VaniLate (SELESAI)

By Rismami_Sunflorist9

981K 164K 47.3K

Kisah lain di SMA Rising Dream Apa pun yang keluar dari mulut Vanila ketika marah, bukan hanya sekedar sumpah... More

TERTANTANG
PART 1 : AMARAH
PART 2 : MASALAH
PART 3 : KALAH
PART 4 : BERULAH
PART 5 : PATAH
PART 6 : PASRAH
PART 7 : TERBELAH
PART 8 : LELAH
PART 9 : MENGALAH
PART 10 : BERSALAH
PART 11 : BERUBAH
PART 12 : RESAH
PART 13 : PAYAH
PART 14 : GELISAH
PART 15 : LELAH
PART 16 : LEMAH
PART 17 : TERSERAH
PART 18 : BIARLAH
PART 19 : GOYAH
BERKAH
PART 20 : ENTAH
PART 21 : SEKOLAH
PART 22 : MENYERAH
PART 24 : MUSIBAH
PART 25 : GUNDAH
PART 26 : CELAH
PART 27 : BERKILAH
PART 28 : BERSERAH
PART 29 : LENGAH
PART 30 : MEMBANTAH
PART 31 : SUSAH
PART 32 : JUJURLAH
PART 33 : BERULAH
PART 34 : TERARAH
PART 35 : TUMPAH RUAH
PART 36 : BERBENAH
PART 37 : BERTAMBAH
PART 38 : KEJARLAH
PART 39 : PATAH (2)
PART 40 : TERPANAH
PART 41 : PECAH
PART 42 : MEMBUNCAH
PART 43 : BERPASRAH
PART 44 : MEREKAH
PART 45 : PERCAYALAH
PART 46 : TERINDAH
PART 47 : DIRIMULAH
PART 48 : BERJALANLAH
PART 49 : GERAH
PART 50 : TERPERANGAH
PART 51 : PIKIRKANLAH
PART 52 : TAK BERARAH
PART 53 : BERJUANGLAH
PART 54 : BERKELUH KESAH
PART 55 : SUDAHILAH
PART 56 : BERSUSAH PAYAH
PART 57 : TERIMALAH
PART 58 : SUDAH BERBENAH
PART 59 : BERUPAYALAH
PART 60 : IKHLASLAH
PART 61 : BERPASRAHLAH
PART 62 : BERKAWANLAH
sekilas info
PART 63 : BETAH
PART 64 : BENAR-BENAR PATAH (3)
PART 65 : SADARLAH
PART 66 : CERAH (2)
QnA
PART AKHIR : BERKISAH ATAU BERPISAH?
inpo give away cuy!
GIVE AWAY TESTIMONI NOVEL VANILATE!
UP LAGI
TREWEET TREEWWWWWET GIVE AWAY

PART 23 : GEGABAH

12.1K 2.1K 488
By Rismami_Sunflorist9

Sekujur tubuh Vanila seolah mati rasa. Ia tahu jika sumpahnya cepat atau lambat akan benar-benar terjadi. Tapi ia tidak tahu harus bagaimana mencegahnya.

Berkali-kali ia sudah mencoba menghubungi ponsel Brilian, tapi tidak ada jawaban.

Bisa dipastikan cowok itu sedang dalam perjalanan untuk menjemputnya.

Bibir Vanila terasa makin perih. Takut luar biasa. Segala macam imajinasi berlalu lalang di benaknya. Lalu ketika tanpa sengaja tatapannya jatuh ke ponsel, di saat bersamaan nama Brilian berpendar.

"Mbak itu ada telepon kok nggak diangkat?" Cowok yang tadi memapahnya, menunjuk ponsel di telapak tangan Vanila yang gemetar hebat.

Ini beneran Brilian yang telepon, kan? Atau....

Jantung gadis itu berdegup semakin kencang ketika ibu jarinya yang basah bergerak ke layar ponsel.

Glek.

Sebelum menjawab panggilan itu, Vanila menarik napas berulang kali. Berusaha mengumpulkan kekuatan untuk mendengar segala kemungkinan buruk yang terjadi.

"Ha...lo?" Vanila menyapa dengar suara bergetar. Pliss, Bri. Bilang kalo lo baik-baik aja. Gue pengen denger suara lo.

"Halo."

Deg!

Bukan, itu jelas bukan suara Brilian. Kini, Vanila benar-benar ingin menjerit. Ia seolah bisa menebak apa yang selanjutnya akan dikatakan lawan bicaranya.

"Kak, teman yang punya ponsel ini? Barusan teman kakak kecelakaan."

Pegangan Vanila di ponselnya melemah. Tulang-tulangnya serasa rontok. Dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki, Vanila mencoba merespon dengan suara parau.

"Di..ma..na? Sekarang di..a di mana?" tanya Vanila gagap. Ingin rasanya bisa menembus ponselnya agar dapat bertemu Brilian secepatnya.

"Di Rumah Sakit Medika, Kak. Udah dibawa ambulan. Kakak buruan nyusul aja, soalnya tadi dia langsung nggak sadarkan diri," tukas remaja itu.

Vanila juga bisa mendengar suara-suara lain dari sana yang tak kalah panik.
Karena tak memberi penjelasan pada orang-orang yang masih mengerumuninya, salah satu di antara mereka bergerak menghampiri Vanila.

Gadis itu tampak kesusahan saat mencoba menaiki motornya. Jelas saja, rasa ngilu masih menusuk-nusuk dari paha sampai ke lututnya pasca tertabrak tadi.

"Mbak mau ke mana? Biar saya antar saja." Cowok yang mungkin sepantaran dengan Key itu, kembali menawarkan bantuan. "Saya yang punya warung itu, Mbak. Yang tadi juga nolongin Mbak pas jatuh tadi."

Vanila mengerlingnya. Bimbang. Di situasi normal, sangat pantang baginya meminta bantuan orang lain. Tapi kalau menuruti keegoisannya, bisa-bisa ia terlambat ke rumah sakit.

"Yaudah, Mas. Saya minta tolong ngebut, ya," tukas Vanila sembari menyerahkan kunci motornya. "Motor saya masih bisa idup kan, Mas?"

Cowok yang biasa dipanggil Dewangga itu mengangguk setelah menyalakan motor Vanila dan mendengar deru mesinnya.

"Bisa, Mbak. Ke rumah sakit Medika, kan?" tanya Dewangga memastikan.

Setelah Vanila membonceng, Dewangga cepat-cepat tancap gas. Mengendarai motor gadis itu dengan kecepatan penuh.

"Mas, lebih cepet ya! Ini saya.. teman saya.." Karena cemas, Vanila terus menepuk-nepuk pundak Dewangga. "Tolong mas buruan!" bentaknya tanpa sadar.

Dewangga yang jadi ikut panik, sampai-sampai menerobos lampu merah. Ia berdecak, mengamati spion berulang kali lalu menghela napas lega.

"Mbak sabar dong. Ini juga udah kenceng. Nanti malah kalo ketahuan polisi, jadi ribet urusannya, makin lama sampai ke rumah sakit," gerutu Dewangga.

Bukannya marah, ia hanya tidak ingin kepanikan Vanila semakin menjadi.

"Masih jauh, nggak?" Bola mata Vanila sudah berkaca-kaca, namun gadis itu masih ingin menahan tangisnya.

"Bentar la -" Dewangga menghentikan ucapannya seiring laju motornya yang berhenti tiba-tiba. "Anjir kenapa lagi dah ini? Tadi lancar-lancar aja."

Wajah Vanila semakin pucat. Gigitan dibibirnya pun semakin kencang. Jantungnya seperti hendak meledak.

Ia takut bukan main, takut jika ia tidak sempat berbaikan dengan Brilian, dan tidak punya waktu untuk berbicara dengan sahabatnya lagi.

"Mas saya titip motor aja. Rumah mas yang tadi, kan? Tolong dibawa ke sana dulu, atau dibawa ke bengkel. Nanti biayanya saya yang tanggung."

Vanila menarik tangan Dewangga lalu menjabatnya dengan erat. "Saya percaya sama Mas, tolong bantu saya ya."

Dan sebelum Dewangga merespon, gadis itu sudah memacu langkahnya, menjauh dari tempat keduanya berpisah.

Sambil nyari tumpangan lain, gue lari dulu aja.

Dari kejauhan, Dewangga menggeleng-geleng takjub. "Gila tu cewek, demi pacarnya rela berjuang abis-abisan gitu. Kakinya pasti masih, kan?"

Seandainya tidak dalam kondisi pasca terjatuh dari motor, Vanila pasti akan berlari sekencang-kencangnya dan sampai di rumah sakit lebih cepat.

Namun kini, sesekali di tengah pacuan langkahnya ia meringis kesakitan. Berhenti sejenak sambil memijat pelan kakinya lalu melanjutkan perjalannya dengan tergopoh-gopoh.

Gue harus nyari tumpangan. Rasanya udah nggak kuat lagi kalo harus lari.

Sekitar kurang lebih lima ratus meter lagi, Vanila harus menahan sakitnya jika ingin sampai ke rumah sakit dengan berlari.

Ia sudah mencoba mencari bantuan. Melambaikan tangannya dari tepi jalan, berharap ada yang memberinya tumpangan. Sampai ketika ia mulai putus asa, sebuah mobil berhenti di sampingnya

Tiinn!

"He, lo cewek ninja kan?" Pemilik mobil itu membuka setengah jendelanya. "Oh, bener ternyata emang elo."

Karena hari itu Late mengendarai mobil barunya, Vanila merasa asing dengan sosok yang berhenti di sampingnya.

"Ngapain lari-lari di sini? Biasanya di lapangan Pancasila? Lo pasti sambil cuci mata nyari cogan -"

Late tidak sempat menuntaskan kalimatnya, sebab tiba-tiba Vanila menjulurkan tangan ke jendela lantas membuka kunci pintu mobilnya.

"Ke Rumah Sakit Medika," tukas Vanila to the point begitu ia berhasil duduk di samping Late.

"Lo kok tahu arah gue ke sana? Oh, mau nganterin gue check-up, ya? Hahaha. Baik juga ternyata lo." Late kegeeran.

Saat tangannya mendorong pelan lengan Vanila, ia mendengar gadis itu sedikit mengerang.

"Lo kenapa? Tumben lemah," celetuk Late yang tampak heran. Ia mulai menjalankan mobilnya lagi. Namun jadi gagal fokus begitu tatapannya turun ke arah kaki Vanila.

"Lah? Lo abis trek-trekan?" tanyanya asal walau sebenarnya peduli. Ia sendiri heran dengan Vanila yang sedari tadi hanya diam saja. "Buka dashboard, ada hansaplast tuh."

"Kita bisa lebih cepet ke Rumah Sakit Medika, nggak? Kalo nggak, mending gue lari lagi aja." Tidak menggubris ucapan Late, gadis itu malah tampak bersiap keluar dari mobilnya.

Late mendesah lemah. Mencoba tidak terprovokasi karena sudah terbiasa berdebat dengan Vanila.

"Iya gue ngebut, ni. Tapi lo obatin dulu noh luka lo. Bukan apa-apa sih, cuma darahnya keluar lagi tuh. Ntar mobil gue jadi kotor."

Srek

Vanila beringsut, memajukan tubuhnya perlahan. Dibuka dashboard di depannya dan mencari-cari benda yang dimaksud Late.

"Ketemu nggak?" tanya Late, tanpa melepaskan fokusnya dari jalanan.
Tiba-tiba perasaannya jadi tidak enak karena Vanila hanya diam saja.

Dan benar saja. Saat Late menoleh ke arah gadis itu, ia melihat sebuah benda tajam berada dalam genggaman Vanila.

"Van! Van! Lo masih bisa bedain mana gunting mana hansaplast kan?" tanya Late dengan suara gemetar. "Lo mau motong apaan?"

Ketika tangan Vanila bergerak mendekati mulutnya sendiri, kepanikan Late semakin menjadi.

"Heh, lo mau ngapain? Astagaaa!" Tanpa pikir panjang, Late menepikan mobilnya secara mendadak.

Oke, kalem Lat.. Vanila nggak bisa diperlakuin sama kayak cewek-cewek pada umumnya. Kalo gue ngegas, dia bisa makin ngamuk.

"Gara-gara gue, Brilian jadi kecelakaan," ucap Vanila dengan sorot mata kosong berkaca-kaca. "Gue yang udah bikin dia celaka."

Late bingung harus menanggapi bagaimana. Kemarin-kemarin, Key dan Brilian sempat ribut dengan perkara yang sama, kan? Lagi-lagi soal sumpah serapah.

"Lo ngomongin apaan sih, Van?" Late bertanya dengan hati-hati. Fokusnya kini terpusat pada Vanila.

"Sumpah serapah yang keluar dari mulut gue, udah bikin banyak orang celaka. Dan kali ini, korbannya Brilian. Orang yang teramat gue sayang."

Tatapan Vanila berpindah. Kini ia kembali memperhatikan benda tajam di tangannya. "Gue bodoh, kan? Gue ceroboh! Gue bersalah! Gue nggak tahu diri padahal selama ini Brilian selalu baik sama gue!"

Glek.

Late meremas-remas jarinya yang gemetaran.

Gue kudu bisa ambil gunting itu dari tangan Vanila. Tapi gimana caranya? Guntingnya dipegang kenceng banget sama dia. Kalo gue salah ambil langkah, malah kita berdua yang celaka.

"Van, itu pasti cuma kebetulan aja." Meski ketakutan setengah mati, Late berusaha menenangkan. "Lo tahu kan kalo -"

"Kebetulan?" potong Vanila cepat. "Kebetulan yang terjadi berulang kali, apa masih disebut kebetulan?"

"Eitsss, jangan salah. Gue bisa kebetulan jadi youtuber. Kebetulan dapet banyak job, dan kebetulan juga bisa jadi tajir."

Tidak sadar, Late malah menyombongkan diri. Usahanya membujuk Vanila gagal.

Bukannya meletakkan gunting seperti yang diperintahkan, Vanila tiba-tiba melepas maskernya tanpa diminta. Tak lama setelah itu, gunting dalam genggamannya diangkat sampai ke depan mulutnya.

"Van! Oke...oke.. Gue paham." Keringat dingin membanjiri wajah Late. Kulitnya yang putih jadi tampak pucat. "Kalo emang yang lo omongin itu bener, sekarang coba lo sumpahin gue."

Karena Vanila tak juga bereaksi, Late menggeser tubuhnya. Membuat kedua remaja itu kini saling berhadapan.

"Kenapa, Van? Kenapa lo malah diem? Lo sendiri sebenernya nggak yakin sama kebenaran ucapan lo, kan?" tukas Late sambil mengguncang-guncang lengannya.

Vanila terdiam. Cengkramannya pada gunting mengendur. Ia terjebak dalam muara kebimbangan.

Menyanggupi tantangan Late, atau memilih bungkam sebab tahu sumpahnya akan menyerang balik.

"Gimana? Nggak berani? Atau emang nggak bisa buktiin?" Late berdecak. Seringai kecil mencuat di bibirnya.

***

Vanila mau nyumpahin apa ke Late ya? Wkwk.

Menurut kalian, berani nggak tu cewek ninja?

*Pada nyariin Brilian nggak? Tenang, dia lagi jalan-jalan di Vietnam berjuang buat timnas.

(*Ini Brylian asli gaiz.wkwkw. pemain bola, cuma beda satu huruf namanya dari Brilian di VaniLate. )

Dia pemain inti timnas Indonesia, posisi gelandang, partner-an sama Andre OktAviansyah, beda satu huruf juga sama nama Andre OktOviansyah di cerita Happy Birth-die.

(Nah kalo ini, baru bener Briliannya Vanila. Eh Briliannya Helen Ding😂)

Minggu ini, Insya Allah jadwal post VaniLate balik kayak normal lagi ya. Dua kali seminggu.

Salam sayang,
Rismami_sunflorist

Continue Reading

You'll Also Like

100K 14.9K 50
Cover by : @ilustrasiindong Seri pertama dari #HTBYSeries Binar Almeara seorang gadis yang didiagnosa mengalami Avoidant personality disorder. Yakni...
864K 6.1K 10
SEBELUM MEMBACA CERITA INI FOLLOW DULU KARENA SEBAGIAN CHAPTER AKAN DI PRIVATE :) Alana tidak menyangka kalau kehidupan di kampusnya akan menjadi sem...
Brain Notes By Ann

Teen Fiction

38.6K 6K 43
Windy berhasil keluar dari jurang kemiskinan setelah menjadi tentor di sebuah lembaga bimbingan belajar misterius bernama Brain Notes. Hingga suatu h...
14.1K 2.5K 40
[COMPLETED] "Anggap aja kita lagi nerapin materi biologi di SMA dulu; simbiosis mutualisme. Lo bantu rencana gue, gue bantu rencana lo. Deal?" "Deal...