Aku dan Sang Pemusnah Masal

By aileum

109K 20.5K 2.7K

Revel merencanakan kematiannya tiga minggu dari sekarang. Ada lima hal yang ingin dia lakukan sebelum mati. 1... More

Surat Wasiat
Sang Pemusnah Massal
Tupai Boncel
Pulang!
Keinginan
Daftar
Penolakan
Sayang Anak
Nomor Tiga
Cucu Kesayangan Oma
Kopi Darat
Acara UKM
Kelima
Adik Ketemu Gede
Setan Kecil
Horor
Ancaman
Setan Kecil yang Hampir Menangis
Bukan Ini yang Kami Inginkan
Awal yang Sepele
Lari
Lebih Mudah
Jatuh
Terperosok
Tidak Sadar (1/2)
Tidak Sadar (2/2)
Tetap Hidup
Terserah
Kita Berdua
Hari Baik (1/2)
Hari Baik (2/2)
Sebelum Kamu Pergi
Setelah Kamu Pergi
Sudah Saatnya

Kereta Jogja

2.1K 480 21
By aileum

▪️12 Hari Lagi


Kebiasaan banget dah, cabut ke mana sih? Bimbingan?

Revel mendapatkan pesan tersebut dari Wendy. Sampai waktu merangkak setengah jam, ia tidak kunjung membalas. Pertama, ia bingung. Kedua, bingung juga. Ketiga, bingung terus.

Tidak mungkin ia bilang bahwa dirinya sedang di kereta, menuju Yogyakarta. Oke kalau Wendy tidak banyak tanya. Kalau sebaliknya? Bisa fatal. Masak iya seorang Revelio Ismail mau-maunya mengantar Yeriana pulang keluar kota. Atau malah jauh lagi, bisa-bisa Wendy tahu siapa Yeriana sebenarnya. Uh, itu akan jadi pertanyaan besar! Revel belum kepikiran untuk mempersiapkan jawaban logis.

Saya ada urusan yang lebih penting, akhirnya Revel membalas begitu.

Tak kurang dari satu menit Wendy menjawab, beneran? bukan karena lo nggak enak kan, Bang? Senior angkatan lo yang datang memang  Bang Fadel sama Kak Aghis doang.

Itu juga bisa dijadikan alasan. Kata Revel dalam hati. Ia merasa tidak pantas ada di syukuran ulang tahun Gisel. Tidak enak rasanya menjadi senior yang belum kunjung lulus. Revel takut pada tatapan-tatapan penuh penilaian itu.

"Kasihan belum lulus."

...

"Kok, skripsinya belum selesai juga?"

...

"Dia pasti hanya berleha-leha makanya tidak kunjung beres."

...

Oke, mungkin itu hanya pikiran buruk yang tercipta oleh kecemasan Revel. Tapi entahlah. Meski mereka tidak pernah mengatakan itu, Revel bisa merasakannya.

Salam saja untuk yang lain. Saya sudah minta maaf pada Gisel. Oh iya, jangan lupa berikan kado yang kita beli kemarin, ya.

Revel tidak berminat membalas lagi jika Wendy masih bertanya. Sehingga dimasukkanlah ponsel ke saku jaket.

"Khhhhrrrkkk."

Revel cukup terkejut oleh suara dengkuran yang cukup keras. Pelakunya adalah setan kecil yang semalam menerornya. Ya, dialah Yeriana.

Gadis itu langsung tidur ketika kereta mulai bergerak. Ia yang duduk di sisi jendela, menyandarkan kepala ke kaca. Matanya memang rapat sepenuhnya. Tapi tidak dengan mulutnya. Bagian itu terbuka lebar, bahkan mengeluarkan dengkuran keras. Pfft!

Ide licik lantas melintas di benak Revel. Cowok itu membuka fitur rekan video menggunakan ponsel. Satu menit lamanya Revel mengabadikan cara Yeriana tidur. Sambil menahan tawa ——karena rupanya Yeriana mulai ngiler—— ia terus memastikan video yang dibuatnya terlihat fokus pada sang pelaku.

Dilihat-lihat, Yeriana ternyata punya dua tahi lalat di wajah. Satu di pangkal hidung atas. Satu lagi di tulang pipi dekat telinga kanan. Filtrum, alias lekuk vertikal antara hidung dan bibir milik Yeriana tampak tegas. Waktu Yeriana berkopi darat dengan Wendy, Revel sempat melihat gadis itu tertawa. Gelaknya mengingatkan Revel pada seseorang. Yang mana ketika ia tersenyum setengah gusinya akan ikut pamer di antara deretan gigi. 

Ah, jika saja setan kecil di sebelah Revel ini bersikap sedikit manis, Revel akan mengkategorikannya cukup memikat. Apalagi badannya cukup bohai. Mungkin karena dalam masa puber makanya lekukan badannya begitu menggiurkan.

Selesai, Revel memasukkan lagi benda pipihnya. Nanti ketika Revel punya kesempatan, akan digunakannya video ini untuk balas dendam. Akan dipastikannya Yeriana merasakan apa yang Revel rasakan semalam.

Omong-omong soal semalam, pada akhirnya Revel memang menyetujui ancaman Yeriana. Ia yang tidak mau Wendy tahu kalau dirinya menyimpan banyak video senonoh, terpaksa patuh pada Yeriana. Kalau ditanya kenapa Wendy tidak boleh tahu, Revelpun tidak bisa menjawab. Pokoknya untuk saat ini, ia tidak mau gadis itu jijik kepadanya.

Dan Yeriana membuktikan ucapannya. Ia yang membeli tiket dan Revel hanya perlu duduk diam.  Kalau dipikir-pikir, Yeriana ini gila juga. Dari Stasiun Gambir, ia menyusul Revel ke Kota Kembang. Sampai di pukul delapan pagi, gadis itu langsung naik kereta lagi menuju Yogyakarta. Sebelumnya Revel sudah diberitahu mengenai jadwal kereta yang mereka tempati, sehingga tepat di gerbong tiga dan bangku sebelahan, merekapun bertemu.

Ketika Revel sampai, Yeriana tidak menyapa. Seperti yang lalu-lalu, cewek ini memberi tatapan mendelik. Kalaupun ada perbedaan, hal itu terletak dari kalimat yang dilontarkannya ketika Revel duduk.

"Awas kalau mikir kotor di hadapan gue!"

"Apa?" tanya Revel bingung.

"Orang yang suka nonton porno pasti otaknya juga kotor."

Revel ingin sekali menjitak kepalanya, tapi niat itu ia urungkan. Bukan salah Yeriana yang menilai Revel sedemikian hina. Cewek mana sih yang memaklumi cowok yang menyimpan video senonoh?

Revel menyesal tidak menghapus video-video itu dari dulu. Semua file itu memang punya teman SMA-nya. Saat itu ia masih begitu labil. Di satu sisi ia tahu menonton video porno adalah dosa, tapi sudut lain hormonnya tidak bisa dinego. Revel sangat kesulitan menahan diri.

Dan seperti biasa, setelah ia menonton maka ia akan menyesal. Tangannya hendak menghapus file tersebut namun selalu saja tidak jadi. Setan akan membisikinya, "Nggak usah dihapus. Toh, kamu nggak akan nonton lagi. Ingat, kamu hanya menyimpan. Tidak akan menonton."

Setan memang paling lihai dalam membujuk manusia. Terlebih pada remaja labil yang hormonnya menggebu-gebu. Mau sekuat apapun Revel berusaha tidak tergoda, ujungnya pasti terjadi juga.

"Nggak usah ditonton semua. Satu saja cukup. Supaya tuntas rasa penasaranmu."

...

"Wajar kalau kau nonton yang begini. Memang sedang masanya, kok."

...

"Mending mana? Bersolo atau melibatkan gadis? Tentu saja lebih baik sendirian. Setidaknya kamu tidak akan merusak anak orang."

...

"Puas-puaskan selagi muda. Nanti kalau sudah dewasa, repot. Masak iya mau tetap begini padahal sudah punya istri."

...

"Hari ini yang terakhir, kok. Besok benar-benar akan berhenti. Oke?"

...

Seperti itulah buaian makhluk terkutuk itu. Revel bingung mengapa susah sekali melawannya. Kalau sedang tidak berhasrat, ia justru merasa jijik. Apa-apaan nonton begituan? Bikin otak rusak!

Setelah masuk kuliah, Revel memang bersikap lebih tegas pada dirinya. Ia ingin menyudahi kebiasaan buruk itu, maka iapun serius. Berhubung komputer di kamarnya tidak mungkin di bawa ke Bandung, hal itu menjadi langkah awal yang baik. Setiap Revel pulang menemui neneknya, ia pun sengaja tidak membuka komputer.

Sejauh ini, hasrat kelakiannya memang sering minta dituntaskan. Tapi setidaknya tidak separah waktu di SMA. Kadang tanpa diduga, sang Pemusnah Massal ikut membantu. Dengan menyerap segala perasaan dan minat Revel, makhluk itu berhasil mengalihkan fokus.

"Heh!"

Revel melirik Yeriana dengan malas. "Hm?"

Gadis itu menguap lebar kemudian menegakkan tubuh. Ilernya sudah ia seka. "Punya makanan, nggak?"

Revel menggeleng, Yeriana celingukan. Biasanya ada petugas kereta api yang menawarkan makanan di tengah gerbong. Tapi sampai pegal ia menanti, mereka tidak kunjung hadir.

"Punya duit, kan? Ke gerbong restorasi, yuk!"

"Ada minuman apa di sana?"

"Lo nggak laper?"

"Belum."

Yeriana memutar bola mata. Beringsut. Menarik tangan Revel. Membawa lelaki itu ke gerbong makan.

*
*
*

Meskipun masuk gerbong bersama-sama, faktanya, Revel dan Yeriana duduk terpisah. Tadi begitu Revel hendak menaruh bokong di samping cewek itu, dengan galak Yeriana mengusir. Hus-hus, jangan duduk di sini!

Alhasil, sekarang Revel duduk sendiri paling ujung, ditemani sebotol milktea. Tangannya terlipat di dada. Punggungnya menempel di kursi. Lehernya mendongak ke jendela.

Kereta bergerak cepat. Deru mesin dan gesekan rel dengan roda terdengar berdesing. Getaran kereta membuat  badan Revel dan penumpang lain bergerak ke kanan kiri. Bisa dilihat juga isi minuman Revel mengalami dinamika.

Lewat jendela, mata lelaki itu bisa menangkap pemandangan yang tampak berlari. Di antara langit cerah, pepohonan dan semak seakan berkejaran. Dari jarak sekian kilo, matahari tampak kokoh menyingsingkan kekuatan. Semburatnya di siang begini masih begitu mantap. Entah kalau beberapa jam ke depan. Mungkin warna jingga akan menyembur sementara dirinya tergelincir.

Revel masih diam tak bergerak. Kini kepalanya melanglabuana. Memikirkan sesuatu yang amat krusial. Tentang kematian yang akan dijemputnya dua belas hari lagi.

Ia memikirkan cara tercepat. Yang mana waktu sakaratulnya berlangsung singkat. Sehingga nanti jika Revel melakukannya, ia tidak merasa kesakitan lama-lama.

Ia berpikir. Mungkin bisa terjun dari gedung ——seperti niat di SMA. Tapi ia belum tahu lokasi yang cocok. Ia benar-benar harus mencari pencakar langit tinggi kalau mau langsung tewas. Tempatnya pun harus sepi sehingga ia lebih leluasa.

Bagaimana dengan gantung diri? Pikirnya. Ini sedikit mengerikan. Mata pelaku biasanya melotot dan lidah menjuntai keluar. Saat kematian itu semakin dekat, kaki akan kejang-kejang hingga akhirnya berhenti. Fase kehabisan napas karena tercekik pasti tidak singkat. Ah, ini jelas bukan pilihan tepat.

Kalau mengkonsumsi obat sampai overdosis? Revel menimbang lagi. Duh, tapi lidahnya amat sensitif. Mengecap rasa asing di mulut membuatnya terus meludah. Hal ini juga yang membuatnya tidak seperti kebanyakan lelaki, yang mana rokok digunakan untuk melepas penat. Dulu saat di semester dua, Revel pernah mencoba rokok. Temannya menyarankan Revel untuk merokok sebagai pelepas stress. Tapi apa mau di kata, ia justru tidak berhenti meludah sampai dua jam. Awalnya mungkin karena memang tidak biasa. Tapi setelah dicoba lagi dan lagi, hasilnya sama. Revel terus meludah. Jadi, ya, ini juga bukan pilihan.

Menenggelamkan diri? Revel mengukur kemungkinan dengan cara ini. Ia yang tidak mampu berenang mungkin bisa lebih mudah menjemput kematian. Tapi, ah, sial! Lagi-lagi ia membayangkan sesuatu yang menganggu. Bagaimana kalau nanti tubuhnya tenggelam ke dasar? Dimakan ikan di laut. Lalu ikan tersebut ditangkap nelayan dan dijual. Orang-orang yang mengkonsumsi ikan tersebut otomatis memakan bangkainya juga. Huek!

Revel menggaruk rambut dengan kasar. Saat ini ia tidak bisa mendapat ide. Nanti akan dicobanya mencari cara lewat internet. Mungkin inspirasi akan datang. Begitulah pikirnya.

-bersambung

21 Maret 2020

Continue Reading

You'll Also Like

304 59 17
Setelah merasakan pahitnya realita menikah tidak seperti yang di bayangkan. Seorang perempuan bernama lengkap Lia Puspa, sangat tidak percaya dengan...
904K 85.6K 24
BACA LENGKAP DI KBM APLIKASI / KARYAKARSA... Apa bedanya siluet dan bayang - bayang? Keduanya berupa objek gelap efek luminitas cahaya latar belakan...
4.2K 1K 30
"Aku tidak suka gadis bodoh." Adam dan Naira yang kini beranjak dewasa dan memasuki masa-masa indah selama di SMA. Menjalani kehidupan dari masa rema...
Beautiful Us✔ By alin.

General Fiction

5.2K 678 42
Meet Ajun, who treats everyone kindly but still being failed by the universe, Chanif, who in others' eyes is as bright as the sun, but deep inside ha...