"Perempuan tanpa kehormatan, apakah masih berharga?"
***
Saat terbangun dari tidurnya, gadis cantik berambut panjang itu kaget karena dia tertidur di dada bidang seseorang. Terlebih saat melihat dirinya bertelanjang, cepat-cepat gadis itu menarik selimut agar menutupi seluruh badannya.
Kepalanya tampak pusing, dia ingin mengingat apa yang terjadi semalam. Matanya mendelik saat melihat lelaki yang tidur dengannya adalah Galang, musuhnya.
Perlahan lelaki itu membuka matanya, tak kalah terkejutnya dia melihat Anara di depannya dengan berbalut selimut.
"Lo apain gue, Lang," Gadis itu menangis sambil memukul Galang.
"Gue gak tau." jawab Galang bingung, dia saja masih tak ingat apa yang terjadi.
"Gue benci sama lo, lo udah rusak masa depan gue! Harusnya semalem gue gak minum minuman itu!"
"Kita sama-sama gak inget, lo dan gue hilaf semalem." ucap Galang merasa tak bersalah, dia di sini juga korban sama dengan Anara.
"Anjing lo Lang!" Anara beranjak dari kasur membawa semua pakaiannya ke kamar mandi. Setelah kembali gadis itu langsung keluar dari kamar hotel Galang dengan menutup pintu keras.
Lamunan Anara buyar saat pintu kamarnya terbuka, menampilkan sang bunda yang baru pulang kerja.
"Ana, turun dulu yu, Bunda tadi beli opor ayam kesukaan kamu," ucap Arsi—Bunda Anara.
Anara mengangguk lalu bangkit dari duduknya, mengikuti Arsi ke meja makan.
"Kamu lagi ada masalah?" tanya Arsi yang sudah duduk di meja makan.
Anara menggeleng. "Nggak, Bun."
"Habis semenjak kamu pulang dari Bali, tingkah kamu berubah, banyak diemnya. Kalo ada masalah cerita aja sama Bunda, ya?" Anara menggangguk sambil menyuapkan nasi ke mulutnya.
Anara adalah anak tunggul, sejak kecil dia sudah tinggal dengan Bundanya berdua dan satu asisten rumah tangga, Bi Suti. Karena Ayahnya sudah meninggal sejak dia masih berumur dua tahun. Dan Ayahnya meninggalkan perusahaan yang cukup besar, jadi sampai saat ini Arsi yang meneruskannya.
Satu kebiasaan Anara, dia tidak bisa tidur sendiri. Dari kecil sampai umurnya sekarang tujuh belas tahun dia selalu tidur dengan Arsi, bila Arsi sedang ada kerjaan ke luar kota pasti Bi Suti yang menemani Anara tidur.
"Ana hanya cape aja tiap hari sekolah, belum lagi bulan depan ada olimpiade."
"Bagus dong, oh iya mau hadiah apa kalo menang kali ini?" tanya Arsi, setiap Anara akan olimpiade atau lomba Arsi selalu menawarkan suatu hadiah, itu agar Anara semangat dan bisa menang.
Anara menatap Arsi, punggungnya bergetar menahan agar dirinya tidak menangis di depan Arsi. Dia tidak mau Arsi kecewa karena melihat Anara menangis.
"Ana mau minta maaf sama terima kasih."
Alis Arsi terangkat sebelah, permintaan Anara sungguh aneh, biasanya dia meminta dibelikan buku atau jalan-jalan berdua dengan Bundanya.
"Kok aneh permintaannya?"
"Iya Ana mau minta maaf karena belum bisa bikin Bunda bahagia, dan terima kasih udah jadi Bunda Ana." Gadis itu tersenyum getir, dan air matanya tidak bisa ia tahan lagi, satu tetes keluar dari kelopak matanya.
Arsi langsung bangkit dari duduknya dan menghampiri Anara, wanita itu langsung memeluk Anara. "Nggak, kamu udah sangat buat Bunda bahagia, terima kasih, Nak."
"Bunda Ana minta maaf." Tangis Anara pecah, sesak di dadanya tak bisa lagi ia tahan.
"Bunda maafin, udah jangan nangis ya, Bunda gak suka liat Ana cengeng," Arsi menepuk pundak pundak Anara sambil menangis, dia tidak tau kenapa Anara tiba-tiba menangis seperti ini.
***
Setelah rumah besar itu sepi, pesta kecil-kecilan itu telah selesai. Ruang TV yang tadinya rapi kini sudah berantakan, banyak sampah berserakan di mana-mana.
Gadis berambut gelombang dengan tangan dilipat di dada itu menatap lelaki yang sedang duduk di sofa, pandangannya kesal bercampur marah.
"Lima jam lo ganggu ketenangan gue!" Lelaki itu menoleh mendengar suara nyaring yang sedang mengomelinya.
"Apa?" tanya lelaki itu cuek.
"Kenapa sih lo selalu bawa temen lo ke rumah!"
"Terserah gue dong, dia kan temen-temen gue."
"Ya tapi lo ganggu, gue gak bisa tenang karena kalian berisik!" Gaisa membentak Galang penuh emosi.
"Tinggal tutup telinga apa susahnya." jawab Galang dan itu membuat emosi Gaisa menjadi.
"Ada apa ini?" Seorang wanita dengan dres merah itu menghampiri kakak beradik ini yang sedang beradu mulut.
"Mi liat tuh Galang, marahin dong jangan bawa temen ke rumah berisik." adu Gaisa pada wanita itu.
"Galang, ngalahlah sama Gaisa, kasian adik kamu." ucap Gina menengahi, sebagai ibu yang mempunyai anak kembar yang sering ribut dia harus bisa menetralkan mereka.
"Galang kan pengen punya apart Mami gak ijinin, yaudah jangan salahin Galang dong kalo bawa temen kerumah dan buat berisik." kata Galang.
"Iya Mi, kenapa gak beliin apart aja sih, biar Gaisa tuh bebas di rumah. Bosen tau gak liat Galang trus." Gaisa selalu mendukung Galang untuk pindah ke apartemen, karena bila Galang tidak ada dia akan bebas di rumah tanpa gangguan siapapun.
"Kata Papi kalo Galang di kasih kebebasan kayak gitu nanti dia semakin menjadi," ucap Gina, memang Papinya tidak memberikan apart karena tau kelakuan anak sulungnya itu, dia akan semakin nakal dan menyalahgunakan pemberiannya.
"Yaudah, jangan ngatur, gitu aja ribet." Ucap lelaki itu lalu pergi meninggalkan ruangan TV.
Sejak masuk SMA, rumah yang seharusnya menjadi tempat paling nyaman untuk pulang, tapi untuk Galang itu hanya sebaliknya. Tidak ada makan keluarga, tidak ada kumpul full keluarga, atau perhatian sang Papi padanya, ini semua karena kesibukan Papinya dalam bekerja.
Dia selalu ingin keluar dari rumah itu, tapi karena tidak pernah mendapatkan ijin orangtua lelaki itu pun harus mengalah. Bagaimana pun dia harus sedikit menghargai orangtua-nya.
Lelaki itu membanting keras pintu kamarnya, lalu duduk di tepi kasurnya. Pandangannya menatap lurus ke depan. Tiba-tiba selintas kejadian terpikir di benaknya.
"Lo bisa minggir gak!" tegas Anara saat Galang menghalangi pintu kelas saat Anara akan masuk.
"Heh, Galang! lo punya kuping, kan?" Anara berkacak pinggang menatap Galang kesal.
"Mato lo buta? Gak liat apa nih kuping nempel," ucapnya sambil menjewer kedua kupingnya.
"Bodo amat, minggir lo gue mau lewat!"
"Nggak, kalo orang cerdas tuh bisa tau gimana cara masuk tanpa gue harus minggir." kata Galang.
Anara tersenyum miring, secara refleks gadis itu menendang 'sesuatu' di bawah perut Galang. Lelaki itu meringis kesakitan, badannya terhuyung kebelang untuk ada Samuel yang menahannya dari belakang.
"Makanya jangan nantangin!" Anara pun segera masuk ke dalam kelasnya. Baru pertama kali Galang dipermalukan di depan umum seperti ini dan itu oleh musuhnya sendiri.
Bahunya bergidik mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu. Hari itu adalah hari memalukan bagi Galang. Senjatanya yang tadinya untuk sang istrinya nanti, malah ditendang secara keras oleh musuhnya.
***
Double update yeeeee
Nyebelin mana?
Galang/Anara
Kebayang si gimana rasanya tertekan, anak baik trus tiba-tiba kehormatannya ilang.
Anara Mandi