51 | worst birthday ever
SABRINA berlari ke atas membukakan pintu. Dan kemudian sosok yang masuk mengikutinya adalah orang yang paling tidak Zane duga akan memasuki rumahnya bersama perempuan itu.
Tapi memang dari dulu semesta senang bercanda, kan?
Dan inilah pasangan terkampret 2020.
Nggak tahu diri.
Pacaran di rumah orang!
"Lho, ini rumah lo, Zane?" Bimo nampak terkejut. Jelas sekali Sabrina sengaja tidak memberitahunya.
Jelas sekali perempuan itu sengaja mengerjainya.
Zane cuma mesem, berusaha tidak terlihat kecut.
Dia dan Bimo sudah lama berteman. Lumayan akrab. Dan nggak seharusnya bersitegang hanya karena cewek kampret macam Sabrina, yang memang sudah dari sononya demen gonta-ganti pacar.
Dan cowok biasa seperti Zane jelas perlu usaha keras agar tidak sampai masuk dalam daftar 'numpang lewat'-nya yang lumayan panjang.
"Gue bawain kepiting bumbu padang. Resto tempat dulu kita foya-foya tiap awal bulan." Bimo mengangkat paper bag yang dia bawa.
Dan tanpa menunggu komentar darinya, Sabrina sudah membawa piring bersih dari dapur.
"Gelar plastiknya di meja sini aja, ya. Biar bisa sambil nonton TV," ujar perempuan itu sok ramah, selayaknya tuan rumah.
~
Zane menekan ujung rokoknya ke asbak dengan gusar.
Bahkan sekarang rokok pun tidak mampu membuat pikirannya tenang.
Sialan emang itu orang dua! Pakai mendatangi rumahnya segala! Kayak nggak ada tempat lain buat pacaran aja!
Zane mengambil jaket dan kunci motor, lalu berlari menaiki tangga.
Dia akan pergi ke mana saja, asal tidak berdiam di dalam rumah. Rumahnya dipenuhi bau Sabrina!
Saat membuka pintu, tahu-tahu Rachel sudah ada di hadapannya. Memandangnya dengan kedua alis terangkat.
Ah, shit!
Bahkan malam ini Rachel sudah sengaja berpakaian rapi, berdandan cantik, demi bisa terlihat bagus saat difoto nanti. Tangannya memeluk box ukuran sedang dan beberapa paper bag.
"Mau ke mana lo?" tanya perempuan itu dengan nada tinggi.
Zane mendesah.
Dia lupa Rachel memang sudah sejak kemarin-kemarin kekeuh mau datang, meski dia sudah bilang tidak perlu.
Zane terpaksa balik badan.
Tidak mungkin dia mengusir tamu yang baru datang.
"Nggak jadi. Sorry gue lupa lo mau dateng."
Rachel manyun, segera melangkah masuk dan dengan susah payah berusaha menutup kembali pintu yang dibiarkan terbuka oleh sang pemilik rumah.
Zane melepas kembali jaketnya dan duduk dengan kepala terkulai di sofa. Mau tidak mau tetap berada di rumah dan berlagak sedang berbahagia di depan kamera ponsel Rachel, minimal sampai nanti tengah malam.
Rachel meletakkan semua bawaannya di meja dapur, memakai apron untuk melindungi bajunya, dan mulai unpacking.
Sebuah cheesecake berbentuk bulat segera terpampang nyata di hadapannya, dengan beberapa lilin kecil tertancap.
Entah darimana dia mendapatkan ide membuat cheesecake. Yang jelas perempuan itu tidak menanyainya dulu, ingin kue apa, karena jelas Zane akan menyerahkan pada pilihannya saja.
"Tadi gue lihat Sabrina di parkiran." Rachel nyeletuk sambil membuka kulkas.
Zane mendesah. Makin merasa tidak nyaman.
Bahkan di saat Rachel yang berada di rumahnya, kenapa masih Sabrina juga yang dibahas?
"Emang abis dari sini," sahut Zane lesu, mencoba menyalakan rokok lagi.
Dia tidak pernah merokok di dalam rumah. Tapi kali ini bodo amat lah!
"Tapi kok ama Bimo?" Rachel bertanya lagi.
"Hmm." Zane malas menjelaskan, menghisap rokoknya dalam-dalam.
"Mereka balikan?"
"Tauk."
Rachel mengeluarkan beberapa bahan dari kulkas dan meletakkannya di counter top.
Dia memang sudah mengatakan akan memasak spesial malam ini. Bahkan jauh-jauh hari sudah membeli taplak meja baru untuk dipasang di meja balkon, biar Instagramable. Bahkan lagi, kalau tidak salah ada set piring dan cutlery baru juga.
Cewek memang lebay!
Ini baru ulang tahun teman, bagaimana kalau pacar? Bisa-bisa dia akan memberi kado iPhone baru!
Rachel memasukkan beberapa butir kentang ke oven, lalu mulai mengeksekusi daging, melumurinya dengan lada dan garam.
Zane menghisap rokoknya lagi.
Di antara semua hari ulang tahunnya yang tidak pernah dia anggap spesial, hari ini adalah yang paling drama.
Zane mengurut pelipisnya.
Mendadak merasa pening dan mual.
Padahal tadi dia tidak banyak makan, hanya nimbrung sekedar untuk sopan santun.
"Salah paham yang kemarin udah beres?" Tiba-tiba Rachel bertanya.
Zane menoleh. "Apaan?"
"Sabrina. Yang ngedamprat gue pagi-pagi. Lo udah jelasin ke dia kalau kita ini cuma partner ghibah?"
Zane mengangkat bahu. "Buat apa?"
"Ck. Kan udah gue bilang dia cemburu buta sama gue."
"Semua cewek di kantor juga kesel kali, sama lo, bukan Sabrina doang. Soalnya lo rese."
"Ck. Nggak percaya! Kesel sama cemburu tuh beda jauh ekspresinya ya, wahai lelaki yang selalu insecure dan tidak pernah peka!"
Zane tidak menyahut.
Rachel berdecak lagi. "Nggak abang, nggak adek, sama aja. Kebanyakan mikir. Bisa-bisa lo jadi perjaka tua kayak si Jeffrey!"
Zane menyalakan TV biar ada yang meredam ributnya si Rachel.
"Ditolak apa salahnya, sih, Zane? Paling malu ama kesel bentar doang. Setidaknya kan jelas, perasaan doi gimana, jadi lo nggak penasaran lagi."
Zane cuma geleng-geleng kepala, tidak berniat mengindahkannya.
Rachel kalau diladeni bisa lebih heboh ketimbang Karen, Sabrina, dan Timothy kalau sudah sudah ngerumpi di meja bundar rooftop.
"Kalian abis makan?"
Zane terpaksa menoleh lagi.
Rachel sedang mengintip tong sampah.
"Hmm."
"Ck. Terus ngapain gue capek-capek masak?!" Perempuan itu merajuk.
"Gue cuma makan dikit, masih laper."
Rachel mendengus. "Baunya enak. Seafood?"
Mendengar kata seafood, Zane langsung tercekat.
"Shit! Tu cewek kan nggak bisa makan kerang!"
Rachel mendongak. "Sabrina? Alergi?"
Zane meremas kepalanya. Pusing.
Dia nggak akan nyosor Bimo, kan? Ya biarpun Bimo nggak serese Ihsan, cowok normal mana yang bisa nolak Sabrina? Dia yang tidak punya hubungan apa-apa aja setengah mati menahan diri, apalagi Bimo yang notabene belum move on dari itu cewek?
... to be continued