Dohyun kini tengah duduk manis di teras rumahnya. Sehabis dari rumah sakit, mood nya langsung down gitu aja. Dia benar-benar takut jika Jinwoo tidak bisa sembuh.
Maksudnya gini, karena memang setiap penyakit pasti ada obatnya. Tapi dia dengan memikirkan hal yang lain, jadilah ia berpikir bahwa Jinwoo tidak akan sembuh dari Leukimia.
Dohyun cuma diam duduk diluar dengan hembusan angin malam. Tidak ada bintang, apalagi bulan yang menjadi lampu bagi langit malam yang gelap. Yang menyinari seluruh bumi.
Nyatanya, hati Dohyun kini tengah gelap. Semuanya gelap. Bahkan feeling-nya tentang Jinwoo aja gelap.
Dia hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar dan menyimpan dagunya diatas lipatan tangannya dan tumpuan diantara kedua lututnya.
Kakaknya sudah pulang dan kini tengah mengerjakan tugas. Maklumlah, semester 6 sekarang, persiapan buat skripsi.
"Kalo Jinu emang gak bisa sembuh..." Gumamnya pelan. Dohyun kemudian menggelengkan kepalanya cepat.
"Apaan si mikirin kek gitu. Gak guna," gumamnya lagi.
Sampai akhirnya kakaknya datang dari dalam menuju keluar. Melihat sang adik yang terlalu lama berada di luar.
Hangyul duduk disamping Dohyun dan kini menatap adiknya yang seharian ini tidak mood. Hangyul tau Dohyun dan Jinwoo adalah sahabat karib dari TK. Jinwoo pindah ke Tempuran waktu SD dan itu membuat Dohyun sedih selama 6 tahun.
Dan saat tau Jinwoo sekolah di SMP 1 Karawang, Dohyun kegirangan karena mereka kembali satu sekolah. Dan kembali satu kelas.
Selama ini, mereka saling berkomunikasi lewat SMS. Saling melempar kabar. Dan saat mereka mengenal sosial media, mereka saling membagikan foto untuk mengetahui kegiatan mereka.
Tapi untuk saat ini, Dohyun merasa persahabatannya kini agak aneh dan tidak seperti dulu. Jinwoo yang sakit, Dohyun yang terkadang selalu menghindar. Membuat kedua sahabat itu sedikit lebih, ya begitulah. Merenggang.
Bahkan untuk saat ini, mereka tidak saling melempar kabar. Jarang-jarang aja sih.
Pengumuman PPDB jalur prestasi akan diumumkan dua hari lagi. Membuat Dohyun deg-degan sendiri. Apakah Jinwoo akan lolos atau tidak.
Tapi padahal dia cek lagi, Jinwoo masih berada di posisi ke tiga dan itu sudah mutlak. Jinwoo positif masuk ke SMA 1 lewat jalur prestasi.
Dohyun juga kalau sertifikat nya di kasih dulu, dia juga bakal masuk lewat jalur prestasi. Sama seperti Jinwoo.
Bagaikan saudara kembar, mereka berdua tidak pernah terpisahkan.
"Dohyun," panggil Hangyul. Dohyun menoleh. Hangyul memang sengaja tidak membuka percakapan terlalu cepat. Dohyun masih terdiam.
"Jinu kondisinya gimana sekarang?" tanyanya.
"Stabil. Begitulah kata kak Jinhyuk," kata Dohyun dengan nada lemas.
"Kalo kondisinya stabil, kenapa kamu gak seneng?"
"Aku, aku selama ini mikirin banyak hal. Sekolah dan Jinu. Udah enam tahun sejak Jinu pindah ke Tempuran dan sekarang, aku bisa ketemu dia lagi," kata Dohyun.
"Enam tahun gak ketemu. Pas masuk SMP ketemu dia lagi. Di sekolah dan di kelas yang sama. Kek waktu TK dulu. Aku sama dia selalu bersama. Lengket kaya lem. Aku gak bisa bayangin kalo ini adalah tahun ketiga sama dia,"
"Cuma, aku takut pertemuan aku sama Jinu berakhir. Dan buat sekarang, jauh lebih nyakitin kalo dia mau pergi." Dohyun menghapus air matanya. Entah sejak kapan ia menangis saat menceritakan hal itu.
"Dia sahabat aku dari TK. Teman pertama aku. Dimana dia orang pertama yang ngajak aku duduk bareng, ngajak kenalan. Kemana-mana pasti bareng sampe main aja keukeuh minta anter sama kakak ke rumah dia buat main ntar kakak main sama kak Jinhyuk,"
"Sekarang, tiap kali ke rumah sakit rasanya itu sakit banget buat aku. Aku mencoba gak nangis disana pas lihat Jinu yang anteng banget ngobrol sama yang lain. Lihat dia ketawa, bahagia, malah aku yang kesel. Aku sakit hati lihat dia yang sekarang kak." Dohyun terisak. Memang, mengikhlaskan sesuatu yang spesial bagi kita, merupakan hal yang tersulit.
Seperti Dohyun.
Jinwoo adalah sahabatnya. Sebuah permata berharga baginya. Sebuah harta yang ingin dia jaga selamanya.
Tapi sayang, ternyata takdir berkata lain.
Hangyul kemudian menarik tubuh Dohyun kedalam pelukannya. Hangyul juga kalo ada di posisi Dohyun, akan sama sakitnya. Dia teringat saat Sihoon meninggal dua tahun yang lalu karena kecelakaan maut dan membuat Sihoon hanya sadar beberapa jam saja sebelum akhirnya ia menghembuskan nafas terakhirnya.
Hangyul sama sakitnya seperti Dohyun. Hangyul juga memiliki sahabat sejati dari kecil. Ya itu, Sihoon.
"Kakak juga pernah ada di posisi kamu, Dohyun. Kita berdua senasib. Kakak juga dulunya gini pas Sihoon meninggal. Kesel, marah. Tapi apa, kakak gak bisa menyalahkan sebuah takdir yang udah mutlak. Mengikhlaskan kepergian seseorang itu memang sulit. Tapi bakal terbiasa akan tanpa seseorang itu dalam hidup kita seiring berjalannya waktu." Hangyul mengelus kepala sang adik dan tangannya turun ke bahu. Mengusap dengan lembut.
Dohyun akhirnya memikirkan perkataan kakaknya barusan. Memang ada benarnya. Walaupun mengikhlaskan itu sulit, tapi gak ada salahnya untuk belajar mengikhlaskan kepergian seseorang.
"Kamu coba belajar mengikhlaskan sesuatu. Misalnya kamu kehilangan barang berharga, dan itu gak bakal selamanya balik lagi ke kita. Nah kamu belajar gimana caranya mengikhlaskan barang itu. Insyaallah, kalo kamu sudah ikhlas, kamu gak bakal merasakan yang namanya sakit hati," kata Hangyul. Dohyun mengangguk.
"Udah ya. Besok kita kerumah sakit." Dohyun mengangguk lagi.
Sesampainya di rumah sakit, lebih tepatnya di depan ruangan Jinu, Hangyul dan Dohyun melihat beberapa sendal dan sepatu berjejeran di depan pintu. Mereka juga mendengar kebisingan dari dalam.
Dengan rasa penasaran, mereka membuka pintu ruangan dengan pelan agar tidak menimbulkan suara berisik.
Pintu terbuka sedikit dan mereka melihat Jinwoo tengah di periksa beberapa perawat dan seorang dokter. Mereka melihat Jinwoo yang tengah kejang-kejang. Mereka juga melihat Jinhyuk dan kedua orangtuanya yang kini tengah stress melihat Jinwoo yang tengah di kerumuni perawat dan dokter.
Hangyul dan Dohyun sesegera mungkin menutup pintu dan mencoba menetralkan detak jantung mereka. Mata Dohyun sudah panas saat melihat Jinwoo yang kejang-kejang. Dohyun juga melihat mulut Jinwoo keluar busa, banyak sekali.
"Kamu tau dia kenapa?" tanya Hangyul.
Dohyun menggelengkan kepalanya. "Selama ini dia gak kena kejang-kejang," kata Dohyun. Ini pertama kalinya Jinwoo mengalami kejang-kejang dengan mulut berbusa.
Hangyul cuma bisa diam. Dohyun juga badannya seketika melemas dan pantatnya mendarat mulus ke lantai.
"Kaget, aku kaget," gumamnya pelan.
"Ngapain kalian disini?!"
"A—ah..."
21 September 2019
Maaf ya kalo semisalnya kurang nge-feel. Siap belum 2 chapter lagi menuju the end? Iya 2 chapter lagi lapak ini selesai. Gimana seneng ga🙂
Aku pake sudut pandang Dohyun dulu ya wkwk kita simpang dari tokoh utamanya dulu wkwkwk 😅
Aku niatnya mau ngerjain tugas tapi akunya mager wkwkwk😂 tolong kasih aku penyemangat hidup🤣 ngga deng.
See you next chapter guys❤️
Kakak Hangyul — adek Dohyun — adek Dongpyo
Temui aku di Instagram guys❤️