ALAÏA

By radexn

22M 2.2M 4.9M

[available on offline/online bookstores; gramedia, shopee, etc.] ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ ❝ Dia pergi, membawa da... More

Prolog
1. Hey, Nona
2. Kabur
3. Kembali ke Rumah
4. Dekat
5. Lebih Nyaman
7. Hanya Alaia
8. Berdua
9. Mungkin Salah
10. Feels
11. Dua Rasa
12. Dilema
13. Pernah Ada
14. Kamu
15. Gelora Asa
16. Gone
17. Nuansa Bening
18. Lensa
19. Dua Garis
20. Langit
21. Young Married
22. Anger
23. Bittersweet Feeling
24. Lost
25. Badai Rasa
26. Goddess
27. Jalan Kita
28. Hampir
29. The Blue
30. Dark Sky
31. Confused
32. Satu Bintang
33. Siren
34. Mrs. Raja
35. Euphoria
36. Laut dan Alaïa
37. Wheezy
38. Celah Adiwarna
39. Aqua
40. Baby Daddy
42. Insecure
43. One Wish
44. Jika Aku Pergi
45. Rumit
46. Langit Ketika Hujan
47. Mermaid
48. Something From The Past
49. Reincarnation
50. Hey, Baby
51. Pudar
52. Cahaya Halilintar
53. Black and Pink
54. Harta, Tahta, Alaia
55. Happy Mamiw
56. Permainan Langit
57. Badai
58. Amatheia Effect
59. Rest in Love
60. Bintang
61. Di Bawah Purnama
62. Death Note
63. Glitch
64. Langit Shaka Raja
65. Bye
66. Sekali Lagi
67. Half-Blood
68. Deep Sea
Vote Cover ALAÏA
69. Terang [END]
PRE-ORDER ALAÏA DIBUKA!
Extra Chapter
ALAÏA 2
SECRET CHAPTER ⚠️🔞
AMBERLEY
ALAÏA 3
ALAÏA UNIVERSE: "SCENIC"

6. Laut

350K 47.4K 38.6K
By radexn

FOLLOW IG AKU: alaiaesthetic & radenchedid (cadangan). Biar engga ketinggalan info tentang ceritaku! 🤍

6. Laut

Ruang keluarga diisi oleh Ragas dan Bunda yang asik menyaksikan acara hiburan. Sudah ke sekian kali Ragas terbahak keras, sampai mukanya berubah jadi merah.

Ketika iklan muncul, Ragas mulai murung lagi. Dia mencak-mencak karena masih tak terima ditinggal Langit.

"Langit beneran lagi bulan madu, Bun?" celetuk Ragas, mengingat isi chat adiknya.

"Hah?" Bunda menoleh cepat ke arah Ragas.

Ragas menahan tawa, dia belagak serius ketika membahas ini dengan Bunda. Ia melanjutkan, "Iya, Bun. Langit bilang ga mau pulang soalnya lagi bulan madu."

"Ah, itu mah bercanda aja." Bunda menepuk paha Ragas.

Seketika Ragas mengaduh keras karena luka di lututnya ikut bergetar akibat tepukan Bunda. "DEMI ALLAH, BUNDA, SAKIT PISAN."

Bunda ikutan kaget. "Bunda lupa! Ya Allah, kesian Agas...."

Kelihatan jelas Bunda ngilu melihat luka-luka yang bergerayang di kaki Ragas. Beliau benar-benar lupa, atau lebih tepatnya Bunda refleks menepak paha Ragas karena gemas pada anak sulungnya itu.

"Aduh, sakit Bun...," eluh Ragas, mulai berdramatisir. "Aduuh, Agas ga kuat."

Bunda khawatir sekali. "Rebahan di kamar aja ya? Ayo, Bunda bantuin jalan."

"Ga usah, Bun, Ragas pengen anu aja." Ragas berkata.

"Anu apa, Gas?" tanya Bunda, tidak paham. "Mau makan? Mau Bunda bikinin apa?"

Ragas menggeleng. "Bukan, Bun."

"Terus apa atuh?" Bunda menatap sang anak.

"Suruh Langit pulang, Bun," ujar Ragas, memelas.

Bunda akhirnya mengerti maksud kedramatisan Ragas. Anak itu hanya ingin Langit kembali ke rumah karena mereka berdua bagai bikini —alias harus selalu bersama.

"Kan kamu yang bilang sendiri, Langit lagi bulan madu. Berarti ga bisa diganggu, kan?" Bunda menggoda Ragas.

Ragas berdecak. "Males ah. Ngeselin dia, Bun."

"Ngeselin tapi dicari mulu," ledek Bunda.

"Nggak mulu tuh." Ragas menyahut, dia pundung lagi.

Bunda terkekeh, merasa lucu bila Ragas sedang seperti ini. "Makanya jangan balapan mulu. Kalo kena batunya jadi ga bisa ke mana-mana kan?"

"Ah, Bunda."

"Bunda serius, lho. Kurang-kurangin kebisaan kamu itu. Berenti pelan-pelan." Bunda berucap dan Ragas pastinya mengerti 'kebiasaan' yang dimaksud.

Ragas sendiri tidak tau apakah dia bisa menuruti permintaan Bunda. Karena sejak dulu mabuk dan balapan sudah menjadi makanan sehari-hari Ragas.

"Janji ya sama Bunda?" Bunda menatap Ragas dengan lekat.

Ragas tak berani sembarangan mengucap janji, apalagi kepada Bunda. "Diusahain ya, Bun."

Bunda tak berkata apapun, hanya memandang putranya dengan tatapan penuh arti namun ada kilat lelah juga. Lalu Bunda beranjak dari sofa, hendak meninggalkan Ragas.

"Bunda mau ke dapur. Kamu mau apa biar diambilin," ujar Bunda sambil berjalan.

"Enaknya amer atau whiskey ya Bun?" Ragas bertanya.

"Apa-apaan!" Bunda ngegas tiba-tiba.

Ragas jadi tertawa melihat Bunda ngomel. "Susu beruang, Bun."

"Makasih Bundaku yang paling cantik," celetuk Ragas lagi dengan seringaian nakalnya.

"Hilih." Bunda menyahut.

⚪️ ⚪️ ⚪️

Bastian tidak main-main dengan ucapannya. Sampai detik ini Lila tak membalas pesan dan sama sekali enggan menerima panggilan teleponnya. Maka, Bastian akan memenuhi perkataannya tadi.

Cowok itu membuka grup chat yang anggotanya merupakan geng dia. Dia sudah sangat kesal dan marah pada Lila.

Bastian:
Lo semua tau Langit kan?

Kekesalan Bastian makin bertambah karena tak ada yang merespon chat-nya di grup. Sampai bermenit-menit pun tak ada yang kunjung merespons. Tapi, sekitar empat menit kemudian dia mendapatkan notifikasi baru.

Laskar:
Taulah tu yg di atas

Laskar:
Ciptaan Tuhan YME

Azka:
Langit orang ato apa

No:
L nya gede berarti nama org

Laskar:
Oh gt

Azka:
Langit mana bas langit kan banyak tolol

Laskar:
Emg tolol tu org

Bastian:
Langit mantannya cewe gua

Daren:
Cewe u sp

Laskar:
Ohh langit shaka

Laskar:
Si kasep

Azka:
Dih anying lu gay

Laskar:
Sirik lu

Daren:
Langit alumni SMA Raden 2 ye?

No:
Ohh tau gua, adenya ragas

Laskar:
Nape tuh bas? Mau gelud romannya

Bastian:
Samper Langit kuy ntar malem. Lu semua kudu ikut, ajak yg lain juga. Kalo ada yg ga join mending ga usah gabung sm kita lagi. Gue butuh yg solid

Bastian:
Kalo gue udah nemu tempatnya, nanti gue shareloc

⚪️ ⚪️ ⚪️

Lila mau bunuh diri saja dengan menenggelamkan diri ke laut.

Dia pusing bahkan stress karena tertekan dengan sikap Bastian. Lalu ketika ia merasa aman bersama Langit, cowok itu malah meninggalkannya.

Malah sekarang Lila takut untuk pulang. Rumahnya berasa kandang singa karena Bastian pasti akan datang ke sana lagi untuk menemuinya.

Kalau Lila mau aman, dia harus menunggu sampai sore menuju malam agar rumahnya diisi oleh penghuni lain. Karena di jam segitu kedua orang tuanya sama-sama kembali dari kesibukan.

Sambil mengusap air mata yang berjejak di pipi, Lila mengambil ponsel yang disimpan di saku celana. Ia tertegun melihat pemberitahuan yang muncul di layar. Ada banyak sekali nama Bastian di sana.

"Tuh kan, dia tuh udah gila atau gimana sih?!" Lila pusing lagi.

Segera Lila berlari dan tujuannya adalah mencari Langit. Dia harus memberi tau Langit bahwa Bastian sedang mencarinya.

Tapi, tiba-tiba Lila berhenti melangkah. Dia teringat ucapan Langit beberapa menit lalu yang mengatakan untuk tidak menyeretnya ke dalam masalah Lila dan Bastian.

"Bastian sialan!" umpat Lila.

Lila semakin bingung. Haruskah ia menemui Bastian? Atau Langit?

⚪️ ⚪️ ⚪️

"Kenapa Lila nangis?" Alaia bertanya.

"Ga tau," jawab Langit.

Dua insan itu jalan beriringan sambil sesekali berbincang ringan. Alaia masih belum mengerti kenapa tadi Lila menangis, dan kenapa Langit selalu terlihat tidak suka bila membahas soal ini.

"Udah mau pulang belom?" Kini giliran Langit yang bertanya.

Alaia ragu untuk menjawab. Ia suka sekali berada di pantai, rasanya begitu damai. Tapi ia juga harus kembali ke Dokter Abby.

"Apa aku boleh ke sini lagi nanti?" tanya Alaia.

"Boleh, kapan aja kalo lo mau, nanti gue temenin." Langit berucap.

"Beneran?" Pupil Alaia membesar.

Langit mengangguk singkat. "Bener atuh, masa boong."

Senyum manis Alaia membuat Langit gemas diam-diam. Rasanya greget banget ketika kita gemas pada sesuatu, tapi sulit untuk mengekspresikannya.

Sebulir air mendadak jatuh membasahi pipi Alaia. Ia menengadah, membuat buliran air yang lain menyerbu wajahnya.

"Apa itu—"

Ucapan Alaia terhenti karena Langit menariknya tanpa izin. Cowok itu membawa Alaia untuk cepat-cepat berpindah tempat, mencari perteduhan.

Hujan datang disertai gemuruh, juga langit semakin gelap. Posisi Alaia dan Langit jauh dari tempat-tempat untuk berteduh, yang paling dekat dari mereka hanyalah saung. Tanpa pikir panjang, Langit langsung mengarah ke sana.

Tiba di sana, Langit membantu Alaia naik dan ia menyusul. Angin dingin menyergap, membuat Alaia memeluk dirinya sendiri.

"Di sini dulu ya, kalo ujannya redaan baru kita pindah." Langit berucap. "Soalnya kalo jalan sekarang, nanti lo basah kuyup."

Alaia mengangguk, ia menuruti apa yang Langit katakan. Yang terpenting mereka berdua aman, itu sudah lebih dari cukup.

"Sini, Al, jangan mojok. Anginnya gede," ujar Langit, meminta Alaia mendekat.

Alaia bergeser ke tengah, mendekati Langit. Di posisi ini lebih baik daripada di pojokan tadi, meskipun cipratan air yang jatuh ke pagar saung tetap menyerang mereka.

Langit melirik Alaia, menatap wajah itu dari samping. Alaia nampak cemas, padahal yang terjadi sekarang hanyalah hujan turun deras.

"Ga bakal kenapa-napa, nanti juga berenti ujannya," ungkap Langit. "Semoga."

Alaia menoleh dan tersenyum tipis. Dia bingung dengan perasaannya. Seperti ada yang mengganjal dan ini membuatnya sedikit tak nyaman. Tapi, apa ya?

Berada di dekat Langit memberi kehangatan tersendiri bagi Alaia, seakan dirinya dijaga. Jantung Alaia berpacu cepat ketika lengan Langit menyentuh lengannya.

Keduanya terdiam, hanya suara dari alam yang terdengar. Semakin lama udara makin dingin, hamparan laut di hadapan mereka terlihat agak mengerikan.

Ketika kepala Alaia tertoleh ke sisi kiri, ia melihat adanya mobil besar datang dan menepi. Mata Alaia menyipit, dalam diam berpikir kenapa mobil itu bentuknya sangat besar.

"Langit, itu apa?" Alaia bertanya sambil menunjuk mobil tadi.

Langit melihat mobil itu dan mengumpat, "Edan, eta jurig datang deui."

"Itu mobil pengangkut ikan," jawab Langit pada Alaia. "Biasanya mereka ambil lumba-lumba buat dibawa ke penangkaran."

"Lumba-lumbanya mau diapain?" tanya Alaia lagi.

"Dilatih biar bisa ngasilin duit," ungkap Langit.

Kening Alaia mengerut. "Apa itu dibolehin?"

"Sebenernya ilegal. Mereka-nya yang serakah." Langit menuturkan. "Lebih parah lagi itu lumba-lumba disimpennya di kolam doang padahal habitat mereka di lautan."

Mata Langit berpindah lurus ke depan, menghadap laut. Ia menunjuk satu titik dan meminta Alaia untuk melihat ke arah sana juga. "Itu kapalnya. Dari sana, lumba-lumbanya dipindahin ke mobil."

Kapal itu berada di jauh sana, sedang berlayar mencari lumba-lumba. Alaia seketika bangkit berdiri dan keluar dari saung. Instingnya membawa ia untuk melakukan itu.

Langit tersentak, lantas berteriak memanggil. "Eh, mau ke mana?!"

Hujan masih deras, namun untuk sekarang sama sekali tak menjadi masalah bagi Alaia. Ia berlari menuju dermaga. Langit tidak diam saja, ia mengejar gadis tersebut.

"ALAIA!" seru Langit, mempercepat langkahnya tapi Alaia masih terus berada di depan.

Kecepatan lari Alaia makin meninggi saat ia berada di dermaga. Agar kakinya leluasa bergerak di atas permukaan basah yang sedikit licin, Alaia pun melepas sandal.

"HEH, ALAIA!" Langit panik.

Setibanya di ujung dermaga, Alaia mengedarkan pandangan. Lumba-lumba tak terlihat di sekitarnya. Seakan mereka bersembunyi karena tau akan kehadiran para pemburu itu.

Lima detik kemudian, Alaia nyebur ke laut.

"Goblooog!" Langit kalut.

Dia hampir saja menangkap Alaia, tapi gadis itu keburu lompat dan sekarang wujudnya tak kelihatan lagi. Langit semakin gila karena ia berpikir Alaia tak bisa berenang tapi mau menyelamatkan lumba-lumba.

"Udah tau pernah tenggelem. Sekarang nyebur lagi. Ga ada kapoknya!" Langit marah-marah sendiri.

"Terus gua ngapain?" Lalu Langit terdiam.

Dia menunduk, Alaia benar-benar tak menimbulkan kepala ke permukaan laut. Gawat!

Secepat mungkin Langit melepas sepatunya dan bersiap-siap untuk ikutan masuk ke air. Baru saja Langit mau nyebur, Alaia mendadak nongol dengan raut muka yang tak biasa.

"LANGIT, KAKI AKU ILANG!!!" Alaia memekik.

"Hah?!" sahut Langit, makin-makin tak karuan.

Alaia mundur, posisi badannya perlahan berubah jadi telentang agar Langit bisa melihat seluruh tubuhnya.

Ada dua hal yang membuat Langit syok.

Satu, dada Alaia terpampang nyata.

Dua, kaki Alaia berubah menjadi ekor yang sangat indah.

"Itu—" Langit kehabisan kata.

"Apa aku sejenis lumba-lumba?" celetuk Alaia.

Langit berjongkok, ia menyuruh Alaia untuk menurunkan ekor itu. Sekarang yang terlihat hanya kepala Alaia. Gadis itu menatap Langit dengan tatapan melas yang alami, tak dibuat-buat, imut sekali.

"Langit," panggil Alaia. Sepertinya suara Alaia yang lembut lama-kelamaan akan menjadi sesuatu yang Langit favoritkan.

"Iya," sahut Langit.

"Apa kamu masih mau sama aku?" Alaia bertanya. Ia takut kondisinya yang seperti ini membuat Langit tak ingin lagi berteman.

"Mau." Langit berkata.

"Selamanya?" Tatapan Alaia penuh dengan harapan.

"Kalo selamanya berarti harus jadi pasangan gue ya," ceplos Langit.

"Iya." Alaia menyahut begitu polos.

Langit ketawa. "Emang ngerti maksud gue apa?"

Alaia memiringkan kepala, dia jadi bingung sendiri. "Apa maksudnya?"

"Nanti aja dibahasnya. Lo mau nyari lumba-lumba, kan?"

Alaia mengangguk. "Kamu tunggu di situ ya.. Jangan tinggalin Alaia juga."

"Iya, ga bakal ninggalin."

Alaia tersenyum. Senyumnya hampir membuat Langit meleleh. Cewek itu berputar badan, lalu menyelam. Sementara itu Langit terdiam di sana dengan berbagai pertanyaan yang menyelinap ke benaknya.

"Kok bisa ye?!" 🤔Langit terheran-heran dengan semua ini.

⚪️ ⚪️ ⚪️

hai sahabat,, terima kasih buat 30K reads!! 🥺🤗

—————————————

Terima kasih udah baca Alaia!!!
Jangan lupa share & ajak temen-temen kalian buat baca juga yaaa😍🧜🏻‍♀️

instagram: @radenchedid

Continue Reading

You'll Also Like

1.8K 247 2
"engga ada yang salah dari diri lo, orang yang bersyukur ngedapetin lo gabakal bikin lo ngerasa kurang terus apalagi cari pengganti lo, Jadi stop ny...
1.4M 182K 21
[available on bookstores; gramedia, etc.] "Aku harap yang berpaling akan kembali lagi." O S C I L L A T E 2 2018 by Raden Chedid
11.8M 343K 19
[[ Sudah Terbit: Tersedia di toko buku seluruh Indonesia ]] Cantika Adriana, si buruk rupa yang menyukai Revano Prasetya, kakak kelasnya, dan rela me...