Are We Getting Married Yet?

By AnnyAnny225

20.4M 984K 35.1K

Sagara Fattah Ghani seorang dokter obgyn di RS terkenal di kota, sudah mencapai usia di awal 30 namun masih s... More

01
02
03
04
05
06
07
08
09
Sekilas Info
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
21
22
23
24
25
26
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
PREVIEW
41
42
43
44
46
PREVIEW 2
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
INTERMEZZO
Extra Part - Lisa's Pregnant
Extra Part - Saga's Worried
Extra Part - Triplets!
Extra Part - Triplets Again (Part 2)
Extra Part - Triplets Again (Part 3)

Extra Part - Triplets Again (Part 1)

253K 12.4K 582
By AnnyAnny225

Author POV

Lisa menatap ketiga anaknya dengan perasaan bahagia yang membuncah dalam dirinya. Ketiga anak laki-lakinya tertidur dengan nyenyak, membuat siapa saja yang melihatnya akan segera jatuh hati. Dia memperbaiki selimut Rion yang melorot, lalu mengecup kening anak bungsunya, diikut kedua kakaknya.

Jika memutar ingatannya dua tahun lalu, rasanya masih saja takjub anak-anak berkembang dan bertumbuh dengan pesat.  Rasanya, seperti mengedipkan mata sesaat saja, tahu-tahu anaknya sudah berumur dua tahun saja. Apalagi Rion, anaknya yang lahir paling kecil diantara yang lain. Membuat perasaan was-was ketika Rion harus dirawat di ruang khusus bayi bermasalah, dengan berbagai selang dan kabel terpasang ditubuh ringkih itu. Tiada hari tanpa dia lewati dengan air mata dan doa sebelum anaknya benar-benar dinyatakan sehat dan bisa pulang ke rumah.

Lisa mengehela napas dan menyeka air mat haru yang sempat menitik mengingat perjuangannya dua tahun lalu. Syukurlah, keluarganya selalu ada bersamanya, sehingga tidak terasa berat dalam menjalani mengurus ketiga buah hatinya. Apalagi, Saga, pria itu, sangat membantunya juga menyemangati diawal-awal Lisa baru saja melahirkan dan sempat mengalami baby blues syndrome meski hanya sesaat. Bagaimana dia tidak jatuh cinta berkali-kali pada suaminya. Yang rela begadang demi menjaga anaknya meski lelah bekerja seharian. Selalu ada dan sigap jika Lisa butuhkan.

"Bun," panggil Saga setengah berbisik menyusul Lisa dalam kamar triplet. Lisa berbalik dan menunjukkan matanya yang sembab. Masih ada sisa air mata yang menggantung. "kamu kenapa?" Tanya Saga panik melihat Lisa menangis.

"Nggak ada," isaknya dan menyeka air mata dengan ujung lengan piyama. "Rasanya baru kemarin aku gendong anak-anak, sekarang mereka bahkan udah bisa lari," Lisa mengulum bibir, menahan isakannya agar tidak membangunkan ketiga anaknya. Saga tertawa pelan, merangkul pundak Lisa dan membawanya keluar. Namun sebelumnya dia mencium satu per satu kening anaknya, lalu keluar bersama Lisa.

"Udah, jangan nangis," Saga memeluk erat Lisa yang terisak didadanya. Mengecup berulang kali puncak kepala istrinya.

"Aku nggak tahu apa jadinya kalo nggak ada kamu yang dukung dan semangatin aku. Ternyata ngurus dan mendidik anak itu berat, apalagi tiga sekaligus. Terima kasih, kamu selalu ada untuk aku dan anak-anak," ucap Lisa dan mendongak menatap intens suaminya.

"Sudah tugas aku kan, sebagai ayah dan suami." Saga mengusap air mata Lisa, lalu mengecup singkat bibir istrinya. Lisa tersenyum diantara ciuman mereka, memeluk leher Saga, memperdalam ciuman mereka.

"Kamu pernah tanya kan, apa kamu akan menjadi ayah yang baik untuk anak-anak kita?" Bisik Lisa didepan wajah Saga ketika ciuman mereka terelai. Saga tersenyum dan mengangguk. "Melihat anak-anak kita tumbuh dengan baik dan sehat, kamu udah berhasil, sayang." Lanjut Lisa dan mencium sudut bibir Saga.  Pria itu memejamkan mata dan tersenyum bangga. Akhirnya, akhirnya Saga bisa merasa lega mendengar kalimat istrinya barusan. Dia telah menjadi ayah yang baik.

"Lebih bagus lagi kalo kita bisa kasih adek ke triplets," ucap Lisa ditelinga Saga begitu sensual, hingga pria itu membuka matanya dengan cepat dan menatap horor Lisa.

"Aduh, aku capek banget. Pengen tidur. Aku duluan sayang," Saga berlari secepat yang dia bisa ke kamarnya. Meninggalkan Lisa, kesal sendirian di tempatnya. Selalu begini, Saga akan menghindar ketika Lisa membahas kemungkinan mereka akan memiliki anak lagi.

"Sagara!" Sungut Lisa dan ikut menyusul Saga ke dalam kamar.
***
Seperti biasa-setelah melahirkan, Lisa akan selalu menjadi orang pertama yang bangun. Hari masih gelap, namun Lisa harus bangun, karena sebentar lagi ketiga anaknya akan merengek minta makan. Perlahan Lisa melepaskan tangan Saga yang melingkar dipinggangnya, lalu turun dari ranjang dan memakai pakaiannya yang berserakan di lantai.

Yah, mereka semalam memang melakukannya, tapi dengan Saga memakai pengaman. Lisa dongkol bukan main, namun tetap melayani suaminya. Dia ingin sekali memiliki anak lagi, terutama anak perempuan. Tapi Saga masih saja tidak mengizinkan, alasannya trauma dengan kehamilan Lisa sebelumnya. Sungguh, alasan yang tidak masuk akal, pikir Lisa. Secara, yang merasakan sakit dan menderita saat hamil adalah Lisa sendiri, bukan suaminya.

Selesai memakai bajunya, Lisa menuju kamar mandi, menyelesaikan urusan kecil, mencuci muka dan menggosok gigi. Rambut panjangnya diikat asal lalu menuju dapur.

"Bunaa," Lisa kaget melihat Kean terduduk didekat pagar pembatas yang selalu terpasang ditiap pintu ruangan manapun, terutama dapur.

"Hei, sayang bunda udah bangun?" Tukas Lisa dan membuka pagar putih yang hanya sebatas pinggangnya. Kean langsung berpindah dalam gendongnya Lisa. Dia mengecek kedua anaknya yang lain. Masih terlelap meski selimut sudah berantakan. Lisa menurunkan Kean sebentar dan kembali membungkus kedua putranya yang masih nyenyak. Mengecup pipi gembul keduanya dengan gemas dan kembali menggendong Kean menuju dapur.

"Kean kok, udah bangun? Tumben kakak bangun cepat?" Tanya Lisa sambil mencium wajah dan leher Kean yang khas bau bayi.

"Lapal. Ean lapal." Celoteh anak tertua Lisa.

"Kamu kok, ngegemesin sih?" Lisa kembali menghujani wajah Kean dengan ciuman, lalu mengakhiri dengan sebuah ciuman panjang dibibir mungil Kean. "Tunggu sini ya, bunda ambil biskuit. Bunda belum masak sayang," ujar Lisa dan mendudukkan Kean dikursi makannya, lalu membuka lemari. Mengeluarkan sebungkus biskuit bayi favorit Kean. Begitu melihat apa yang dibawa Lisa, Kean menjerit senang. Kedua tangannya terangkat ke udara mencoba meraih apa yang dipegang Lisa.

"Kean mau ini sayang?" Lisa menunjukkan sepotong biskuit yang sudah dia keluarkan dari dalam bungkusnya.

"Mawuuuuu," seru Kean panjang dengan mata berbinar.

"Cium bunda dulu," Lisa berlutut di depan kursi Kean agar tinggi mereka sejajar. Kean mencium bibir Lisa cepat dan mencoba meraih biskuit, namun bundanya malah menjauhkan tangannya. "Cium bunda lagi," patuh, Kean kembali mencium Lisa. Begitu terus beberapa kali, hingga ketika Kean bersiap menangis karena kesal, Lisa segera memberikan biskuit Kean.

"Kean kesal ya nak, bunda kerjain? Maaf sayang," Lisa terkikik geli dan mencium pipi chubby Kean. Wanita itu memilih menyiapkan sarapan sambil sesekali mengajak bicara Kean. Pagi ini Lisa membuat sarapan scramble egg, sup ayam dan tempe goreng, kesukaan anak-anaknya.

Lisa berpaling pada Kean yang asyik mengamati bundanya memasak. Begitu pandangan mereka bertemu, senyuman langsung terbit di bibir Kean. "Kean udah lapar? Bentar lagi matang sayang. Sabar ya," Lisa menghampir Kean dan mengelus sayang kepala anaknya.

Tidak lama, Saga muncul sambil menggendong Dev dan Rion. Masing-masing ditangan kanan dan kirinya. Lisa membantu membuka pagar membatas, lalu mengambil Dev dari Saga, membantu menempatkan anak tengahnya itu dikursi miliknya sendiri.

"Mereka baru bangun?" Tanya Lisa sambil memberikan segelas air pada Saga, setelah memberikan biskuit pada Rion dan Dev seperti Kean sebelumnya.

"Iya," jawab Saga setelah meneguk air hingga tandas. "Aku sengaja mampir ke kamar mereka, ternyata udah pada bangun. Tumben nggak nangis," lanjut Saga dan hendak mencium Lisa, namun wanita itu menghindar.

"Jangan! Ada anak-anak," Lisa mengingatkan.

Saga mengernyit tidak suka. Dia memeluk Lisa erat dan masih berusaha mencium Lisa.

"Ayah!" Seru Lisa namun tertawa dan masih mencoba menghindar.

"Anak-anak, lihat ayah ya. Ayah mau cium bunda." Saga mendapatkan bibir Lisa dan mencium pendek-pendek hingga beberapa kali. Rion dan Kean boleh jadi tertawa senang, menurut mereka itu sesuatu yang lucu. Berbalik dengan Dev, yang menangis keras. Tidak suka jika bundanya dicium oleh ayahnya. Laki-laki kecil itu begitu posesif dengan bundanya.

"Buntaaa," teriak Dev tidak terima. Saga tertawa namun tidak menghentikan ciumannya. Seperti sengaja menggoda Dev. Lisa sudah mendorongnya, namun suaminya tetap saja memeluknya erat.

"Ayah, udah dong, kasihan Dev nangisnya kayak dianiaya gitu," ucap Lisa merenggut dan mendorong Saga hingga pelukan mereka terelai. Lisa mengambil Dev dari kursinya dan menggendongnya sambil mengusap punggungnya, mencoba menenangkan.

"Udah ya sayang, jangan nangis lagi. Ayah nakal ya?" Lisa melirik ke samping dan mengecup pelipis Dev yang tengah membaringkan kepalanya dipundak Lisa. Dari ketiga anaknya, Dev yang paling manja padanya, tidak bisa jauh dari Lisa dan paling gampang menangis. Namun, diantara ketiga anaknya, Dev adalah anak yang memiliki empati paling tinggi.

"Nanti bunda hukum ayah karena udah buat Dev nangis. Dev duduk lagi ya dikursi, bunda masak dulu," Dev mengangkat kepalanya, lalu mencium bibir Lisa. Wanita itu tersenyum dan mencium pipi anaknya sebelum meletakkan kembali Dev ke kursinya. Dia melanjutkan masaknya yang sempat tertunda. Namun Saga sempat membantunya saat menenangkan Dev.

"Anak kamu cemburuan banget," ujar Saga dan membalik tempe di atas teflon.

"Iyalah, kayak ayahnya," sengit Lisa dan mengaduk sup yang sebentar lagi matang.

"Masak aku cemburuan?" Tanya Saga tidak percaya.

"Iya kamu itu cemburuan. Apalagi kalo sama Benjamin. Kamu ngaku nggak?" Lisa menyipitkan matanya saat memandang Saga.

"Hah? Perasaan kamu aja sayang," Saga mengambil satu tempe dan sekali lahap hilang dalam mulutnya.

"Oh, nggak mau ngaku nih? Kalo gitu nanti siang aku boleh kan, ketemu Ben?" Tantang Lisa sambil melipat tangannya. Air muka Saga berubah seketika.

"Untuk apa?" Tuntut Saga dan berkacak pinggang. "Nggak usah ketemu berdua. Kecuali aku ikut."

"Tuh, tuh. Ekspresi kamu keliatan banget cemburu. Ngakunya nggak cemburu, baru digertak gitu aja langsung marah." Lisa menjulurkan lidah pada Saga yang merasa kalah.

"Pokoknya, bunda nggak boleh ketemu Ben sendirian."

"Hahaha kamu lucu tahu nggak kalo lagi cemburu. Gemesin aja kayak anak-anak," Lisa mencubit gemas pipi chubby Saga yang terlanjut tidak mood hanya nama Ben disebut Lisa. "Bantu aku siapin makan anak-anak ya, sayangku, cintaku, suamiku yang paling baik hati. Jangan cemberut lagi." Lisa mencium cepat pipi Saga. Otomatis, tangisan Dev kembali terdengar.
***
Lalisa POV

Aku menatap Saga yang sibuk membaca salah satu literatur kesehatan dengan serius. Kami memutuskan untuk santai sebentar di teras belakang setelah membaca cerita untuk anak-anak hingga mereka terlelap. Ini kegiatan favorit kami akhir-akhir ini. Duduk disini, ditemani gemericik air mancur ditengah kolam berisi ikan peliharaan Saga sambil mengobrol santai. Namun kali ini, kami memilih untuk membaca.

Saga akhirnya menangkap basah aku yang terus menatapnya dari tadi.

"Ada apa?" Tanya Saga dan menurunkan bukunya. Aku menggeleng, ragu mengutarakan maksudku dari dua minggu lalu. "Ngomong aja sayang," ucap Saga dan menggengam sebelah tanganku. Oke, aku harus memberitahukannya.

"Ga, aku merasa seperti kehilangan sebagin diriku yang dulu," ucapku dan menatapnya sendu.

"Maksudnya?" Tanya Saga bingung.

"Yah, kamu tahu, aku sudah bekerja dari semasa aku kuliah, lalu berhenti total membuat aku merasa ada yang kurang." Aku memilin jariku gugup.

"Kamu mau kerja lagi?" Tanya Saga terdengar hati-hati. Aku bisa melihat dia tidak rela jika aku kembali beraktivitas diluar rumah.

"Aku senang dan bahagia dengan peranku yang sekarang, Ga. Mengurus kamu dan anak-anak. Nggak ada yang bisa menggantikan. Tapi aku butuh pelampiasan ide-ide dan semangat produktif aku sekarang. Aku butuh aktifitas lain yang bisa menyalurkan hasrat ini. Aku mau kerja lagi. Tapi, kerja yang nggak menjauhkan aku dari anak-anak dalam waktu lama. Aku udah pikirin ini matang-matang. Aku mau buka usaha restoran." Lisa menatap Saga penuh harap, bahwa suaminya akan setuju dengan idenya.

"Apa uang dari aku kurang?" Tanya Saga pelan. Lisa tersenyum dan menggeleng.

"Uang dari kamu lebih cari cukup, bahkan banyak yang aku tabung. Tapi usaha ini bukan sekedar uang, sayang. Seperti aku bilang sebelumnya, kerja udah jadi passion aku. Dan, aku memtuskan membuka restoran karena udah menjadi cita-cita aku dari dulu. Dengan begitu aku tetap bisa ngurus kamu dan anak-anak. Aku juga nggak sepenuhnya mengerjakan sendirian. Aku hanya mengontrol sesekali. Karena Rere bakalan jadi managernya."

Aku bisa melihat Saga berpikir. Bisa dilihat dari alisnya yang bertaut.

"Ayah," panggilku dan mengecup punggung tangannya yang sedari tadi menggengam tanganku. "Bunda akan tetap fokus sama anak-anak. Mereka tetap prioritas bunda. Ayah percaya kan sama bunda?"

"Kamu nggak bakalan sibuk seperti dulu? Anak-anak tetap ada yang urus dan mendidik? Kamu tetap punya waktu banyak dirumah kan?" Tanya Saga bertubi-tubi.

"Aku janji, anak-anak tetap prioritas aku, dan, waktu aku bakalan tetap banyak seperti sekarang. Aku hanya butuh kesibukan baru. Aku berani ngomong karena aku merasa anak-anak sudah mulai besar dan aku bisa punya kesibukan baru. Jadi please, ijinin aku buka usaha ini, sayang."

Aku menatap Saga yang masih bimbang dengan memohon, memeluk sebelah tangannya dan mengecup pelipisnya karena jarak duduk kami yang dekat.

"Kalo kamu bisa pegang janji kamu, aku ijinin," ucap Saga dan tersenyum. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa senangku. Aku memekik senang dan menghujani wajanhnya dengan ciuman bertubi-tubi.

"Terima kasih sayang!"

TBC
***
Hellooo epribadeee.. apa kabar klean2?? Rasanya udah lama ya nggak nulis. Bingung mau mulai dari mana. Mumpung ada ide langsung aja aku ketik.

Gimana?? Lanjuttt??


Continue Reading

You'll Also Like

4.7M 219K 55
Lily Spencer dan Teddy Alexander akan menikah dalam satu bulan kedepan, namun ia harus membatalkan pernikahannya tersebut. Pernikahan impiannya harus...
9.1K 1K 34
ada apa dengan semua ini... ? Akhh aku sudah lelah dengan semua ini. Bercak darah dimana mana,makhluk aneh bertebaran disekitar ku.. bukan, "kami" 💝...
81.4K 5.5K 58
di SMA 2 ternyata memiliki 1 kelas yg isinya anak anak gabut, Gesrek, pecicilan, tingkah lakunya absurd, dan juga santuyy, biasanya anak anak jelas l...
1.8K 207 55
Sekali lagi Revan melihat rumah kosong itu. Di mana pemiliknya sekarang. Rumahnya kotor dan tak ada yang membersihkannya. Banyak rumput liar tumbuh d...