ALAÏA

By radexn

22M 2.2M 4.9M

[available on offline/online bookstores; gramedia, shopee, etc.] ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ ❝ Dia pergi, membawa da... More

Prolog
1. Hey, Nona
2. Kabur
3. Kembali ke Rumah
4. Dekat
5. Lebih Nyaman
6. Laut
7. Hanya Alaia
8. Berdua
9. Mungkin Salah
10. Feels
11. Dua Rasa
12. Dilema
13. Pernah Ada
14. Kamu
15. Gelora Asa
16. Gone
18. Lensa
19. Dua Garis
20. Langit
21. Young Married
22. Anger
23. Bittersweet Feeling
24. Lost
25. Badai Rasa
26. Goddess
27. Jalan Kita
28. Hampir
29. The Blue
30. Dark Sky
31. Confused
32. Satu Bintang
33. Siren
34. Mrs. Raja
35. Euphoria
36. Laut dan Alaïa
37. Wheezy
38. Celah Adiwarna
39. Aqua
40. Baby Daddy
42. Insecure
43. One Wish
44. Jika Aku Pergi
45. Rumit
46. Langit Ketika Hujan
47. Mermaid
48. Something From The Past
49. Reincarnation
50. Hey, Baby
51. Pudar
52. Cahaya Halilintar
53. Black and Pink
54. Harta, Tahta, Alaia
55. Happy Mamiw
56. Permainan Langit
57. Badai
58. Amatheia Effect
59. Rest in Love
60. Bintang
61. Di Bawah Purnama
62. Death Note
63. Glitch
64. Langit Shaka Raja
65. Bye
66. Sekali Lagi
67. Half-Blood
68. Deep Sea
Vote Cover ALAÏA
69. Terang [END]
PRE-ORDER ALAÏA DIBUKA!
Extra Chapter
ALAÏA 2
SECRET CHAPTER ⚠️🔞
AMBERLEY
ALAÏA 3
ALAÏA UNIVERSE: "SCENIC"

17. Nuansa Bening

308K 38K 40.6K
By radexn

FOLLOW INSTAGRAM AKU: alaiaesthetic & radenchedid (cadangan). Biar engga ketinggalan info tentang ceritaku! 🤍

17. Nuansa Bening

Alaia terlahir cantik, dan semenjak kembali ke lautan dia bertambah cantik.

Segala makhluk hidup yang tinggal di sana seolah lebih bahagia ketika Alaia datang. Suasananya nampak berbeda, lebih menyenangkan dan penuh sukacita.

Alaia menikmati kondisinya yang seperti sekarang ini, meski ada banyak sekali pertanyaan yang tersimpan di benak. Salah satunya tentang; Alaia tidak tau siapa dia sebenarnya.

Alasan Alaia pergi ke laut dan tidak kembali ke daratan adalah Kai. Ketika seseorang memiliki rencana jahat padanya, alam akan memperingati Alaia untuk kembali ke laut sebagai tempat berlindung.

Alaia baru memahaminya saat ia bertemu Kai di dermaga kala itu. Laut seakan berbicara dan meminta Alaia menyelam agar Kai berhenti mengejarnya.

Ada satu hal penting mengenai Alaia. Bila Alaia hidup bersama seseorang, maka orang tersebut akan dilimpahi keberuntungan yang tidak ada habisnya. Tapi ketika orang itu membuat Alaia pergi dengan rasa sakit di hati, maka dia akan mengalami sial yang tak berujung.

Itu sudah menjadi takdir. Itu juga yang menjadi alasan kenapa hidup Kai perlahan kacau ketika Alaia tidak lagi bersamanya.

"Hey!" Alaia menyapa lumba-lumba yang lewat di dekatnya.

Mereka berenang serempak menuju bibir pantai. Alaia tidak akan ke daratan, dia hanya kepingin melihat situasi di sekitarnya.

Kepala Alaia menyembul keluar, dia mengamati sekeliling. Keadaan pantai siang ini terbilang sepi pengunjung. Mata Alaia mengarah ke dermaga, tidak menemukan satupun orang di sana.

Tetapi ketika Alaia berbalik badan ke arah timur laut, dia mendapati sebuah kapal putih berukuran tak terlalu besar sedang berlayar. Ada satu orang berdiri di ujung kapal, pakaiannya hitam semua dan memakai kacamata penangkal sinar.

"Paman?" gemam Alaia.

Mata Alaia mampu menangkap objek yang jaraknya jauh dengan cukup jelas. Ia sangat yakin, orang yang berada di kapal itu adalah Kai.

Dua lumba-lumba melompat ke udara, membuat Alaia terkejut karena sejujurnya dia paranoid akibat kehadiran Kai di sana. Cepat-cepat Alaia menyelam lagi dan berenang turun.

"Hey, kamu. Aku takut, di sana ada Paman." Alaia bicara pada ikan-ikan yang berenang di dekat dia.

"Aaaa, aku mau berenang jauh dulu. Dadah!" Alaia panik sendiri, dia renang semakin jauh ke dalam sana.

Namun sepertinya usaha Alaia harus terhenti sejenak karena seekor lumba-lumba datang untuk menghalanginya. Mamalia itu bergerak-gerak seperti memberi kode untuk Alaia, tapi gadis itu kurang mengerti apa maksudnya.

"Di sana nggak aman?" Alaia bertanya sambil mengarahkan mata ke bawah.

Lumba-lumba tadi menggerakkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan Alaia. Sekarang Alaia mengerti. Hewan itu memintanya menjauh dari kawasan laut dalam agar tidak terjadi sesuatu yang bahaya. Padahal kemarin aman-aman saja.

Alaia menurut. Dia tidak berenang ke situ, melainkan diam di tempat sambil melihat ke atas sana —tepatnya ke objek putih yang merupakan kapal Kai.

"YA AMPUN!" Alaia tiba-tiba teriak, ia syok melihat hiu melintas di depan mukanya.

"Kamu besar ya, aku pikir kecil. Kemarin aku liat kamu kecil. Ternyata dari deket kamu besar." Alaia menyeletuk.

Awalnya hiu itu renang menjauh, tapi mendadak dia berbalik arah mendekati Alaia. Alaia nyengir tanpa beban, bahkan tidak takut melihat hewan besar itu datang menghampirinya.

"Dia seram ya," kekeh Alaia pada lumba-lumba.

Hiu tadi semakin dekat. Mulutnya terbuka sedikit, menampilkan deretan gigi yang berantakan tapi tajam semua. Alaia mau meninggal melihatnya.

Alaia pikir hiu itu akan menyakitinya, ternyata tidak. Si Hiu mengenggol Alaia tepat di lengan lalu berenang mengitari Alaia sebanyak tiga kali putaran.

"Jangan muter-muter, nanti pusing." Alaia berkata.

Tangannya terulur menyentuh badan hiu, lalu Alaia menyapa, "Halo, Teman."

Seakan senang diperlakukan manis oleh Alaia, hiu itu menyenggol Alaia lagi sebelum akhirnya dia pergi entah ke mana. Kelihatannya hiu tadi berenang mendekati kapal....

Lumba-lumba yang sejak tadi bersama Alaia sekarang pergi sambil mengeluarkan suara-suara lucu. Alaia mengikuti dan menanyakan sesuatu yang tak akan pernah terjawab.

"Apa kamu pernah makan kari ayam? Aku pernah!"

⚪️ ⚪️ ⚪️

Ragas dan Lana meninggalkan kafe sejak sepuluh menit lalu. Mereka berada di mobil, tapi keduanya belum menentukan ke mana mereka akan pergi.

Ternyata Lana merupakan pribadi yang ramah dan mudah bergaul dengan siapa saja. Ragas juga merasakan adanya kecocokan antara mereka. Buktinya mereka langsung akrab padahal baru kenal.

"Kenapa waktu itu lo ke club?" tanya Ragas.

Lana menoleh sebentar sebelum menjawab. Dia tertawa mengingat kejadian itu. "Gini ceritanya...."

"Gebetan gue baru aja nembak cewek, terus gue patah hati. Hahaha!" Lana ketawa miris. "Nah, sepupu gue ngajak pergi ke pantai biar gue seneng, sekalian dia mau ngurus sesuatu di sana."

"Karena gue bosen nunggu sepupu gue sama calon suaminya ngurusin ini itu, jadinya gue kabur ke club yang ada di deket situ. Gue liat lo sendirian, pengen gue ajak temenan... tapi ga lama ada jablay datengin lo." Lana terbahak lagi.

"Gue sempet mikir lo salah satu lonte penghuni club tau," celetuk Ragas.

"Kurang ajar!" pekik Lana, "Ga banget anjir."

Ragas tergelak, menganggap lucu reaksi Lana. "Mana gue tau. Lo kan baru ceritain behind the scene-nya sekarang."

"Bener juga sih," gumam Lana.

"Terus lo segala manggil gue Baby Boy lagi," ingat Ragas, disusul tawa mengejek.

"LAGIAN MUKA LO KAYAK JAMET VERSI ELEGAN GITU," jerit Lana.

"Anying, apa-apaan!" keluh Ragas.

"Tapi gue ga begitu kok. Sumpah deh, gue cewek baik-baik," lanjut Lana. "Emang kadang penampilan gue agak begitu... tapi aslinya semanis bidadari."

"Nyenyenye." Ragas mencibir.

"Ga seneng banget lo!" Lana protes.

Mereka ngobrol terus, seakan tidak ada waktu untuk berhenti. Mereka seperti sepasang sahabat yang terpisah dan baru bertemu lagi sekarang.

Untungnya Ragas masih bisa fokus menyetir walau telinganya harus mendengarkan celotehan Lana terus. Cewek ini cukup cerewet, dia bagaikan burung beo.

"Gue mau ngumpul sama bocah tongkrongan," kata Ragas kemudian, "lo ikut aja ye? Jangan pulang dulu."

"Temen-temen lo serem ga? Berandalan? Atau sejenis Langit?" ceplos Lana.

"Sejenis Langit gimana tuh?" tanya Ragas.

"Gimana ya... auranya itu bikin jiwa dan raga gue jadi adem. Mukanya cakep banget lagi," ucap Lana, terpana akan sosok Langit.

Ragas tertawa keras mendengar penuturan itu. "Bocah gue ga ada yang kayak Langit."

"Berarti mereka sejenis lo semua?" Lana berkata.

"Sejenis gue gimana coba jelasin," sahut Ragas.

"Macem setan." Lana menjawab singkat dan cukup jelas.

"SEMBARANGAN!" Ragas ngegas, suara besarnya mengejutkan Lana. "Lo punya dendam sama gue ya, Lanang?!"

"Lana bukan Lanang!" Lana tidak terima namanya diubah.

'Lana' merupakan nama pemberian orang tuanya yang mempunyai arti cantik dan lembut. Harapan orang tuanya memiliki anak seperti arti dari namanya. Lana memang cantik, tapi kalau lembut sepertinya diragukan.

"Lanang aja ah. Kelakuan lo ga ada anggun-anggunnya, malah kayak laki." Ragas berkata.

"Ngeselin banget lo, Aligator!" balas Lana.

"Babygirl, yang sopan sama Daddy!" Ragas menegur.

"NAJISSS!" Lana teriak, membuat Ragas tak kuasa menahan tawa.

⚪️ ⚪️ ⚪️

Langit terjebak di kamarnya sendiri. Lila berdiri di hadapan dia tanpa mengenakan baju. Bra-nya terpampang nyata, memperlihatkan setengah buah dadanya yang berisi.

Lila mengibas rambut ke belakang, lalu memajukan dadanya —berusaha memancing Langit. Bukannya terbawa nafsu, Langit malah semakin marah.

"Inget ga, dulu kita hampir ngelakuin itu loh. Sedikit lagi masuk," ungkap Lila sembari menghapus jarak mereka.

"Kenapa ga lanjut aja ya dulu? Nyesel deh," celetuk Lila lagi. "Gue ngerti, lo khilaf dan minta maaf. Tapi sebenernya gue ga rela lo berenti, Ngit...."

"Lo ngapa sih!" Langit kesal, dia menyingkir dari tempat dan jalan ke pintu.

Lila tidak membiarkan Langit pergi begitu saja. Dia menarik baju Langit, lalu memeluk cowok itu dari belakang. Langit seketika melepas tangan Lila dari badannya dan mendorong dia.

"La, jangan kira gue ga bisa marah ke lo." Langit berujar penuh penekanan.

Lila tersenyum mengejek. "Semarahnya lo ga mungkin lo kasar ke cewek. Gue kenal lo, Langit."

"Tapi bukan berarti lo mancing gue terus buat marah!" Langit bicara sampai urat di lehernya timbul.

Lila melipat tangan di depan dada, juga mengangkat dagu. "Coba marah. Tampar gue. Pukul gue. Apain gue sebebas lo. Emangnya bisa?"

Tangan Langit mengepal. Giginya saling beradu di dalam mulut. Matanya menatap Lila begitu nyalang, seperti ingin menerkam mangsa.

"Keluar." Langit tidak teriak, tidak membentak, tapi intonasinya rendah dan kilau matanya menunjukan dia geram.

"Nggak." Lila menggeleng.

"Keluar." Langit masih bisa menahan amarah.

Dia cukup pandai dalam mengontrol emosi, apalagi menghadapi makhluk seperti Lila. Tapi kalau Lila terus-menerus membuatnya kesal, mungkin saja Langit bisa kelepasan.

"Ga mau keluar." Lila keras kepala.

"Keluar!" Langit menghardik keras, napasnya tersendat.

"Ambil baju lo, pake! Ga usah macem-macem di rumah gue, Lila!" Langit benar-benar marah.

Lila mematung di sana, jantungnya bergetar kuat melihat Langit semarah itu padanya. Nyali Lila mendadak ciut, dia tak berani menatap wajah Langit.

"Lo mau gue seret apa keluar sendiri?" Langit memberi pilihan.

Kini Lila menunduk, matanya mulai berkaca-kaca. Hatinya pedih dibentak keras oleh Langit. Lila datang ke sini untuk dimanja Langit, bukan dimarahi seperti itu!

"Gue ngomong, denger apa kaga? Budek lo?" Langit sangat ketus, ucapannya membuat Lila menengadah lagi.

"Jangan marah-marah, Langit." Lila berkata, takut.

"Keluar." Langit mengusir untuk yang ke sekian kali.

"Dibilang nggak mau, jangan maksa." Lila berucap.

Kalau saja Langit kehilangan kontrol, pasti Lila sudah habis dihajar olehnya. Langit sudah sangat marah dan cewek itu masih saja bersikap menyebalkan. Siapa yang tidak kesal bila menghadapi sisi negatif Lila?

"Kenapa ga mau keluar? Gue males liat lo." Kemarahan Langit sama sekali tidak susut.

Wajah Lila memanas, dia bahkan tak sanggup menjawab Langit.

"Ngarep apa sih dari gue? Pengen balikan?" Langit berucap. "Gue ga mau. Mau lo bikin drama ini itu tetep ga mempan buat gue."

"Lo jahat banget sih? Tega banget ngomong kayak gitu ke gue!" Lila hampir menangis.

"Nyatanya begitu kan?" sahut Langit. "Lagian gue udah punya cewek."

Lila menggeleng, dia tidak percaya. "Nggak. Lo boong."

"Serius. Dia ga bakal gue lepasin." Langit berkata lagi.

"Nggak! Lo ga boleh punya pacar," sentak Lila, mimiknya sangat sedih.

"Lo siapa ngelarang gue?" balas Langit.

"Gue ga bakal terima, Ngit." Lila menyahut. "Lo mau bikin gue stress? Lo pengen gue sakit lagi? Gue bisa gila kalo diginiin terus!"

"Gue ga apa-apain lo. Lo sendiri yang terobsesi," celetuk Langit.

"Ga inget dulu siapa yang ngelepasin gue demi orang lain? Siapa yang khianatin gue?" Langit menatap Lila sangat dalam, bikin Lila makin berkeinginan untuk nangis kencang.

"Sekarang lo disakitin Bastian, terus lo nyari gue lagi." Langit menambahkan. "Punya malu ga sih lo?"

"Emangnya kenapa sih kalo gue mau balik lagi sama lo?" Lila akhirnya menangis.

Langit menertawakan pertanyaan itu. "Sebelom nanya, mikir dulu napa."

"Gue ga minta apa-apa, gue cuma mau kita balikan. Udah, itu doang! Lo bisa ubah gue jadi lebih baik, Ngit, lo ga kayak Bastian!" Suara Lila bergetar menahan isak.

"Jangan bandingin gue sama orang lain. Gue ga suka," cetus Langit.

"Gue pernah sayang lo, La. Tapi itu dulu, lo ga bisa maksa gue buat ngulang semuanya kayak dulu." Langit berucap lagi, lebih tegas.

"Tapi lo bisa belajar buat kayak dulu lagi, Ngit," sahut Lila. "Lo bisa belajar buat sayang lagi sama gue...."

"Gue ga mau." Langit menolak keras. "Lo yang bikin kita ancur. Terus lo pengen kita nyatu lagi. Mustahil, La."

"Ga ada yang mustahil, Langit." Lila mengusap air matanya.

"Gue udah ga ada rasa sama lo. Lagian gue udah terima semuanya. Lo bukan buat gue," ungkap Langit.

"Tapi gue yakin, pasti ada jalan buat kita. Pasti ada cara lain biar kita bisa balik lagi," tutur Lila, masih terus berusaha.

Langit menggeleng. "Udah, lo berenti aja. Jangan kejar orang yang ga mau buka hati buat lo. Itu bikin lo capek sendiri."

"Ngit...," lirih Lila, dia menyentuh pergelangan Langit.

"Gue ga bisa," ucap Langit seraya membawa tangannya ke belakang badan agar tidak disentuh Lila.

"Bisa." Lila menatapnya penuh harapan.

"Nggak!" ujar Langit.

"Kasih gue kesempatan satu kali lagi. Demi Tuhan gue janji ga bakal sakitin lo lagi, Ngit," mohon Lila.

"Kalo lo nolak, gue bakal cari pacar lo dan bikin dia sakit hati." Lila mengancam.

"Terus lo pikir gue takut gitu?" Langit mengangkat satu alis. "Anceman lo basi."

"Lo jahat." Lila melirih lagi.

Langit tidak peduli. "Sono keluar. Lain kali jangan sembarangan buka baju apalagi di depan gue. Percuma, gue ga nafsu."

Lila mengerucutkan bibir. Dia cemberut dengan ekspresi paling menyedihkan sepanjang masa. Kemudian Lila mengambil bajunya di ranjang Langit dan kembali menghampiri cowok itu.

"Kalo gue bilang ke Bunda gue hamil anak lo gimana?" celetuk Lila tiba-tiba.

Langit tersenyum sinis. "Nyokap gue pinter, ga segoblok lu."

Lila berdecak. Dia mengenakan bajunya sambil cemberut terus. Setelah itu dia kembali memandangi Langit. Wajah tampannya bikin Lila betah dan enggan mengalihkan pandangan.

"Kangen bibir lo," ceplos Lila. "Mau cobain lagi, boleh ga?"

"Bacot. Pengen banget gue musuhin, La?" Sekarang gantian Langit yang mengancam Lila.

Lila menggeleng cepat. "Maunya dinikahin."

Langit tidak mengerti kenapa Lila bisa bersikap seperti itu padanya. Semakin lama Lila terlihat tidak waras. Padahal sebelum kenal Bastian, Lila sangatlah manis sampai Langit jatuh hati padanya.

"Gue ga bakal nyerah, Ngit. Gue cinta sama lo," papar Lila penuh yakin, setelahnya dia pergi dari kamar Langit.

⚪️ ⚪️ ⚪️

Tiga hari kemudian.

Langit menghela napas berat saat ia menghirup udara pantai. Di sampingnya ada Ragas, juga Lana yang baru keluar dari mobil.

"Lama banget, Neng." Ragas melihat Lana yang sedang mengenakan topi bulat berwarna coklat.

"Emang lama ya?" Lana cekikikan. "Sori! Tadi gue pake sunblock lagi biar kulit ga gosong."

Ragas menekan tombol lock pada kunci mobil, lalu mereka jalan bersama meninggalkan parkiran. Langit jalan lebih cepat, membiarkan Ragas dan Lana berduaan di belakang.

Waktu menunjukan pagi menjelang siang. Mereka berkunjung ke pantai buat ikut bantu mendekorasi kapal pesiar yang akan digunakan untuk pesta pernikahan sepupu Lana.

Tadi itu Lana hanya iseng mengajak Ragas, namun ternyata Ragas menerima tawarannya. Bukan cuma itu, Ragas bahkan menjemput Lana di Kafe Asep Stroberi.

"Itu kapalnya!" Lana menunjuk yacht yang terparkir di tepi pantai.

Langit dan Ragas menoleh ke sana. Kemudian Langit berucap pada mereka berdua, "Lo berdua duluan aja. Gue nyusul."

"Oke, Sayang!" Ragas menyahut, dia langsung lari bersama Lana ke yacht tadi.

"Hati-hati ya Langit, awas diculik hantu laut!" seru Lana.

Setelah figur Lana dan Ragas semakin menjauh, Langit pun berpijak ke dermaga. Ada satu orang berdiri di sana, memainkan ponsel sambil jalan keluar dari dermaga.

Orang tadi meninggalkan dermaga, langsung digantikan oleh Langit. Langit berjalan bersama hempasan angin yang menyerbak rambut tebalnya. Harapan Langit sangat besar tiap datang kemari.

Sampai di ujung dermaga, Langit menunduk melihat air biru itu. Ombak kecil menabrak kaki jembatan, menciptakan suara khas yang menenangkan.

Di jauh sana ia lihat seseorang tengah mengayuh perahu kecil. Langit kepikiran untuk menyewa perahu itu dan menjelajahi laut sendirian sambil mencari Alaia.

Langit kemudian berjongkok. Dia masih menatap jauh ke depan, melihat air laut yang berkilauan karena paparan sinar matahari. Langit memandang langit, matanya menyipit akibat silau.

Di detik yang sama ketika Langit menatap awan, ujung matanya melihat sesuatu muncul dari dalam air kemudian menghilang lagi.

Langit mempertajam fokus matanya, ia mencari sesuatu di dalam sana. Langit yakin, ia melihat sebuah ekor besar yang muncul dalam waktu sekilas.

Cowok itu terdiam di sana, mengamati refleksi makhluk itu yang kelihatan samar-samar. Ia menunggunya nongol lagi, sayangnya nihil karena perlahan dia sirna dari pandangan Langit. Bahu Langit melemas, namun rasa penasarannya tak semudah itu hilang.

Hidung mancungnya membuang napas berat tanda lelah. Langit baru saja akan mendongak lagi, tapi tiba-tiba ada makhluk datang dari bawah air menuju permukaan.

Rambut panjangnya berkibaran, selaras dengan ekornya yang bergerak memukau. Ketika kepala Alaia keluar dari air, dada mereka seketika menghangat, beserta debaran yang seirama.

"Aia," sebut Langit, tidak menyangka gadis itu benar-benar muncul.

Alaia memberinya senyuman lebar, menambah kadar cantiknya. "Angit!"

Langit tidak bisa menyembunyikan rona bahagia di wajah. Lalu Langit menoleh ke sekitar, memastikan tidak ada orang lain yang melihat Alaia.

Cowok itu ingin sekali menyentuh Alaia, tapi jarak dermaga dengan permukaan laut tidak cukup dekat. Mungkin ini berlebihan, Langit mengambil jalan lain yaitu nekat nyebur tanpa mengenakan pengaman. Demi menggapai Alaia.

"Langit!" Alaia terkejut.

Keduanya menyelam, dari permukaan laut wujud mereka tidak terlihat. Langit menahan napas di dalam sana, tak seperti Alaia yang bebas bernapas bahkan mampu berbicara.

Alaia menyentuh lengan Langit, sementara itu Langit menarik Alaia mendekat. Tanpa pikir panjang, Alaia memeluk Langit. Cowok itu membalas, ia memejamkan mata dan merasakan kehangatan di bawah air yang dingin.

Meski Langit maupun Alaia tidak mengatakan, tapi keduanya bisa merasakan bahwa mereka sama-sama rindu. Apalagi ketika Langit makin mengeratkan rengkuhannya, menandakan dia sangat kangen cewek ini.

Langit menatap Alaia sejenak, tatapannya dibalas senyuman manis oleh makhluk cantik itu. Seakan mengerti, Alaia mengangguk seperti memberi Langit izin.

Maka, Langit membiarkan bibirnya merasakan bibir Alaia lagi. Dan mulai detik ini, Alaia menempatkan Langit sebagai pasangannya.

⚪️⚪️ To Be Continued... ⚪️⚪️

—————————————————

haiii, kasih banyak masih baca Alaia!!! jangan lupa share & ajak temen-temen kalian buat baca juga yaaa🙏🏿🤍🧜🏻‍♀️

social media aku:
• wattpad — @radexn
• twitter — @radenchedid
• instagram — @radenchedid @alaiaesthetic (readers Alaia wajib follow nihh)

see youuuu💋

Continue Reading

You'll Also Like

11.8M 343K 19
[[ Sudah Terbit: Tersedia di toko buku seluruh Indonesia ]] Cantika Adriana, si buruk rupa yang menyukai Revano Prasetya, kakak kelasnya, dan rela me...
119K 10K 23
Antara Batalion dan Dinding Pesantren. *** "Kamu mau jadi pacar saya?" ucap tentara itu dengan tatapan hangat. "Gak" dengus sang gadis. "Tapi saya ga...
12.3K 2.8K 45
𝓣𝓸 𝓗𝓪𝓿𝓮 𝓔𝓪𝓽𝓮𝓷 𝓐 𝓜𝓸𝓷𝓴𝓮𝔂 Ghaziya Ayra Adibah dalam mencintai satu orang yang sama selama kurang lebih 10 tahun tidak pernah menyangka...