Only Emerald

By queen_chigga

70.9K 2.2K 197

"Dasar Lelaki udik tampan sialan! Dia pikir dia siapa berani mengacuhkan ku seperti itu. Lihat saja nanti. Ak... More

Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 29

Part 28

691 44 19
By queen_chigga

Setelah tiba di lingkungan apartemen Emma, Daffa melajukan mobilnya menuju lobby apartemen Emma.

"Masuklah." Ucap Daffa sesampainya di depan lobby Emma. Emma tak menjawab, menatap Daffa lekat, bimbang dengan apa yang harus ia perbuat sekarang. Gadis batinnya berat melepas lelaki tampan disampingnya. Namun akal sehatnya tau kalau perasaan ini salah, dan ia harus segera turun dari mobil itu.

Karena tak mendapat respon apa-apa dari Emma, dan security di pintu lobby sudah menunggu seseorang turun dari mobil untuk dibukakan pintu, Daffa kembali memanggil.

"Emerald? Ada apa?" Tanya Daffa ragu. Emma kembali tak menjawab. Ia malah menatap kebawah, sibuk berfikir.

Sebenarnya Daffa ragu untuk kembali bertanya, tapi Emma tetap diam di tempatnya. Membuatnya serba salah harus bagaimana. Ia tidak tahu apakah akan mendapat respon positif dari Emma. Kemudian Akhirnya ia memberanikan dirinya, menerima apapun jawaban dari Emma nantinya.

"Bolehkah aku menemanimu sebentar lagi?" Tanya Daffa yang sukses membuat Emma menoleh ke arahnya.
"Tidak apa jika kamu menolak. Aku tak ada maksud apa-apa." Sanggahnya cepat agar Emma tak menyalah pahami maksudnya.

Emma bimbang, menatap kedua mata elang itu bergantian. Kemudian menoleh ke arah lobby, security sedang melihat mereka dari dalam lobby. Dan itu membuatnya tidak nyaman. Menghembuskan nafas pelan,

"Aku tidak nyaman disini, parkirlah dulu." Ucap Emma yang mendapat anggukan cepat dari Daffa.

Setelah tiba di tempat parkir di samping gedung apartemen dan memarkir mobil dengan baik, Daffa menoleh pada Emma. Sementara yang ditatap hanya terdiam.

Selama beberapa saat, mereka berdua hanya berdiam diri di tempatnya. Tanpa suara. Daffa sengaja tak bertanya lagi untuk membuat Emma nyaman. Ia menunggu Emma untuk berbicara lebih dulu.

"Kak..." Emma akhirnya membuka suara.

Daffa menoleh dengan senyum hangat. Emma memanggilnya 'kakak', suatu kemajuan yang membuatnya amat bahagia saat ini.

"Iya, Em.." jawab Daffa dengan suara lembut.

"Apa sebaiknya aku menghubungi Danny? Sepertinya dia menungguku di rumah." Tanya Emma tanpa menoleh. Sebenarnya ia tidak sungguh-sungguh menanyakan itu. Hanya saja kejadian di restaurant tadi membuat pikirannya kalut saat ini. Bagaimana tidak, sempat tadi terlintas di benak Emma untuk menghamburkan diri kepelukan Daffa saat lelaki itu mengatakan bahwa ia merindukan Emma.

Senyum Daffa perlahan memudar. Mendengarnya apa yang Emma katakan bagaikan pukulan keras untuknya. Sakit.

Detik lalu ia merasa bahwa ia telah selangkah lebih dekat dengan Emma. Namun nyatanya Kini Daffa merasa Emma menetapkan dua langkah menjauh darinya.
Daffa terdiam. Membuang muka ke depan, lalu memejamkan matanya. Ia butuh waktu sedikit untuk menstabilkan perasaannya saat ini. Rasa sedih karena Emma memikirkan lelaki lain saat bersamanya. Menggenggam erat kemudi hingga urat tangannya terlihat jelas dibawah kulitnya. Menghela nafas panjang, "Aku tidak tahu." Suaranya berat.

Emma melirik tangan Daffa dikemudi. Lalu melirik pada Daffa yang tengah menatap ke depan dengan ekspresi keras.

"Kak..." panggilnya lagi.

Daffa bergetar ditempatnya. Tak mampu menahan diri dari emosi yang bergolak dijiwanya saat ini. Marah, sedih, gundah. Ia sadar tak seharusnya seperti ini. Emma tengah bersedih. Sudah sepatutnya saat ini untuk menemaninya. Untuk membuatnya nyaman. Itu lebih penting daripada perasaannya.

"Iya?" Daffa akhirnya menoleh kembali pada Emma di sampingnya. Memaksakan seulas senyum dengan mata berkaca. Emma menatap Daffa dalam-dalam. Seolah menyelami matanya yang bersinar oleh pantulan cahaya lampu parkiran yang redup.

"Kenapa kakak kembali ke hidupku?" Tanyanya lemah. Daffa diam tak menjawab, ditatapnya kedua mata sayu Emma bergantian.

"Aku tidak pernah pergi, Em. Kamu tahu itu." Jawab Daffa sendu.

Dengan segala gejolak yang ia tahan dalam dadanya sedari tadi, Emma menarik lengan Daffa mendekat lalu merangkul leher lelaki itu dengan sebelah tangannya, memajukan badannya dan menubrukkan bibirnya ke bibir Daffa. Daffa tersentak kaget saat Emma menghisap bibirnya atas dan bawah bergantian. Menjilat seluruh permukaan bibirnya. Dengan mata membelalak, Daffa merasakan nafas cepat Emma di pipinya. Diliriknya kebawah, Emma tengah memejamkan matanya. Daffa berpikir tentang apa yang ada dipikiran Emma saat ini. Menciumnya secara tiba-tiba seperti ini. Seperti dulu. Memikirkan hal dulu membuat Daffa tersenyum dalam pagutan Emma.
Kemudian dengan ia cepat membuka mulutnya, menghisap bibir Emma dengan liar.

Daffa terus menekan bibirnya pada bibir Emma. Saat satu tangannya menahan tengkuk Emma, tangan yang lain merangkul pinggang Emma dan menariknya mendekat. Ciuman itu kemudian semakin panas dan menggebu-gebu.

Namun pada akhirnya Daffa yang menjauhkan bibirnya secara perlahan. Membuat jarak tipis di antara wajah mereka yang sebenarnya tidak Emma inginkan. Ia masih merindukan bibir Daffa, namun belum mampu menatap mata indahnya. Ini salah. Ia tahu. Ia akui itu.

Tapi Emma sadar bahwa Daffa adalah kelemahannya. Segala tentang Daffa selalu membuatnya rapuh. Dari dulu, hingga kini.

Keduanya kini saling menatap dengan gugup. Menghirup udara dalam-dalam untuk masuk ke paru-paru mereka yang kekurangan oksigen.

Meski canggung, Daffa berusaha menampilkan senyum terbaiknya. Bukan pura-pura, karena hal barusan merupakan salah satu moment terbaik dalam hidupnya belakangan ini. Hanya saja, ia tidak tahu harus berkata apa.

'Terima kasih'? Untuk apa?

'Maaf'? Tapi kan Emma yang menciumnya lebih dulu.

Akhirnya Daffa hanya mendekap Emma dan mengusap-usap kepalanya karena tidak menemukan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan situasi saat ini.

"Don't judge me." Kata Emma di pelukan Daffa.

"I won't." Jawab Daffa.

"Jangan pikir apa-apa juga." Lanjut Emma lagi.
Daffa melepas pelukannya. Menarik diri, dan Memegang kedua bahu Emma agar dapat melihat wajah cantik itu.

"Tapi aku bingung." Tutur Daffa berterus terang.

"Jangan." Emma mengerutkan kening sambil mengerucutkan bibir. Bibir Daffa berkedut menahan tawa melihat ekspresi lucu Emma.

"Baiklah. Aku tidak bingung." Ucapnya sambil tersenyum lembut. Lalu kembali menarik Emma kedalam pelukannya.

"Maukah kamu menemaniku malam ini, Em?"

Emma tertegun ditempatnya. Pikirannya harusnya segera menolak, namun hati dan raganya berkata sebaliknya. Dengan satu anggukan, senyum terpancar diwajah cantiknya. Yang kemudian disambut oleh senyuman pria tampan dihadapannya.

"Ayo." Ajak Emma untuk turun dari mobil. Namun Daffa menyanggahnya.

"Emerald?" Emma kemudian menoleh. "Hmm?"

"Aku ingin mengajakmu ke tempatku." Kata Daffa padanya. Emma mengerutkan kening lalu memiringkan kepalanya.

"Kenapa?"

"Aku hanya tidak ingin ada yang mengganggu." Mendengar kata 'mengganggu', Emma langsung mengerti. Benar juga. Bisa saja Danny menyusulnya kemari.

"Danny!" Emma membelalak ketika mengingatnya. Sungguh jahat sekali dirinya. Danny mungkin sedang menunggunya saat ini. Disaat ia malah bersama mantan pacarnya.

Daffa membaca keraguan diraut wajah Emma. Tanpa menunggu persetujuannya, ia kembali menyalakan mesin mobil dan melajukannya.

"Kak!" Panggil Emma yang tak diindahkan Daffa.

"Aku pikir, aku sudah cukup bersabar selama ini, Em. Biarkan aku egois sekali ini saja." Tukasnya tegas. Rahangnya mengeras dengan pandangan tajam ke depan.

"Tapi aku belum mengatakan apa-apa." Emma berusaha menahan tawanya. Namun tak mampu menahan wajahnya. Daffa melirik bingung.

"I'm sorry, did i miss something here?" Tanyanya melihat ekspresi Emma.

"Tidak. Tidak apa-apa." Emma mengalihkan wajahnya dari Daffa sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya.

"Apa yang lucu, Em?" Tanya Daffa. Ekspresinya melunak. Emma hanya menggeleng sembari mengulum senyum.

"Hey, jangan buat aku penasaran, Em." Daffa menjawil dagu Emma sambil tersenyum. Emma kembali menggeleng.

Daffa menghembuskan nafas, menyerah.

"Ya sudah lah. Yang penting kamu senang." Ucapnya, melajukan mobilnya di tengah kegelapan malam, ditemani cahaya hidupnya yang telah kembali.

Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 77.5K 53
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
533K 26.9K 50
Ravena Violet Kaliandra. Mendengar namanya saja membuat satu sekolah bergidik ngeri. Tak hanya terkenal sebagai putri sulung keluarga Kaliandra yang...
1.7M 15.2K 24
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
544K 22.3K 37
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...