THE HALF BLOOD VAMPIRE (THBV)

By kkangseul_bear

28.3K 3.2K 527

People say history repeats itself. And that's true, You come to my life again, to take something that you hav... More

.
..
...
Ep. 1
Ep. 2
Ep. 3
Ep. 4
Ep. 5
Ep. 6
Ep. 7
Ep. 8
Ep. 9
Ep. 10
Ep. 11
Ep. 12
Ep. 13
Ep. 14
Ep. 15
Ep. 16
Ep. 17
Ep. 18
Side Story一(T)
Ep. 19
Ep. 20
Ep. 22
Ep. 23
Ep. 24
Ep. 25

Ep. 21

531 72 19
By kkangseul_bear

"Ibu, apa dulu pernah ada Vampire dan Serigala yang saling jatuh cinta?"

Wanita berbibir mungil itu tersenyum, menghentikan acara merajutnya dan menatap putri sematawayangnya.

Lihatlah gadis kecil itu, umurnya bahkan belum genap dua tahun. Dan ia sudah menanyakan cinta? Siapa yang dengan lancang mengajarkannya?

"Kenapa kau penasaran?"

Gadis itu, Seulgi kecil mengangkat bahunya acuh. Tiba-tiba saja pertanyaan itu terlintas, membayangkan hukuman apa yang kedua belah pihak terima. Jika si Vampire, sudah pasti ia akan di eksekusi mati, namun Serigala, apa hukuman yang diberikan serupa?

"Mendekatlah, biar Ibu ceritakan sebuah kisah."

Sang Ratu menaruh hasil rajutannya yang belum selesai itu pada meja rias di hadapannya, lalu mengangkat tubuh putrinya yang sudah cukup besar, dan menaruhnya di pangkuannya.

"Dulu, ada putra Raja Vampire bernama Gracious yang mencintai putri Pemimpin Serigala bernama Elizabeth. Mereka saling jatuh cinta, dan berencana pergi untuk bersembunyi. Namun terlambat, kisah mereka lebih dulu di ketahui kedua kasta hingga akhirnya mereka dihukum dan di penjara."

"Penjara? Hanya itu?"

Sang Ratu tersenyum lalu mengeratkan pelukannya, dagunya ia letakkan diatas kepala Sang Buah Hati. Tidak mungkin hanya itu, Vampire terkenal dengan kekejiannya dan Serigala terkenal akan kesetiaan kastanya.

"Tentu saja tidak, kau akan kecewa bukan jika mereka hanya di penjara?"

"Ya, lebih baik mereka mati. Aku benci pengkhianat."

Suara tawa itu terdengar, menggema lembut pada ruangan besar itu. Dari perkataan Sang Anak bukankah dapat disimpulkan jika hatinya memang sekeras batu? Tapi ia juga tak bisa mengelak kala potongan gambar di kepalanya jelas memperlihatkan, jika kelak Sang Anak mencoba berkhianat.

"Tanamkan kebencianmu dari sekarang dan jangan pernah mencoba melakukannya."

"Melakukan apa? Penghianatan? Tentu saja tidak, aku justru yang akan memusnahkan kelakuan tak berotak itu."

"Hey, siapa yang mengajarkanmu berkata seperti itu? Jika Ayahmu mendengar ia pasti akan marah. Wajah selugu dirimu tak pantas berkata sekasar itu."

Gadis kecil itu menunduk, ia hanya terbawa emosi. Lagipula ia mendengar perkataan itu dari Sang Ayah.

"Maaf Bu, aku kesal."

"Permintaan maaf akan selalu Ibu terima, apa kau ingin mendengar lanjutan ceritanya?"

Seulgi kecil mengangguk kencang, ia sangat mudah penasaran dan akan melakukan apapun untuk mendapatkan jawabannya. Jadi ia tak mungkin begitu saja terusik dan memilih mengabaikannya.

"Kedua kasta setuju untuk menguji mereka berdua, makadari itu mereka dimasukkan di penjara yang sama. Baik Raja Vampire maupun Pemimpin Serigala, mereka sama-sama mengamati tak peduli jika Sang Anak mati di depan mata mereka."

"Lalu cinta mereka diuji?"

"Pintar, setelah ini kau akan Ibu ajarkan berburu manusia."

"Benarkah?"

"Tentu saja. Cinta mereka diuji dengan seekor kelinci. Baik Gracious maupun Elizabeth, keduanya dibiarkan kelaparan berhari-hari, hingga saat kelinci itu lewat di dekat mereka yang sedang asik bercumbu, keluarlah sifat asli mereka."

Sang Ratu memberi jeda, lalu memperhatikan wajah serius anaknya yang menggemaskan.

"Mereka saling menyerang untuk mendapatkan kelinci itu seolah melupakan cinta yang tertanam sebelumnya. Hanya ada dendam, amarah, dan persaingan pada mata keduanya. Hingga akhirnya mereka berdua mati, karna saling membunuh."

"Lalu orang tua mereka?"

"Kedua Pemimpin semakin yakin, jika kasta mereka memang tak bisa berdampingan hingga terus melakukan persaingan sampai sekarang."

Seulgi mengangguk, tak menyangka cinta mereka serendah itu. Bukannya ia menginginkan akhir yang bahagia, ia hanya berpikir jika hal bernamakan cinta itu tak terjadi pada semua mahluk.

"Secepat itukah cinta berubah?"

Ratu Eugene tersenyum lalu mengecup kepala Sang Anak penuh kasih, "Ingin tahu sebuah rahasia?"

Seulgi menoleh, matanya membulat lucu. Ia suka rahasia.

"Serigala hanya bisa jatuh cinta satu kali, dan Elizabeth, ia sudah pernah jatuh cinta sebelumnya. Itulah mengapa hatinya mudah tergoyahkan."

"Lalu Gracious? Kau tentu tahu para Vampire sangatlah licik, seolah itu sudah mengalir pada tubuh kita. Pria malang itu memang mencintai Elizabeth, tapi melihat sang musuh mencoba bertahan hidup, ia tak terima."

"Jadi mereka berdua sebenarnya tak saling mencintai, iyakan? Karna jika memang Gracious mencintai Elizabeth harusnya ia lebih memilih mengalah dan membiarkan sang kekasih hidup."

"Ya, anggap saja seperti itu. tapi kau tak berpikir Serigala dan Vampire bisa saling mencintaikan?"

Seulgi menggeleng, memberikan jawaban pasti pada Sang Ibu. Meski dalam hati ia mengelak, dan memilih percaya pada pikirannya.

Jika Vampire dan manusia bisa saling mencintai hingga membuat keturunan, mengapa Vampire dan Serigala tak bisa? Ia berjanji ia akan berusaha mungkin untuk mencegah hal itu terjadi, tapi Seulgi kecil tak tahu, jika suatu hari nanti, ia menelan liurnya sendiri.

–THBV–

Jimin terus mengetukkan kakinya, sadar atau tidak ia bahkan datang lebih awal dan meninggalkan Nayeon. Pikirannya tak tenang sejak semalam, bahkan matanya tak pernah benar-benar terpejam hingga membuat lingkaran hitam di bawah kantung matanya itu terlihat jelas.

Cukup lama ia menunggu, gadis itu akhirnya memunculkan batang hidungnya. Oh, tentu saja bersama Kim Taehyung. Mereka kan selalu bersama?

Semakin lama ia memperhatikan, ia semakin tak bisa menampik fakta jika wajah keduanya terlihat semakin menyerupai mahluk bertaring yang membunuh orang tuanya. Sial, ia menyerah. Pria itu lebih memilih mengalihkan pandangannya. Senyum gadis itu masih sama, namun kesan manis di sana sudah mulai terkikis di matanya. Terlalu banyak teka-teki dan ia tak berani menyelesaikannya.

Jimin menggigiti kuku jarinya, suara ketukan yang di keluarkan kakinya semakin cepat dan tubuhnya bergerak tak nyaman. Bagaimana ini? Rencana yang sudah di susunnya seketika berpencar dan berusaha kabur dari pikirannya.

"Selamat pagi Jim."

Ia sedikit tersentak, lalu tersenyum kaku dan menyahut, "Pagi."

"Kau baik-baik saja? Wajahmu terlihat kusut."

"Hm, aku baik-baik saja. Hanya kurang tidur."

"Kenapa? Masih bermimpi buruk? Astaga, penyaring mimpi yang ku berikan tidak berguna ya? Ck, sudah kuduga itu hanya mitos."

Jimin kembali menarik bibirnya, ia benar-benar kikuk dan tak tahu harus bereaksi seperti apa.

"Kondisi Ayahmu bagaimana?"

"Ayahku? Baik-baik saja. Kemarin penyakitnya tiba-tiba kambuh, maaf karna aku tak sempat berpamitan padamu. Kau tahu? Penyakit tua."

Gadis itu tertawa, ia mencoba mencairkan suasana. Ayolah, Seulgi tak bodoh untuk tak menyadari jika pria itu sedang tidak baik-baik saja, ia terlalu kentara, dan ia jamin pria itu saat ini sedang berperang dengan pikirannya sendiri.

Bukankah Seulgi sangat beruntung? Bahkan ketika sedang ada pergulatan pada pikiran Jimin, hati pria itu masih memihaknya. Hingga rencana yang sempat tersusun itu menjadi buyar tak karuan.

"Begitukah? Tapi kenapa tepat sekali kau pergi saat aku memberitahukan nama Ayahku? Kau tidak mendapatkan telpon saat itu, jadi kau belum tahu jika Ayahmu sakitkan?"

Bravo Jimin, kau membuat gadis itu memutar otaknya.

"Kau mencurigaiku?"

"Apa?"

"Kenapa kau membuatku terlihat seperti sedang mencari-cari alasan?

"M-maksudku-"

"Apa kau akan percaya jika aku memberitahukan alasannya? Aku mual dan pergi ke toilet, saat itu lah aku mendapat telpon. Aku tak memaksamu percaya namun itu kejadian yang sebenarnya."

Jimin mengangguk, ia percaya pada setiap kalimat yang terlontar dari mulut sang gadis. Oh Tuhan, apa yang terjadi pada dirinya? Namun mengingat wajah itu, mengingat kedua orang tuanya, ia tak bisa bersikap tenang.

Seulgi terus memperhatikan Jimin, ia sedikit was-was. Takut-takut jika pria itu sudah mengetahui siapa dirinya. Dan bel berbunyi, menolongnya mengalihkan atensi karna tak lama setelahnya Guru berbibir tebal itu masuk. Ia bukan tipikal murid yang memperhatikan Gurunya, oh tentu saja. Gadis itu hanya menatap objek didepannya dengan pikiran yang melalang buana.

Jimin terus menggigiti kuku jarinya, haruskah? Pertanyaan itu terus terlintas di kepalanya. Setelah ia menghabiskan malamnya hanya untuk mencari informasi tentang Vampire, kumpulan-kumpulan kejadian aneh yang beberapa kali ia alami seolah ikut membantu, menunjukkan jika Seulgi memang tak sama dengannya. Lalu bagaimana sekarang? Benarkah yang akan ia lakukan?

Pria itu menatap Seulgi sekilas, lalu mengambil pisau lipat kecil di sakunya. Ia ragu, namun ia tak akan mendapatkan jawabannya jika tak melakukannya. Hingga perlahan, ujung benda runcing itu melukai ujung jarinya.

"Akh jariku, apa kau membawa plester?"

"Hm?"

Seulgi menoleh, lalu matanya tertuju pada apa yang dimaksud pria itu. Oh lihatlah, bukankah aliran merah itu sangat cantik? Warnanya sangat menggoda meski tak ada aroma yang menguar darisana.

Jimin terus memperhatikan wajah gadis itu, mencoba membaca setiap ekspresi yang keluar darisana. Hingga manik sebening kristal itu terangkat dan menubruk netranya. Tidak, wajah polos itu, Seulgi pasti bukan kaum mereka. Gadis itu bahkan tak langsung menyerangnya.

Tapi ia tak boleh jadi pria lemah, ia harus mengeraskan hatinya. Ini semua demi orang tuanya, demi masa kecilnya yang direnggut oleh makhluk mengerikan itu.

"Apa kau lupa?"

"Huh?"

"Aku phobia darah."

Deg

Benar, Jimin bodoh. Bagaimana bisa ia lupa dengan hal itu?

"Apa kau sungguh berpikir aku lupa? Aku hanya mengetesmu, mungkin saja kau akan menghisap darahku seperti adegan-adegan dalam film."

"Menghisap? Aku agak kecewa, kau lupa hal sepenting itu."

"Apa? Bukan begitu, aku minta maaf karna tak berpikir panjang."

"Tak apa, lupakan saja."

Jimin merasa bersalah, ia menghisap darah yang keluar dari ujung jarinya sendiri, merasa agak bodoh karna terlalu tergesa hingga tak memikirkan hal sepenting itu. Namun apa pria itu tak sadar? Sang gadis sangatlah manipulatif, ia tahu bagaimana membalikkan keadaan dan membuatnya berperan sebagai korban.

Oh tentu, ia sudah hidup ratusan tahun, membaca sifat manusia bukanlah perkara yang sulit, namun ia tak menyangka terlalu menyepelekan Jimin dapat membuat pria itu bertindak sejauh ini. Sejak kapan Jimin sadar? Siapa yang mempengaruhi pria itu hingga mencoba mengetesnya?

-«–»-

Bel istirahat berbunyi, setelah moodnya hancur akhirnya ia bisa pergi dan menghindari Jimin beberapa menit ke depan.

"Kau ingin kemana?"

"Aku ada urusan dengan Mino sebentar, maaf tak bisa menemanimu ke kantin."

Seulgi berdiri, kaki rampingnya melangkah menghampiri pria yang dimaksud. Seperti Kang Seulgi pada umumnya, gadis itu tersenyum lebar lalu menautkan jari mereka.

"Hai Sayang, aku merindukanmu."

Mino menatap gadis itu tak minat, ia sudah masa bodoh dengan perlakuannya. Biarlah ia melakukan apa yang ia inginkan, dirinya sudah terlampau lelah. Toh tak ada kerugian yang ia dapatkan. Dan lagi, sepertinya jantungnya sangat menyukai gadis itu, karna selalu berdegub kencang kala sang gadis berada di sisinya.

Mino berdiri, mengikuti tarikan kecil dari jari lentik yang menggenggam miliknya. Ia sudah bisa menebak kemana gadis itu akan membawanya, namun yang ia tak tahu adalah, sifat apa yang akan ditunjukkannya.

Mereka melenggang pergi begitu saja darisana, benar-benar tak mempedulikan tatapan mata yang melihat. Termasuk tatapan pria itu, tatapan miris yang hanya bisa dimaklumi dirinya sendiri.

Seulgi melepaskan genggamannya dan menatap pria itu datar. Benar, mereka sedang berada di atap sekarang. Jika boleh jujur, ia sedang mengumpati dirinya sendiri. Ia bahkan bertanya-tanya, apa ia sungguh akan melakukannya? Niatnya memang sudah bulat, namun kalian tentu tahu, membuat niat itu mudah, melakukannya yang sulit.

Dan resiko yang ia ambil bukanlah main-main, bahkan langkah yang ditempuhnya tak pernah ia benarkan dalam hidupnya. Aturan dibuat untuk dipatuhi, namun seiring perkembangan jaman, bukankah revisi juga diperlukan?

"Apa kau masih penasaran tentang hukuman yang aku berikan pada kastaku?"

Pria itu hanya diam. Jadi gadis itu masih ingat setelah meninggalkannya begitu saja dan menolong si kecil Jimin?

"Aku bertanya Song Mino."

"Apa kau memang selalu seperti ini?"

Seulgi menaikkan sebelah alisnya, memang ia kenapa?

"Selalu cantik?"

Sumpah demi hewan purba yang sudah punah, ia rasanya ingin memukul Seulgi dengan tinjunya. Namun ia tak bisa, entah karna Seulgi seorang gadis atau karna alasan lain.

Tapi mau bagaimana pun gadis itu ada benarnya, ia memang selalu cantik. Sampai rasanya ia ingin bertanya pada semesta, apakah adil memberikan kecantikan berlebih pada gadis itu kala ada kaum serupa yang bahkan tak cantik sama sekali?

Namun ia Song Mino, memuji gadis itu bukanlah perkara mudah bagi lidahnya.

"Ck, aku memang pernah mengatakan kau cantik. Tapi bukan berarti aku selalu menatapmu seperti itu."

Seulgi melengkungkan bibirnya, cahaya matanya bahkan meredup. Sial, gadis itu memang penggoda ulung.

"Jadi kau tak menyukaiku?"

Mino tak menjawab, hanya menunggu sampai kapan gadis itu mempertahankan ekspresinya. Lagipula kenapa ia tiba-tiba ingin tahu? Jika Mino memang menyukainya lalu apa yang akan ia lakukan? Mengajaknya menikah diam-diam begitu? Lalu bersembunyi dari kasta masing-masing? Ayolah, bahkan jika memang begitu kurang dari dua puluh empat jam mereka pasti akan mati.

"Apa aku harus menciummu agar kau menjawab?"

Mino memijat pangkal hidungnya, apa harus sekali mengancamnya dengan ciuman? Dan lagi, kenapa ia selalu takut akan hal itu?

"Untuk apa aku menyukaimu?"

Seulgi menatap Mino lamat, tebakannya benarkan? Mino tak pernah jatuh cinta sebelumnya, buktinya pria itu sangat susah mengakuinya. Dan ia berani bersumpah, jika pria itu memang menyukainya.

"Jadi, aku benar-benar yang pertama." Gumamnya pelan.

Gadis itu mendekatkan tubuhnya, lalu memeluk tengkuk si pria. Bibirnya kembali tertarik, hanya sedikit, namun menimbulkan kesan yang manis.

Seulgi tak tahu, jika Mino sempat terjatuh dalam tatapannya, hingga gadis itu tak menyadari jika pria itu kembali terjatuh untuk kedua kalinya.

"Aku ingin sekali mengatakan, 'jangan menyukaiku' namun bukankah itu semua sudah terlambat?"

"Apa kau memang suka berbelit-belit?"

"Tidak. Kau menyukaiku."

Mino terkekeh, mencoba menetralkan degub jantungnya yang berpacu semakin cepat. Itu tak benarkan? Mino tak menyukainyakan? Atau, pria itu memang sudah lama terjatuh?

Sial, bagaimana ini? Mau di sembunyikan dimana wajahnya jika itu memang benar?

"Percaya diri sekali."

"Tentu saja aku harus percaya diri, aku kan seorang Putri."

"Apa kau sebangga itu?"

"Tentu saja."

Gadis itu mendekatkan wajahnya, membuat bibir mereka bersentuhan. Tidak, Seulgi tidak menciumnya. Dan Mino tidak menjauhkan tubuhnya. Bibir mereka hanya menempel, hingga Seulgi melanjutkan kata-katanya, membuat kedua benda kenyal itu bergesekan.

"Karna aku seorang Putri, aku bisa mengubah peraturan."

Pria itu tak bisa berpikir jernih, permukaan bibirnya terasa geli dan ia mati-matian menekan hasratnya. Namun Seulgi tetaplah Seulgi, gadis dengan panggilan jalang yang melekat. Jadi ia megusap bahu pria itu sensual dan menggodanya, mencoba mengetes apa pria itu akan terus berdiam diri atau mengikuti permainannya.

Dan ia kalah, Mino tak melakukan apapun padanya. Jadi ia berhenti dan berdiri seperti semula, "Minggu nanti datanglah ke perbatasan, akan ku tunjukkan bagaimana wujud asli dari malaikat maut."







TBC

Gracious

Elizabeth

Note: Ada yang masih nunggukah? Apa kabar kalian semua? Entah karna apa rasanya aku pengen buru-buru endingin aja tapi ini masih lama bgt huhu semoga kalian masih stay ya:( akhirnya ketauan juga ya visualisasi Gracious sm Elizabeth harusnya Yerim dan Jungkook hehe btw sampai sejauh ini menurut kalian gimana? Jimin udh mulai ngetes Seulgi padahal Seulgi lagi usaha nyelametin dia huftt klo nanya kapal jangan sama aku ya:( aku suka mereka semua dan untuk ending atau bagian menyedihkan nanti itu semua udh terencanakan sejak lama, jd bukan tiba-tibaaku ngubah gt aja untuk next chap enaknya Minggu ini atau mindep? Oh ya let's support who are you and also slowmo <3

Xie Xie, next.

Continue Reading

You'll Also Like

1M 84.5K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
77.7K 5.1K 68
Why did you choose him? "Theres no answer for choosing him, choosing someone shouldn't have a reason." - Aveline. ------------ Hi, guys! Aku kepikir...
310K 23.7K 108
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
46.7K 3.3K 49
"Jika ada yang harus berkorban dalam cinta ini, maka itu cintaku yang bertepuk sebelah tangan" - Dziya Idzes "Sekat-sekat ruang yang tertutup layakn...