DESA SETAN

By EnricoHendayana28

790K 61.4K 3.7K

Desa Pagar Mentimun digemparkan oleh seorang perempuan yang hidup kembali saat hendak dikuburkan. Retno, seor... More

Padang 12
Tempat Tujuan
Santi?
Teror!
Kesepakatan
Sebab
Terjebak!
Mansor
Penghuni Kebun Sawit
Awal Bencana!
Nek Sirih
Kota Gaib : Padang 12
Gerbang Lainnya
Telaga Larangan
Terlambat!
Persiapan
Firasat
Putra Kelana
Putra Kelana 2
Bertemu Kembali
Bidasan!
Mati Jasad
Orang Limun
Bantuan Tiba
Harapan
Takluk!
SAHABAT
Pulang
Awal yang Baru
Mati Suri Terbit di Epilog
DESA SETAN Sebagai Judul Baru
RENCANA COVER DESA SETAN
BULANNYA DESA SETAN
LIVE IG NGOBROLIN DESA SETAN!
Timeline novel DESA SETAN
OPEN PO DESA SETAN DIMULAI

Kebangkitan!

19.4K 1.7K 20
By EnricoHendayana28

Di tengah keributan yang terjadi, Retno menyelinap ke halaman belakang, mengikuti arahan dari bapaknya untuk menyelamatkan Wawan, Pak Sugeng, juga Pak Abduh, dan yang paling utama untuk menggagalkan ritual pemanggilan iblis.

"Siapa di sana?"

Retno menyipitkan mata, mencoba untuk melihat dengan jelas ketiga sosok yang terikat di tiang besi, tetapi gelapnya malam membuatnya kesulitan mengenali, walau dia sudah memiliki firasat tentangnya.

Retno melangkah pelan, mengambil obor yang tertancap tak jauh darinya, obor yang menjadi satu-satunya penerangan di tempat itu, lantas kembali melangkah mendekat ke arah ketiga sosok tersebut.

"W-W-Wawan?!"

Mata Retno membelalak, kala menyadari tiga orang yang terikat di tiang benar sahabatnya dan dua orang pria paruh baya yang dia kenal.

Retno berlari, tak peduli dengan apa yang terjadi setelahnya.

"Wan ... Wawan. Bangun, Wan! A-a-apa yang terjadi?" tanya Retno setelah melihat perut Wawan yang berlumuran darah.

Retno menampar-nampar wajah Wawan, berharap dapat membangunkan pria yang sejak kecil sudah bersahabat dengannya.

"WAWAN!" teriaknya, tetapi tetap saja tak ada yang terjadi.

Ditancapkannya obor ke samping, lantas dengan cepat membuka baju kaosnya, merobek lalu mengikatkan ke arah luka di perut Wawan. "Bertahanlah ... Wan," gumamnya panik.

Air mata dan keringat dingin menjadi satu di wajah Retno. Dia tak pernah berpikir hal ini akan terjadi, karena selama ini mereka baik-baik saja meski berurusan dengan para makhluk gaib. Dengan sekuat hati dia menahan rasa bersalahnya, menyeka air mata dan melepaskan ikatan di tangan mereka.

Retno membaringkan mereka bertiga satu per satu di tanah, memeriksa Pak Sugeng pertama kali, mengecek denyut nadi dan pernapasannya, dilanjutkan ke Pak Abduh, dia menghela napas lega, mengucap syukur karena keduanya masih hidup.

Tatapannya kini tertuju kepada Wawan, dengan gemetar dia menempelkan jari tangan kanannya ke arah nadi di tangan kiri Wawan, memeriksa detak jantungnya.

Tangannya bergetar semakin kuat, dia enggan untuk melanjutkan setelah memeriksa denyut nadi Wawan, tetapi harapnya terlalu besar kepada sahabatnya itu.

Dia terduduk di samping Wawan, atau tepatnya mayat Wawan, karena Retno tak mendapati detak jantung Wawan lagi.

"TIDAK!" teriaknya pilu bersamaan langit berubah memutih. "TIDAK! KENAPA HARUS DIA? KENAPA TIDAK AKU SAJA? DIA TAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN MASALAH INI!" Susah payah dia menahan, tetapi tangisnya tak terbendung lagi.

"A-a-apa yang terjadi?" tanya Embun yang muncul tiba-tiba di dekat Retno. Tak ada jawaban, tetapi Embun memahami dengan cepat situasinya setelah melihat Wawan di pangkuan Retno. "Aku akan membawa mereka kembali ke desa bersamaku," ucap Embun kemudian.

"Tolong hidupkan kembali sahabatku, apa pun akan kuberikan sebagai gantinya, apa pun!" mohon Retno tanpa menatap Embun.

Raut kasihan terpampang jelas, apalagi yang memohon adalah anaknya Kelana, anak dari pria yang sampai sekarang masih dicintainya.

"Aku bukan Tuhan, tapi setidaknya akan kujaga tubuhnya sementara hingga ada solusi lain," ucap Embun lantas menghilang bersama tubuh Pak Sugeng, Pak Abduh, dan Wawan.

"Ret, kenapa kau tertarik menulis novel?" tanya Wawan di suatu waktu saat mereka masih duduk di bangku SMA.

Retno yang tengah membaca buku di perpustakaan, menghentikan aktivitasnya.

"Karena ingin menjadi seperti Bapakku, yang juga seorang novelis," jawab Retno singkat.

"Itu saja?"

Terlihat berpikir sejenak, Retno lantas berucap, "Alasan lainnya, agar namaku abadi dalam karya yang kubuat."

Mata Wawan berbinar mendengarnya. "Aku pun mau namaku abadi, tetapi aku tak bisa menulis cerita."

Retno tertawa mendengarnya.

"Kalau begitu, masukkan namaku juga di karyamu, sebagai gantinya, aku akan selalu menemanimu saat kau membuat novel, kau riset ke manapun akan kutemani!"

Retno pun berhenti tertawa mendengarnya, gantian Wawan yang tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi sahabatnya itu.

Retno menunduk, dan meninju tanah yang basah karena air matanya, saat mengingat kenangan itu. "Maafkan aku ... Wan, maafkan aku!"

Langit memutih kembali untuk kedua kalinya, tetapi kini diikuti petir yang menyambar pohon sawit tak jauh dari tempat Retno berada.

Di tengah kesedihan yang dia rasakan, di tengah rasa bersalah yang menghantam, sosok hitam berwujud manusia yang muncul bersama petir tadi, memandangnya dengan lekat.

Retno mencabut dan mengarahkan obor ke arah sosok tersebut.

"Siapa kau?"

Sosok tersebut hanya menatapnya tanpa bersuara, tak terlihat jelas wajahnya di mata Retno.

"Aku tanya sekali lagi! Siapa kau?" tanya Retno mulai geram, rasa sedih dan amarahnya membuat dia tak bisa berpikir dengan baik.

Kelana muncul di samping Retno saat dia mencoba mendekat ke sosok tersebut. "Jangan! Dia bukan lawanmu, Nak!"

"Bapak? Kenapa?"

"Dia Azazil—Sang Iblis!"

Retno menatap kembali ke sosok yang masih berdiam diri di tempat dia datang. "Dia? T-t-tapi ...."

"Bapak mengerti, sosoknya memang tak seperti para setan lainnya, tetapi itu bukan wujud yang sebenarnya, dia hanya memancingmu agar lengah!"

Abyad muncul dari arah belakang Azazil, menyusul Kelana yang lebih dulu meninggalkannya untuk menemui Retno.

"Selamat datang, Tuan. Terima kasih sudah bersedia memenuhi undangan saya," ucap Abyad penuh hormat, lantas membungkukkan badan.

Azazil menoleh Abyad tanpa ekspresi, sama seperti sebelumnya, tetapi tanpa diduga-duga kepala Abyad dicengkeram oleh tangan kiri Azazil dengan sangat kuat, lalu mengangkatnya ke udara.

"A-a-apa yang ... Anda lakukan, T-T-Tuan?" tanya Abyad masih tanpa melakukan perlawanan.

Azazil tak menggubris, dan semakin kuat mencengkeram kepala Abyad, hingga tanpa sadar Abyad memberontak saat kuku-kuku tajam Azazil menembus kepalanya, hal yang tak mungkin dia lakukan jika tak tersudut dalam bahaya.

"JANGAN, TUAN!" teriak Abyad sekuat tenaga. " JANGAAAN! APA SALAHKU?" Perkataan terakhir yang terlontar dari mulut Abyad sebelum akhirnya dia lenyap, tubuhnya mengurai seperti debu kemudian lenyap tertiup angin ke segala penjuru.

Seketika hening, tak terdengar sedikit pun suara di antara mereka.

"A-a-apa ... yang terjadi barusan?" tanya Retno terkejut.

Kelana menghela napas panjang. "Pergilah, biar bapak yang menghadapinya!"

Retno mengernyitkan dahi. "Tidak! Kita hadapi bersama. Retno tak akan biarkan Bapak menghadapinya sendiri!" tandasnya.

Kelana melihat tekad kuat dari sorotan mata anaknya, membuatnya paham bahwa sebuah kesia-siaan untuk meminta Retno meninggalkannya.

"Baiklah, tetapi jangan bertindak gegabah!"

Retno mengangguk.

Untuk pertama kalinya, sosok di depan mereka menyeringai, menampakkan taring di kedua sudut mulutnya yang panjang dan tajam.

"Kau dengar itu, Nak?" tanya Kelana.

"Ya! Apa itu?"

Suara dedaunan kering terinjak, dan langkah kaki terdengar jelas di telinga mereka, tanpa menunggu lama mereka akhirnya mengetahui dari mana asal suara tersebut.

"B-b-bagaimana mungkin?" tanya Kelana tak percaya.

Tubuh warga yang sudah dikuasai setan sebelumnya, muncul dari arah belakang Azazil.

"Mereka para warga yang dikuasai setan?" tanya Retno.

"Benar! Tetapi harusnya setan ditubuh mereka sudah lenyap karena cahaya yang bapak keluarkan sebelumnya!"

"Jadi? Kenapa mereka masih ada?"

"Sepertinya, dia yang mengendalikan tubuh mereka semua, kini!"

Kelana gelisah, aura negatif terasa sangat kuat di sekitarnya, lebih kuat dari aura yang dikeluarkan oleh Abyad dan pasukan setannya.

"Apa ada peluang bagi kita, Pak?" tanya Retno, melihat ekspresi Kelana yang tak setenang biasanya.

"Peluang kita ... nyaris tak ada!"

Bersambung.

Selamat malam. :D

Sekarang kalian sudah paham apa kegagalan Retno? Dia terlambat untuk membatalkan ritual pemanggilan Azazel, Sang Iblis, ditambah gagal menyelamatkan sahabatnya, Wawan!

Apakah Wawan sungguh-sungguh tak terselamatkan lagi? Dan bagaimana mereka menghadapi Azazel?

Selamat beristirahat, dan sampai ketemu di bab selanjutnya. :D

#BangEn

Continue Reading

You'll Also Like

349K 19.2K 24
Rencana terkadang tak sesuai dengan kenyataannya. Berniat ingin mendaki gunung namun terjebak oleh hujan dan membuat mereka menginap disebuah villa y...
93K 9K 16
"SIAPAPUN YANG MASUK KE RUMAH INI, MAKA NASIBNYA AKAN SAMA DENGANKU!" Sepucuk surat yang ditulis oleh Rahmi - seorang kembang desa, sebelum mengakhir...
26.2K 604 23
Published ©2019 Hari ini saya akan memberikan tips tentang cara mengatasi beberapa masalah yang kerap terjadi di kehidupan sehari-hari, baik segi kec...
138K 6.7K 73
Mungkin ada beberapa orang yang sudah mendengar nama Santet Pring sedapur , dimana santet ini terkenal sangat mematikan dan tidak akan pernah berakhi...