AMALA Istri Kontrak Sang CEO

By eista_

230K 9.6K 365

AMALA hanyalah wanita biasa hingga takdir merubah hidupnya . Amala rela menjadi wanita malam untuk menyelamat... More

1. Pertemuan Tak Terduga
2. Terbakar Gairah
3. Tawaran Pernikahan
4. Tak Ada Pilihan Lain
5. Rapat Pemegang Saham
6. Perasaan Apa Ini
7. Kemarahan Marvis
8. Aku Menginginkanmu
9. Satu Kamar Dengannya
10. Merasakan Sedikit Ketulusan
AMALA 11
AMALA 12
13. Maafkan Aku
15. Mantan Suamiku
16. Aku Mencintaimu
AMALA 17
AMALA 18
AMALA 19
AMALA 20
PENGUMUMAN
AMALA 21
Amala 22
AMALA 23
24. Hukuman Untukmu
PROMOSI
25. Jurang Kematian
26. I Promise Sweetie
27. Only You Amala
28. Hidup & Mati
29. Belum Berakhir
30. Pilihan Terberat
31. Akhir Yang Bahagia

14. Sulit Mengatakannya

9.9K 521 63
By eista_

Jangan lupa untuk selalu vote and comment .

#Vote kalian sangat membantu author untuk cepet update .
#Comment kalian sangat membantu author untuk menghasilkan karya yang lebih bagus lagi .

Jadi jika ada salah penulisan mohon maaf untuk yang sebesar besarnya .

Cahaya matahari masuk menyeruak dari balik tirai jendela kamarnya, ia melenguh pegal saat menggerakkan bagian tubuhnya yang terasa sakit di setiap sendinya. Wanita itu duduk dan memegang tengkuknya sembari mengulas senyum membayangkan percintaan mereka yang begitu panas semalam.

Tidak hanya sekali atau dua kali tapi berkali-kali Marvis membuatnya menuju puncak klimaks yang mengairahkan. Amala tak habis pikir, kenapa stamina pria itu bagai kuda yang tiada habisnya.

Saat terbangun Marvis sudah tidak ada disisinya, namun itu hal yang biasa di alami Amala. Wanita itu lalu beranjak kearah balkon sebentar menikmati udara pagi.

Tok. .tok. .tok. .

"Nyonya saya membawakan sarapan anda." Ucap kepala pelayan dirumahnya.

Amala menyuruh pelayan itu masuk dan menaruh sarapan itu di atas meja. Saat pelayan sudah pergi Amala mulai memakan sarapannya yang berisi telur orak-arik, bacon, roti panggang dan satu gelas susu.

Awalnya wanita itu tidak terbiasa dengan sarapan ala orang kaya seperti Marvis. Namun lama kelamaan Amala mulai terbiasa dan meninggalkan nasi saat sarapan.

Setelah selesai sarapan Amala berjalan ke arah nakas untuk mengambil ponselnya. Dibawah ponselnya dia melihat selembar cek yang bertuliskan satu milyar.

Dia mendesah. "Jadi ini bayaranku." Gumamnya pada diri sendiri. "Semudah ini mendapatkan uang satu milyar."

Setelah memasukkan cek itu kedalam dompet, Amala pergi kekamar mandi untuk bersiap karena hari ini dia harus menjenguk putrinya dirumah sakit.

Seperti biasa dia diantar supir, setengah jam lebih dalam perjalanan akhirnya dia sampai dirumah sakit. Saat melewati resepsionis salah satu perawat menghampirinya.

"Maaf bu Amala, putri anda sudah di pindahkan kekamar VVIP sekarang."

Wanita itu terkejut. "Apa kamar VVIP? Siapa yang memindahkannya?" Tanyanya bingung.

Sebagai-bagian dari penghematan, Amala hanya menyewa kamar kelas dua untuk putrinya. Karena kamar VVIP harganya terhitung sangat mahal.

"Orang itu tidak memberitahukan namanya bu." Jawab suster tersebut.

"Apa dia juga tidak meninggalkan nomer telpon atau apalah itu. Agar saya bisa menemui orang yang memindahkan putri saya."

"Maaf bu, semua itu privasi rumah sakit."

"Oh baiklah sus, tolong beri tau dimana letak kamar putri saya yang sekarang."

"Anda bisa naik lift ke lantai dua bu, hanya ada satu ruangan dilantai tersebut. Khusus untuk putri anda."

"Baik sus, terimakasih."

Setelah mengucapkan kalimat itu Amala berjalan dengan tergesa-gesa karena tak sabar ingin menemui Misya.

"Bunda . ."

"Anakku sayang bagaimana keadaanmu?" Wanita itu memeluk putrinya dan memberikan beberapa ciuman untuk Misya.

"Aku baik-baik saja, bunda dari mana aja. Misya kangen sekali."

"Maaf bunda terlalu sibuk sampai lupa menjengukmu."

Misya memanyunkan bibirnya. "Bunda sibuk kerja ya. Kalau bunda sibuk, lebih baik kita pulang aja. Ada ayah yang bakal jagain Misya dirumah."

"Misya dengarkan bunda, secepatnya kita akan pulang setelah Misya operasi oke. Tapi bisakah Misya melupakan ayah karena bunda sama ayah udah nggak bisa sama-sama lagi."

Amala memberikan sedikit penjelasan pada putrinya. Anak kecil yang malang itu tidak tau jika Mala sudah tidak bersama suaminya yang dulu lagi.

"Kenapa bunda? Bunda marahan sama ayah ya.. Misya mau ketemu ayah, Misya mau bujuk ayah biar minta maaf sama bunda biar marahnya jangan lama-lama."

Sulit sekali rasanya memberikan pengertian pada putrinya. Itu hal wajar karena Misya menyayangi mereka.

"Bukan begitu sayang, nanti saat Misya sudah besar Misya pasti tau maksud perkataan bunda."

Misya mengangguk. "Misya mau bunda bahagia."

Amala mulai meneteskan airmata. "Bunda bahagia kalau Misya sembuh." Ucapnya memegangi tangan putrinya.

"Misya janji bakal sembuh." Jawabnya sambil mengarahkan jari kelingkingnya kearah Amala.

"Janji." Amala mengaitkan jarinya pada putrinya.

"Bunda jangan nangis lagi."

"It's oke sayang, mata bunda cuma sedikit perih."

"Selama bunda tidak datang kesini ada om baik yang nemenin Misya."

"Wah benarkah, baguslah kalau begitu. Bunda jadi nggak khawatir lagi. Bunda tinggal sebentar ya. Bunda harus menebus obatmu dulu."

"Baik bunda, jangan lama-lama ya."

Wanita pergi menebus obat Misya dan melunasi biaya operasi anaknya.

"Maaf bu Mala semua biaya operasi dan perawatan sudah di lunasi." Ujar perawat yang ada di bagian resepsionis.

"Aneh sekali sus, siapa yang membayar semua tagihan anakku." Tanyanya heran.

Marvis. Apa mungkin dia yang sudah melakukan semua ini ? Amala menggeleng mengusir pikirannya itu. Tapi hanya Marvis yang bisa melakukan semua ini.

"Dia . . ." Perkataan suster tersebut terpotong oleh suara berat seseorang.

"Aku yang melunasinya."

Dan benar saja, tanpa berbalik Mala tau suara siapa itu. Amala berbalik matanya menatap ke arah pria berkaca mata yang sedang duduk tak jauh darinya.

"Marvis !"

Pria itu menggunakan setelan jas dan juga kacamata hitam. Tangannya memegang sebuah tablet pintar. Itu tablet yang biasa Marvis gunakan saat bekerja. Tak jauh dari suaminya banyak sorot mata wanita yang melihat kearah Marvis, dengan pandangan tergila-gila.

Amala lalu menghampiri Marvis. "Sejak kapan kamu tau."

Marvis menariknya hingga wanita itu terduduk di pangkuannya. "Marvis ini dirumah sakit."

Amala meronta dan berusaha melepaskan diri. Marvis melepaskan wanita itu membiarkan Amala duduk disebelahnya.

"Seharusnya kata yang kamu ucapkan pertama kali adalah terimakasih."

"Oke terimaksih, sekarang jawab pertanyaanku. Sejak kapan kamu tahu?"

Pesona pria itu menarik banyak kaum wanita yang sedang ada dirumah sakit tersebut termasuk suster dan dokter yang ada disana. Amala ingin sekali memberitahukan pada mereka jika Marvis adalah miliknya.

"Kenapa menyembunyikannya dariku." Bukan menjawab pertanyaan Amala pria itu malah berbalik tanya.

"Maaf, aku tidak bermaksud menyembunyikannya darimu." Amala sudah tau arti dalam pertanyaan suaminya.

"Lalu sekarang ini apa ? Dia benar-benar putrimu ?"

"Aku tidak menyembunyikannya, tapi sebaliknya kamu tidak pernah bertanya jadi aku pikir tidak ada alasan untuk mengatakannya padamu."

Dan aku takut jika kamu tau aku sidah mempunyai seorang putri kamu akan memutuskan kontrak kita. Batinnya.

"Aku sudah pernah menikah sebelumnya." Jujur Amala.

"Ya aku tau, lalu apa lagi. Ceritakan semua tentangmu."

Amala menggeleng. "Tidak disini."

Marvis menarik tangan Amala membawa wanita itu keruangan kosong.

"Lanjutkan ceritamu."

Amala ragu tapi bibirnya terus saja berucap. "Dia meninggalkanku dan putriku demi bersenang senang dengan wanita lain."

Lelaki brengsek macam apa itu. Batin Marvis.

"Dia juga membawa semua uangku. Uang tabungan untuk berobat Misya. Nama putriku Misya, Misya Arindra."

Marvis mengangguk, sebenarnya dia sudah tau itu.

Dipoint ini raut wajahnya berubah sendu. "Aku terpaksa harus menjadi wanita malam, itu semua demi Misya anakku." Airmatanya menggenang seakan akan ingin meluncur tapi Amala menahannya karena tak ingin terlihat lemah didepan Marvis.

"Jadi uang yang selama ini aku berikan . . ."

"Itu semua untuk putriku, termasuk uang satu milyar yang aku minta kemarin." Raut di wajah wanita itu tampak sedih dan menyesal telah membohongi Marvis.

"Aku benar-benar minta maaf, jika kamu ingin marah padaku aku akan menerimanya, kamu juga bisa mengakhiri kontrak kita sekarang. Lagipula harta dari mendiang ayahmu sudah ada di tanganmu kan."

Ini bukan soal harta, ini tentang perasaanku Mala. Batinnya ingin berucap.

"Bagaimana bisa kamu berfikir seperti itu. Ini bukan masalah kontrak tapi . . " ucap Marvis berhenti sejenak. "Tapi karena kamu wanitaku, aku tidak ingin kamu menangung semua ini sendirian."

B-bukan ! Bukan itu sebenarnya yang Marvis ingin katakan, melainkan tentang perasaan yang selama ini dia pendam pada Amala, tetapi kenapa mulutnya seakan tak mampu berucap.

"Wanitamu." Lirih Amala, wanita itu mengira Marvis akan mengucapkan kata cinta untuknya.

Sadarlah Mala, Mana mungkin seorang Ceo jatuh cinta padamu yang notabennya kau adalah pelacur rendahan. Batinya berucap.

"Iya wanitaku. Jadi jangan pernah sembunyikan apapun lagi kepadaku mengerti ! Ini perintah mutlak untukmu."

"Ya aku mengerti."

"Ayo." Ajak Marvis. "Kita harus menemui anakku."

"Anakmu." Amala sedikit senang saat Marvis memanggil Misya sebagai anaknya.

"Iya Anakku, putrimu juga berarti akan menjadi putriku."

Amala tersenyum, mengikuti pria itu berjalan kearah kamar Misya.

Amala membuka pintu kamar Misya gadis itu sibuk mengunyah apel yang ibunya bawa tadi.

"Halo om baik."

"Halo cantik."

"Kalian sudah saling kenal . ."

Mereka berdua mengangguk bersamaan.

"Kapan?" Tanya Amala. "Jangan bilang dia om baik yang kamu bilang tadi."

Misya mengangguk. "Benar bunda."

"Jadi kamu yang menemani Misya selama ini."

Marvis mengedipkan sebelah matanya. "Lalu pekerjaanmu dikantor ?"

"Ini." Marvis memperlihatkan tabletnya. "Aku bisa memimpin meeting dari sini hanya dengan panggilan vidio dan yang lainnya aku menyuruh Varen untuk mengurusnya. Bos tidak harus turun kelapangan setiap waktukan." Jawab pria itu.

Amala terharu dia menitihkan airmata. Perlakuan Marvis padanya terlalu manis, dia takut perasannya akan semakin dalam. Dia takut jika nantinya dia tidak bisa menghapus perasaan ini.

"Dont cry baby." Pria itu mengusap airmata Amala. Lalu memeluk wanita itu.

Amala menerima pelukan itu tapi bebera detik kemudian dia melepas pelukan Marvis karena Misya tengah menatap mereka berdua.

"Mulai sekarng panggil om dengan sebutan papa. Mau nggak Misya?"

"Mau mau om, eh papa ." Jawab Misya antusias. "Tapu bunda apa boleh?"

Amala mengangkat kedua bahunya "Ya tentu boleh sayang." Jawab Amala. Wanita itu sangat bahagia dengan keadaannya sekarang.

Marvis lalu duduk di ranjang dan mengusap punggung Misya dengan lembut.

"Sudah waktunya tidur, papa dan bundamu harus pulang oke."

"Apa Misya tidak boleh ikut pa ?"

"Tentu saja boleh tapi jika kamu sudah sembuh."

"Misya pengen cepat sembuh kalau begitu."

"Bagus itu baru anak pintar, jika butuh sesuatu kamu tinggal tekan tombol ini, paham. Dan akan ada satu orang perawat khusus yang akan menemanimu disini."

"Iya Misya tau, peluk dulu. Misya pengen dipeluk papa sama bunda." Pintanya.

Merekapun berpelukan, sebelum akhirnya meninggalkan Misya. Didepan rumah sakit Marvis memeluk istrinya dengan erat. Seolah tak ingin wanita itu pergi jauh darinya.


"Apa kamu mengantuk ?" Tanya suaminya.

Wanita itu beberapa kali menguap, mungkin Marvis melihat hal itu.

"Terimakasih." Ucap Mala. "Terimakasih telah menerima putriku sebagai anakmu."

Marvis lalu mengangguk dan memeluk isterinya di depan banyak orang.

Dengan kamu berada disisiku saja sudah cukup tanpa harus berterima kasih. Batin pria tersebut .

Dari kejauhan dokter Farhan melihat Amala yang sedang berpelukan. Tidak jelas wajah pria itu karena membelakanginya .

Tapi pria itu menerka jika itu adalah suami Amala. Entah kenapa saat tau hal tersebut membuat hati dokter Farhan sakit. Harapannya pupus sudah.







"Eaaa . . Bang Marvis ngomong cinta aja sulit gitu yaa, nanti kalo dokter Farhan udah bertindak duluan baru ntar nyesel. Bener nggak tuh ? "

Nah hari ini udah double upkan. Jadi author minta votenya dong ,sama komen dikit dikit juga nggak papalah 😄

Part selanjutnya Amala mau di temuin sama mantan suaminya (bapak kandungannya misya) kira pada setuju nggak nih ?

Continue Reading

You'll Also Like

117K 10.7K 50
Warning 21+ Roy Forrester, pimpinan Forrest Group terpaksa mengikuti perintah ayahnya untuk menikah. "Perusahaan kita adalah perusahaan keluarga. Kal...
Call Me Hubby By MizThaa

General Fiction

211K 19.6K 15
Kisah cinta Arion Seanvino Wybert, putra kedua dari Avi & Arsen Wybert. (Sequel Marrying Mr. Duren) "Menikahlah denganku, aku akan menjadi ayah dari...
229K 23.5K 50
KUMOHON JANGAN DICOPAS, COPAS SANTET :P :P :P 21 + Yang di bawah umur harap tidak membaca, karena ada bagian tertentu yang ditujukan untuk usia di at...