"At a time like this, why are there problems? It's almost all over."
****
Dinginya udara malam membuat sebagian orang lebih memilih untuk menetap di dalam rumah. Menghabiskan waktu bersama keluarga ataupun hanya sekedar menonton film.
Berbeda dengan laki-laki satu itu. Ia tengah bersembunyi dibalik pohon besar sembari melihat situasi bangunan besar di hadapannya. Ada beberapa kamera CCTV yang harus ia lewati agar bisa masuk ke dalam.
Ia pasti akan langsung tertangkap jika memaksakan diri melewati banyaknya CCTV. Ia harus menyusup masuk dan tidak menimbulkan suara apapun.
Soroft cahaya dari sebuah senter membuat ia menyembunyikan tubuhnya di belakang pohon. Setelah aman, ia menyembulkan kepalanya untuk melihat situasi kembali.
"Kaya apaan aja rumahnya dijagain bodyguard." cibir laki-laki itu.
Ia bangkit dan beranjak dari sana ketika situasi aman. Mencoba mencari jalan aman untuk segera masuk ke dalam rumah itu.
Ia memanjat bagunan itu agar sampai ke balkon kamar. Menghela napas kasar, karena terlalu menyulitkan hidupnya. Padahal ini juga tidak penting sama sekali menurutnya.
Ia menggeser pintu kamar itu, untung saja tidak dikunci. Ia mulai mengedarkan pandangan mencari sesuatu yang ia cari. Namun, suara derap langkah membuat ia berdecak pelan. Ia mencoba mencari tempat persembunyian.
"Ah, gue lupa ngunci pintu." namun, orang itu kembali lagi untuk mengunci pintu ruangan yang dimaksud laki-laki itu.
Laki-laki yang tengah bersembunyi itu bernapas lega. Ia harus segera keluar dari kamar ini dan mencari ruangan yang dimaksud laki-laki tadi itu.
Ia berjalan santai seraya mengedarkan pandangan. Mendongak mencari keberadaan CCTV yang pastinya akan menyorotnya.
Yang menjadi keberuntungannya adalah, cahaya di rumah ini tidak terlalu terang, bahkan hampir dibilang gelap. Membuat ia lebih santai melakukan apapun disana.
Ia refleks masuk ke dalam kamar ketika laki-laki tadi yang belum sempat masuk tiba-tiba keluar dari sebuah ruangan. Ia mengintip melalui celah pintu, dan setelah aman ia keluar dari kamar itu.
Ia menutup pintu ruangan itu perlahan setelah berhasil membuka pintu itu. Sebuah laptop yang tergeletak dimeja membuat ia terkekeh geli. "Goblok banget sih!"
Ia mengambil duduk disebuah kursi kerja dan mulai membuka laptop itu. Decakan lirih keluar dari mulutnya ketika laptop itu dikunci. Ia mencari kabel data dan memasangkan ke ponsel dan juga laptop itu.
Ponsel itu ia otak-atik hingga laptop itu terbuka. Untung saja ia pernah berlajar meretas dengan Reysa. "Berguna juga dia."
Ia mulai mencari folder berisi video yang ia cari. Sebelum menghapusnya, ia menyalin video tersebut terlebih dahulu.
"Mampus nggak tuh buktinya gue apus."
Laki-laki itu tertawa setelahnya. Tidak ada yang lebih menyenangkan selain membuat orang lain kelimpungan. Pasti besok malam, mereka akan dituduh mencemarkan nama baik karena tidak ada bukti apapun.
****
Reysa langsung beranjak dari sana ketika Bara memberitahu bahwa bukti video sudah dihapus. Ia tidak bisa berpikir apapun setelahnya. Ia tidak pernah membayangkan akan ada masalah seperti ini. Bahkan acaranya adalah nanti malam.
"ECHA!" teriak Veran pada gadis itu. Ia menyusul Reysa yang tengah berlari terburu-buru. Ia tidak tau mengapa gadis itu tiba-tiba pergi begitu saja dari kantin. Pasti terjadi sesuatu.
Ia menahan lengan gadis itu ketika Reysa akan membuka pintu mobil. "Kenapa?" tanya Veran yang terlihat penasaran.
Reysa mengontrol napasnya yang masih memburu. "Vid-videonya ilang."
"Lo serius?" tanya Veran. Laki-laki itu menyuruh gadis itu untuk duduk disamping kemudi. Ia yakin, gadis itu tidak akan bisa berhati-hati ketika pikirannya tengah kacau seperti ini.
Veran langsung menancap gas meninggalkan area sekolah. "Kita ke rumah atau ke gedung?"
"Ke rumah." balas Reysa panik.
Veran mengangguk. Ia membawa mobil itu dengan kecepatan diatas rata-rata. Ia menyalip beberapa mobil yang menghalangi jalannya, sampai-sampai ia diberi umpatan kasar oleh mereka.
Bunyi klakson kendaraan tampak saling bersahutan. Membuat otak Reysa semakin mendidih. Gadis itu berdecak ketika mereka berteriak dan mengumpat kasar padanya dan Veran. Tidak tau saja mereka kalau sekarang tengah darurat.
Veran membelokkan mobilnya ketika sampai disebuah bangunan megah bercat putih. Mereka buru-buru keluar dan langsung masuk ke dalam rumah itu. Mendapati Bara yang tengah sibuk mengecek CCTV tadi malam.
"Serius bang nggak ada?" tanya Reysa yang langsung mengecek laptop itu. Ia mencari file berjudul bukti, namun tidak ada.
"Padahal gue nggak matiin CCTV. Kenapa nggak ada apa-apa, ya?"
Reysa teringat sesuatu. "Bukannya gue masang kamera kecil ya di deket lemari? Udah lo cek belom?" tanya Reysa tidak sabaran.
Bara menggeleng. "Oh, iya. Gue lupa."
Bara mencari rekaman CCTV pada saat ia tertidur. Ia mulai memutar video itu, namun ada yang janggal. Setelah ia keluar dari ruangan itu, ada seseorang yang masuk ke dalam ruanga itu.
Seorang laki-laki memakai baju serba hitam, topi dan juga masker. Bara mengepalkan tangannya. "Lo kenal, Cha?" tanya Bara tanpa mengalihkan tatapannya.
Eiger Rank Battalion Caps. Sepertinya ia tau pemilik topi dengan model seperti itu. Hoodie savage berwarna hitam dan juga Sauqi Walkers DM High Shoes Boots...
"Ah, gue tau." Reysa menatap mereka serius. Ia jelas hafal dengan barang-barang ini. Tidak salah lagi, pasti laki-laki itu.
"Siapa?" tanya Bara.
Veran hanya memperhatikan mereka. Sesekali melirik layar laptop untuk melihat rekaman CCTV.
"Bimo." singkat Reysa begitu yakin. "Gue masih inget yang sering dipake sama Bimo. Apalagi topi sama hoodienya."
Tebakannya tidak akan mungkin melesat. Ia sudah yakin dengan yang ia ketahui itu. Dan yang ia katakan adalah kebenarannya.
"Tapi alasennya apa, ya?"
Reysa menghela napas. Sepertinya ini ada hubungannya dengan laki-laki itu yang mendatanginya saat tadi disekolah. Dan menuduhnya melaporkan kelab malam milik laki-laki itu.
"Lo yang ngelaporin bar Dark Moon kan?" tanya Reysa pada Bara. Membuat laki-laki itu terkejut.
"Lo-lo tau dari mana?" tanya Bara. Ia bahkan tidak memberitahu gadis itu soal ini.
Bisa dipastikan kepalanya akan terasa pusing setelahnya. "Tadi siang Bimo datengin gue ke sekolah."
Veran yang tadinya duduk santai, kini duduk tegak menatap gadis itu. "Kok gue nggak tau?" tanya Veran yang sama sekali tidak tahu bahwa Bimo datang ke sekolah. Tadi ia sibuk dengan tidurnya, sampai-sampai tidak tahu tentang ini.
Bara mengacak rambutnya frustasi. Kalau begini, ia akan terus dibohongi oleh perusahan Arta. "Terus entar malem gimana?"
****
Tbc.