DISPARAÎTRE [END]

By this_browneyess

22.7K 3.1K 116

[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, DAN JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!] NOTE : AWAS TYPO "Gue Renald. Kalo lo mau t... More

1. MORNING PROBLEM
2. MET BY
3. UNKNOW NUMBER & KISSED
4. VERY PUSHY
5. ANNOYED
6. REYSA SICK
7. INVITE TO GO
8. HEARTBEAT
9. PROBLEM COMES
10. FEEL HURT
11. THREAT
12. RUN AWAY
13. HALFWORD
14. TIRED
15. TWO HARD CHOICES
16. CONFUSING CHOICE
17. MOCKING LAUGHTER
18. NEW STUDENT
19. FEEL GUILTY
20. HARD SLAP
21. FAILED
22. THE PAST
23. LOST
24. PANIC & RESTLESSNESS
25. ENGAGEMENT
26. EVIDENCE & ARREST
27. APOLOGIZE
28. ARGUMENT & JEALOUS
29. MISS, HUG, & JEALOUS
30. JEALOUSY & ANNOYANCE
31. TOGETHERNESS & EMOTION
32. COMPETITION & FRUSTRATION
33. WAITING & A DISSAPOINTMENT
34. NERVOUS
35. MISUNDERSTANDING
36. CASTE & TROUBLE
37. HOT HEARTED
39. BAZAAR PREPARATION
40. MUSIC EVENTS & BAZAAR
41. BAD DAY
42. BAD LUCK, REYSA
43. REAL INCIDENT
44. REYSA'S EXPLANATION
45. THE TRUTH
46. REGRET
47. BE CAGRINED
48. REFUSE
49. DARE
50. TOO SUDDEN
51. HOSPITAL & BAD NEWS
52. SAD TEARS
53. REVENGE
54. NIGHTMARE
55. LASTING MEMORIES
56. LINGERING SADNESS

38. SURPRISE

228 48 0
By this_browneyess

"Even though it took a long time, it finally produced a happy result."

***

Tidak ada yang terasa menyenangkan akhir-akhir ini. Bukan dirinya yang masih bersikap labil, tetapi Reysa yang tidak bisa dipercaya. Gadis itu seperti membodohinya, dan yang lebih menyedihkan lagi, ia pernah mempercayainya dengan sepenuh hati. Kebohongannya serasa dibungkus rapat oleh sikap manis dan cara menjelaskannya.

Awalnya memang ia kagum dengan Reysa, tingkahnya terbilang cukup menantang untuk ia labeli sebagai pacar. Tapi lama kelamaan, ia semakin enggan untuk mempercayainya lagi. Untuk sekarang ini mungkin ia akan berhenti mengganggu gadis itu, dan menenangkan pikirannya atas kejadian-kejadian tidak mengenakan seperti kemarin.

Pikirannya tak pernah bisa lepas dari bayangan Reysa yang selalu tampak menggemaskan sekaligus menyebalkan. Senyum gadis itu terus membayangi angan-angan, dan berakhir ia merasa tidak rela dengan semua yang terjadi sekarang.

Ia menggeleng untuk membuang pikiran-pikiran aneh itu. Renald lebih memilih masuk ke sebuah rumah mewah milik Reno. Tanpa mengetuk pintu, ia langsung menerobos masuk. Renald sediri begitu paham dengan kehidupan sahabatnya itu. Kedua orang tua laki-laki itu sibuk dengan pekerjaannya, serta Reno adalah anak tunggal. Jadi, setiap hari rumah itu hanya dihuni oleh Reno dan beberapa asisten rumah tangganya.

Renald pernah bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apa Reno tidak merasa kesepian? Kalau ia menjadi Reno, pasti akan sangat bosan. Apalagi tidak ada saudara yang bisa diajak beradu mulut atau saling mengejek. Sepertinya dunianya akan sangat kaku.

Terlepas dari pikiran-pikiran aneh itu, Renald mengambil duduk di single sofa ruang tengah. Reno sendiri tengah leyeh-leyeh diatas karpet sembari menonton sinetron. Aldi tampak membawa beberapa minuman kaleng dari arah dapur, dan mengambil duduk di sofa panjang.

"Kusut amat muka lo!" ungkap Aldi yang mencoba mencairkan suasana. Ia menyodorkan satu buah minuman pada laki-laki itu. Ia berani taruhan kalau Renald tengah memikirkan tentang Reysa. Yang ia yakini laki-laki itu sedikit bimbang dengan pikirannya.

Sebenarnya ia juga tidak tahu keduanya tengah berselisih atas masalah apa. Reysa terlalu sulit untuk ditebak, dan Renald terlalu tertutup dan enggan untuk berbicara. Minimal laki-laki itu memberitahunya, agar ia bisa memberi saran pada Renald. Atau kalau memang itu privasi masing-masing, it's oke. Ia tidak akan memaksanya mengatakan sesuatu.

"Itu ada setrikaan nganggur, Ren. Pake aja, gue ikhlas kok. Mana tau muka lo nggak kusut lagi."

Reno menyahuti ucapan Aldi. Ia merasa geram sendiri pada laki-laki satu itu. Tidak terlalu mengenal dunia percintaan, tetapi masih memaksakan diri untuk membangun hubungan. Bukan bermaksud untuk mendoakan keduanya, tetapi sebentar lagi hubungan mereka akan kandas. Dilihat dari gerak-gerik dan tingkah keduanya, tidak lama lagi mereka akan bubar.

Ia hanya was-was kalau sahabatnya itu berubah menjadi laki-laki galauers. Yang kalau malam memutar lagu sedih dan duduk dipojoka kamar. Atau lebih parahnya, mendatangi kelab malam seperti dulu saat laki-laki itu frustasi karena masalah keluarganya. Bukannya ia terlalu berlebihan, itu hanya bayangan saja. Selebihnya ia tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya.

Mengenal Reno cukup lama membuat Renald paham. Kalau tidak melontarkan kalimat pedas, ya pasti cibiran. Tidak jauh beda dengan Aldi. Bedanya Aldi masih bisa kalem dan menjadi penasehat yang budiman.

"Belum pernah dipukul golok lo, ya?" sinis Renald.

Reno tergelak. Sudah ia duga, laki-laki itu pasti berang sendiri karena tidak terima atas perkataannya. Walaupun Renald tahu ia bercanda, tapi laki-laki itu akan tetap menyemburnya dengan kata-kata sinis.

"Belum nich, pukul aku dong mas." balas Reno dengan suara manjanya.

Aldi mengurut pangkal hidungnya yang tiba-tiba berdenyut. Kalau penyakit edannya Reno sedang kumat, ya seperti ini. Sedangkan Renald mencebik kesal. Laki-laki itu tahu, Reno tidak memiliki akal yang sehat. Pikirannya hanya dipenuhi sinetron perselingkuhan dan azab. Selebihnya hanya perempuan bohai nan seksi.

"Najisin banget lo! Mangkal aja sana, biar nggak jadi beban."

"Setubuhi aku dong mas." Reno mengedipkan matanya manja.

Buk

Renald melempar kaleng minuman yang sudah kosong pada Reno. Kaleng itu menghantam keningnya dengan sadis. Membuat laki-laki itu mendengus. "Jahat banget kamu, mas." ringis Reno sembari mengusap keningnya yang tersa nyut-nyutan.

"Sekali lagi lo bertingkah kaya bencong, gue sumpahin lo jadi bencong beneran!" ancam Renald yang sudah sangat mangkel dengan tingkah absurd dari Reno. Aldi tergelak ditempatnya. Ia mencari aman saja, dan tidak akan berani coba-coba mengganggu Renald.

"Sialan!" umpat Reno.

Laki-laki itu bangkit, meraih satu kaleng cola lalu meneguknya. "Akhh— edan!" seru Reno saat merasakan tenggorokannya terasa terbakar.

Sebagian orang pasti akan melakukan hal yang sama ketika meminum minuman yang mengandung soda. Aktivitas seperti itu kadang refleks dan keluar begitu saja dari mulut. Berarti mereka benar-benar menikmati atau tengah merasakan kenikmatan dari minuman tersebut. Seperti Reno tadi, laki-laki itu refleks ketika mengatakan itu.

Mengabaikan Reno yang tengah edan ditempatnya, Aldi lebih memilih untuk menanyakan sesuatu mengenai hubungan aneh antara Reysa dan Renald. Keduanya terlihat saling mencintai, tetapi selalu saja Renald tiba-tiba berubah dan memusuhi Reysa. Ia juga tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah.

"Ren, lo ada masalah sama Reysa?"

****

Regita melempar tas sekolahnya ke sembarang arah. Setelah bergulat dengan pikirannya dan menghabiskan waktu untuk mengelilingi kota Jakarta, ia akhirnya memutuskan untuk datang ke rumah Bara. Ia masih tidak yakin sih, kalau mereka tidak akan menjahilinya.

Siapa tahu memang benar, ada sesuatu penting dan ia harus datang ke sana. Mungkin saja ia akan tertinggal berita kalau tidak mau datang. Nanti ia yang disalah-salahkan karena bertanya apa yang tengah terjadi. Terutama Reysa, pasti gadis itu akan mengatakan, "Makanya dateng. Sok sibuk banget sampe nggak bisa dateng! Sibuk mangkal ya?"

Bukan kaleng-kaleng lagi, tapi sudah diatas level pedas serta kesinisan yang amat tajam. Alih-alih berkata baik-baik, malah ia sendiri terkena serangan maut dari mulut nyelekit Reysa.

Setelah selesai bersiap-siap, ia segera pergi ke rumah Bara. Jalanan tampak lenggang, tidak seperti malam-malam sebelumnya. Ia mencium aroma cilor yang mulai menguar di indera penciumannya. Tidak menunggu waktu lama, ia menghentikan motornya disebelah gerobak penjual cilor.

"Mang, dua puluh ribu dong."

"Siap, neng."

Tidak sampai lima menit, akhirnya Regita bisa mendapatkan cilor itu. Ia kemudian mengulurkan uang dua puluh ribuan. Semoga saja Reysa tidak disana dan beberapa orang lainnya yang hobi memalak. Bisa-bisa langsung ludes dan ia tidak kebagian sama sekali. "Makasih, mang."

Gadis itu membelokkan motornya ketika melihat rumah mewah yang cukup ia kenal. Ia memarkirkan motornya digarasi, membawa langkahnya masuk ke dalam rumah itu. Hatinya merasa senang ketika tidak menemukan siapapun dan hanya ada Bara yang tengah duduk di ruang tengah.

Sembari melangkah, ia memakan cilor itu dengan khidmat. Walaupun ia tahu bahwa makan sambil jalan tidak sopan, tetapi ia tidak memperdulikan itu. Lain kali saja ia bersikap sopan, sekarang pending dahulu. Tanpa menyapa, Regita mengambil duduk disebelah laki-laki itu. Atensi Bara teralih, melirik sinis Regita yang memperlihatkan tampang tak berdosa.

"Jajan mulu, udah gede juga." cibir Bara sinis.

"Halah, bilang aja iri!" sahut Regita tak kalah sinisnya. Bukannya menawari Bara, malah gadis itu asik sendiri seperti tidak menganggap keberadaan Bara di sana.

"Nggak ada waktu gue buat iri sama lo. Lagian gue nggak doyan cilor."

"Nggak doyan gimana, kemaren yang paling banyak makan kan lo. Amnesia, bang?"

Bara meringis malu. "Khilap, Gi."

Keduanya sama-sama diam. Regita masih asik memasukan cilornya ke dalam mulut, dengan Bara yang entah sedang melakukan apa dengan laptopnya itu. Sepertinya masalah pekerjaan. Maklum, anak kantoran yang selalu sibuk dengan berkas dan bau proposal.

"Gi, gue minta tolong dong, ambilin laptop yang ada di ruangan gue, sama flashdisk-nya sekalian."

Kedua netra Bara masih fokus pada layar laptopnya yang menyala. Menampilkan tabel daftar keuangan yang entah apa itu, Regita kurang tahu.

Jelas saja Regita gondok. Bara menyuruhnya ke sini hanya untuk diperalat oleh laki-laki itu? Yang benar saja, bahkan ia rela membuang waktu berharganya untuk datang ke sini. Malahan berakhir disuruh-suruh oleh laki-laki itu.

"Lo nyuruh gue ke sini cuman buat lo suruh-suruh, gitu? Ngajak adu jotos emang!"

"Minta tolong lah, Gi. Ini lagi penting banget, takut gue lupa."

Walaupun jengkel, Regita tetap menuruti permintaan Bara. Kendati disepanjang jalan tak pernah berhenti mendumal. Lagian, mengapa Bara tidak mengambilnya saat ia belum datang tadi? Kan ia juga tidak akan merasa lelah seperti ini.

Sudah lelah, lemas, lunglai, lesu, letoi, loyo, lenyai, masih juga diperintah banyak hal. Bara memang tidak pernah berubah sejak dulu. Mengenal lama sosok Bara, membuat ia hafal dengan tingkah laku laki-laki itu.

Ia memutar handle pintu ruangan itu. Dengan langkah malas, Regita mulai menapaki keramik pertama dan terhenti begitu saja. Wajahnya begitu terkejut begitu melihat sosok Veran yang tengah berdiri membelakanginya.

Regita mengusap dadanya. "Sialan! Gue kira setan."

Gadis itu kembali melangkah mendekati sebuah meja, namun tangannya ditahan oleh Veran. Regita sedikit tersentak, walaupun ia bisa membaca gerak-gerik laki-laki itu, tetap saja ia kaget. Perasaannya mulai campur aduk tidak jelas. Badannya panas dingin, serta jantungnya yang mulai berdebar kencang. Regita menarik tangannya dari cekalan Veran, namun Veran menahannya.

"Gi, lo tau gue ngapain disini?"

"Kalo nggak ngepet ya—"

Veran mengikis jarak diantara mereka dan mendekatkan bibirnya ke depan telinga Regita. Membuat bulu kuduk Regita meremang setelahnya. Jangan tanya kabar jantungnya, dia tidak baik-baik saja sekarang.

"Gue mau ngasih tau sesuatu sama lo."

"Ng-ngasih tau apa?" tanya Regita gugup. Napas Veran begitu terasa mengenai daun telinganya juga area leher.

Veran tersenyum. Masih pada posisi yang sama, Veran kembali berbisik. "Kalo gue suka sama lo."

Tubuh Regita menegang. Ini terlalu diluar ekspektasinya. Ia tidak pernah membayangkan bahwa Veran 'lah yang akan membicarakan hal penting, bukan Bara. Ia juga mau-mau saja diperintah seperti ini, yang berakhir ia terkurung dalam lingkaran mendebarkan seperti ini.

"H-hah?"

Seakan-akan ia tidak bisa berkata dengan benar sampai-sampai gagap seperti ini. Ia mengutuk mulut dan juga jantungnya yang tidak bisa diajak kompromi.

"Emang nggak elit sih tempatnya. Tapi gue mau ngomong serius banget sama lo."

Veran juga memiliki hak untuk berhenti meraih apa yang tidak bisa dicapai. Ini sudah terlalu lama ia menetap pada hati yang entah untuk siapa. Dulu ia selalu yakin bahwa Regita pasti akan mencintainya seiring berjalannya waktu. Tetapi semakin berlalu, ia sudah tidak bisa lagi mengejar cinta dari orang yang memang tidak mencintainya.

Selain melelahkan, itu juga sia-sia. Berjuang juga pasti ada batasnya. Tidak selamanya kita terus berjuang sampai benar-benar mendapatkannya. Ada waktunya juga kita berhenti, dan mencari pengganti yang lebih pantas untuk diperjuangkan.

Kedua netra Veran menatap dalam bola mata Regita. Ia semakin paham, bahwa gadis itu begitu gugup karena perlakuannya yang bisa dibilang tidak seperti biasanya.

"Ini terakhir kali gue ngejar-ngejar lo setelah bertahun-tahun. Bukannya gue nyerah, tapi gue juga nggak mungkin maksain perasaan lo buat suka sama gue. Selama ini gue emang enjoy-enjoy aja, tapi kalo dipikir-pikir ini udah terlalu lama. Udah hampir kelima puluh kali lo nolak gue, dan gue juga makin sadar kalo lo nggak pernah cinta sama gue."

Veran hanya perlu mengatakan perasaannya, dan ketika Regita benar-benar menolaknya, mulai detik itu juga ia akan berhenti melakukan hal bodoh seperti ini. Ia sudah terlalu lelah untuk terus berjuang mendapatkan hati gadis itu. Ia ingin mengistirahatkan hatinya sejenak, sebelum ia beralih pada hati yang baru.

"Gue cinta sama lo, Gi. Lo pasti tau 'lah, selama ini gue selalu ngejar-ngejar lo. Walaupun respon lo kaya gitu, bagi gue itu salah satu hadiah dari usaha gue. Malam ini gue cuman mau bilang, mau nggak jadi pacar gue?"

Ada banyak keraguan di mata Regita. Veran sendiri paham dengan tatapan itu. Bahwa Regita tidak akan menerimanya. "Gue nggak akan maksa. Pilihan lo ada pada hati lo sendiri. Kalo lo nolak gue, ya udah, berarti kita nggak pacaran."

"Maaf, bang—"

Regita belum selesai berucap, Veran sudah lebih dulu menyela. "It's oke. Gue terima semua jawab—"

"Gue mau."

Veran terdiam. Entah ia salah mendengar atau ini hanyalah sebuah mimpi. "Gue mimpi nggak sih? Coba cubit."

Regita jelas langsung mencubit Veran dengan keras, membuat laki-laki itu mengaduh. "Sakit. Tapi kok kaya mimpi, ya?"

"MAKANYA JANGAN KEBANYAKAN NGIMPI. SENYATA APAPUN, LO BAKALAN TETEP NGANGGEP ITU MIMPI. CK! DASAR ORANG BERDOSA!" cibir Reysa yang sedari tadi bersembunyi dibalik lemari.

Bahkan Reysa ingin sekali mengejek laki-laki itu karena pernyataan cintanya tidak romantis sama sekali. Pintu ruangan itu terbuka, menampilkan sosok Bara dan para cecunguk yang setia menguping di balik pintu. Harusnya Reysa juga bergabung dengan mereka, tetapi tak sempat keluar dari ruangan itu karena Regita tiba-tiba saja datang. Otomatis ia mencari tempat persembunyian yang sangat aman agar tidak ketahuan oleh Regita.

"Gue tuh udah mikir, kayanya Veran bakalan nyiapin puisi buat Regita. Eh, realita tak seindah ekspektasi." ujar Bara setelah menampakan diri.

"Gue juga mikirnya gitu. Si Veran kan rada alay, pastinya pas nembak Regita juga pake kata-kata alay." sahut Galang mengiyakan ujaran Bara.

"Oh Regitaaa... kaulah hidupku—"

Veran berang, ia melempar botol milik Reysa pada Devan yang mulai memancing emosinya. Mereka kira ia adalah tipe cowok alay yang menyiapkan puisi seperti itu?

"Oh Regitaaa... kaulah semangat—"

Kini giliran Gevan yang bersuara. Namun Veran lebih dulu melempar pulpen agar laki-laki itu tidak melanjutkan puisi alaynya itu. "Gue kelarin juga hidup lo, Gev."

"Kalo tadi Regita nolak, gue bikin syukuran sumpah. Memperingati kelima puluh kali Veran ditolak mentah-mentah sama Regita."

Diantara mereka, Frans yang sering mengata-ngatai Veran. Bukan sekali dua kali, tapi hampir setiap hari jika mereka bertemu. Bukan rahasia lagi bahwa Frans 'lah yang selalu menghitung berapa kali Veran ditolak oleh Regita. Dibantu oleh mereka-mereka yang begitu semangat mengejek Veran.

Tapi hari ini mereka terharu, karena perjuangan Veran selama ini membuahkan hasil. Tidak sia-sia juga ejekan mereka selama ini.

"Kalo lo nggak tua bang, udah gue bantai lo."

Mereka tergelak. Saat-saat seperti ini yang Reysa rindukan. Hampir saja ia tidak bisa merasakan ini lagi jika mereka tak datang ke Jakarta. Ia sendiri juga tidak tahu, mengapa mereka tiba-tiba saja pindah secara bersama-sama. Kecuali Heksa sih, laki-laki selalu bolak-balik untuk sekedar ikut berkumpul di sini.

Dan drama menyedihkan Veran telah berakhir hari ini. Ia hanya berdoa, semoga mereka tidak seperti hubungannya dengan Renald.

****

Tbc.

Continue Reading

You'll Also Like

888K 66.3K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
355K 18.1K 40
(END) Mereka pikir pertemuan itu hanyalah ketidaksengajaan. Namun, semesta sepertinya gemar sekali bermain main. Garis takdir yang begitu nyata memb...
53.9K 2.5K 56
𝑰𝒏𝒊 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒆𝒓𝒋𝒖𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈, 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒋𝒖𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒔𝒆𝒎𝒑𝒖�...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.8M 329K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...