VaniLate (SELESAI)

By Rismami_Sunflorist9

981K 164K 47.3K

Kisah lain di SMA Rising Dream Apa pun yang keluar dari mulut Vanila ketika marah, bukan hanya sekedar sumpah... More

TERTANTANG
PART 1 : AMARAH
PART 2 : MASALAH
PART 3 : KALAH
PART 4 : BERULAH
PART 5 : PATAH
PART 6 : PASRAH
PART 7 : TERBELAH
PART 8 : LELAH
PART 9 : MENGALAH
PART 10 : BERSALAH
PART 11 : BERUBAH
PART 12 : RESAH
PART 13 : PAYAH
PART 14 : GELISAH
PART 15 : LELAH
PART 16 : LEMAH
PART 17 : TERSERAH
PART 18 : BIARLAH
PART 19 : GOYAH
BERKAH
PART 20 : ENTAH
PART 21 : SEKOLAH
PART 22 : MENYERAH
PART 23 : GEGABAH
PART 24 : MUSIBAH
PART 26 : CELAH
PART 27 : BERKILAH
PART 28 : BERSERAH
PART 29 : LENGAH
PART 30 : MEMBANTAH
PART 31 : SUSAH
PART 32 : JUJURLAH
PART 33 : BERULAH
PART 34 : TERARAH
PART 35 : TUMPAH RUAH
PART 36 : BERBENAH
PART 37 : BERTAMBAH
PART 38 : KEJARLAH
PART 39 : PATAH (2)
PART 40 : TERPANAH
PART 41 : PECAH
PART 42 : MEMBUNCAH
PART 43 : BERPASRAH
PART 44 : MEREKAH
PART 45 : PERCAYALAH
PART 46 : TERINDAH
PART 47 : DIRIMULAH
PART 48 : BERJALANLAH
PART 49 : GERAH
PART 50 : TERPERANGAH
PART 51 : PIKIRKANLAH
PART 52 : TAK BERARAH
PART 53 : BERJUANGLAH
PART 54 : BERKELUH KESAH
PART 55 : SUDAHILAH
PART 56 : BERSUSAH PAYAH
PART 57 : TERIMALAH
PART 58 : SUDAH BERBENAH
PART 59 : BERUPAYALAH
PART 60 : IKHLASLAH
PART 61 : BERPASRAHLAH
PART 62 : BERKAWANLAH
sekilas info
PART 63 : BETAH
PART 64 : BENAR-BENAR PATAH (3)
PART 65 : SADARLAH
PART 66 : CERAH (2)
QnA
PART AKHIR : BERKISAH ATAU BERPISAH?
inpo give away cuy!
GIVE AWAY TESTIMONI NOVEL VANILATE!
UP LAGI
TREWEET TREEWWWWWET GIVE AWAY

PART 25 : GUNDAH

12.8K 2.3K 441
By Rismami_Sunflorist9

                Heloooooo i'm back!

***

Seharusnya pemandangan itu tidak mengusik hati Late. Namun entah sebab apa, secuil perasaan iri seolah menyusup ke dadanya.

Kenapa Vanila sama Mama Brilian akrab banget? Udah kayak ibu dan anak aja.

Kalo liat beginian, gue jadi percaya Si cewek ninja sama Brilian udah sahabatan sejak lama.

"Lah? Elo, Lat?"

Suara yang tiba-tiba menyapanya itu, membuat Late terjingkat dari kursinya.

"Eh, Bang Key?" Merasa sedikit canggung, Late menggaruk-garuk tengkuknya.

"Lo yang nganterin Vanila ke sini?" tanya Key to the point. "Atau, dia kecelakaan bareng Brilian? Nggak, kan?"

Karena didesak tiba-tiba begitu, Late jadi gemetaran. "Eng..enggak, Bang. Ta..di gue ketemu Vanila di jalan sendirian. Terus dia minta gue anterin ke rumah sakit ini."

Key mendesah panjang. Bukannya langsung menemui adiknya, ia malah terduduk di samping Late. Melamun sejenak sembari mendinginkan isi kepalanya.

"Harusnya gue sadar, mereka emang nggak bisa dipisahin." Key tampak menyesal dengan keputusannya saat meminta Brilian menjauhi adiknya.

"Gue terlalu keras sama mereka."

Late terdiam, menyimak setiap kalimat yang terlontar dari Heksa.

"Liat Vanila sesenggukan gitu, bikin gue jadi nggak tega. Ah, shit! Kenapa akhirnya malah kayak gini, sih?"

Tanpa sadar, Key berkeluh kesah ke Late yang hanya termenung mendengar ceritanya.

"Lo tahu sesuatu, kan?" Mendadak, Key menembak pertanyaan yang tak terduga, di luar topik pembicaraannya tadi. "Kenapa lo diem aja? Kenapa lo nggak coba cari tahu? Tanya gue atau Vanila langsung? Nggak penasaran?"

Glek.

Late menggaruk-garuk pahanya yang tidak gatal. Kalau sedang gugup, bagian-bagian tertentu dari badannya seperti sedang dikerumuni semut.

Gatal dimana-mana.

Setelah menarik napas panjang dan melirik Key, cowok itu akhirnya berterus terang. "Tadi Vanila bilang, kecelakaan ini gara-gara dia, Bang."

Sebelum melanjutkan, Late menoleh ke arah Key. Memastikan jika kakak Vanila itu tidak tampak gusar mendengar kejujurannya.

"Dan anehnya... ini kesekian kalinya Vanila nyalahin dirinya sendiri, tiap ada orang terdekatnya yang kena musibah."

Late menarik napas panjang, memberanikan diri. "Jujur, gue sebenernya bingung banget. Gue mulai nebak-nebak, tapi gue nggak pernah tanya langsung ke Vanila."

"Gue bakal kasih tahu lo, karena menurut gue lo bisa dipercaya." Key menjeda kalimatnya, menimbang-nimbang sejenak sebelum mengambil keputusan. "Jadi tiap kali Vanila -"

Ucapan Key terpotong. Tidak jauh dari tempatnya duduk, ia melihat seorang gadis berderap tergesa-gesa ke arah koridor yang sama dengannya.

Gadis berambut panjang itu tampak cemas. Wajahnya yang putih, kinu semerah tomat panggang sebab tak berhenti menangis.

Tepat saat gadis itu hendak melewati keduanya, sebuah panggilan menyapanya.

"Heh, lo ceweknya Brilian, kan?" tanya Key dengan suara dinginnya.

Karena terkejut, Helen tak bisa merespon cepat dan hanya terdiam. Sebagai gantinya, anggukan kepala Late yang mewakili jawaban dari pertanyaan Key.

"Kenapa lo baru Dateng? Kemana aja?" Key bertanya lagi dengan nada lebih tajam.

"Cewek macam apa lo?"

Sebelum Helen membuka mulut, Key berkomentar lagi dengan suara lirih.

"Jelas masih mendingan adek guelah ketimbang cewek model begini. Keliatan banget kalo manja, suka ngrepotin orang lain. Beda banget sama karakternya Vanila."

Walau kenyatannya, suara lirih Key masih terdengar sampai ke tempat di mana Vanila duduk.

Late menggeleng panik.

Bukan cuma Vanila aja yang hobi ngajak baku hantam, abangnya pun ternyata lebih bar-bar.

"Maaf, Kak. Aku mau liat keadaan Brilian dulu," ucap Helen pamit. Kepalanya menunduk, menahan isak.

Dari kejauhan Vanila mendelik. Tangannya yang mengepal di angkat kedepan wajah. Seolah-olah memberi warning pada kakaknya yang terlampau sadis.

"Len, maafin Bang Key ya," kata Vanila tak enak hati begitu Helen ada di hadapannya.

Sepasang sahabat itu mendadak menjadi canggung. Di samping Vanila, Mama Brilian sepertinya peka dengan kecanggungan yang terjadi. Ia lantas memberi kode pada Helen agar duduk di sebelahnya.

"Keadaan Brilian gimana, Tante?" tanya Helen cemas. Setiap kali gadis itu gelisah, wajahnya akan berubah semerah tomat.

"Len, lo nggak papa? Muka lo udah kayak kepiting rebus," tukas Vanila mulai khawatir.

Kalau dirinya sendiri yang panik, orang lain biasanya jadi tumbal. Entah diamuk-amuk, diajak baku hantam, atau dimusuhi berhari-hari.
Lain ceritanya ketika Helen didera kecemasan. Kalau dibiarkan berlarut-larut, rasa gelisah gadis itu akan semakin meradang.

Dan puncaknya, bisa-bisa ia pingsan.
Jadi wajar saja kalau Vanila sedikit khawatir, kan?

"Keluarga dari Mas Brilian?" Dokter yang baru saja keluar dari Ruang IGD, menghampiri kerumunan orang di depan pintu.

"Saya Mamanya, Dok." Belum tahu bagaimana kondisi putranya, tapi Cintamy sudah terisak. "Anak saya baik-baik saja kan?"

Sebelum menjawab, Dokter Fajar menghela napas panjang. "Jadi begini, Bu. Ada kerusakaan di bagian rongga dadanya karena terhantam sesuatu dengan keras saat kecelakaan tadi."

"Saya sudah memberinya pertolongan awal, namun secepatnya, kami harus mengambil tindakan operasi," lanjut dokter itu memberi instruksi.

Tubuh Cintamy mendadak lemas. Nyaris saja ia limbung, kalau saja Vanila tidak gesit menahannya.

"Baik, Dok. Jadi apa yang harus saya lakukan?" tanya Cintamy berusaha kuat dan tidak kehilangan harapan.

"Ada berkas yang harus saya tanda tangani? Dan, administrasi yang harus saya bayar?"

"Mari ke ruangan saya, Bu." Dengan tergesa-gesa, Dokter Fajar melenggang menuju ruang prakteknya.

Diikuti Mama Brilian yang mengekorinya dengan wajah panik luar biasa. Teringat jika di dalam ruang IGD, anaknya sedang berjuang untuk bertahan hidup.

Sepeninggal Mama Brilian, atsmofer di depan ruang IGD semakin mencekam. Tanpa pamit, Pijar melenggang pergi begitu saja dari sana. Diikuti Heksa yang mengomel di sepanjang langkahnya menyusul Pijar.

"Van, udah makan?" tanya Key prihatin, melihat adiknya yang tampak sangat lemas.

Di sebelah Key, sosok cowok bertubuh jangkung menyodorkan sekaleng minuman. "Kalo nggak mood makan, jangan lupa minum biar nggak dehidrasi."

Belum sempat Vanila merespon, Late sudah mengeluarkan sesuatu dari kantong plastik yang dijinjingnya.

"Tapi gue nggak yakin sih, kalo lo masih aja nggak mood setelah liat ini," tukasnya sambil menaik-naikkan alis.

Es krim rasa Vanila.

"Heh, bocah. Adik gue tu belum makan nasi, malah lo tawarin es krim?" Key nyaris menonton jidat Late.

Tapi untungnya, Late sigap menghindar. "Yaelah, Bang. Pertolongan pertama ini. Daripada sama sekali nggak ada makanan yang masuk?"

Key menatapnya waspada. "Ntar kalo perutnya malah sakit, gimana?"

Late berdecak, sedikit nyengir lalu menjawab dengan asal. "Nggak mungkinlah, Bang. Perut dia kan tebel, kebal kayak kulit badak."

Detik berikutnya, Late sadar sudah membuat kebodohan.

"Becanda elah, Bang." Ditepuk-tepuk pundak Key dengan sopan. "Jadi mau nggak, Van?" Ia beralih menatap Vanila yang tampak tidak berminat melihat es krim di tangannya.

Key melirik sekilas lalu menggerakkan tangannya. "Yaudah kalo nggak mau, buat gue -"

Triknya berhasil. Senyum terulas di bibir cowok macho itu. Es krim di tangannya raib, disambar cepat oleh adiknya.

"Laper juga, kan? Nanti kalo lo nggak makan, bangun-bangun si Brilian kaget liat lo yang kerempeng," celetuk Key sambil melirik Helen, berniat menyindirnya.

Walau sebenarnya Key tahu bentuk tubuh seperti Helen, tidak bisa dikategorikan kerempeng. Malah lebih tepatnya....ideal.

Tapi demi totalitasnya membela Vanila, ia rela melakukan apa aja, termasuk menjilat ludahnya sendiri.

Baru saja Vanila hendak membuka pembungkus es krimnya, dari kejauhan ia melihat Maman Brilian berjalan kembali menuju ruang IGD bersama dokter yang sama.

"Operasi akan segera kami lakukan. Tolong bantu dengan doa, ya." Dokter Fajar mengusap pundak Vanila lalu menunduk beberapa kali ke Mama Brilian.

Tak lama setelahnya, pintu IGD terbuka. Tiga tim medis keluar, bersama brankar yang didorong perlahan. Di atas brankar itu, tampak sosok cowok yang terbaring lemah dengan wajah pucatnya.

"Anakku... Anakku..." Mama Brilian berteriak dengan suara parau ketika mengikuti tim medis yang membawa tubuh anaknya menuju ruang operasi.

"Bri.. Bri.. Gue nggak tahu harus gimana caranya nolongin lo." Vanila mulai meracau sendiri. "Gue udah berusaha buat gagalin semuanya, sumpah yang nggak sengaja itu. Tapi nyatanya gue nggak bisa."

Late, Helen serta Key ada di belakang Vanila. Ketiganya juga tampak cemas saat mendapati brankar milik Brilian yang baru saja masuk ke ruang operasi.

"Sabar ya, Van." Key menghampiri adiknya, berbisik sambil merangkul lengan adiknya. "Ini operasi kecil kok. Pasti dah Brilian baik-baik aja. Paling semenit dua menit kelar."

Di sampingnya, Late mengedik tak setuju. "Semenit dua menit kelar, Bang? Ya nggak -" Melihat Key yang melotot begitu, Late cepat-cepat mengunci mulutnya.

Vanila bergeser dari kebisingan kakaknya dan Late. Ia melangkah pelan mendekati pintu ruang operasi. Tangannya diletakkan di dinding pintunya, berharap dapat menembus ruang operasi dan menemani Brilian di sana.

"Van..." Key mendekat lagi, namun adiknya tidak merespon.

"Ini semua salah gue, Bang. Gue nggak bisa bayangin -" Vanila menarik napas sejenak lalu melanjutkan ucapannya dengan lirih, "gue nggak bisa bayangin gimana hancurnya gue, kalo sampe Brilian nggak selamat."

"Kali ini sumpah gue bukan cuma bikin orang celaka, tapi bisa aja bikin dia kehilangan nyawa." Setelah menyelesaikan ucapannya dengan lirih, tubuh Vanila merosot ke lantai.

Late panik, Helen apalagi. Keduanya maju bersamaan. Namun di samping Vanila, rupanya Key dapat bereaksi dengan lebih tenang. Ia berjongkok, memapah adiknya lalu dituntun menuju sebuah kursi panjang yang sudah diduduki Mama Brilian di salah satu sudutnya.

Mama Brilian menyandarkan kepala Vanila di bahunya. Mengusap-usap rambut gadis itu sembari mengucapkan kalimat-kalimat yang memberi sugesti positif.

"Lo kenapa, Len?" tanya Late saat mendapati Helen tengah menatap Vanila dan Mama Brilian dengan sorot berbeda.

Helen menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba tersenyum.

"Nggak kok, Lat. Cuma baru kali ini, aku liat Mama Brilian ternyata akrab banget sama Vanila."

Benar apa yang dikatakan Helen, mereka tampak begitu akrab, seperti memiliki ikatan batin meski tak sedarah.

Late jadi ikut berpikir, apa masih ada kesempatan? Kesempatan jika ada sosok lain yang ingin masuk dan mendekat?

***

Helen POV
Awalnya aku berpikir, dengan saling mencintai saja cukup untuk membuat sebuah hubungan kokoh. Namun aku lupa, tanaman saja butuh pupuk, butuh disirami, butuh terkena sinar matahari dan banyak faktor lain agar dapat terus tumbuh.

Kami memang terlihat begitu dekat, namun sebenernya kami sungguh-sungguh berjarak. Menyadari diriku yang ternyata tidak tahu apa-apa tentangnya, membuatku merasa jika keberadaanku ternyata tidak berguna.

Ada atau pun tidaknya diriku, mereka tidak akan pernah bisa berjarak.

***

Hai haiiiiiiiiii!! Kangeeeeeen banget samaa kalian :)
Maafin Minggu kemarin ga bisa pos, karena ada beberapa faktor.
Tapi di part ini, aku kasih yang panjangan, aku kasih sedikit ekstra part tentang Helen.

*By the way, apa yang dirasain Helen sebenernya juga pernah aku rasain..

Bukan soal cowok, tapi lebih ke sahabat. Awalnya aku merasa kalo akulah orang yang paling tahu segalanya tentang dia.

Paling mengerti, paling bisa memahami, dan paling bisa dipercaya. Tapi nyatanya apa? Suatu hari ketika dia punya masalah yang benar-benar rumit, aku bukan orang pertama yang tahu. Bukan orang pertama yang dimintain pertolongan.

Kecewa? Sebenernya enggak, tapi lebih ke ngerasa...kok aku ternyata nggak sepenting itu ya buat dia?

Padahal kita udah berusaha berkorban sekeras mungkin. Entah mengorbankan waktu, tenaga sama pikiran, tapi terkadang kita masih aja ngerasa kurang berbuat lebih.

**Well, di dunia ini kamu nggak akan bisa memuaskan semua orang, Membahagiakan semua orang, dan membuat semua orang menyukaimu. Tapi di sini aku cuma mau bilang, selama apa yang kamu lakuin itu ikhlas, jangan pernah berhenti berbuat baik ya.

Karena sesungguhnya yang paling mengerti segala hal itu cuma Tuhan :)
Jadi, kamu harus bisa memaklumi dirimu sendiri, memaafkan dirimu dan menerima kurang lebihnya dirimu.

Tumben nih author notenya panjang amat. Wkwkw.
Semoga kalian selalu bahagia dengan apa adanya diri kalian, ya

Salam sayang,
Rismami_sunflorist







Continue Reading

You'll Also Like

758K 21.5K 55
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...
75.6K 4.5K 18
[PLAGIATOR DILARANG MAMPIR] #JINSOO #TAENNIE #JIROSE #LIZKOOK jadi kisahnya itu mereka ga sengaja bertemu di Seoul-Korea Selatan, ketika lagi liburan...
Brain Notes By Ann

Teen Fiction

38.6K 6K 43
Windy berhasil keluar dari jurang kemiskinan setelah menjadi tentor di sebuah lembaga bimbingan belajar misterius bernama Brain Notes. Hingga suatu h...
592K 12.4K 56
Allea kembali ke Indonesia setelah 8 tahun untuk menemui calon tunangannya, Leonando. Namun Allea tidak tahu telah banyak hal yang berubah, termasuk...