darah mulai menetes membasahi lantai putih. Warna merah menyelimuti lantai itu. Gunting yang tadi berusaha direbut Airlangga terjatuh. Ia menangkap tubuh adiknya yang berlumur darah. Tatapan Airlangga blank, ingatan masa lalunya kembali masuk. Ini semua terjadi lagi. Benar-benar terulang.

"Nolan! Nolan! Cepat siapkan mobil! Cepat!" teriak Novanka mendekati Nolan berusaha menghentikan darah yang terus mengalir dari tubuh putra bungsunya. "Nolan! Nolan!" panggil Novanka.

Airlangga melihat Nolan yang mengerjapkan mata beberapa kali, sampai akhirnya benar-benar menutup matanya. Apa ia akan kehilangan orang yang ia sayangi lagi sekarang?

***

TBC

MIANHAE 🙏

KITA LIAT SELANJUTNYA, KALIAN MENDING PILIH NOLAN SELAMAT TAPI BERJODOH SAMA ALIANKA ATAU GAK SELAMAT AJA BIAR GAK SAMA SIAPA-SIAPA?

SPAM NEXT SAMPE 1K DAN VOTE 750 BUAT LANJUT!

SEMOGA SUKA!

NOLAN

GEMINI

AIRLANGGA

NOVANKA

JANGAN LUPA FOLLOW AKUN WATTPADKU DULU YAA 😉

MORE INFORMATION,
INSTAGRAM :

PUSPAW22

WATTPADPUS

SEE YA!

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

6.1M 335K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
2.6M 143K 63
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
2.7M 136K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
339K 15.5K 29
Valerie Grazella Margaretta adalah gadis yang bebas melakukan apapun semau dia. Pakai rok mini? Boleh. Mabuk? boleh. Punya banyak pacar? Kenapa tidak...