If You Know When [TELAH DITER...

By ItsmeIndriya_

1M 120K 15.4K

Trilogi IYKW Series Sekian lama menghilang, akhirnya Vanilla kembali dengan harapan baru untuk akhir kisah pe... More

Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
PENGUMUMAN
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Puluh Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh Tiga
Tiga Puluh Empat
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Sembilan
Empat Puluh
Empat Puluh Satu
Empat Puluh Dua
Empat Puluh Tiga
Empat Puluh Empat
Empat Puluh Lima
Empat Puluh Enam
Empat Puluh Tujuh
Empat Puluh Delapan
Empat Puluh Sembilan
Lima Puluh
Lima Puluh Satu
Lima Puluh Dua
Lima Puluh Tiga
Lima Puluh Empat
Lima Puluh Lima
Lima Puluh Enam
Lima Puluh Tujuh
VOTE COVER!!!
Lima Puluh Delapan
Lima Puluh Sembilan
Enam Puluh
Enam Puluh Satu
Enam Puluh Dua
Enam Puluh Tiga
Enam Puluh Empat
Enam Puluh Lima
TERIMA KASIH
PRE-ORDER IYKWHEN
LDR SERIES 1 || OBSESI ELANG
DIARY VANILLA

Tiga Puluh Dua

18K 2.4K 683
By ItsmeIndriya_

"Duh, Nil... Sorry banget, gue gak bisa nemenin Lo balik ke Paris. Gue lagi sibuk sama persiapan pernikahan gue. Lo tahu sendiri kan gimana bodo amatnya Vino? Mau gak mau, gue harus urus semuanya."

Mendengar rentetan ocehan Sandra, Vanilla tertawa. "Iya, gue ngerti kok. Ternyata mau nikah aja ribet ya."

"Tunggu sampai Lo rasain sendiri gimana panik dan pusingnya ngurus persiapan pernikahan. Eh, btw Lo ke Paris bareng kakak Lo kan?"

"Jason?" tanya Vanilla. "Gue balik sendiri, San. Dia lagi ada urusan mendadak. Namanya juga businessman, perusahaan itu ibarat kartu mati dia."

Kali ini Sandra yang tertawa mendengar gurauan Vanilla. "Tapi serius kan, Lo gak papa balik sendiri? Takutnya ntar Lo nyasar karena lupa jalan di sana."

"Bertahun-tahun gue hidup mandiri, gak mungkin lah gue nyasar. Udah tenang aja, gue bisa jaga diri kok."

"Oke deh. Ntar kalau Lo udah sampai di sana, kabarin gue ya. Gue mau fitting baju dulu nih, bye Vanilla.."

"Bye."

Vanilla langsung mematikan sambungan telponnya seraya menghela napas panjang. Hari ini ia akan kembali ke Paris untuk mengemas barang-barang yang masih tertinggal di sana. Vanilla juga harus mengurus izin hewan peliharaannya yang saat ini ia titipkan agar bisa di bawa ke Indonesia. Seharusnya Vanilla berangkat bersama Jason, tetapi karena Jason ada urusan mendadak di kantor, jadilah Vanilla berangkat sendiri.

Vanilla memperhatikan tiket yang ia pegang. Setelah memberikannya kepada pramugari yang bertugas, Vanilla langsung berjalan menuju kursi yang sudah tertera di tiket.

Ketika ia sudah menemukan tempat duduknya, Vanilla meletakan tasnya di atas lalu mengucapkan permisi kepada penumpang yang kebetulan duduk di sebelahnya. Anehnya, penumpang tersebut terlihat seperti sedang tertidur dengan sebuah majalah yang menutupi wajahnya.

"Excuse..." kalimat Vanilla terpotong ketika tangannya tiba-tiba di tarik oleh penumpang tersebut hingga ia hampir terjatuh, dan mata Vanilla langsung terbelalak ketika melihat wajah penumpang yang berpapasan dengannya saat ini.

"Dava, lo--"

"Kenapa gak bilang kalau Lo mau pergi?"

"Lo kenapa bisa ada disini?" tanya Vanilla heran.

Dava memajukan wajahnya ke samping telinga Vanilla, "karena dimana ada lo, disitu ada gue," bisiknya langsung mencium pipi Vanilla dan menutup kembali wajahnya dengan majalah yang tadi ia baca.

Detik itu juga pipi Vanilla terasa panas dan juga salah tingkah. Senyumnya mengembang saat ia duduk persis di samping Dava yang kembali memejamkan mata. Entah sebuah kebetulan atau bukan, hal kecil seperti ini membuat Vanilla sangat senang. Perjalanannya kali ini tidak sendiri, ada Dava yang duduk di sampingnya.

Tiga puluh menit setelah pesawat mengudara, Vanilla masih tidak mengalihkan pandangannya dari kaca jendela pesawat. Tiba-tiba ia di kejutkan dengan sesuatu yang menyentuh telinganya.

Sontak Vanilla menoleh dan mendapati Dava sedang memasangkan headset di telinga kanan Vanilla.

"Ingat lagu ini gak?" tanya Dava.

"Sunday morning?"

Dava menganggukkan kepalanya, "lagu kesukaan Lo."

"Waktu kita masih pacaran dulu, Lo pernah bilang, hanya ada empat cowok yang Lo suka di dunia ini."

"Siapa?" tanya Vanilla penasaran karena ia tidak mengingatnya.

"Gue, Jason, Kak Rey, dan Adam Levine. Tapi tetap sih, gue orang nomor satu yang paling lo suka."

"Serius?" tanya Vanilla lagi dan di balas anggukan oleh Dava.

Vanilla langsung menatap Dava nanar. Rasanya sedih karena Vanilla sama sekali tidak bisa mengingat kejadian kecil seperti yang di ceritakan Dava. Namun Vanilla tidak boleh terlihat sedih, ia malah mengembangkan senyumnya dan tertawa ketika melihat Dava bercerita panjang lebar mengenai masa lalu mereka.

"Pertama kali gue sadar kalau gue jatuh cinta sama Lo, waktu gue pergoki Lo mau kabur lewat halaman belakang sekolah, dan gue menyatakan perasaan gue di UKS waktu gue ngobatin kaki Lo yang luka karena jatuh."

"Lo... Davarianova Pramudya Pamungkas, ketua osis yang tatapannya dingin kayak es serut, yang berhasil buat gue terpikat."

"Banyak cewek yang ngantri untuk jadi pacar gue, tapi yang lulus seleksi alam, cuma Lo."

Detik itu juga tawa Vanilla kembali terdengar. "Gimana gak lulus. Gue cantik, gue pintar, gue seorang poliglot, jago main alat musik, model, punya banyak perhargaan, siapa coba yang gak mau sama gue?"

Dava kembali memajukan wajahnya, "iya, Lo cantik."

Dada Vanilla langsung berdesir dan ia segera memalingkan wajahnya dari Dava. Lama-lama berada di dekat Dava bisa membuat Vanilla terbang hingga menembus langit ketujuh. Semoga saja tidak langsung jatuh ke dalam jurang.

"Vanilla.." panggil Dava membuat Vanilla menoleh. "Gue kangen sama Lo. Rasanya kayak mimpi, karena gue duduk di sebelah Lo sekarang."

Dava menarik tangan Vanilla dan menggenggamnya seolah tak ingin lepas.

"Maaf karena gue pernah jadi cowok brengsek di masa lalu. Gue harap Lo mau maafin kebodohan gue yang membuat gue kehilangan Lo bertahun-tahun lamanya."

Vanilla mengembangkan senyumnya dan membalas genggaman tangan Dava, "Lo gak perlu minta maaf."

"Lo gak akan pergi lagi kan?" tanya Dava dengan nada khawatir yang sangat kentara.

Vanilla menganggukkan kepala, "kan gue udah bilang, gue akan berjuang untuk Lo. Gue mau buat akhir yang bahagia untuk kisah kita."

"Kalau gak bisa gimana? Lo tetap mau berjuang?" pertanyaan Dava membuat raut wajah Vanilla berubah menjadi pias. Ia menatap ke dalam mata Dava, berusaha mencari pesan tersembunyi atas kalimat Dava barusan.

Melihat perubahan ekspresi wajah Vanilla yang signifikan, Dava langsung mengembangkan senyumnya. "Gue juga akan berjuang, untuk akhir kisah kita yang bahagia."

Dari nada bicara Dava, terdengar bahwa masih ada keraguan di benak Dava. Meski sepenuhnya tidak ingat dengan pria di sampingnya, tapi Vanilla dapat mengenali gerak-gerik Dava. Termasuk di saat Dava sedang berbohong atau menyembunyikan sesuatu.

"Cewek itu..." Vanilla kembali membuka suara. "Tunangan Lo?" tanya Vanilla dengan nada pelan.

Alis Dava berkerut, "siapa?"

"Cewek yang ada bersama Lo di pernikahan Vanessa kemarin."

"Oh, Soraya?" Vanilla menganggukkan kepalanya. "Bukan, dia sekertaris gue di kantor."

"Tapi dia bilang kalau dia calon istri Lo."

Dava bergumam dan melepaskan genggaman tangannya pada tangan Vanilla. "Gue memang punya calon istri sih," ujarnya seperti sedang berpikir. Lalu tak lama ia kembali menatap Vanilla, "nih, di samping gue."

Detik itu juga Vanilla langsung melayangkan pukulan pada lengan Dava hingga Dava meringis. "Belajar gombal dari Vino ya Lo?" delik Vanilla tajam.

Dava tertawa dan mengacak rambut Vanilla hingga Vanilla kembali memukul tangan Dava agar berhenti membuat rambutnya kusut.

Dava meletakan sikunya di atas meja lalu bertopang dagu dan menatap kearah Vanilla dengan senyum yang sama sekali tidak memudar.

"Kenapa?" tanya Vanilla salah tingkah karena di tatap oleh Dava.

"Gak papa," jawab Dava. "Gue cuma mau lihat malaikat di sebelah gue lebih lama dari yang gue bisa."

"Apaan sih Dav!"

Dava mengubah posisinya, menjadi melipat kedua tangannya dan meletakkan kepalanya di atas sana seraya memejamkan mata.

"Leher lo bisa sakit Dav, kalau tidur posisi begitu."

"Gak sebanding sama rasa sakit yang selama ini lo rasain, sayang.." balas Dava tanpa membuka matanya. Tangannya menarik tangan Vanilla, lalu meletakkannya di atas kepala dengan maksud meminta Vanilla untuk mengusap rambutnya.

Mengerti dengan maksud Dava, Vanilla langsung saja menggerakkan tangannya mengusap rambut Dava. Vanilla kembali mengembangkan senyum tipis sembari memandang wajah Dava yang sedang memejamkan mata. Apa mungkin dulu Vanilla melihat wajah tampan Dava seperti ini setiap hari? Sayangnya, Vanilla tidak begitu mengingat kenangan manis antara dirinya dan juga Dava.

Namun meski ingatannya hilang, hati dan perasaan tidak mungkin bisa berbohong. Vanilla yakin, jauh di masa lalu, perasaan yang Vanilla simpan untuk Dava sama persis seperti perasaan yang Vanilla rasakan sekarang atau bahkan lebih dari apa yang ia rasakan sekarang.

*****

Akhirnya Dava menceritakan bagaimana bisa ia berada di satu pesawat yang sama dan duduk bersebelahan dengan Vanilla. Siapa lagi kalau bukan Jason yang sudah merencanakannya. Sebelumnya Jason memang meminta sekertaris pribadinya untuk memesan tiket untuk dua orang. Untuk Vanilla dan juga untuk Dava, tanpa sepengetahuan Vanilla.

Jason mengatakan bahwa Jason akan menemani Vanilla, dan tiba-tiba ada urusan mendadak sehingga harus membatalkan penerbangannya. Padahal dari awal Jason memang tidak berniat menemani Vanilla, melainkan Dava. Jasonlah yang meminta Dava untuk menemani Vanilla kembali ke Paris. Anggap saja sebagai masa pendekatan kembali antara Dava dan Vanilla.

Jelas saja, tanpa pikir panjang Dava menyetujui ide Jason tersebut. Ia langsung membatalkan seluruh pertemuan di kantor dan mengambil cuti selama satu minggu. Berakhirlah Dava disini, di apartemen Vanilla yang berada di Paris.

"Kenapa Lo gak nginap di hotel aja sih?" sungut Vanilla setengah kesal karena Dava membuntutinya hingga masuk ke dalam apartemen dan mengatakan akan tinggal di apartemen Vanilla.

Dava mendengus, "Lo gak lihat? gue kesini cuma bawa diri doang Vanilla."

Yap, Dava benar-benar hanya membawa dirinya saja. Tidak membawa tas ataupun baju satu pasang pun. Hanya bermodalkan dompet yang berada di saku celananya. Karena Jason yang menghubunginya secara mendadak.

"Selama ini Lo tinggal disini?" tanya Dava di balas anggukan oleh Vanilla. "Sendirian?"

Vanilla menggeleng, "berdua," jawabnya.

"Sama siapa?" tanya Dava lagi dengan nada terdengar posesif.

"Sama kucing gue yang sekarang lagi di tempat penitipan hewan." Dava langsung menghela napas lega. "Kenapa?" tanya Vanilla heran dan Dava langsung menggeleng.

Sesampainya mereka di apartemen tadi, Vanilla langsung pergi menuju supermarket yang kebetulan berada tak jauh dari tempat tinggalnya. Vanilla membeli bahan-bahan makanan untuk beberapa hari kedepan hingga semua urusannya di sini selesai. Ditambah lagi dengan kehadiran Dava yang tidak mau menginap di hotel dan lebih memilih untuk menginap di apartemennya.

"Lo suka makanan apa?" tanya Vanilla yang sedang sibuk mengeluarkan bahan-bahan makanan dari dalam tas belanja.

"Gue sukanya Lo."

Pergerakan Vanilla terhenti dan ia langsung menatap Dava dengan tatapan memicing. Sedangkan yang di tatap hanya melempar senyum sembari bertopang dagu di atas meja bar.

"Dav, gue serius!"

"Yuk besok ke catatan sipil."

Alis Vanilla berkerut, "mau ngapain?" tanya nya bingung.

"Serahin berkas pengajuan pernikahan kita."

Vanilla menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya, lalu berjalan menghampiri Dava dan menarik tangan Dava hingga berdiri dari kursi yang di duduki Dava. "Mending sekarang Lo mandi," ujar Vanilla mendorong punggung Dava menuju kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. "Di lemari gue ada pakaian Jason, Lo bisa pakai baju dia untuk sementara."

"Kiss me please..." Dava mengedipkan matanya yang di sambut dengan lemparan handuk oleh Vanilla.

Melihat raut wajah Vanilla yang kesal, Dava langsung tertawa. Apalagi ketika Vanilla keluar dari kamar dan menutup pintu dengan sangat keras. Ekspresi wajah menggemaskan seperti itulah yang Dava rindukan dari Vanilla.

Dava menghela napas. Hari seperti ini tidak pernah Dava bayangkan sebelumnya. Baik Dava maupun Vanilla memang masih merasa sedikit canggung, tapi Dava yakin, lambat laun semua akan kembali seperti semula. Seperti saat Dava dan Vanilla bersama di masa lalu.

*****

*Poliglot = orang yang mampu berbicara lebih dari 4 bahasa asing.

Selama berbulan-bulan ngetik cerita ini, fix ini part terbaper yang pernah gue ketik.

Kamis, 11 Juni 2020

Continue Reading

You'll Also Like

716K 56.4K 43
[DITERBITKAN DAN TERSEDIA DI TOKO BUKU] Saat dunia sudah diambil alih oleh para vampire. Mereka mengancam, menculik, menyiksa, bahkan membunuh manusi...
1.1M 80.6K 39
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
536K 6.6K 23
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
423K 15.3K 30
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...