Despacito [Terbit 28 Oktober...

By IndahHanaco

1.6M 170K 9.1K

Ranking : #1 Chicklit (4-6 Desember 2019) #2 Chicklit (29-30 November, 1-4 Desember 2019, 29-31 Maret 2020... More

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga [A]
Dua Puluh Tiga [B]
Dua Puluh Empat [A]
Dua Puluh Empat [B]
Dua Puluh Lima [A]
Dua Puluh Lima [B]
Dua Puluh Enam [A]
Dua Puluh Enam [B]
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan [A]
Dua Puluh Delapan [B]
Dua Puluh Sembilan [B]
Tiga Puluh
Special Order Despacito

Dua Puluh Sembilan [A]

30.6K 4.7K 133
By IndahHanaco

Febe tidak bisa tidur sama sekali. Kennan menemaninya, ikut-ikutan tak memejamkan mata. Febe sudah menyuruh suaminya tidur tapi laki-laki itu tidak menurut. Dia tahu jika Kennan berusaha menghiburnya. Hal itu membuat Febe sangat tersentuh. Keputusannya untuk menikah dengan Kennan ternyata memang tepat.

Perempuan itu tahu, orang bijak selalu berpendapat bahwa Tuhan tidak pernah menguji hamba-Nya melewati batas kemampuan yang bersangkutan. Febe sudah membuktikan itu. Dia mampu menghadapi semua badai yang menyerangnya bertahun-tahun ini. Akan tetapi, hari ini Febe belajar satu hal lagi. Bahwa Tuhan juga selalu menyiapkan penawar untuk setiap rasa sakit yang dideritanya.

Tuhan menghadirkan Kennan dalam hidupnya. Lelaki itu menjadi pasangan yang dibutuhkan Febe. Kennan pasti memiliki kekurangan, tapi lelaki itu sempurna untuk Febe. Rumah tangga mereka yang baru berumur sebulan mungkin akan karam jika bukan Kennan yang menjadi suami Febe. Entah karena ibunya yang tak menyukai Febe atau disebabkan masa lalu perempuan itu yang baru terbongkar.

Sepuluh tahun terakhir, Febe belajar untuk menjadi orang yang realistis dan melihat segala hal dari kacamata positif. Tidak mudah tapi dia berjuang untuk melakukan itu. Karena Febe hanya memiliki Rosita. Dia harus bisa menolong diri sendiri sebelum melindungi ibunya.

Jadi, setelah hujan air mata dan penghiburan yang diberikan suaminya, Febe bisa lebih tenang. Hal pertama yang terpikirkan perempuan itu adalah jika Okta tidak memerkosanya hingga membuahkan janin di rahimnya, hidup Febe takkan seperti sekarang. Dia mungkin menikahi orang lain, bukan Kennan. Bahkan, bisa saja Febe justru menjadi istri Okta.

"Ken, gimana kalau kita pindah dari sini?" tanya Febe. Kennan pasti kaget mendengar ucapannya karena lelaki itu merenggangkan pelukan supaya bisa leluasa menatap istrinya.

"Kenapa? Ada masalah apa?" tanyanya cemas.

"Nggak ada apa-apa. Jangan curiga gitu, deh," sahut Febe. "Kemarin itu aku sempat ngobrol sama Ibu. Intinya, Ibu cemas kalau kita jadi bermasalah gara-gara Irina. Aku nggak kepikiran bakalan pindah setelah nikah. Tapi kalau ngeliat situasinya, memang nggak ideal kalau kita tetap di sini. Apalagi Ibu tau kalau aku dan Irina sering bersitegang. Aku nggak mau nantinya hal itu malah bikin kesehatan Ibu jadi drop."

Kennan tampak terkesima mendengar uraian panjang Febe. "Kamu kan selama ini nggak bisa jauh dari Ibu. Waktu di Santorini aja pun kamu bisa nelepon ke rumah lebih dari sekali tiap harinya." Lelaki itu tersenyum tipis. "Gini ya, Sunshine. Jujur aja, aku memang lebih senang kalau kita pindah. Tapi, aku nggak mau nantinya kamu menyesal dan sedih gara-gara jauh dari Ibu. Jangan ambil keputusan terburu-buru. Oke?"

Febe menggeleng pelan. "Ini bukan keputusan impulsif, kok. Aku udah mempertimbangkan soal ini selama berhari-hari. Awalnya tetap berat untuk pindah. Apalagi Ibu nggak mau kuajak tinggal bareng kita. Ibu penginnya tetap di sini. Tapi hari ini aku bisa mikir lebih objektif. Selama Irina tinggal di sini, situasinya bakalan nggak kondusif. Dia bakalan terus bikin kita nggak nyaman. Trus ... ada kejadian tadi. Aku beneran pengin jauh-jauh dari orang-orang yang bisanya cuma nyebarin energi negatif."

Perempuan itu serius dengan kata-katanya. Dia ingin fokus membangun kehidupan dengan suaminya. Febe sudah tiba di titik untuk melepaskan hal-hal yang tak bisa dipertahankan dan berjuang untuk sesuatu yang berharga baginya.

"Kamu pengin pindah ke mana? Udah ada tempat yang kamu incar?" tanya Kennan.

"Udah. Rumahmu."

Alis Kennan bertaut. "Kamu nggak keberatan serumah sama Mama? Aku keberatan. Aku nggak mau kamu malah jadi nggak bahagia."

Febe tersenyum kecil. "Bukan rumah Mama. Tapi rumah pribadimu. Yang nyaris kamu tinggalin kalau waktu itu Irina nggak kabur."

Kekagetan berpijar di mata suaminya. "Kamu mau pindah ke sana?"

"Kenapa nggak? Aku kan nggak pernah bilang ogah pindah ke sana cuma karena Irina yang memilih semua perabotan. Aku nggak perlu cemburu sama masa lalumu, Ken. Konyol itu namanya. Aku minta kamu pindah ke sini karena pengin tetap bisa ngawasin Ibu. Tapi karena sekarang ada perubahan rencana, aku lebih suka kita tinggal di rumahmu."

Kennan buru-buru menjawab, "Setuju. Kalau kamu mau, besok kita bisa ngeliat kondisinya. Mumpung aku libur."

"Oke. Besok pagi setelah sarapan?"

"Tadinya sempat terpikir mau kujual aja rumah itu karena nggak ditinggalin." Kennan mengelus lengan istrinya. Mereka berbaring miring, saling berhadapan. "Tapi kalau kamu merasa nggak cocok tinggal di sana, jangan dipaksain. Kita bisa nyari rumah lain, ngontrak untuk sementara. Setelah rumah itu laku, kita beli yang baru."

"Oke."

"Soal studio, gimana? Rumah itu berkamar tiga. Dua kamar bisa dijadiin satu untuk jadi studio. Tapi butuh waktu untuk renovasi. Atau, kamu bisa pakai teras belakang yang lumayan gede."

Febe menenangkan Kennan yang tampak antusias. "Besok kita liat kondisinya, ya? Kalaupun memang kurang luas, aku bisa tetap pakai studio di sini. Nantilah kita pikirin lagi pelan-pelan."

"Hmm, oke."

Febe melirik jam dinding. Saat ini sudah lewat pukul satu. "Ken. Aku kok lapar, ya?"

Kennan tertawa geli. "Aku lega banget karena kamu ngerasa lapar, Fe. Artinya, kamu udah mulai balik kayak Febe yang kukenal." Kennan meraih ponselnya yang diletakkan di atas nakas. "Kamu mau makan apa, Sugar?"

Mereka berdiskusi tentang menu yang dipilih selama beberapa saat. Lalu, Kennan membuat pesanan via fitur layanan food delivery.

"Kenapa sih kamu ngasih aku banyak banget nama panggilan? Kayak orang galau aja."

Kennan menjawab dengan kalem. "Karena rasanya semua panggilan itu cocok buatmu. Lagian, kalau cuma satu nama, itu terlalu mainstream, Fe. Kamu kan tau, kita pasangan anomali. Udah deh, yang kayak gitu nggak usah dikritik melulu."

Febe menangkup kedua pipi Kennan sebelum mencium suaminya. Tuhan memberinya penebusan dengan mengirim Kennan dalam hidup perempuan itu. Apalagi yang harus dikeluhkannya?

Beberapa jam kemudian, keduanya bersiap menuju rumah Kennan. Febe sempat mengompres matanya yang membengkak karena terlalu banyak menangis. Dila sempat bertanya tentang yang terjadi kemarin tapi Febe tak sanggup memberi penjelasan detail. Dia cuma menitip pesan pada asisten rumah tangganya.

"Mbak, tolong bilangin sama Nino, aku pengin ngobrol berdua sama dia. Secepatnya."

"Oke," sahut Dila. "Tapi, kamu nggak apa-apa, Fe?" tanya Dila, cemas.

"Nggak apa-apa. Kalaupun kenapa-napa, ada Kennan."

Dila tak mampu mengusir seringai jail di wajahnya. "Cieeee ...."

Febe tertawa kecil. Dia menjawab dengan suara pelan, "Jujur Mbak, nggak nyangka banget Kennan itu suami yang oke banget. Aku dulu pernah ngatain dia 'barang sisa' pas diajak nikah. Kennan ternyata 'barang sisa' kualitas super. Irina memang bodoh, ninggalin Kennan demi Nigel."

Dila menghela napas, tampak serius. "Kamu ngeliat masalah ini dari sudut pandang yang keliru, Fe. Bukan Irina yang bodoh, tapi Tuhan yang terlalu sayang sama kamu dan Kennan. Walau caranya ajaib dan nggak masuk akal, kalian malah jadi pasangan. Aku memang nggak tau pasti ada kejadian apa tadi malam. Tapi aku tau kamu punya suami yang bisa menjagamu. Semoga terus saling menguatkan ya, Fe."

"Aamiin," gumam Febe sungguh-sungguh.

"Aku senang kamu mau pindah. Memang harusnya kayak gitu. Aku bakalan jagain Ibu. Kalau perlu, aku bikin jurnal tiap jam supaya kamu tau perkembangannya."

Kalimat terakhir Dila membuat Febe tertawa kecil. Dia akhirnya meninggalkan dapur karena Kennan sudah menunggu di ambang pintu.

Di teras, mereka juga sempat bertemu Nigel yang sedang menunggu Irina. Saat itulah Kennan akhirnya berkenalan dengan pria yang sudah menjadi cinta abadinya Irina sejak SMA. Febe sempat memerhatikan reaksi suaminya dengan serius. Namun dia tidak melihat tanda-tanda bahwa Kennan merasa kesal atau membenci Nigel. Lelaki itu bersikap ramah dan tetap santai saat Febe berinisiatif memperkenalkan keduanya. Justru Febe yang merasa gemas dengan pasangan adiknya.

"Nigel, cuma mau ngasih saran aja. Mending buruan nikah sama Irina biar nggak bikin Ibu susah. Itu kalau kamu memang cinta sama dia dan nggak cuma manfaatin adikku untuk bayar utang judimu. Lama-lama kalian bisa kayak pasangan di film Indecent Proposal."

Di depannya, Nigel memucat. Febe senang sekali, seolah dia baru menonjok laki-laki tak bertanggung jawab itu. Saat dia berbalik, Kennan sudah menunggu dengan tangan kiri terulur ke arah Febe. Kennan benar, laki-laki yang menjadi suaminya itu adalah cinta matinya. Ditemukan tak sengaja. 'Barang sisa' dengan kualitas tidak main-main.

Lagu : Rise Up (Andra Day)

Continue Reading

You'll Also Like

STRANGER By yanjah

General Fiction

639K 72.1K 51
Terendra tak pernah mengira jika diumurnya yang sudah menginjak kepala empat tiba-tiba saja memiliki seorang putra yang datang dari tempat yang tak t...
146K 1K 67
Rekomendasi cerita wattpad. Disini kebanyakan ceritanya genre romance, office romance, chicklit, metropop.
218K 12.1K 30
( sebelum membaca jangan lupa follow akunnya 👌) yang homophobia di skip aja gak bisa buat deskripsinya jadi langsung baca aja guys bxb bl gay homo ...
2M 22.5K 8
Pernah mengalami masa lalu buruk dalam hal percintaan membuat Naya tanpa sadar kesulitan jatuh cinta lagi. Semua laki-laki yang menjalin hubungan den...