Despacito [Terbit 28 Oktober...

Por IndahHanaco

1.6M 170K 9.1K

Ranking : #1 Chicklit (4-6 Desember 2019) #2 Chicklit (29-30 November, 1-4 Desember 2019, 29-31 Maret 2020... Mais

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga [A]
Dua Puluh Tiga [B]
Dua Puluh Empat [A]
Dua Puluh Lima [A]
Dua Puluh Lima [B]
Dua Puluh Enam [A]
Dua Puluh Enam [B]
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan [A]
Dua Puluh Delapan [B]
Dua Puluh Sembilan [A]
Dua Puluh Sembilan [B]
Tiga Puluh
Special Order Despacito

Dua Puluh Empat [B]

31.7K 4.9K 312
Por IndahHanaco

Interupsi,
Yang pengin tau kira-kira kayak apa cakepnya Santorini, kukasih gambar di bawah, ya. Ini pemandangan menuju kamar Febe-Kennan dan yang bisa mereka lihat dari halaman.


Setelah meninggalkan Irina, Kennan mandi dengan terburu-buru. Dia tak melihat istrinya saat mengambil pakaian bersih. Sekujur tubuhnya gatal karena belum mandi selama puluhan jam. Ketika laki-laki itu akhirnya masuk ke dalam kamar, Febe memunggunginya. Namun Kennan sangat yakin jika istrinya belum terlelap.

Dia bahkan belum sempat mencapai ranjang saat Febe bertanya, "Berapa kali Irina ngehubungin kamu waktu kita di Santorini? Berapa kali pula kamu harus bohong dan malah ngaku Papa yang nelepon?"

Febe tidak mengubah posisi tubuhnya. Saat itu, Kennan tahu dia menghadapi masalah baru. Jika dia gagal meredakan kemarahan sang istri, bencana siap menenggelamkan mereka berdua.

"Irina cuma nelepon sekali, hari kedua pas kita di Santorini. Nggak lama sebelum kita bikin video." Kennan naik ke atas ranjang. Dia menepuk-nepuk bantalnya terlebih dahulu sebelum berbaring. Lelaki itu memeluk istrinya seperti biasa, membuat punggung Febe menempel ke dadanya.

"Cuma sekali?" Febe terdengar tak percaya.

"Iya. Karena aku minta dia untuk nggak pernah ngontak aku lagi. Setelah itu, yang selalu nelepon memang Papa."

"Aku nggak percaya." Suara Febe terdengar lirih.

"Nggak apa-apa. Aku maklum, kok! Aku nggak maksa kamu untuk langsung percaya semua kata-kataku. Kamu lagi berproses, sambil menilai laki-laki kayak apa suamimu ini." Kennan menimbang-nimbang sejenak. Namun dia tahu, jika gagal memenangkan kepercayaan Febe hari ini, masalah serius siap menelan mereka berdua.

"Seharusnya kamu nggak perlu bohong sama aku, Ken. Kalaupun Irina nelepon, memangnya kenapa? Tapi kamu lebih suka untuk nggak ngomong sama aku. Padahal, kamu sendiri yang bilang kalau aku harus terbuka sama kamu. Kenapa nggak berlaku sebaliknya? Kamu cuma bikin aku jadi mikir yang aneh-aneh."

Suara Febe tetap stabil, tapi membuat Kennan merasa sudah melakukan hal bodoh yang menyakiti hati istrinya. Akan tetapi, dia memiliki alasan untuk setiap tindakannya.

"Fe, aku bohong karena punya alasan. Irina ngancam aku, bakalan bikin kamu malu di depan keluargaku. Waktu itu, tebakanku cuma satu. Dia pasti mau ngasih tau soal aborsi itu. Jadi, setelah Irina nelepon, aku buru-buru ngontak Papa. Secara singkat, aku cerita apa yang terjadi sama kamu. Trus, aku minta tolong Papa untuk ngomong sama Mama pelan-pelan. Jangan sampai Irina duluan yang ngasih info. Dia jelas-jelas nggak mau kita terus sama-sama." Kennan mempererat dekapannya.

"Jadi, Papa nelepon untuk ngasih tau perkembangannya. Kayak dugaanku, Mama marah banget dan merasa kamu udah nipu kami semua. Tapi kubilang sama Papa, aku udah tau kejadiannya. Dan aku tetap ngotot mau nikah sama kamu. Aku nggak menyesal sama sekali." Kennan mengecup rambut istrinya. "Intinya, aku nggak ngasih tau soal telepon dari Irina karena nggak mau kamu terganggu. Nggak mau bulan madu kita jadi kacau. Rugi banget kalau kita jadi terusik gara-gara Irina. Aku pengin bisa beneran nikmati liburan kita di Santorini."

Hening cukup lama. Kennan tidak berani melakukan apa pun, hanya menunggu respons dari istrinya.

"Dia memang sebenci itu sama aku. Mungkin buat Irina aku cuma pantas menderita. Tapi, aku nggak mau lagi kamu nutupin hal-hal kayak gitu." Febe akhirnya bersuara, lirih.

"Oke, aku minta maaf. Nggak akan terulang lagi," janji Kennan.

"Berarti setelah ini kita harus ketemu Mama untuk jelasin masalah aborsi itu? Aku harus minta maaf dan ...."

"Nggak perlu. Mama udah tau detailnya dari Papa. Kita harus kasih Mama waktu untuk menerima kenyataan itu. Lagian, itu masa lalu yang nggak perlu terus dikorek-korek lagi." Dada Kennan terasa nyeri seketika. Dia tahu ibunya orang seperti apa. Sudah pasti masalah aborsi ini akan menjadi duri dalam daging. Mungkin, Kennan seharusnya memberi tahu keluarganya sebelum menikahi Febe. Namun, jika dipikir lagi, Kennan merasa apa yang dilakukannya sudah tepat.

"Kamu nggak usah cemas mikirin keluargaku. Apa pun yang terjadi, kita hadapi sama-sama. Untuk masalah ini, aku nggak peduli pendapat orang, meski dari keluargaku."

Tarikan napas Febe terdengar. "Barusan Irina mau apa? Ngajak balikan karena nyesel udah ninggalin kamu? Nggak bahagia sama laki-laki yang kemarin udah kabur sama dia?"

Kennan sebenarnya ingin mengomeli Febe yang kembali melakukan kebiasaan jeleknya, membuat tuduhan yang sangat keliru. Namun Kennan tahu dia tak boleh melakukan itu. Istrinya sedang berusaha mempertahankan harga dirinya.

"Nggak, Fe. Nggak ada cerita dramatis kayak gitu. Dia cuma nggak terima karena aku nikah sama kamu. Tapi, aku nggak peduli. Memangnya dia siapa, sampai berani mengkritik keputusanku? Aku udah bilang sama Irina, jangan lagi ganggu kita dan nyebarin berita-berita bohong tentang kamu."

"Serius?"

"Iya, Sayang. Jadi, kamu nggak boleh cemas lagi. Aku masih sama kayak Kennan yang kemarin di Santorini."

Hening. Perempuan yang di hari normal akan memprotes panggilan mesra dari Kennan itu, tidak segera bersuara.

"Sekarang, aku udah boleh lega?" tanya Febe, mengejutkan.

"Lega kenapa?" balas Kennan yang tak sepenuhnya mengerti makna kata-kata istrinya. "Sini deh, kamu menghadap ke aku. Jangan cuma ngasih bokong seksi doang."

"Ken, jangan becanda, deh!" Febe memperingatkan. Namun perempuan itu menggeser tubuhnya sehingga berhadapan dengan Kennan. Lelaki itu lega karena istrinya tidak menangis. Dia tahu, Febe perempuan yang kuat. Namun, tadi dia sempat cemas jika sudah membuat istrinya mengeluarkan air mata meski tanpa sengaja.

"Aku udah bisa merasa lega karena kamu nepatin janji, kan? Bahwa kita akan bikin pernikahan ini berhasil?"

Tangan kanan lelaki itu mengelus garis rahang istrinya. "Aku selalu nepatin janji, Fe. Kamu nggak perlu cemas atau takut aku amnesia karena ngeliat Irina. Efek kepulangannya nggak sehebat itu. Aku bukan laki-laki bodoh yang akalnya mendadak jadi mumi gara-gara cinta. Setelah perbuatannya, aku nggak punya alasan untuk mempertahankan perasaanku. Semuanya udah berubah sekarang ini."

Febe akhirnya melingkarkan tangan kirinya di pinggang Kennan. "Aku percaya."

Istrinya pasti tidak tahu bahwa dua kata sederhana itu membuat Kennan hampir tenggelam oleh perasaan bahagia. "Makasih, Sayang."

Alis Febe berkerut. "Kita juga harus ngebahas satu hal lagi. Kenapa kamu tiba-tiba manggil 'Sayang', sih?"

"Karena kamu istriku. Kan wajar banget kalau aku ngasih nama khusus." Kennan mencium bibir istrinya. "Udah deh, jangan protes melulu."

"Justru aku harus protes. Yang kamu ganti seenaknya kan namaku. Selain itu, aku merinding dengar kamu manggil kayak gitu. Kalau memang mau ngasih nama spesial, harus yang unik dan nggak pasaran."

Sebuah ide melesak begitu saja ke dalam benak Kennan. "Oke, mulai sekarang aku nyiptain panggilan yang nggak pasaran dan unik. Antimual juga. Pengin tau?"

"Aku tau, bakalan nyesel karena nanya ini. Tapi penasaran." Febe tampak was-was. "Apa?"

Kennan menjawab dengan senang hati. "Hot & Delicious. H&D."

"Hah?" Febe membelalak. "Kamu kira aku merek burger pinggir jalan di Athena? Ogah!"

"Tapi kamu memang cocok dipanggil H&D."

"Cocok apanya? Itu kan bisa-bisanya kamu aja," kritik Febe. Lalu, mereka adu mulut yang diakhiri dengan ciuman panjang yang mencuri napas dan orientasi.

"Makasih kamu udah bersedia nikah sama aku, Fe," gumam Kennan sembari mengusap lembut bibir bawah istrinya yang membengkak dengan ibu jari. "Aku nggak bakalan bikin kamu kecewa, Fe. Karena sekarang kamu udah jadi istriku, perempuan paling penting dalam hidupku," janji Kennan sungguh-sungguh. 

Lagu : I Don't Wanna Kiss You Good Night (LFO)

Continuar a ler

Também vai Gostar

798K 2.5K 1
Wajib follow sebelum baca. Hidup menjadi tak semudah yang dibayangkan ketika semua kartu penyokong gaya mewahnya mulai ditarik oleh sumbernya. Mia Pr...
590K 18.7K 71
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...
13.9M 1.4M 53
[Part Lengkap] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [Reinkarnasi #01] Aurellia mati dibunuh oleh Dion, cowok yang ia cintai karena mencoba menabrak Jihan, cewek...