If You Know When [TELAH DITER...

By ItsmeIndriya_

1M 120K 15.4K

Trilogi IYKW Series Sekian lama menghilang, akhirnya Vanilla kembali dengan harapan baru untuk akhir kisah pe... More

Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
PENGUMUMAN
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Puluh Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh Dua
Tiga Puluh Tiga
Tiga Puluh Empat
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Sembilan
Empat Puluh
Empat Puluh Satu
Empat Puluh Dua
Empat Puluh Tiga
Empat Puluh Empat
Empat Puluh Lima
Empat Puluh Enam
Empat Puluh Tujuh
Empat Puluh Delapan
Empat Puluh Sembilan
Lima Puluh
Lima Puluh Satu
Lima Puluh Dua
Lima Puluh Tiga
Lima Puluh Empat
Lima Puluh Lima
Lima Puluh Enam
Lima Puluh Tujuh
VOTE COVER!!!
Lima Puluh Delapan
Lima Puluh Sembilan
Enam Puluh
Enam Puluh Satu
Enam Puluh Dua
Enam Puluh Tiga
Enam Puluh Empat
Enam Puluh Lima
TERIMA KASIH
PRE-ORDER IYKWHEN
LDR SERIES 1 || OBSESI ELANG
DIARY VANILLA

Dua Puluh Lima

17.8K 2.2K 504
By ItsmeIndriya_

Vanilla terbangun dengan keringat yang membanjiri wajahnya. Lagi-lagi ia teringat dengan kecelakaan yang terjadi beberapa tahun silam. Vanilla mengusap wajahnya dengan kasar. Mimpi itu selalu saja mengganggu tidurnya yang nyenyak. Di tambah lagi ia juga bermimpi, ralat mengingat masa lalu dimana Dava hampir saja bertunangan dengan saudara kembarnya sendiri. Vanilla menghela napas, rasanya sesak, sakit, dan membuatnya ingin menghilang selama mungkin.

Matanya melirik kearah jam di atas nakas. Ternyata sudah pukul sebelas siang, dan ia menemukan sebuah memo dari Sandra. Hari ini Sandra ada pekerjaan, jadi ia memutuskan untuk tidak membangunkan Vanilla, dan juga hari ini mereka punya janji untuk bertemu dengan tunangan Sandra yang baru saja tiba dari Indonesia.

Vanilla mendengus. Ia pun memutuskan untuk mandi dan bersiap. Vanilla tidak mau kena amuk Sandra karena datang terlambat. Sudah cukup bagi Vanilla hampir setiap pagi mendapat Omelan dari temannya itu.

Satu jam kemudian, Vanilla sudah siap dengan outfitnya. Tak lupa ia mengambil syal, tas dan juga buku sketsa yang tergeletak di atas meja, lalu bergegas menuju cafe yang berada tak jauh dari apartemennya. Hanya membutuhkan waktu sepuluh menit dengan berjalan kaki, ia sudah sampai di cafe tersebut.

Vanilla memesan kopi. Sembari menunggu, ia memutuskan untuk menggambar di buku sketsanya. Entah mengapa ia sangat ingin menggambar sosok anak laki-laki yang ia temui di taman rumah sakit. Sebisa mungkin Vanilla mengingat wajahnya, agar bisa tergambar dengan sempurna.

"Long time no see, Vanilla..."

Vanilla menengadahkan kepalanya saat ia mendengar suara tak asing menyapanya. Matanya langsung melotot tidak percaya melihat sosok di hadapannya saat ini.

"Vino?" ucapnya setengah tidak percaya. "Lo... Lo kenapa bisa ada disini?" Vanilla langsung mengedarkan pandangannya, takut jika Vino datang bersama Dava dan yang lainnya. Vanilla tidak siap jika harus bertemu dengan mantan kekasihnya itu.

Vino tersenyum seraya menarik kursi di hadapan Vanilla, sementara Vanilla masih menatap Vino tidak percaya.

Tiba-tiba mata Vanilla langsung melotot sempurna, "Jangan bilang Lo tunangannya Sandra!?" dan Vino hanya membalasnya dengan gumaman.

Melihat reaksi Vanilla yang sedikit berlebihan membuat Vino tertawa. Sedari awal Vino sudah curiga, bahwa orang yang selama ini di ceritakan Sandra adalah Vanilla, dan dugaannya benar ketika ia datang dan melihat Vanilla sedang fokus menggambar.

"Bisa-bisanya cowok playboy kayak Lo jatuh hati sama cewek secerewet Sandra?" Vanilla menggelengkan kepala heran. "Dan gimana bisa Lo tahu kalau gue temanan sama tunangan Lo?"

Vino mengangkat bahunya, "cuma prasangka gue aja, dan ternyata benar. Selama ini Sandra banyak cerita tentang Lo. Awalnya gue gak berpikiran itu Lo, tapi lama kelamaan gue yakin bahwa orang yang di ceritakan Sandra itu Lo." Vino menarik napas dan menghembuskan ya, "Lo tahu seberapa paniknya semua orang waktu tahu Lo pergi tanpa kabar? Kenapa sih Lo suka banget main kabur-kaburan?"

"Gue gak kabur, Vin."

"Gak kabur, tapi lari dari kenyataan."

"Sandra mana? Kok Lo sendiri?" Vanilla mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Gue jauh-jauh datang ke sini untuk ketemu Lo!" ucap Vino membuat Vanilla terdiam. "Nil, Lo bukan anak SMA lagi, Lo udah dewasa. Kecelakaan itu udah terjadi lebih dari sepuluh tahun yang lalu, harusnya Lo bisa lupain kenangan buruk itu. Lo mulai kehidupan Lo dari awal, tanpa ada rasa takut, menyesal, dan bayang-bayang masa lalu. Lagian Lo sendiri yang bilang, lebih baik hidup dengan kenangan buruk dibanding hidup tanpa kenangan sama sekali."

Vanilla menghela napas, "semua yang terjadi di hidup gue terlalu berat, Vin. Persis kayak sinetron yang gue gak tahu endingnya gimana."

"It's not about happy ending, Vanilla. It's about story', story' of your life."

Vanilla tidak menjawab hingga terjadi keheningan diantara mereka. Tak lama Vino menghela napas, seolah menyerah untuk meyakinkan Vanilla.

Dengan ragu Vino mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya, lalu memberikannya kepada Vanilla. "Itu undangan pernikahan Vanessa dan Dava," ucapnya membuat Vanilla kembali mendongak dengan matanya yang kini berkaca-kaca. "Lo pasti ingat dengan rencana  perjodohan mereka bertahun-tahun yang lalu."

"Selama ini Dava nunggu Lo kembali, Nil. Tapi sayangnya Lo gak pernah kembali. Dava sudah gak punya harapan lagi, sampai akhirnya dia memilih untuk menerima perjodohan antara dia dan Vanessa."

Vanilla langsung mengusap air matanya yang tiba-tiba saja jatuh. "Itu udah jadi pilihan gue, Vin. Gue harus terima konsekuensinya. Lagi pula, gue dan Dava udah berpisah secara baik-baik." Vanilla langsung mengingat pertemuannya dengan Dava di bandara dua tahun yang lalu.

"Itu bukan pilihan, Nil, tapi egois. Lo hanya memikirkan diri Lo sendiri tanpa mikir perasaan orang yang gak ingin kehilangan Lo lagi. Jujur, gue kecewa sama sikap Lo!"

Vino berdiri dari kursi yang di dudukinya dan pergi begitu saja meninggalkan Vanilla yang masih bergeming di tempat.
Vanilla menatap nanar undangan yang tergeletak di atas meja. Ia melihat nama orang yang ia cintai akan bersanding dengan kakak kembarnya sendiri, jujur itu membuat hatinya seperti di tusuk ribuan jarum. Baru saja ia mengingat kenangan pahit yang sekarang berubah menjadi kenyataan.

Benar kata Vino, ia egois. Dan karena keegoisannya itu, Vanilla lagi-lagi harus merasa kehilangan. Vanilla terlalu takut, dan hanya memikirkan dirinya sendiri, hingga pada akhirnya rasa sakit itu tercipta karena harus menerima kenyataan bahwa orang yang di cintainya jatuh ke pelukan orang lain, yang tak lain tak bukan adalah kembarannya sendiri.

*****

Elang menyemburkan kopi yang baru saja masuk ke dalam mulutnya ketika ia mendapat pesan berisikan gambar yang di kirim Vino beberapa detik yang lalu. Segera ia beranjak dari sofa dan berteriak memanggil nama Jason yang sedang berkutat di dapur karena kelaparan.

"Omo, Omo!!!" teriaknya melempar ponselnya kearah Jason. Untung saja Jason sigap dan langsung menangkap ponsel tersebut.

"Apaan sih!?"

"Bang Nono beneran ketemu sama Vanilla!"

Mata Jason membulat, ia langsung mengecek ponsel Elang dan melihat foto berisikan seorang gadis yang sedang fokus menggambar. Mata Jason langsung berkaca-kaca dan tersenyum senang. Terakhir kali ia melihat Vanilla, rambut adiknya itu masih berwarna coklat, dan sekarang berganti menjadi hitam.

"Bang Nono pake jurus apaan ya? Kok bisa ketemu sama Vanilla? Sedangkan Lo yang udah keliling-keliling kayak gak punya rumah, gak ketemu-temu tuh."

Berarti orang yang waktu itu Jason lihat sekilas adalah Vanilla. Benar Vanilla.

Sebuah pesan kembali masuk ke ponsel Elang. Kali ini sebuah voicenote yang di kirimkan oleh Vino. Tanpa berlama-lama lagi, Jason langsung memutar voicenote yang berisikan percakapan antara Vino dan Vanilla. Detik itu juga Jason meneteskan air matanya. Suara itu masih sama, sama sekali tidak berubah.

"Wah gila!" respon Elang yang ikut mendengarkan rekaman percakapan tersebut. "Dapat ilmu dari mana tuh anak? Bisa kena tindak pidana pemalsuan tuh!"

Jason langsung mengarahkan tatapan membunuhnya pada Elang yang langsung membungkam mulutnya dan membuat gerakan seolah mengunci mulutnya sendiri.

"Kalau sampai Lo bocorin rahasia ini ke orang-orang, gue amplas mulut Lo!" ancam Jason langsung di balas anggukan tanda mengerti oleh Elang.

Sebenarnya Jason ingin ini hanya menjadi rahasia antara Jason dan Vino. Tapi karena Jason kehilangan ponselnya, akhirnya Jason meminta Vino mengirimkan pesan ke ponsel Elang jika ada sesuatu yang Vino dapatkan. Jadilah Elang mengetahui semuanya.

"Gue lebih setuju Dava sama Vanessa sih di banding Soraya," ujar Elang mendapatkan sentilan dari Jason persis di bibirnya.

Jason langsung melepas celemek yang di pakainya dan bergegas menuju kamar. Elang berteriak mengikuti langkah Jason.

Jason mengganti bajunya, mengambil tas dan juga barang-barang penting yang ia butuhkan, lalu mendial seseorang menggunakan ponsel Elang. Setelah telpon tersebut di angkat, Jason langsung berkata, "tolong pesan tiket pesawat ke Paris malam ini," ujarnya pada sekertaris pribadinya melalui sambungan telpon.

Mata Elang langsung membelalak, "Lo mau nyusul Vino ke Paris?" tanya Elang tidak percaya. "Terus gue tinggal sendiri? Kalau gue di culik gimana?"

"Adik gue lebih penting dari Lo!"

"Pokoknya gue ikut!"

"Punya duit? Lo aja numpang!" sembur Jason memancing amarah Elang.

"Heh!" teriaknya, "Lo juga numpang!"

"Tapi gue punya duit."

Mulut Elang terbuka hendak bersuara, namun kalimat mematikan Jason membuat Elang kehilangan kata-katanya.  "Lagi pula, kalau Lo di culik, rugi iya, untung gak!" Jason langsung membanting pintu membuat Elang mengerucutkan bibirnya.

Tiba-tiba ia langsung teringat sesuatu, dan segera mengejar Jason yang mungkin saja sudah keluar dari apartemen Vino.

"Jason, handphone gue!!!" teriaknya nyaring hingga terdengar oleh Jason yang berjalan kearah lift.

Jason menoleh, melambaikan tangannya, "nanti gue ganti sama seri yang terbaru!" balasnya berteriak dan langsung masuk ke dalam lift.

Elang berpikir sejenak, lalu ia mengangkat bahunya tidak peduli. Toh Jason akan mengganti ponselnya dengan yang baru dan jelas yang lebih mahal. Jadi biarkan saja Jason membawa ponselnya yang sudah setengah mati itu.

*****

Seharian penuh Vanilla mengurung dirinya di dalam kamar. Berulang kali Sandra mencoba membujuk temannya itu, tapi tetap tak ada jawaban. Bahkan makanan yang Sandra letakkan di depan pintu kamar, sama sekali tidak di sentuh oleh Vanilla.

Vanilla duduk persis di balik pintu kamar, sembari memegang undangan pemberian Vino kemarin. Rasanya sakit, dan Vanilla tak kuasa menahannya. Vanilla tidak ingin menangis, tapi airmatanya jatuh begitu saja. Sesak, seperti berada di ruang sempit yang berdebu. Perih, seperti tertusuk duri mawar.

"Vanilla, Lo gak bisa gini terus dong," ujar Sandra di depan pintu kamar sembari terus mengetuk, berharap Vanilla membuka pintu tersebut. "Dari pada Lo pendam sendiri, mending Lo cerita ke gue." Vanilla tetap tidak bersuara, menangis pun Vanilla tidak bersuara.

"Lo marah sama gue karena kemarin gue gak datang? Gue minta maaf, Nil. Gue lupa kabarin Lo kalau gue ada pemotretan mendadak."

Sandra belum tahu tentang pertemuan Dava dan Vino kemarin. Vino sama sekali tidak mengatakan apapun pada Sandra, begitupun dengan Vanilla. Sepulang dari cafe kemarin, Vanilla langsung mengunci diri di dalam kamar dan hingga sekarang belum berniat untuk keluar. Selama itu pula Vanilla tidak menyentuh makanan apa-apa, minum pun hanya segelas.

Bel apartemen berbunyi, segera Sandra mengeceknya melalui intercom. Dahinya berkerut ketika melihat Vino datang bersama seorang pria yang tak lain tak bukan adalah Jason. Sandra pun langsung membukakan pintu untuk tunangannya itu.

Persis ketika pintu baru di buka, Jason menghambur masuk ke dalam apartemen, tanpa mengucapkan salam ataupun permisi. Ia langsung berjalan menuju kamar yang tertutup rapat dan langsung menggedornya.

"Vanilla, are you there? Open up. It's me, Jason."

Sandra membulatkan matanya dan ia langsung menatap Vino dengan maksud meminta penjelasan, namun yang di tatap hanya mengangkat kedua bahunya seraya memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana.

Mendengar panggilan tersebut, tangisan Vanilla berhenti. Ia menajamkan telinganya, mencoba membuktikan bahwa ia baru saja berhalusi nasi. Tidak mungkin ada Jason di apartemennya, Sandra tidak mengenal Jason.

"Vanilla!"

Vanilla menutup telinganya dan memejamkan mata sekuat mungkin. Dalam hati ia merapalkan doa agar suara-suara di otaknya itu menghilang. Semakin banyak suara yang Vanilla dengar, semakin bercampur aduk perasaannya.

"Vanilla, open up!"

Tubuh Vanilla bergetar, mulutnya berkomat-kamit seperti sedang membaca mantra. Matanya terpejam, tapi airmata kembali mengalir.

Tak lama kemudian, semuanya terasa sunyi. Suara-suara di kepalanya mulai menghilang. Vanilla membuka matanya, menghapus jejak air mata yang menempel di pipinya seraya berdiri.

Tanpa ragu Vanilla membuka kunci kamarnya, memutar knop pintu hingga terbuka dan memperlihatkan Jason, Vino dan Sandra yang sedang berdiri menatapnya. Mata Vanilla sembab, rambutnya berantakan, bahkan baju Vanilla masih baju yang kemarin ia pakai.

Senyum Vanilla langsung mengembang ketika menatap Jason, dan ia langsung berkata, "hi, Jason," dengan nada riang yang sangat kontras dengan penampilannya saat ini.

*****

Kamis, 09 April 2020

Continue Reading

You'll Also Like

208K 27.3K 41
Stefan adalah seorang playboy ulung, dia memacari karyawan part timenya lalu mendekati wanita lain. Suatu hari Adik Perempuannya dibunuh oleh sang pa...
2.5M 144K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
716K 56.4K 43
[DITERBITKAN DAN TERSEDIA DI TOKO BUKU] Saat dunia sudah diambil alih oleh para vampire. Mereka mengancam, menculik, menyiksa, bahkan membunuh manusi...
4.1M 161K 9
[FANTASI] Diaz Elano Xeimoraga, bukan sembarang cowok. Ia dikarunia kelebihan bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh manusia biasa. Membac...