68 | ginger shots
SABRINA menoleh sekilas ke kasur, menghadap Karen yang sudah terlelap duluan, terbungkus selimut tebal sampai sebatas bahu.
Padahal tadi, sebelum Sabrina pergi mandi, temannya satu itu juga mengeluh susah tidur. Entah apa yang akhirnya dia lakukan, sehingga saat Sabrina keluar dari kamar mandi, dia sudah berenang duluan ke kolam mimpi.
Sabrina duduk di sofa, mengeringkan rambut sambil mengecek HP.
Menyebalkan.
Zane tidak menghubunginya sama sekali seharian ini.
Karena Sabrina sibuk di back stage, dia juga tidak sempat melihat lelaki itu saat rehearsal dinner tadi.
Sungguh miris memang, pacaran beda kasta.
Di saat dia sedang banting tulang mengumpulkan serpihan rupiah untuk bertahan hidup, pacarnya malah enak-enakan menikmati caviar dan champagne di ballroom hotel bintang lima!
Kalau tidak sedang kasmaran dan otaknya sulit mencerna logika, mungkin dia sudah melambaikan tangan. Balik kanan ke pelukan Bimo.
Setelah merasa rambutnya cukup kering, perempuan itu merebahkan diri di sofa. Memandang langit-langit.
Sebenarnya badannya cukup lelah—karena seharian mondar-mandir dan jadi tidak nafsu makan meski menu yang dihidangkan seharian ini hampir tidak pernah dia cicipi seumur hidup. Tapi anehnya dia tidak kunjung mengantuk.
Rasanya seperti habis minum kopi, meski tentu saja dia tidak sempat ngopi santai hari ini saking hectic-nya.
Dia merasa ... anxious?—sejak melihat Jeff di depan lift tadi.
Dia merasa terlalu gundah, terlalu ingin tahu.
Ternyata bukan Ibel dan bukan Rachel yang menjadi kekasih Jeff.
Semua tebakannya salah.
Jadi, Rachel kemungkinan besar hanyalah salah satu perempuan teman baik adiknya, yang kebetulan menyukainya, dan Jeff tolak.
Sementara Ibel, mungkin hanya seseorang yang dikenal karena urusan pekerjaan.
Itu hipotesis paling masuk akal untuk saat ini.
Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkannya, tentang dia dan Zane akan menjadi ipar, meski mereka tetap bisa menikah-—itu pun kalau perasaan mereka berdua nantinya tidak berubah.
Sabrina sungguh tergelitik ingin menanyai kakaknya, dari mana dia mengenal Jeffrey Abram?
Tapi kalau ternyata Ibel justru salah fokus dan menanyainya balik—mengapa dirinya penasaran—Sabrina belum ingin menjelaskan hubungannya dengan Zane. Nanti dia bisa habis dibully. Karena Ibel tahunya dia membenci Zane setengah mati.
Sabrina memperhatikan Karen yang napasnya naik turun dengan teratur.
Pules abis.
Kayak bayi kekenyangan setelah dikasih susu.
Sabrina lalu berjalan mendekati lemari untuk berpakaian, mencomot dompet dan ponsel di meja, kemudian keluar.
Besok adalah hari H pernikahan.
Bagaimanapun juga dia harus istirahat malam ini. Jadi dia putuskan untuk keluar sebentar mencari minuman hangat, biar rileks.
Dia berjalan menyusuri koridor, menuju lift.
Dia kirim pesan juga untuk Zane, yang kemungkinan besar juga belum tidur.
Dan takdir memang nggak akan kemana.
Begitu Sabrina memasuki lift, di antara ratusan tamu hotel lain, Jeff sudah berada di dalamnya. Bersama perempuan yang tadi. Dan dua orang lain yang nampak beda rombongan.
Perempuan itu masih muda sekali. Kemungkinan seumuran, atau bahkan lebih muda dari Sabrina.
Kalau tadi keduanya menggunakan lift untuk turun, kali ini naik, sama seperti dirinya.
Jadi bisa disimpulkan mereka baru saja kembali, entah dari mana. Dan sekarang mungkin sedang menuju kamar, atau rooftop bar.
"I got caught." Jeff nyeletuk, mesem.
Sabrina jadi canggung sendiri. Apalagi dia baru mengenal Jeffrey selama sehari.
Sabrina balas mesem.
Perempuan yang berdiri di sebelah Abang Zane itu tersenyum dan menganggukkan kepala dengan sopan padanya, yang makin membuat Sabrina yakin kalau dia masih sangat-sangat muda.
Dan mau tidak mau, Jeff jadi kelihatan pedofil.
Tidak sedikitpun terlintas di benak Sabrina, calon kakak iparnya itu akan mengencani ABG alih-alih kakak kandungnya sendiri, yang bahkan memiliki rentang usia masih cukup jauh dengan lelaki ini, ya meskipun kalau mau jujur, Jeff nggak ada tampang om-om meski sudah pertengahan kepala tiga puluh.
"Age gap itu seksi, by the way." Sabrina berbisik, malah sok-sokan mendukung karena tidak tahu harus mengatakan apa.
Jeff ngakak, lalu memperkenalkan perempuan itu sebagai temannya. Dan dia sendiri diperkenalkan balik sebagai kekasih adiknya.
"Elle Tjandra."
Perempuan itu mengulangi penyebutan namanya, kali ini lebih lengkap.
Sabrina menerima uluran tangannya.
"Sabrina Hunter Tanjung."
Lalu Sabrina kembali menoleh ke Jeff.
"Lol. When you said you know my sister, I though you are in a relationship with her."
Jeff ngakak lagi, yang sekilas membuatnya mirip Zane.
"She is just the girl I used to know."
Sabrina manggut-manggut. "Jakarta sempit sih ya. Hahaha."
Lalu dua orang itu keluar duluan, sementara Sabrina lanjut naik ke bar.
Kebetulannya lagi, ada Akmal di sana. Duduk di depan counter, sedang ngobrol dengan salah seorang bartender pria.
Untung dia berada di lokasi strategis, jadi mata Sabrina bisa langsung menemukannya meski pencahayaan ruangan tidak terang, dan tergolong ramai.
"Belum ngantuk, Mal?" Sabrina menepuk bahunya, lalu segera menarik tempat duduk.
Akmal menoleh. "Hmm. Elo ngapain ke sini?"
"Lihat-lihat. Kali aja ada bule ganteng mau nraktir gue."
Akmal kontan menjitak kepalanya. "Gue aduin cowok lo, mampus, deh!"
Sabrina manyun.
Akmal langsung memesankan ginger shots sebelum temannya itu kumat keponya untuk mencicipi beragam minuman yang ada—mentang-mentang sedang mengantongi kartu kredit bos.
"Elo di mana-mana ngobrolnya ama cowok, sih. Panteslah Juned tertarik sama lo." Sabrina meringis.
Akmal mendengus. "Jangan mulai, deh."
"Tapi bener deh Mal, coba lo kurang-kurangin membuat pencitraan yang bikin orang lain salah tangkep."
"Hmm."
"Misal, lo deketin cewek, gitu."
"Hmm."
Sabrina mencubit pinggangnya karena kesal dicuekkin.
"Itu semalem lo ada di kamar gue, jangan bilang dalam rangka kabur dari Juned juga?"
Akmal tidak menyahut.
Sabrina melongo. "Oh. My. God. Padahal dari tadi gue bercanda lho."
Begitu minuman Sabrina tiba, perempuan itu langsung meneguknya.
"Segitu ngerinya lo ama Juned?" Sabrina ngakak. "Cuma gara-gara sering diceng-cengin anak-anak? Please, deh, Mal. Juned tuh kalau ditanya pilih Sean O'Pry atau Kendall Jenner, dia jelas pilih Kendall!"
Tapi penjelasannya sama sekali tidak membuat Akmal merasa baikan.
"Pindah ke kamar gue lagi aja, deh, kalau nggak percaya, dan khawatir keperjakaan lo terenggut. Biar gue ke tempat Bang Zane."
"Bos jadinya check in di sini juga?"
"Hmm." Sabrina mengecek ponselnya. Karena baru saja pesan masuk dari Zane mengatakan dirinya sudah sampai, otomatis dia jadi menoleh ke pintu masuk. "Tuh orangnya!"
Sabrina melambai.
Zane berjalan menghampiri.
"Boleh, deh." Akmal akhirnya menerima tawarannya.
Sabrina mengeluarkan kunci kamar dari dompet dan mengangsurkannya.
"Jangan bangun kesiangan lagi. Besok hari terakhir kita kerja."
"Hmm."
"Jangan sampai lo apa-apain temen gue."
Akmal berlalu, menyapa Zane saat berpapasan.
Pandangan Sabrina lalu tidak sengaja jatuh pada perempuan di meja pojok, arah diagonal dari tempatnya duduk.
Rachel?
Sendirian. Dan dia nampak mengkhawatirkan.
Zane menghentikan langkah di hadapannya, menarik salah satu stool dan duduk di sana.
"Belum ngantuk?" tanya Zane.
Sabrina tidak bisa mengalihkan pandangan dari perempuan yang tidak disukainya itu. "Hmm."
Zane menarik kursi Sabrina mendekat, meletakkan satu tangannya di sana.
"Udah malem banget."
Sabrina akhirnya mengangguk, menjauhkan gelas kosongnya ke tengah meja.
"Bang ...."
"Hmm?"
"Temen lo kayaknya butuh ditemenin, deh. At least, make sure dia nggak kebanyakan minum dan balik ke kamarnya dengan selamat. Nggak lucu besok pas nikahan temennya, dia malah nggak bangun karena hangover."
Zane celingukan mencari-cari orang yang dimaksud Sabrina.
"Oh." Zane akhirnya menemukannya.
"Anter dia ke kamarnya dulu. Gue tunggu di kamar lo." Sabrina bangkit berdiri.
Zane mengangguk, mengeluarkan key card dari kantong celananya.
"Tidur duluan aja. Gue nggak lama-lama," ujarnya.
Sabrina mengangguk, mengecupnya singkat. Berbagi rasa ginger yang sedari tadi masih pekat di mulutnya.
... to be continued
PS. Part 68 adalah part terakhir di sydney, bisa dilanjut dengan baca BONDI BEACH di karyakarsa.com setelah ini.
Link ada di komentar di samping: ➡️
Btw, meski gak diceritain, buat yg penasaran, nanti pulangnya Sab tetep kelas ekonomi. Tadinya zane mau switch tempat duduk sama karen/akmal, tapi tu anak 2 malah berantem, makanya gak jadi.
Kenapa Sab tiketnya sab gak diupgrade ke bisnis jauh2 hari sebelum balik? Banyak yg gk terima dan bilang zane pelit, wkwk. Gpp klo buat kalian itu red flag, tapi buat Sab malah bego kalo tiket 12jt diupgrade jd 50jt, padahal sab emang lg kerja, bukan honeymoon. Mending duitnya buat nraktir sab sama milo makan berbulan-bulan drpd buat kursi pesawat doang.