ALAÏA

By radexn

22.1M 2.2M 4.9M

[available on offline/online bookstores; gramedia, shopee, etc.] ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ ❝ Dia pergi, membawa da... More

Prolog
1. Hey, Nona
2. Kabur
3. Kembali ke Rumah
4. Dekat
5. Lebih Nyaman
6. Laut
7. Hanya Alaia
8. Berdua
9. Mungkin Salah
10. Feels
11. Dua Rasa
13. Pernah Ada
14. Kamu
15. Gelora Asa
16. Gone
17. Nuansa Bening
18. Lensa
19. Dua Garis
20. Langit
21. Young Married
22. Anger
23. Bittersweet Feeling
24. Lost
25. Badai Rasa
26. Goddess
27. Jalan Kita
28. Hampir
29. The Blue
30. Dark Sky
31. Confused
32. Satu Bintang
33. Siren
34. Mrs. Raja
35. Euphoria
36. Laut dan Alaïa
37. Wheezy
38. Celah Adiwarna
39. Aqua
40. Baby Daddy
42. Insecure
43. One Wish
44. Jika Aku Pergi
45. Rumit
46. Langit Ketika Hujan
47. Mermaid
48. Something From The Past
49. Reincarnation
50. Hey, Baby
51. Pudar
52. Cahaya Halilintar
53. Black and Pink
54. Harta, Tahta, Alaia
55. Happy Mamiw
56. Permainan Langit
57. Badai
58. Amatheia Effect
59. Rest in Love
60. Bintang
61. Di Bawah Purnama
62. Death Note
63. Glitch
64. Langit Shaka Raja
65. Bye
66. Sekali Lagi
67. Half-Blood
68. Deep Sea
Vote Cover ALAÏA
69. Terang [END]
PRE-ORDER ALAÏA DIBUKA!
Extra Chapter
ALAÏA 2
SECRET CHAPTER ⚠️🔞
AMBERLEY
ALAÏA 3
ALAÏA UNIVERSE: "SCENIC"

12. Dilema

351K 39.8K 38.8K
By radexn

FOLLOW INSTAGRAM AKU: alaiaesthetic & radenchedid (cadangan). Biar engga ketinggalan info tentang ceritaku! 🤍

12. Dilema

Kemarin, Kai marah besar di kantor PLN. Dia memaki semua orang yang bekerja di sana, bahkan mengancam akan membawa kasus ini ke jalur hukum.

Kai tidak terima rumahnya jadi berantakan, bahkan rusak atas kejadian kemarin.

Beberapa orang sudah mengingatkan Kai bahwa semua ini bukan kesalahan dari pihak PLN. Justru PLN sengaja mematikan arus listrik agar tidak terjadi korsleting karena amukan hujan badai.

Akan tetapi, omongan mereka tak ada yang diterima baik oleh Kai. Kai tetap pada pendiriannya.

Saat ini Kai berada di rumah. Ia tiduran di sofa sambil memejamkan mata dan meregangkan ototnya yang tegang. Rasanya lelah sekali, ia butuh istirahat namun pikirannya sedang kacau.

Ketika Kai membuka mata, ia mendapatkan sesuatu yang janggal dan mencuri perhatian. Kai beranjak, menghampiri salah satu jendela rumah yang ukurannya cukup besar.

"Pecah!" Kai berseru lantang. "Kenapa nih?!"

Beberapa jam lalu Kai memang meninggalkan rumah untuk menemui Zito dan saat itu jendelanya masih kokoh sempurna. Lalu ia kembali ke tempat tinggalnya dan menemukan kondisi jendela tersebut rusak parah.

"Gue kemalingan? Ada maling masuk ke rumah gue?!" Kai kelabakan, matanya terbuka lebar-lebar. "Bangsat!"

Secepat mungkin Kai lari ke lantai atas menuju kamar. Ia harus memeriksa seluruh harta benda yang berada di sama. Kalau sampai ada satupun barang yang hilang, Kai bisa stress berat!

Tiba di sana, Kai membuka pintu dengan kasar. Ia masuk dan menelusuri seisi ruangan. Posisi beberapa benda berubah, bergeser dan berpindah. Ada yang acak-acakan, ada juga yang rapi.

Kepala Kai makin pening. Dia membongkar lemarinya dan merasa ada yang hilang tapi ia tidak tau persisnya apa.

Rumah semewah ini kemalingan. Sebentar lagi Kai pasti akan menyalahkan sekuriti yang bekerja menjaga keamanan. Bisa-bisa ia mengeluarkan sumpah serapah untuk mereka.

Kai beranjak, dia harus mencari tau siapa orang hina yang masuk ke rumah ini. Sayangnya rekaman cctv error. Layarnya hanya garis dengan latar gelap.

"SIALAN!" pekik Kai.

Kai menendang meja, lanjut menghancurkan benda di sekitarnya. Dia teriak penuh kebencian dan memaki-maki. Dia sangat marah.

Setelah semua ini terjadi, Kai masih belum menyadari bahwa kesialannya datang bertubi-tubi semenjak Alaia pergi. Pergi dengan rasa sakit.

⚪️ ⚪️ ⚪️

Bastian mengajak teman satu gengnya untuk berpesta karena rencananya berjalan mulus. Bastian bersedia traktir mereka di sebuah tempat hiburan.

Duit Bastian banyak, tergolong anak orang kaya, tapi dia terlalu sering menghambur-hamburkan uang. Bukan hasil kerja kerasnya, melainkan harta orang tua dia.

Untuk kalian yang penasaran, nama geng Bastian adalah Kazute. Terdengar seperti nama berunsur Jepang, padahal sama sekali bukan.

Kazute artinya Kawasan Zuka Tete. Zuka merupakan plesetan dari kata suka.

"Lo mau ambil apa aja, bebas! Gue yang bayar!" Bastian bertutur lantang.

Ia kembali meneguk minuman soda dan bernari bersama seorang perempuan yang kesadarannya sudah hilang setengah. Bastian bersiul ketika temannya ini menggoyang pinggul dan memajukan dada ke arah dia.

"Woohoo!" Bastian menikmati.

"Come, Babygirl. Ayo ikut." Bastian berucap sembari mundur menuju sofa.

Cewek bernama Syadza ini mengikuti ajakan Bastian. Dia tertawa manja dan semakin bertingkah genit di hadapan cowok ini.

Ketika tiba di dekat sofa, Bastian menaruh minuman ke meja lalu duduk. Syadza datang, langsung naik ke pangkuan Bastian.

Bastian tanpa aba-aba segera menarik kepala Syadza untuk mencumbunya habis-habisan. Mereka melakukan french kiss dengan sangat lihai.

Tangan Syadza membelai kepala Bastian, sementara kedua tangan Bastian masuk ke dalam pakaiannya untuk menyentuh punggung Syadza yang halus.

Teman-teman Bastian heboh melihat pemandangan ini. Mereka bersorak dan mengganggu dua anak itu dengan saling melempar ketawa.

"Cewek secantik Lila aja ga cukup buat lo ya, Bas?" Laskar terbahak keras.

Bastian yang mendengar itu lantas tersenyum meski dia masih melangsungkan ciuman panasnya dengan Syadza. Semakin lama, permainan mereka makin melewati batas.

Syadza sudah terlena dan enggan menjauh dari badan Bastian, cowok yang usianya tiga tahun di bawah dia.

Satu tangan Bastian bergerak ke depan, ia menyentuh baju seksi Syadza tepat di bagian dada. Pelan-pelan Bastian menurunkan pakaian itu hingga dada Syadza terlihat setengah.

Bastian menunduk, dan Syadza membantunya dengan mencondongkan dada ke wajah Bastian.

"Suck it," perintah Syadza.

⚪️ ⚪️ ⚪️

Pagi, 07.25

Alaia berdiri di depan kamar Langit yang pintunya tertutup. Tangannya menyentuh handle, menekan ke bawah sampai pintu terbuka.

Senyum Alaia terukir, ia masuk ke kamar Langit dan mendatangi ranjangnya. Langit masih tidur. Badannya tertutup selimut dari perut hingga kaki.

Ternyata Langit tidak memakai baju alias shirtless.

Nampaknya Langit sedang bobo indah, karena tidurnya nyenyak sekali. Mukanya tambah ganteng kalau ia sedang tidur. Rambut berantakannya menambah kadar ketampanan itu.

"Langit!" Alaia memanggil, berharap Langit mendengar lalu membuka mata.

Sayang sekali harapannya harus pupus karena Langit tidak memberi respons. Ia masih terlelap. Alaia tiba-tiba menusuk pipi Langit dengan telunjuknya. Cewek itu memencet-mencet pipi Langit.

"Bunda bilang kita harus sarapan." Alaia berkata. "Aku lapar, Langit. Ayo kita sarapan."

"Ehm...," gumam Langit, keningnya mengerut tipis.

Alaia nyengir lucu. "Bangun!"

Langit tak merespon lagi. Dia kembali larut dalam tidurnya. Karena Langit tidak kunjung bangun, Alaia mencoba mencari cara agar Langit 'hidup' lagi.

Alaia menekan ujung hidung Langit yang mancung, tapi tak berpengaruh apa-apa terhadap cowok itu. Gemas, Alaia naik ke badan Langit dan meniban cowok itu. Ia berpikir pasti Langit akan pengap, otomatis terbangun.

Nyatanya, Langit masih tidak bergerak. Benar-benar kaum kebo.

Tangan Alaia melipat di atas dada Langit. Mukanya berdekatan sekali dengan Langit. Alaia mengamati setiap lekuk wajah itu dan senyumnya terukir makin lebar.

Bulu mata Langit lentik, alisnya tebal, bentuk hidung dia tak usah diragukan lagi, bibirnya juga bagus. Tidak heran bila banyak orang menyebutnya kasep ataupun ganteng. Karena pada kenyataannya Langit memang ganteng.

Alaia bergeser naik, hingga wajah mereka saling berhadapan. Beberapa helai rambut Alaia berjuntai ke muka Langit, membuat cowok itu merasa terganggu.

"Hey, Langit." Alaia menyapa.

Alaia menatap bibir Langit yang sehat dan berwarna cerah. Alaia makin menunduk, yang artinya bibir dia dengan Langit hampir bersentuhan.

Hanya dalam waktu kurang dari lima detik, Alaia mengecup bibir Langit sekilas. Ia mengulangnya sampai tiga kali.

Perbuatan Alaia bikin Langit membuka mata. Cowok itu terkejut bukan main mendapati ada sosok cewek di atas badannya. Ia pikir setan.

"Yay, bangun...," ucap Alaia, mukanya benar-benar di depan Langit.

Segera Langit mengubah posisi. Dia duduk, begitu juga Alaia yang beranjak dari tempat. Alaia duduk bersila di hadapan Langit, memandangi cowok ini dengan senyum tulus.

Langit mengusap wajah dan mata belernya menatap Alaia dengan sedikit bingung. Ini adalah pertama kalinya Alaia melihat Langit baru bangun tidur. Lucu sekali mukanya....

"Bunda minta aku bangunin kamu," kata Alaia.

Langit menyentuh rambut tebalnya yang acak-acakan, lalu ia turun dari kasur berniat ke kamar mandi. Sambil jalan ke sana, ia berkata pada Alaia, "Tunggu bentar."

Alaia menurut.

Dia duduk di kasur dengan tenang sambil menunggu Langit kembali. Langit tidak pergi lama, kurang dari lima menit dia datang lagi dan menghampiri Alaia.

Alaia berdiri, senyum manis itu enggan terhapus dari wajahnya yang cantik. Langit membalas senyumannya seraya meraih pinggang Alaia, membawa gadis itu menempel ke badannya.

Langit lebih tinggi dari Alaia, membuatnya harus sedikit menunduk saat berpandangan dengan Alaia. Semalam Langit kesal karena melihat cewek ini dipeluk Ragas, makanya sekarang dia memeluknya juga.

"Daritadi bangunin gue?" Langit nanya, suaranya rendah dan serak.

Alaia mengangguk. "Aku harus berkali-kali bangunin biar kamu bangun beneran."

Langit tertawa ringan, lalu mengecup sekilas kepala Alaia. "Wangi banget," puji Langit.

"Hihi, terima kasih." Alaia membalas.

Tampang Langit masih ngantuk, matanya juga menyipit. Tapi karena Alaia yang membangunkannya, Langit jadi mengurungkan niat untuk tidur lagi. Selain itu dia juga lapar.

"Mau nunggu di luar apa tetep di sini?" Langit bertanya sambil mengendurkan tangannya yang melingkar di pinggang Alaia.

"Kamu mau ngapain?" tanya Alaia balik.

Langit menjawab, "Mandi."

⚪️ ⚪️ ⚪️

Ragas baru bangun tidur dan langsung disuguhi dengan banyak notifikasi dari orang-orang. Dari sekian banyak nama, ada satu nama yang cukup asing, tapi Ragas sedang mencoba mengingat siapa manusia ini.

Lana:
hey babyboy!

Lana:
ini gue yg semalem :)

Mata Ragas memincing, otaknya bekerja mencari jawaban atas kebingungannya. Ia berharap bisa mengingat cewek pemilik nama Lana ini.

Ragas:
Semalem yg mana?

Cuma butuh waktu kurang dari semenit, Lana langsung menjawab. Wah, anak itu fast response sekali ya.

Lana:
yg di bar deket pantai! masa udah lupa? :(

Sepertinya Ragas ingat. Ini pasti cewek yang meminjam ponsel untuk misscall nomor sendiri lewat ponsel Ragas. Ternyata otak Ragas masih berfungsi dengan baik meski roh dia belum sepenuhnya kembali ke raga karena baru banget bangun tidur.

Ragas:
Ow,, inget atuh mniez

Lana:
aw,, kapan-kapan mau meet lagi ngga? kayaknya gue butuh bgt temen santuy kayak lo gini xixixi

Ragas:
Boleh, kapan aja lo siap gue psti meluncurr

Lana:
nanti gue kabarin ya! xx

Lana:
eh btw lo solo apa udah punya pawang?

Ragas:
Wkawkakwk solo kok neng

Lana:
SECAKEP LO SOLO? 🥺

Ragas:
Ga solo lagi kalo kita jadian

Lana:
🙂🙂 gue butuh bgt temen sejenis lo gini. fix bgttt

Ragas:
Lebih dari temen ga mau?

Lana:
AHAHAHA kalo jodoh ga bakal kemana kan

Ragas:
Aamiin

Lana:
moodbooster bgt sih 😭
inikah yg disebut baru ketemu langsung klop?

Ragas:
Itu namanya takdir 😋

Lana:
hati gue yg awalnya gini 💔
jadi begini ❤️

Ragas:
Eaaa sa ae hyung

Lana:
BTW GUE GATAU NAMA LO SIAPAAA

Ragas tanpa sadar mengukir senyum tipis membaca chat Lana. Ia teringat kejadian malam itu. Lana datang tanpa banyak bicara, hanya meminta ponsel untuk dipinjam, setelah itu pergi lagi.

Sekarang Ragas sedikit penasaran sosok Lana aslinya seperti apa.

⚪️ ⚪️ ⚪️

Hangatnya suasana membuat acara makan pagi jadi lebih nikmat. Ditambah lagi masakan Bunda super enak yang bikin anak-anaknya makan dengan lahap. Bunda sangat senang melihat antusias mereka.

Apapun yang Bunda masak, Langit dan Ragas selalu memujinya. Kalau masakan Bunda kurang sedap, dua anaknya tidak akan protes, melainkan memberi kritik tanpa menyinggung perasaan Bunda.

Ragas menyendok nasi ke dalam mulut dan mengunyah sambil memerhatikan Langit. Adiknya itu duduk di seberang dia.

"Bun, semalem ada yang pundung." Ragas menyindir, mukanya selalu ngeselin di mata Langit.

Bunda menoleh. "Siapa?"

"Tuh." Ragas mengarahkan mata ke Langi, lalu menahan tawa.

"Saha yang pundung?" Langit bersuara. "Ngomong sembarangan aja."

"Maneh kesel kan Alaia aing peluk. Hayo ngaku," sahut Ragas.

"Teu."

"Ngabohong wae." Ragas menyahut lagi. "Eta panon langsung ngahirupkeun cahaya beurem mirip iblis."

Lalu Ragas membentuk dua tanduk di kepalanya dengan tangan. Ia memperagakan wujud Langit semalam. "Tah. Maneh cocok pisan jadi jurig. Sieun aing."

Bunda tersenyum simpul melihat dua anaknya berbincang, sayangnya ini bukanlah waktu untuk itu. "Hey, abisin dulu makanannya baru ngobrol."

"Ragas ngobrol sendiri. Langit ga denger," celetuk Langit.

"Eleh, jangan cemburu gitu atuh. Semalem Alaia takut makanya gue peluk." Ragas berkata.

"Ga ada yang cemburu." Langit membalas.

Seketika Ragas tertawa kencang karena Langit baru saja membuat kebohongan besar. Tawa Ragas bikin Langit, Alaia serta Bunda terkejut.

"Ngit.. Ngit." Ragas menggeleng, menatap Langit sambil meredakan tawa. "Gue idup sama lo dari lo masih segede kecebong. Lo boong dikit aja gue tau."

Langit tak menanggapi. Dia cuek saja dan tetap makan dengan tenang. Tapi, Ragas meruntuhkan kecuekan Langit oleh perkataannya yang semakin lama semakin menyebalkan.

"Alaia sayang," panggil Ragas, tapi yang menoleh malah Langit.

"NOH KAN!" Ragas menunjuk Langit, dia tergelak lagi. "Kupingnya sensitif banget."

"Agas ...," panggil Bunda. "Usil banget kamu ih. Udahan, udah kesel tuh adiknya."

"Bunda peka tuh, Ngit." Ragas cekikikan.

Sekarang Duo Kasep ini memang sedang perang dingin. Tapi beberapa saat kemudian, semua itu buyar dalam sekejap ketika Ragas membawa berita baru untuk Langit.

"Eh, Nyet, gue punya kabar gembira." Ragas berucap.

"Apaan?" tanya Langit.

"Gue dapet banyak link baru," kekeh Ragas. "Masa ada yang mukanya mirip mantan lu."

Deg. Jantung Langit mendetak kencang dalam sekali detik. Ia berhenti memainkan sendok dan mengunyah pelan. Ucapan Ragas mengingatkannya pada video yang ia lihat semalam di sebuah platform media sosial.

"Ini anak lanang bawel banget ya," celetuk Bunda. "Makan dulu, Ganteng-ganteng-nya Bunda...."

"Liat tuh Alaia, kalem banget dari tadi. Jangan bikin dia pusing dengerin kalian ngoceh terus," lanjut Bunda yang dibalas Ragas dengan cengiran.

"Langit, Bunda hampir lupa sampein ke kamu." Bunda menatap anak bungsunya.

Langit nengok tanpa mengucapkan sepatah kata, hanya menunggu apa yang akan Bunda bilang padanya. Ternyata bukan cuma Langit, tapi Ragas dan Alaia juga menunggu.

"Tante Dara minta kamu dateng ke rumah sakit langganan Ragas," ujar Bunda.

"Kenapa, Bun?" tanya Langit.

"Lila dirawat di sana." Bunda menjawab.

⚪️ ⚪️ ⚪️

🌳🏥🌳

Sesuai pesan yang disampaikan ibunya Lila, Langit pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan perempuan yang sejatinya pernah memiliki hubungan spesial dengan dia.

Langit tidak sendiri, ada Alaia dan Ragas yang ikut. Bunda hanya menitip salam dan doa agar Lila segera pulih.

Sampai di tempat tujuan, tiga anak ini jalan beriringan menuju ruangan Lila. Letaknya ada di lantai tiga, maka mereka menggunakan lift untuk ke sana.

Langit menekan salah satu tombol dan menunggu pintu lift terbuka. Saat terbuka, Alaia terperangah melihat beberapa orang muncul dari balik pintu yang bergerak sendiri.

Setelah orang-orang itu keluar, Langit bersama kakaknya masuk. Oh, jangan lupakan Alaia. Langit sudah paham apa yang ada di pikiran Alaia, makanya cowok itu menyeret Alaia biar tidak bengong di tempat sambil memandangi lift terus.

"Di sini ga ada Paman, kan?" Alaia menatap Langit.

Langit menggeleng. "Ga ada."

"Ada. Aku pamanmu," ceplos Ragas.

"Jangan gitu, Nyet. Udah tau ini anak nganggep serius semuanya." Langit berkata.

"Hubungan lo berdua dianggep serius juga ga?" Ragas memberi senyum jahil pada Langit.

Mata Alaia beralih ke Ragas. "Aku serius."

"Serius sama Langit?" tanya Ragas.

Alaia mengangguk tanpa pikir panjang.

Detik itu juga Ragas terbahak keras sampai mulutnya mangap lebar, seakan dia mau menyedot semua yang ada di dekatnya. "YA ALLAH ALAIA."

Bunyi lift terdengar, disusul pintu terbuka. Sambil beranjak keluar, Ragas berbisik pada Langit, "Kalo lo macem-macem sama Alaia, gue sedot roh lo, Ngit."

"Mana tega," celetuk Langit.

"Oh iye, lo kan langganan disakitin bukan nyakitin ye?" Ragas menertawakan Langit penuh rasa bahagia, seakan lupa dia sedang berada di mana.

"Bacot banget, Gas. Jauh-jauh lu ah!" Langit ngomel.

"Ga mao." Ragas malah memepetkan diri ke Langit, sampai Alaia tersingkirkan.

"Ih alah!" Langit kesal ke Ragas, tapi tangannya terulur ke Alaia agar cewek itu kembali berjalan di dekatnya.

Perjalanan mereka masih terus berlangsung hingga nomor kamar Lila ditemukan. Langit berhenti di depan sebuah pintu, begitu juga Ragas dan Alaia.

Ragas mendekatkan wajah ke bagian pintu yang berbahan kaca transparan. Di ruangan itu ada dua orang. Yang satu duduk di kursi sambil menunduk, satunya lagi terbaring di brankar.

"Lila tuh," kata Ragas.

Mereka pun masuk ke sana. Kedatangannya disambut hangat oleh Dara alias ibunya Lila. Yang pertama kali Dara hampiri adalah Langit, karena beliau cukup mengenalnya.

"Tante, Lila kenapa?" Langit bertanya sesudah ia menyalami Dara dengan sopan.

"Dia sakit," jawab Dara, tentu sangat sedih. Apalagi kondisi Lila begitu lemah dan juga tidak mau makan sejak kemarin.

Kepala Langit tertoleh ke arah Lila. Cewek itu tidur, mukanya pucat. Langit mengenal Lila sejak lama dan baru kali ini ia lihat Lila terbaring di brankar rumah sakit.

Langit berjalan mendekati Lila, ia berdiri di samping brankar sambil memandang mantannya tanpa bicara. Tanpa ada yang tau, di pikiran Langit melayang-layang berbagai pertanyaan mengenai Lila, seperti;

Lila kenapa?

Sakit apa?

Kenapa Bastian ga ada di sini?

Kenapa Tante Dara minta gue dateng?

Sementara Langit sibuk dengan pikirannya, Ragas melakukan hal yang berbeda. Cowok itu nanya ke Dara, "Tan, udah sarapan belom?"

Dara menggeleng. "Ga bisa, Nak. Ngeliat makanan aja Tante ga napsu...."

"Jangan gitu dong, Tan. Tante harus makan," kata Ragas.

Alaia tersenyum sambil mengangguk. Ia menyeletuk, "Es krim enak."

Ragas terkekeh kecil. "Ketagihan es krim nih ceritanya?"

"Iya, aku suka." Alaia menjawab, masih dengan senyuman.

"Tapi kalo pagi jangan makan es krim. Nanti mencret-mencret," tutur Ragas.

Melihat senyum Alaia, Dara ikut tersenyum walau tipis. Ia memandangi Alaia dengan tatapan teduh dan terselip kekaguman. "Ini siapa, cantik banget... temennya Langit Ragas, ya?"

"Anak angkat Bunda, Tan." Ragas menjawab Dara.

"Oh ya? Astaga, Tante baru tau." Dara terperangah.

"Aku Alaia," ucap Alaia, memperkenalkan diri pada Dara dan mendapat senyuman lebar dari wanita itu.

"Tante sendirian aja? Si Om mana?" Ragas penasaran juga ternyata.

"Papanya Lila kerja, ga bisa ditinggal. Tapi nanti siang dia mau izin pulang duluan." Dara menjawab.

Ragas diam-diam melirik ke Langit yang kini duduk di kursi sambil melihat wajah Lila terus. Ragas kembali menatap Alaia dan Dara, lalu mengajak mereka keluar dari ruangan ini.

"Ke kantin yok. Tante kudu sarapan, Ragas maksa nih," celetuk Ragas.

Mereka semua pergi, tersisa Langit dan Lila di tempat ini. Ragas bukan bermaksud memberikan waktu pada Langit untuk berduaan dengan Lila. Ia hanya merasa kasihan melihat Dara lesu karena belum sarapan, atau malah belum makan dari kemarin, makanya Ragas mengajak Dara ke kantin ketika ada yang menjaga Lila di kamar.

Langit menghela napas berat tepat ketika mereka meninggalkannya di sini. Langit mengusap wajah, lalu kembali melihat Lila. Cewek itu masih memejamkan mata.

Hingga tujuh menit terlewat, Lila masih tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun. Telinga Langit sedikit berdengung karena saking sunyinya ruangan ini. Bukan hanya sepi, tapi juga dingin.

Langit menoleh ke pintu, berharap Ragas atau Alaia datang. Sayangnya tak ada orang yang lewat sejak tadi. Langit bingung harus berbuat apa.

Tiga menit kemudian, Lila membuka mata secara perlahan. Ia menatap lurus ke langit-langit kamar sebelum akhirnya menyadari ada siapa di tempat ini.

"Langit," gumam Lila, suaranya kecil sekali.

Langit terdiam sebentar. Ia membuang napas lagi sembari memajukan kursi agar semakin dekat dengan brankar. Melihat Langit hadir di sini, membuat Lila ingin menangis. Bahkan sekarang matanya mulai berkaca-kaca.

"Lo sakit apa, La?" tanya Langit.

Bukannya menjawab, Lila malah mulai menitikkan air mata. Langit agak kaget akan respons Lila, dan dia spontan bertanya, "Kok nangis?"

Lila menggeleng samar. Satu tangannya yang diperban itu bergerak ingin menggapai Langit. Rasanya berat sekali untuk menyerahkan tangannya ke Lila, tapi Langit tetap melakukannya.

"Kenapa itu?" Langit mengarahkan mata ke perban Lila.

"Gue pengen mati, tapi gagal." Lila menjawab, cara ia bicara sangat lemah.

Langit tak bertanya lagi, tapi dari tatapannya ia seperti meminta Lila untuk menjelaskan lebih masalah apa yang menimpanya. Lila paham akan tatapan itu, namun hatinya selalu sakit tiap mengingat kejadian tersebut.

"Bastian," lirih Lila.

Otak Langit seketika menampilkan cuplikan video dewasa yang ia tonton kemarin. Entahlah, jantung Langit jadi berdebaran lebih cepat dari batas normal.

"Kenapa Bastian?" tanya Langit lagi.

Pertanyaan Langit membuat Lila semakin sedih dan air matanya turun lagi. Dulu, Langit akan menghapus tiap tetes air yang turun dari mata Lila. Sekarang, menyentuhnya pun ia enggan.

Lila kini berusaha beranjak dari posisi tidur. Langit menyuruhnya untuk tetap rebahan, tapi Lila tak mau menurut. Lantas Langit membantunya duduk.

Di detik yang sama, pintu ruangan ini terbuka dan muncul sosok gadis manis sambil membawa minuman untuk Langit. Siapa lagi kalau bukan Alaia.

Dengan gerakan lamban, Lila nengok ke Alaia. Alaia tersenyum tapi Lila sama sekali tak membalas senyuman itu.

Alaia mendekat ke Langit, ia menyodorkan minuman kemasan buat cowok itu. "Buat kamu," kata Alaia.

"Makasih," ucap Langit, menerima pemberiannya.

"Yang beli siapa?" tanya Langit, intonasinya lembut sekali seperti bicara pada anak kecil.

"Aku," kata Alaia.

"Pake uang siapa?" Langit menahan senyum.

"Ragas," jawab Alaia sambil tersenyum malu.

Ah, Alaia tak pernah gagal bikin Langit berkeinginan untuk mencubit pipi itu sampai rasa gemasnya terbayar lunas.

Karena di sini ada Alaia, Lila jadi terkacangi oleh Langit. Dia memberenggut dan mengusap air mata dengan tangannya yang sedikit gemetar.

"Langit, dia nangis." Alaia berkata seperti itu saat ia lihat Lila menangis lagi.

Langit kembali menatap Lila. "Ssh, jangan nangis, La."

"Gue pengen mati aja, Ngit." Lila berujar parau.

"Jangan ngomong begitu. Pamali," tegur Langit.

"Mau ngapain lagi gue idup? Gue udah hina banget sekarang. Gue kotor. Gue ga ada harganya, Ngit," cetus Lila.

"Eh, ngomong apaan sih?" Langit tidak suka. Raut kesalnya muncul dengan jelas.

Lila tertunduk dalam, bahunya bergetar karena ia masih terus menangis. Melihat Lila sehancur ini, Langit berniat menanyakan sesuatu yang membuatnya kepikiran sejak semalam.

"Video itu ... itu lo, La?" tanya Langit, terhati-hati.

Lila menyahut, "Lo udah liat?"

Kening Langit mengerut dalam. Ekspresinya sangat serius saat membicarakan ini. "Serius, itu lo? Terus cowoknya itu Bastian?"

Lila mengangguk, bersamaan tangisnya makin kejer. Langit mendadak beranjak dari kursi dan memeluk Lila untuk menenangkan cewek itu. Tangisannya enggan berhenti meski Langit memberikan sentuhan terhangatnya.

"Ya Allah. Sabar, La." Langit berkata, ia mengusap punggung Lila berulang kali.

Lila membutuhkan kehadiran Langit sejak kemarin. Meski mereka sudah tak lagi memiliki hubungan lebih, namun Lila masih belum bisa melepas kebiasaannya yang selalu butuh sosok Langit tiap ia merasa terpuruk.

"Temenin gue. Gue butuh lo, Ngit. Gue pengen berdua sama lo," pinta Lila, ia terisak.

Pemandangan ini membuat Alaia terdiam di sana. Ia menggaruk pipi dan menunduk. Ada sebersit rasa bersalah karena telah masuk ke ruangan ini di waktu yang tidak tepat.

Alaia berbalik, ia jalan menuju pintu untuk keluar. Langit melihat Alaia beranjak dan seketika ia merasa dilema.

Dilema antara meminta Alaia untuk tetap di sini, atau memenuhi keinginan Lila yang membutuhkan waktu berdua dengannya.

Tatapan Langit membuat Alaia merasa diperhatikan dan akhirnya menoleh. Kini mereka saling melempar pandang. Namun, posisi Langit yang tengah memeluk Lila membuat Alaia tak kuasa menatap cowok itu terus-menerus.

Alaia tersenyum tipis dan bergegas keluar dari ruang rawat Lila. Alaia memang senyum, tapi matanya menyiratkan kesedihan.

Sayangnya Langit tak menyadari itu.

⚪️⚪️ To Be Continued.... ⚪️⚪️

Terima kasih banyak sudah baca Alaia!!! Jangan lupa share & ajak temen-temen kalian buat baca juga yaaa🙏🏿🧜🏻‍♀️💗

social media:
• wattpad — @radexn
• twitter — @radenchedid
• instagram — @radenchedid @alaiaesthetic (readers Alaia wajib follow nihh)

BAAAAYY!! 💞💞💞

Continue Reading

You'll Also Like

2.1M 246K 43
[available on bookstores; gramedia, etc. with title "Oscillate #2 & #3"] "Apa semuanya benar-benar membaik?" RADEN CHEDID 2018
79.4K 14.3K 52
Barangkali dari jauh jalanan panjang itu terlihat mulus. Ketika dilewati ternyata berbeda dari perkiraan. Kamu terpeleset karena licin, lalu berusaha...
1.3M 114K 26
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
1.3M 225K 53
"Indah" bukan hanya tentang sesuatu yang dinilai sempurna, tapi kenapa hanya yang sempurna boleh merasakan keindahan itu? 𝐒𝐂𝐄𝐍𝐈𝐂 𝑟𝑎𝑑𝑒𝑥𝑛...