Régalien Wedding [ ON HOLD ]

By BlackLunalite

185K 28.4K 3.9K

Kim Seokjin adalah Pangeran dari kerajaan Lazurite. Namun dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Walaup... More

Part 1: The Prince Proposal
Lazurite Kingdom
Part 2: Accepted
Part 3: Duel
Part 4: Engaged
Part 5: Engagement Party
Part 6: Fiancé
Part 7: Days Before The Wedding
Part 8: Wedding Day
Part 10: The Reason
Part 11: Boldness
Part 12: Protectiveness
Part 13: The Square
Part 14: Stalker
Part 15: The Plan
Part 16: Blu Island
Part 17: The Letter
Part 18: Back Home
Part 19: Touchy

Part 9: Husbands

11.9K 1.6K 208
By BlackLunalite

Seokjin masih melebarkan matanya karena terkejut, dia menatap Namjoon yang masih berdiri diam di posisinya dengan tatapan ngeri. Jenderal di kerajaannya itu tidak melakukan apapun selain menatap Seokjin seraya melengkungkan alisnya.

Terdapat jeda hening beberapa waktu lagi sampai akhirnya Namjoon tersenyum tipis, "Aku bercanda."

Seokjin menghembuskan napas lega dengan tidak sadar, dan desah napas penuh kelegaannya itu membuahkan tawa kecil dari Namjoon.

Namjoon menggeleng pelan dan berjalan menghampiri pangeran kedua itu, "Tidak akan ada apapun yang terjadi, Yang Mulia. Aku menghormati anda dengan baik." Namjoon menjelaskan pelan-pelan dan keteguhan dalam suara Namjoon membuat Seokjin mengangguk pelan.

Seokjin menggaruk pelipisnya, "Maaf, aku.. sedikit tidak terbiasa dengan pernikahan ini."

Namjoon menegakkan tubuhnya, "Aku juga." Dia memalingkan pandangannya ke arah koper yang dibawanya kemudian kembali menatap Seokjin, "Nah, sekarang aku memiliki satu pertanyaan."

Seokjin mengerjap, mendadak panik lagi, "Y-ya?" cicitnya gugup.

"Aku membawa senjata pribadi milikku, dimana aku bisa menyimpannya?"

"Oh," gumam Seokjin, matanya melirik koper yang diletakkan Namjoon dan juga pedang milik Jenderal itu yang tersandang dengan baik di pinggangnya. Seokjin mengulum bibirnya, "Hanya ada satu tempat yang baik untuk menyimpan semuanya." Dia melompat bangun dan sedikit meluruskan pakaiannya yang berantakan.

Seokjin berjalan menghampiri pintu menuju ruangan berisi pakaian-pakaian mereka. Dia berhenti di ambang pintu kemudian berbalik, "Kau diperbolehkan menyimpan satu senapan atau semacamnya di dekatmu saat tidur." Seokjin mengangkat bahunya, "Untuk perlindungan pertama."

Dahi Namjoon berkerut, "Dan itu berarti kau juga menyimpan satu?"

Seokjin mengangguk tanpa beban, "Ya, Beretta 92, 9 mm, tidak terlalu luar biasa." Seokjin menuding ke arah meja nakas di sisi kiri tempat tidur, "Aku menyimpannya di sana."

Namjoon mengikuti arah yang ditunjuk Seokjin, "Berarti itu adalah sisi tempat tidurmu?"

Seokjin mengerutkan dahinya bingung, tapi dia mengangguk pelan.

Namjoon mengangguk paham, dia berjalan menghampiri kopernya dan membukanya, "Kalau begitu aku ambil sisi kanan." Namjoon memperhatikan isi kopernya sebelum mengambil salah satu pistol, memeriksa pelurunya dan setelah memastikan semuanya sesuai, Namjoon menunjukkan pistol pilihannya pada Seokjin. "Aku akan menyimpan ini di dekatku."

Seokjin mengangguk lagi, matanya memperhatikan saat Namjoon berjalan menghampiri meja nakas di sisi kanan tempat tidur, membuka lacinya, dan meletakkan pistol pilihannya di sana. Dahi Seokjin masih berkerut, "Apa kau akan tidur di sebelahku?"

Namjoon menegakkan tubuhnya, "Yeah," ujarnya santai. "Aku tidak akan melakukan apapun, we're just sleeping in the same bed. Aku tahu kamar seorang pangeran dibersihkan setiap hari oleh para pelayan dan kuanggap kau tidak mau mereka menemukan bukti-bukti aku tidak tidur di tempat tidur, bukan?"

Seokjin terlihat baru memahami maksud Namjoon, "Iya ya, benar juga." Seokjin mengangkat bahunya, "Well, terserah. Sekarang, aku akan menunjukkanmu tempat yang bagus untuk menyimpan semua perlengkapan perangmu itu."

Namjoon berjalan mengikuti Seokjin dan dia melihat barisan pakaian yang digantung dengan rapi di dalam ruangan itu. Pakaian kerajaan milik Seokjin disimpan dalam sebuah lemari kaca dan tiap pakaiannya dilapisi oleh plastik pelindung. Di sebelah lemari kaca itu ada pakaian kemiliteran Namjoon yang juga disimpan rapi dengan plastik pelindung.

Seokjin berhenti di dinding yang dilapisi cermin-cermin besar hingga langit-langit. Dia berhenti di depan cermin kedua dari kanan kemudian sedikit berjinjit dan menempelkan telapak tangan kanannya ke sudut kanan atas cermin.

Namjoon memperhatikan dengan bingung namun dia melihat gerakan seperti scanner di cermin tempat tangan Seokjin berada dan tak lama kemudian terdengar suara 'klik' pelan dan dinding-dinding cermin itu bergeser hingga memunculkan sebuah pintu dengan kode kombinasi di pintu.

"Ini adalah Royal Panic Room." ujar Seokjin dengan senyum lebar di wajahnya, dia kembali menghadap pintu dan memasukkan kode kombinasi di pintunya, "Aku akan memasukkan sidik jari telapak tanganmu dan memberitahu kodenya nanti. Tapi sekarang, kita masuk dulu saja."

Namjoon terperangah, dia tahu soal Royal Panic Room itu, setiap militer dengan jabatan tinggi selalu tahu bahwa jika kerajaan berada dalam bahaya dan istana diserang, tiap anggota keluarga kerajaan akan pergi ke ruangan ini untuk bersembunyi dan melarikan diri melalui sebuah jalan rahasia yang menuju ke pinggir pantai tersembunyi. Akan tetapi Namjoon tidak tahu dimana lokasinya karena hanya anggota keluarga kerajaan yang mengetahui lokasinya, hal itu dilakukan untuk mencegah bocornya informasi karena ada kemungkinan pekerja istana membelot dan melakukan kudeta.

"Jungkook yang memasang sistem di cermin itu. Sementara untuk di pintu ini, memang sejak awal ada di sini." Seokjin membuka pintunya lebih lebar, "Ayo masuk."

Namjoon berjalan mengikuti Seokjin dan ketika dia melewati pintu, dia melihat sebuah ruangan besar dengan lampu yang sangat terang, terdapat sisi berisi lemari yang penuh dengan makanan kaleng, kardus-kardus berisi air mineral, dan juga beberapa brankas lainnya. Terdapat satu sudut dinding dengan senjata mulai dari senapan hingga pisau lipat yang disusun dengan rapi.

"Kau bisa menyimpan senjata milikmu di sudut dinding itu." Seokjin berjalan ke arah sudut lain dinding, "Sementara untuk pedang, kau bisa menyimpannya di sebelah pedang milikku." Seokjin menekan dinding kaca yang menutupi pedangnya dan dinding kaca itu terbuka.

"Wow, ini adalah pertama kalinya aku melihat ruangan ini, padahal aku sudah tahu cerita mengenai ruangan ini sejak aku masih menjabat sebagai Letnan." Namjoon membuka kopernya dan mulai mengatur senjata yang dibawanya.

Seokjin tertawa kecil, "Ayahku mengajarkan cara membuka ruangan ini dan berbagai tindakan untuk menyelamatkan diri saat keadaan darurat ketika aku tujuh tahun." Seokjin mengangkat bahunya, "Dulu aku sering bersembunyi di ruangan ini kalau aku sedang tidak ingin belajar. Tapi Kak Sejong akan membuka panic room dari kamarnya dan menyusulku ke sini kemudian menarikku keluar agar aku belajar."

Namjoon menegakkan tubuhnya, "Tiap panic room ini terhubung?"

Seokjin mengangguk, dia menuding ke salah satu pintu, "Itu pintu yang menyambung ke panic room Kak Sejong," Seokjin menuding pintu lainnya, "Yang itu menyambung ke kamar Jungkook, dan yang itu ke kamar Ayah." Seokjin kembali menatap Namjoon, "Karena anggota keluarga kerajaan di sini hanya diperbolehkan terdiri dari tiga orang anak dan Raja serta Ratu, makanya pintunya hanya dibuat seperti ini."

Namjoon mengangguk pelan, kerajaan mereka memang mengizinkan Raja untuk memiliki Selir, namun anak dari Selir tidak diperkenankan untuk tinggal di sisi bangunan istana yang ini. Sementara itu seorang Ratu hanya diperkenankan untuk memiliki tiga orang anak, dan sangat jarang ada Ratu yang benar-benar ingin memiliki tiga orang anak. Biasanya sang Ratu hanya akan melahirkan satu-dua orang anak.

Namjoon mendesah pelan, "Ruangan ini terlihat luar biasa."

Seokjin tertawa pelan, "Jalur rahasia menuju pantai ada di sini." Dia berjalan menuju sebuah tingkap di lantai yang tertutup kemudian membungkuk di atasnya. "Lorong di bawahnya seperti labirin, dan hanya anggota keluarga kerajaan yang tahu kemana arah yang tepat." Seokjin menegakkan tubuhnya dan menatap Namjoon, "Kapan-kapan akan kutunjukkan jalurnya, dan kau harus segera menghafal jalurnya."

"Wow, itu terdengar sulit."

Seokjin mengangguk, "Memang." Dia menatap Namjoon yang sekarang membawa pedangnya kemudian menyimpannya di sebelah pedang Seokjin. "Kau sudah selesai? Ayo keluar dari sini."

.
.
.

Namjoon menghela napas pelan seraya memutar gagang pedang untuk latihan yang dipegangnya. Dia mengangguk pelan pada prajurit yang baru saja menjadi teman untuk latihannya pagi ini. Prajurit itu membungkuk hormat pada Namjoon kemudian berlalu ke arah kerumunan prajurit lainnya yang masih sibuk berlatih.

Kebiasaan militer Namjoon tetap tidak berubah walaupun dia sudah menikah dan saat ini menjadi anggota keluarga kerajaan. Namjoon tetap bangun di dini hari dan pergi ke bagian militer istana untuk latihan. Dia sedikit melirik dari balik bahunya dan melihat satu penjaga istana yang tadi mengantarnya ke sini masih berdiri menunggunya.

Bagian militer dan barak prajurit sudah seperti rumah untuk Namjoon, tapi dia juga tahu bahwa protokol istana melarangnya untuk pergi ke sisi istana ini sendirian. Namjoon tidak terbiasa selalu diikuti di dalam istana, tapi untungnya dia masih memiliki hak untuk keluar istana sendirian dengan alasan 'keperluan militer'.

Yah, Namjoon masih perlu mengurus pasukan khusus kerajaan ini dan dia jelas harus memberikan instruksi serta menerima laporan dari mereka tiap beberapa waktu. Namun sayangnya Namjoon tidak bisa bertemu dengan mereka di dalam istana, mungkin Namjoon akan mengganti lokasi pertemuannya untuk memudahkan Namjoon karena status barunya membuat Namjoon mendapatkan selapis penjagaan baru.

Namjoon menghela napas pelan, dia bermaksud untuk berseru memanggil salah satu prajurit lainnya untuk sparring dengannya ketika dia mendengar seseorang menyerukan namanya. Namjoon berbalik dan dia melihat Seokjin berdiri di pinggir lapangan, pangeran itu menyadari tatapan Namjoon dan dia berlari kecil untuk menghampiri Namjoon.

"Aku mencarimu dan salah satu penjaga istana bilang kau di sini." Seokjin melirik penampilan Namjoon, "Kau tidak bisa melewatkan latihan ini ya?"

Namjoon diam sebentar kemudian mengangguk pelan, "Ya, nanti tubuhku kaku."

Seokjin tertawa, dia mengusap rambutnya yang jatuh ke dahi dan cincin pernikahannya bersama Namjoon terlihat berkilau di sinar matahari pagi. Namjoon juga memakai cincinnya karena berdasarkan hukum istana, mereka tidak boleh melepaskan cincin pernikahan itu.

"Aku tidak keberatan. Tapi kau harus membersihkan diri untuk sarapan bersama." Seokjin tersenyum, "Ayahku tidak suka anggota keluarganya makan dalam keadaan berantakan."

Namjoon melirik arlojinya, "Kukira sarapan bersama dimulai jam 8 pagi? Ini masih jam 06.30."

Seokjin mengangguk, "Memang, aku hanya mengingatkan." Dia mengangkat bahunya, "Rasanya lebih menenangkan jika aku berada di sekitarmu."

Namjoon menaikkan sebelah alisnya, dia teringat soal janji Seokjin yang akan menjelaskan alasan kenapa dia bersikeras mengajukan pernikahan ini jika mereka sudah menikah. "Seokjin,"

"Ya?"

"Apa kau sudah siap menceritakan alasanmu sekarang?"

Seokjin memiringkan kepalanya, "Alasan?"

"Alasan dibalik pernikahan ini."

Seokjin mengucapkan 'Oh,' tanpa suara kemudian dia mengatupkan mulutnya. Seokjin melirik sekitar dan di sekitar mereka masih riuh akan suara latihan para prajurit dan juga suara denting keras dua logam yang beradu akibat mata pedang yang bertemu.

Seokjin menatap Namjoon, wajahnya terlihat memelas. "Apa harus di sini?" bisiknya pelan, hampir terdengar seperti rengekan.

Namjoon menatap sekitar, jika mereka bicara di sini, tentunya mereka bisa didengar oleh orang lain. Namjoon kembali menunduk untuk menatap Seokjin, "Baiklah, nanti saja."

Seokjin mengangguk, dia bergerak menghampiri Namjoon dan mengulurkan tangannya untuk memegang gagang pedang yang dipegang Namjoon. "Ini berbeda dengan yang kau bawa kemarin. Apa ini milikmu juga?"

Namjoom menunduk menatap pedang di tangannya, "Ya, ini juga milikku, tapi ini untuk latihan." Namjoon memutar pedang itu dan meletakkan badan pedang di kedua telapak tangannya. "Mau mencobanya?"

Seokjin melebarkan matanya, "Aku? Tidak, tidak. Aku tidak ahli dalam olahraga seperti ini."

Dahi Namjoon berkerut, "Tapi kukira semua pangeran mendapatkan latihan militer."

"Well, ya, memang benar. Tapi aku tidak ahli untuk sesuatu semacam ini." Seokjin mendorong tangan Namjoon.

"Lalu apa bidang keahlian anda, Yang Mulia?"

Seokjin melirik Namjoon dengan tajam namun pria itu terlihat santai dan tidak terganggu sama sekali. "Aku lebih pandai di urusan menembak jarak jauh." Seokjin mengerutkan dahinya, "Kak Sejong menguasai semuanya, dan Jungkook lebih suka pertandingan jarak dekat dengan pedang seperti ini."

Namjoon memutar pedangnya lagi dan kali ini menyimpannya ke sarung pedangnya. "Mungkin aku bisa mengajak Jungkook latihan lain kali?"

Seokjin tertawa kecil, "Oh, sebaiknya jangan. Aku tidak mau adik kecilku mengamuk padaku karena kau mengalahkannya dalam sparring."

Namjoon tersenyum saat melihat Seokjin tertawa, tidak heran Seokjin masuk dalam jajaran pangeran yang paling dicintai publik, Seokjin memiliki senyuman yang menarik. Publik jelas menyukai kepribadian dan keramahan Seokjin yang tulus.

"Yang Mulia,"

Seokjin dan Namjoon menoleh ke arah asal suara dan mereka melihat Minsoo bersama dengan salah satu pelayan Seokjin berdiri tak jauh dari mereka.

"Maafkan kami, tapi anda harus mulai bersiap-siap untuk waktu sarapan." Minsoo menjelaskan dan dia membungkuk sopan.

Namjoon mengangguk pelan, dia menoleh ke arah para prajurit dan meneriakkan satu nama, prajurit yang dipanggil oleh Namjoon segera berlari menghampiri mereka. Namjoon menyodorkan pedangnya, "Maaf, tapi apa kau bisa membantuku menyimpan ini di ruanganku? Terima kasih."

Prajurit itu mengangguk sigap, setelah memberikan hormat pada Namjoon dan Seokjin, dia segera berlari pergi.

Seokjin berdecak pelan, "Aku tidak pernah paham hal-hal terkait loyalitas militer, tapi sepertinya kau memang pemimpin utama di sini."

Namjoon mengangkat sebelah alisnya dengan elegan, "Tentu saja," ujarnya kalem.

Seokjin tertawa lagi, dia mulai berjalan kembali ke bangunan istana dengan Namjoon di sebelahnya dan pelayan Seokjin, Minsoo, dan juga penjaga istana mengawal di belakang mereka.

Namjoon melirik ke arah 'pengawalan' yang diberikan untuknya namun dia memilih untuk tidak mengatakan apa-apa. Sementara di sebelahnya Seokjin sibuk berbicara soal acara sarapan anggota keluarga kerajaan.

"Ayahku suka pancake, jadi apapun yang terjadi pasti ada pancake di meja. Kak Sejong suka sarapan dengan nasi atau bubur, Jungkook suka semuanya, Kak Hana lebih suka sayur atau buah." Seokjin menjelaskan perlahan, "Aturan di meja makan keluarga cukup sederhana, yang paling penting adalah membiarkan Ayah makan lebih dulu, dan meninggalkan meja setelah Ayah meninggalkan meja." Seokjin tersenyum pada Namjoon, "Kecuali jika kau memiliki jadwal mendesak yang harus dikerjakan."

Namjoon mengangguk pelan, "Kedengarannya tidak sulit."

Seokjin tertawa, "Memang tidak. Ah, menu makanan di meja ditentukan oleh koki istana sesuai dengan menu makanan untuk Ayah. Tapi jika kau tidak suka suatu menu, kau bisa meminta pihak dapur istana untuk menukarnya dengan yang lain."

Namjoon mengerjap, "Tapi aku bahkan tidak tahu menu apa yang dihidangkan."

"Di awal minggu, pelayan akan datang memberikan menunya pada kita. Dan kau harus memeriksanya kemudian memberikan revisinya sebelum makan siang hari itu." Seokjin memiringkan kepalanya, "Dapur istana anggota keluarga kerajaan berbeda dengan dapur istana untuk tamu dan yang lainnya. Jadi makanan yang disediakan untuk kita sudah terjamin keamanannya."

Seokjin menghela napas pelan, "Sejak kejadian saat Jungkook keracunan ketika dia masih kecil dulu, Ayah lebih protektif terhadap urusan makanan." Seokjin menoleh ke arah Namjoon, "Mungkin kau akan merasa itu menyebalkan, tapi kuharap kau bisa mengerti."

"Aku mengerti." ujar Namjoon tegas.

Seokjin tersenyum, dia menepuk-nepuk bahu Namjoon pelan. "Sepertinya rumor mengenai pihak militer yang bukan picky eater itu memang benar ya."

Namjoon tersenyum, "Aku bahkan tidak keberatan makan serangga yang memang bisa dimakan."

Seokjin mengerutkan dahinya tidak suka, "Euw, baiklah, tidak usah menceritakan itu."

Namjoon tertawa kecil, dia kembali menatap ke depan dan melihat beberapa pelayan istana serta penjaga istana tengah memandang ke arah mereka. Namjoon bisa mengerti kenapa mereka bereaksi seperti itu, ini adalah hari pertama setelah pernikahan Pangeran Seokjin dan dirinya, jelas mereka akan memperhatikan interaksi di antara mereka berdua.

Sejak awal Namjoon sudah berniat untuk bersikap hati-hati, dia akan membuat publik dan istana percaya bahwa memang dia dan Seokjin menikah karena keinginan kedua belah pihak. Jika ada pihak yang mencurigai hubungan mereka, maka pastinya berita itu akan menyebar dengan cepat ke publik.

Untungnya, Seokjin bersikap sangat alami. Namjoon tidak mengenal Seokjin secara personal sebelumnya, tapi sikap natural dan pembawaannya yang ramah berhasil membuat beban Namjoon untuk membuat hubungan ini terlihat 'meyakinkan' menjadi lebih mudah.

"Ah, pihak kepegawaian istana sudah menyiapkan asisten pribadi untukmu. Dia akan mengatur jadwalmu dan juga membantu menyusun materi pidato selama tur kita nanti." ujar Seokjin. "Dan Yoongi mengingatkanku untuk jadwal pertemuan kita siang ini."

"Ah, ya, tur itu." Namjoon terdiam, dia belum memberi instruksi pada pasukan khususnya untuk melakukan pengawalan saat tur.

Berdasarkan tradisi, pasangan baru di keluarga kerajaan harus pergi melakukan tur berkeliling seluruh wilayah Lazurite Kingdom untuk menerima ucapan selamat dan pesta perayaan, hal ini sering disebut sebagai 'honeymoon' oleh rakyat, walaupun sebenarnya setelah tur ini pasangan baru di keluarga kerajaan diperkenankan untuk memilih destinasi lainnya untuk menghabiskan liburan berdua.

Namjoon menoleh ke arah Seokjin yang sudah kembali berbicara dengan riang terkait banyak hal terkait istana yang mungkin belum diketahui Namjoon. Seokjin terlihat senang, jelas terlihat dia menyukai rutinitas hidupnya di istana walaupun hidup sebagai pangeran jelas memiliki banyak aturan.

Seokjin memang seorang pangeran, dan ini membuat Namjoon semakin bertanya-tanya kenapa Seokjin bersikeras mengajukan pernikahan ini padanya.

Pangeran kedua mereka layak mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik, bukan seseorang seperti Namjoon.

To Be Continued

.
.

Aku ngeditnya gak terlalu teliti karena buru-buru jadi maaf kalo ada typo(s) ><

Continue Reading

You'll Also Like

53.6K 8.4K 52
Rahasia dibalik semuanya
70.3K 5.2K 24
"MOMMY?!!" "HEH! COWOK TULEN GINI DIPANGGIL MOMMY! ENAK AJA!" "MOMMY!" "OM!! INI ANAKNYA TOLONG DIBAWA BALIK YAA! MERESAHKAN BANGET!" Lapak BxB ⚠️ Ma...
329K 27.3K 39
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
313K 23.8K 108
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...