Only Emerald

By queen_chigga

70.9K 2.2K 197

"Dasar Lelaki udik tampan sialan! Dia pikir dia siapa berani mengacuhkan ku seperti itu. Lihat saja nanti. Ak... More

Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 28
Part 29

Part 27

2K 89 32
By queen_chigga

Ferdi yang tengah bersandar pada pintu mobil sambil memainkan handphonenya terkejut melihat Daffa merangkul Emma berjalan mendekat ke arahnya. Daffa menggumam tidak jelas sambil mengedip-kedipkan mata padanya, namun ia sama sekali tidak mengerti apa maksudnya.

"Ha?" Tanyanya mengernyitkan kening saat Daffa membuka pintu depan mobil, sebelah kemudi lalu mempersilahkan Emma masuk. Setelah memastikan Emma duduk di kursi mobil dengan nyaman, ia menutup pintu dan berjalan kesisi seberang mobil, tempat Ferdi bersandar.

"Hari ini gue pinjem mobil lu ya. Lu pulang sendiri. Gue mau anter Emma." Tutur Daffa. Kendati tak ada Jawaban dari Ferdi yang hanya melongo di depannya, Daffa akhirnya menggeser Ferdi dari sandarannya, membuka pintu mobil dan masuk ke dalam.

Ferdi masih terdiam diposisinya, berusaha mencerna apa yang terjadi, saat Daffa menyalakan mesin mobil dan melaju meninggalkannya di parkiran yang sepi itu.

"Gue ditinggal?" Gumamnya seolah tidak percaya dengan apa yang terjadi sekarang.
Sepersekian detik, kesadarannya mulai muncul ke permukaan dan berakhir dengan umpatan keluar dari mulutnya.

"ANJENG!! DAFFA!!" Teriaknya berusaha mengejar mobil yang sudah hampir tak terlihat dipandangannya lagi.

"Siaaaal... siaaalll...." umpatnya pada diri sendiri. "Gue pulang naik apa?"

***

Suasana di dalam mobil begitu dingin, Daffa dan Emma terdiam, tenggelam dipikiran masing-masing.

"Aku antar ke rumah atau apartemenmu?" Tanya Daffa memecah kesunyian. Tak ada jawaban dari sampingnya.

"Emer...." Daffa tak melanjutkan panggilannya mengingat Emma tidak menyukainya. "Hmm, Emma?" Ucapnya pelan dan kikuk, hampir tak terdengar.
Semburan tawa tak tertahan lolos dari bibir Emma. Daffa bingung dengan reaksi yang di dapatnya.

"Kenapa?" Tanya Daffa mengerutkan kening, melirik sekilas pada wanita cantik di sampingnya.

"Tidak. Ehm, Tidak apa-apa. Maaf." Emma berdeham menetralkan suaranya yang pecah. Lalu menutup bibirnya dengan punggung tangannya, menoleh ke luar jendela.

Walaupun Daffa masih tidak mengerti dengan apa yang ditertawakan oleh Emma, namun ia merasa sedikit lega mengetahui bahwa suasana hatinya membaik.

Emma menoleh ke kanan kiri mobil saat Daffa memasuki halaman gedung yang besar. Seolah mengerti dengan kebingungan Emma, Daffa berucap,
"Kita makan dulu ya. Aku tahu kamu belum makan malam."

Emma melirik Daffa sekilas sebelum membuang muka.
"Aku sedang tidak ingin makan." Ujarnya ketus.

"Tapi aku lapar." Tukas Daffa memberengut. Sebenarnya ia tidak benar-benar lapar, hanya saja ia tidak ingin melewatkan kesempatan untuk bisa bersama dengan Emma lebih lama.

Emma akhirnya menoleh pada Daffa yang memasang wajah cemberut. Emma mengulum senyum berusaha menahan rasa gemas pada ekspresi yang menurutnya lucu itu.

"Baiklah. Hanya makan. Oke?" Tukas Emma ingin terlihat tegas.

"Oke." Jawab Daffa lalu kembali melajukan mobilnya menuju parkiran.

Setibanya di dalam restaurant, Daffa memanggil pelayan untuk menyiapkan meja untuk mereka. Setelah dipersilahkan menuju sebuah ruangan khusus tamu VIP, Daffa menarik kursi untuk Emma kemudian mempersilahkannya duduk. Emma hanya duduk, tak berkomentar. Daffa kemudian mengambil tempat dihadapan Emma.

Pelayan berdiri disamping mereka menyerahkan buku menu ke keduanya.

Daffa membuka dan melihat sekilas lalu membaca beberapa menu yg dicatat oleh pelayan dengan sigap.

"Satu Les Cheveux D'Ange aux truffes, satu la salade," terjeda, kemudian menoleh ke Emma. "Ada lagi?" Tanyanya.

"Apa?" Alis Emma menukik karena bingung.

"Aku tanya apalagi yang kamu mau. Itu pesananmu kan?"

'Anjirr, darimana dia tau makanan favorit gue? Serem amat ni orang.'

Namun bukannya bertanya atau menjawab pertanyaan Daffa, Emma hanya menambahkan pesanannya langsung pada pelayan.

"Sparkling water satu." Yang langsung dicatat oleh pelayan.

"Oh iya, aku melupakan itu." Daffa mengernyitkan hidungnya sambil memejamkan mata sekilas. "Maaf." Ucapnya pada Emma yang sedang terpaku di depannya.

Daffa melanjutkan pesanannya.
"Satu pan-seared duck liver foie grass, satu grilled wagyu 9+ beef tenderloin, satu botol aged red wine." Daffa menyelesaikan pesanannya dengan anggukan kecil yang dibalas,

"Baik. Mohon ditunggu pesanannya 15-20menit." Saat seorang pelayan lain masuk membawa nampan berisi satu keranjang kecil gougeres dan menaruhnya dengan sopan diatas meja. Kedua pelayan tersebut lalu undur diri keluar dari ruangan dan menutup pintu geser, menyisakan keheningan di dalamnya.

"Bagaimana kamu tau apa yang biasa aku pesan?" Tanya Emma akhirnya. Daffa menelan ludahnya dengan canggung. Berusaha memperbaiki posisinya yang tidak nyaman.

"Maaf Emma.." Emma memasang wajah datar yang membuat Daffa merasa tak enak.
"Restoran ini milik kolega bisnisku. Kami sering bertemu disini. Terkadang walaupun sedang tidak ada janji dengannya, aku biasa makan siang disini bersama Ferdi. Saat itulah, aku tanpa sengaja melihatmu disini sedang menikmati makan siang juga dengan tunanganmu." Daffa berhenti sejenak, melirik pada Emma untuk melihat ekspresi Emma saat ia menyebut tunangannya. Namun tak disangka Emma tak bergeming, tetap memasang wajah tanpa ekspresi. "Dan tanpa aku sadari, aku memperhatikanmu. Salah satunya memperhatikan apa pesananmu." Terang Daffa.

"Salah lainnya?" Tanya Emma dengan ekspresi tak terbaca. Daffa terlihat canggung.

"Bicaramu, tawamu, cara makanmu..." ucap Daffa pelan namun terdengar jelas diruang yang sunyi ini. Emma menatap Daffa dengan mata berkaca-kaca.

"Kenapa?"

"Maaf aku tak bermaksud seperti seorang stalker. Itu terjadi begitu saja, kau ada dihadapanku. Dan aku tidak mampu menahan diri untuk tidak melihat ke arahmu." Daffa tersenyum dengan tatapan sedih. "Maaf membuatmu tak nyaman."

Jawaban Daffa meluruhkan emosi Emma hingga tak terbendung. Menutup wajah dengan kedua tangannya, Emma kembali terisak.

"Emerald." Panggil Daffa berusaha menggapai Emma namun dengan cepat Emma mengangkat tangannya untuk menghentikannya.

"Kenapa kamu kembali?" Tanya Emma lirih. Daffa melenguh ditempatnya. Terkejut. Tidak menyangka Emma akan menanyakan hal itu. Nafasnya tercekat. Suaranya seperti tertahan di tenggorokan.

"Aku tidak pernah pergi, Em. Aku hanya menjauh. Memberi kita jarak. Agar kau merasa nyaman. Atau setidaknya begitu yang kupikirkan dulu." Daffa tertunduk karena enggan memperlihatkan kerapuhannya saat ini.

"Aku dulu berharap kau bahagia, Em. Aku berharap dengan siapapun kau berakhir pada akhirnya, orang beruntung itu dapat memberimu kebahagian."

Emma menitikkan air mata. Menatap Daffa yang tertunduk tak berdaya di kursinya.

"Tapi sekarang," Lanjut Daffa menoleh pada Emma yang berlinang air mata. Daffa membelalak terkejut dengan ekspresi Emma yang terlihat sedih.

"Tapi apa?" Tanyanya bersamaan dengan suara pintu geser yang terbuka. Dengan cepat Emma memalingkan wajah dan menghapus air matanya. Daffa masih menatap Emma dengan terkejut. Entah apa yang ada di pikiran pelayan mereka kini. Danny dengan raut sedih, Emma yang memalingkan wajah.

"Selamat menikmati." Ucap pelayan dengan sopan setelah menata meja dengan menu yang mereka pesan. Kemudian mereka kembali meninggalkan ruangan.

Daffa bergerak dari kursinya. Mendekati Emma lalu berlutut dengan satu lutut dihadapan Emma. Emma menoleh sekilas, tersentak melihat aksi Daffa. Lalu kembali memalingkan wajah.

"Emerald," panggil Daffa, mengambil tangan Emma yang berada dipangkuannya dengan pelan. Emma tak menolak. Namun tetap tak menoleh pada Daffa di bawahnya.

"Maafkan aku karena tak berusaha memperbaiki hubungan kita dulu. Maafkan aku karena menyerah dengan mudah." Suaranya rendah, serak di tenggorokan. Menggenggam tangan Emma lebih erat, membawanya ke pipi Daffa.
"Aku merindukanmu."

Emma terperanjat dikursinya. Menoleh pada Daffa yang menunduk dengan punggung tangan Emma di pipinya. Seperti merasakan kembali sesuatu yang telah lama hilang dari hidupnya. Ketika Daffa mendongak ke arahnya, tatapan mereka bertemu. Untuk kesekian kali, Emma jatuh pada mata elang itu.
Pada tatapan itu.

Walau mata itu kini diselimuti kerapuhan, ketakutan, dan kesedihan. Namun Mata itu tak pernah gagal menghipnotisnya.

"Aku tahu kamu bukan milikku lagi, Em. Tapi aku tidak bisa menghentikan diriku yang selalu merindukanmu. Apa yang harus kulakukan?" Ucap Daffa putus asa. Masih menggenggam tangan Emma, sesekali meremasnya pelan, memastikan bahwa ia tidak bermimpi, dapat menyentuhnya lagi.
Emma bergeming ditempatnya. Menatap Daffa dengan ekspresi tak terbaca.

"Emerald, apa kamu bahagia?" Tanyanya penuh kehati-hatian. "Apa dia membuatmu bahagia?"

"Iya." Jawaban dari Emma sukses membuat Daffa tersentak sedikit kebelakang. Rasanya seperti ada pisau tajam yang menusuk ke jantung Daffa. Sakit, cepat dan tepat sasaran. Membuat nafas Daffa tercekat dan refleks memegangi dada kirinya dengan tangan kanannya. Namun Daffa tidak mundur, masih menggenggam tangan Emma, ia lanjut bertanya.

"Apa kau mencintainya?" Tanyanya lagi, menatap kedua mata Emma bergantian.

"Iya. Aku mencintainya. Sangat mencintainya." Jawab Emma lantang, seolah tak terbantahkan. "Karena itu aku heran, kenapa aku berakhir disini denganmu, bukan dengannya." Lanjutnya lagi.

Daffa bangkit dari posisinya. Ekspresinya mengeras. Tangannya mengepal saat Kembali ke tempat duduknya dalam diam.

"Aku akan mengantarmu setelah kau menghabiskan makanmu." Hening.

Emma dengan cepat mengambil serbet, menaruhnya di pangkuan lalu menyantap makannya. Ia menyuap makanan masuk ke mulutnya dengan mata berkaca-kaca.

***

Seluler Emma kembali bergetar untuk kesekian kalinya. Sebuah pop up pesan muncul di layarnya.

'Maafkan aku, sayang. Tolong pulanglah.'

Emma lalu menonaktifkan handphonenya. Batin Emma sedang enggan memikirkan masalahnya dengan Danny malam ini. Pikirannya sudah cukup rumit dengan Daffa yang tengah fokus menyetir di sampingnya.
Emma cukup terkejut dengan ungkapan hati Daffa di restaurant tadi. Ungkapan yang membuat luka hatinya terbuka kembali.
Luka karena kepergian Daffa, luka karena keegoisan Daffa, luka karena kerinduannya yang teramat besar untuk Daffa. Namun ia harus tegar, ia tak boleh terlihat lemah, dan membuat celah untuk Daffa dapat masuk kembali ke kehidupannya. Namun ternyata tak semudah itu, karena ia harus melihat wajah tampan itu memohon dengan putus asa di depannya.

Menoleh pada Daffa yang Sedari tadi membungkam mulutnya. Emma mengerti. Mungkin Daffa marah. Mungkin Daffa sedih dengan pernyataannya tadi. Namun Emma tidak berbohong, selama ini Ia bahagia dengan Danny, walau hari ini mereka bertengkar, bukan berarti keadaan selalu seperti ini. Ada hari dimana Emma merasa bahagia, dengan Danny di sampingnya.

"Ehm.." Emma berdeham, ia masih bingung harus memanggil Daffa seperti apa. Dulu Emma selalu memanggilnya 'kakak', namun karena sudah lama tidak bertemu, ia merasa canggung memanggilnya seperti itu, apalagi secara teknik, Daffa adalah boss tempat ia magang.

Untung saja Daffa mengerti dan menoleh, "ada apa, Em?" Tanyanya lembut.

"Aku sedang tidak ingin ke rumah. Bisa antar aku ke apartemen ku?"

Daffa melirik ragu, ingin bertanya, namun Emma telah memalingkan wajah ke arah jendela. Membuatnya mengurungkan niat.
"Baiklah." Jawabnya singkat.

Daffa melajukan mobil dengan kecepatan sedang, menuju apartement Emma.

Mau nostalgia di apart Emma, nih..
Rencana mau update seminggu sekali. Semoga diberikan ilham seterusnya🙏🏻

Continue Reading

You'll Also Like

4.9M 181K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
1.1M 53.5K 65
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
5.7M 70K 40
Cerita Dewasa! Warning 21+ Boy punya misi, setelah bertemu kembali dengan Baby ia berniat untuk membuat wanita itu bertekuk lutut padanya lalu setela...
756K 117K 43
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...