Régalien Wedding [ ON HOLD ]

By BlackLunalite

187K 28.5K 3.9K

Kim Seokjin adalah Pangeran dari kerajaan Lazurite. Namun dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Walaup... More

Part 1: The Prince Proposal
Lazurite Kingdom
Part 3: Duel
Part 4: Engaged
Part 5: Engagement Party
Part 6: Fiancé
Part 7: Days Before The Wedding
Part 8: Wedding Day
Part 9: Husbands
Part 10: The Reason
Part 11: Boldness
Part 12: Protectiveness
Part 13: The Square
Part 14: Stalker
Part 15: The Plan
Part 16: Blu Island
Part 17: The Letter
Part 18: Back Home
Part 19: Touchy

Part 2: Accepted

9.7K 1.6K 142
By BlackLunalite

Seokjin berlari menyusuri koridor untuk pergi menuju ruangan ayahnya. Sisi ruang belajar Seokjin terletak di bagian dalam bangunan utama istana sementara sisi ruangan ayahnya berada di sisi bangunan luar istana, tepatnya di bangunan tengah dari keseluruhan istana.

Seokjin harus berlari cukup jauh untuk mencapai ruangan ayahnya atau mungkin dia akan terlambat menghampiri Namjoon.

Jika Jenderal itu sudah kembali ke sisi istana tempat latihan militer, maka Seokjin akan semakin sulit menemui Namjoon. Seokjin tidak pernah pergi ke sana dan dia tidak ingin menarik perhatian, tentunya kehadiran pangeran yang sangat jarang mengurus militer di barak prajurit adalah sesuatu yang tidak biasa, bukan? 

Seokjin sedikit merutuki keputusan ayahnya yang 'menyembunyikan' semua tempat tinggal pangeran dalam bangunan utama istana yang memiliki lorong berkelit dan rumit. Napas Seokjin mulai terengah karena berlari, beberapa penjaga istana menatapnya dengan bingung, beberapa terlihat terkejut karena Seokjin mendadak melakukan sprint dalam koridor istana, dan Seokjin tidak melihat reaksi dari yang lainnya karena dia sibuk berlari.

Akan tetapi, Seokjin jelas tahu bahwa para pelayannya tidak akan suka ini. Seokjin berlari dalam pakaian kasualnya yang biasa dan tentunya kemejanya sudah sangat kusut, para pelayan itu pastinya akan memohon pada Seokjin agar dia mandi dan mengganti pakaiannya karena berkeringat akibat dari berlarian di dalam istana yang tenang jelas bukan tindakan seorang pangeran.

Seokjin jelas melanggar beberapa protokol utama istana karena berlari di koridor istana itu sangat dilarang, kecuali jika terjadi perang.

Seokjin menghentikan larinya, sepatu kulitnya menimbulkan bunyi berdecit yang keras dan Seokjin yakin dia sudah merusak lapisan bawah sepatu itu, dan dia jelas akan membuat kepala pelayan yang mengurusnya menangis karena Seokjin merusak salah satu sepatunya. Seokjin mencoba mengatur napasnya dan di kejauhan dia melihat Jenderal Namjoon, berjalan tenang menyusuri koridor dengan pandangan terarah ke depan.

Seokjin menarik napas, mengabaikan semua protokol kesopanan yang harus dia ikuti sebagai pangeran (oh, lagipula dia sudah melanggar cukup banyak protokol kesopanan saat ini), Seokjin berlari mengejar Namjoon dan menangkap pergelangan tangan Jenderal itu. "Tunggu!"

Namjoon berhenti melangkah, dia berbalik dan dahinya berkerut samar saat melihat penampilan Seokjin. Napasnya terengah, keringat menetes dari pelipis Seokjin dan rambutnya berantakan karena berlari.

"Yang Mulia?" Namjoon memanggil pelan. Dia tidak boleh mencela penampilan anggota keluarga kerajaan seaneh apapun kelihatannya sehingga Namjoon tidak mengatakan apapun terkait penampilan Seokjin yang berantakan dan juga napasnya yang berkejaran seolah dia baru saja mengikuti marathon.

Setelah napasnya kembali normal, Seokjin merasa jauh lebih baik. Dia membuka matanya dan mengerjap, hal pertama yang tertangkap pandangannya adalah tangannya yang memegangi pergelangan tangan Jenderal Namjoon. Kulit Jenderal Namjoon sedikit tan akibat terbakar matahari dan itu terlihat dari punggung tangannya yang tidak tertutupi pakaian, tangannya juga sedikit keras, berbeda dengan Seokjin.

Anggota keluarga kerajaan dilarang untuk menyentuh sembarang orang kecuali untuk urusan diplomatis. Seokjin mengingat aturan itu dan dia segera melompat mundur menjauhi Namjoon, tanpa sadar memasang gerakan defensif dengan melindungi tangannya yang baru saja menyentuh Namjoon di depan dada.

Mata Seokjin membelalak terkejut, pikirannya terasa kosong dan Seokjin mendadak lupa tujuan utamanya melakukan marathon dari ruang belajarnya ke sini.

Namjoon menunggu Seokjin untuk bicara namun pangeran itu tidak juga mengatakan apapun. Dia justru berdiri diam di koridor dengan kedua tangan saling meremas. Namjoon tahu soal peraturan terkait keluarga kerajaan yang tidak boleh menyentuh orang lain sembarangan, Namjoon bisa mengerti mungkin itu mempengaruhi Seokjin karena jelas dia baru saja melanggar aturan itu.

"Yang Mulia?" Namjoon memanggil lagi, "Apa anda baik-baik saja?"

Seokjin mengerjap, kemudian dia menggeleng pelan. "Ah, ya. Aku baik." Seokjin menatap Namjoon, "Ada yang ingin kubicarakan denganmu, Jenderal."

"Tentu, Yang Mulia."

Seokjin menarik napas, "Apa Ayah sudah bicara padamu?"

"Ya, Yang Mulia."

Seokjin mulai merasa gemetar. Dia menggigit bibir bawahnya, "Apa Ayahku sudah membahas mengenai... pernikahan?"

Terdapat jeda hening yang panjang di sana sampai akhirnya Namjoon membuka mulutnya. "Ya, Yang Mulia."

Seokjin menarik napas lega, "Lalu?"

"Maafkan saya, Yang Mulia. Saya kurang memahami maksud anda."

Seokjin mendesis pelan, "Lalu? Bagaimana pendapatmu?"

Namjoon membungkuk dalam, "Maafkan saya, Yang Mulia. Saya khawatir saya bukanlah seseorang yang tepat untuk anda."

Seokjin melebarkan matanya, tepat seperti dugaan Jungkook. Namjoon menolak lamarannya! Seokjin bingung, dia merasa yakin Namjoon akan menerima lamarannya karena dia adalah pangeran, Seokjin tidak berpikir panjang karena dia takut dia akan mati sebelum bisa melakukan sesuatu sehingga dia mencari solusi tercepat untuk menyelamatkan hidupnya.

"Tunggu, kau tidak bisa menolakku secepat itu." Seokjin menarik napas, "Luruskan tubuhmu, Jenderal." ujar Seokjin karena dia tidak mau berbicara dengan posisi Namjoon sedang membungkuk dalam di hadapannya.

Namjoon menegakkan tubuhnya dan menatap Seokjin. Seokjin merutuk pelan karena ternyata Namjoon sedikit lebih tinggi darinya dan Seokjin harus sedikit mengangkat kepalanya untuk menatap Namjoon. Namun mengingat fakta Namjoon adalah seseorang yang bekerja di militer, jelas tubuhnya pasti lebih tegap daripada Seokjin.

Seokjin menarik napas, "Kau tidak boleh menolakku."

"Maafkan saya jika saya mengatakan ini, Yang Mulia. Tapi kenapa tidak?"

"Karena aku membutuhkan seseorang." Seokjin menggigiti bibir bawahnya, "Maksudku, kakakku sudah menikah, dia bahkan sudah memiliki satu orang putra. Bukankah menurutmu ini juga saatnya bagiku untuk menikah?"

Namjoon tahu persis usia Seokjin adalah dua puluh lima tahun di tahun ini sementara Pangeran Sejong berusia dua puluh sembilan tahun dan Pangeran Jungkook berusia dua puluh dua tahun.

Berdasarkan peraturan kerajaan, usia ketiga pangeran memang sudah cukup untuk menikah dan Pangeran Sejong menikah dua tahun lalu. Istrinya baru saja melahirkan bayi laki-laki pertama mereka enam bulan lalu.

Jika membahas masalah usia, maka jelas saja usia Seokjin sudah cocok untuk menikah. Akan tetapi Namjoon rasa Seokjin tidak memiliki masalah untuk mencari calon pasangan hingga harus melamarnya, seorang Jenderal.

Dahi Namjoon berkerut samar, "Tentu, Yang Mulia. Dan saya yakin ada banyak sekali keluarga bangsawan di luar sana yang menantikan anda meminang salah satu anggota keluarga mereka."

Seokjin berdecak, "Tapi mereka tidak bisa melindungiku." gumamnya samar.

"Maaf?"

Seokjin tersentak dan kembali menatap Namjoon. Matanya bergerak-gerak tidak fokus untuk mencari alasan. "Aku butuh seseorang yang hebat dalam pertarungan karena aku tidak ahli untuk itu."

"Kita tidak hidup di abad 18, Yang Mulia. Kita tidak membutuhkan itu." sahut Namjoon, mengutip ucapan Hoseok.

Seokjin terlihat semakin bingung, dia menatap Namjoon cukup lama dan sepertinya sedang memikirkan kalimat yang cocok untuk membalas ucapan Namjoon.

"Saya adalah seorang Jenderal, Yang Mulia. Saya rasa saya bukan orang yang tepat." ujar Namjoon.

Dahi Seokjin berkerut sebentar kemudian matanya berbinar, dia menatap Namjoon dengan senyum di bibirnya.

"Kau adalah Jenderal, bukan?" ujar Seokjin.

Namjoon mengangguk, "Ya, Yang Mulia."

"Tentunya kau tahu apa sumpah yang diucapkan tiap prajurit, termasuk Jenderal sepertimu?"

Namjoon tidak mengerti maksud Seokjin, tapi dia tidak boleh mengabaikan pertanyaan apapun dari anggota keluarga kerajaan. "Tentu, Yang Mulia. Kami bersumpah untuk melindungi dan menjaga kerajaan ini walaupun itu berarti harus mengorbankan keseluruhan diri kami sendiri."

Senyuman Seokjin semakin lebar, "Dan aku adalah anggota keluarga kerajaan. Jadi kau bertanggung jawab untuk menjagaku." ujarnya bangga.

"Saya memang menjaga anda, Yang Mulia. Saya menjaga seluruh kerajaan ini agar tetap aman dan nyaman."

Seokjin berdecak kesal, dia tidak pernah berbicara dengan Jenderal Namjoon sebelumnya dan dia baru mengetahui fakta bahwa Jenderal Namjoon ternyata seseorang yang rumit. "Bukan itu maksudku."

"Saya paham betul maksud Yang Mulia, namun yang saya katakan adalah kebenaran. Saya memenuhi sumpah saya, saya menjaga kerajaan ini."

Seokjin kehabisan kata-kata, "Tapi kau harus melindungiku! Kau harus menjagaku, aku pangeran kerajaan ini."

"Tentu, Yang Mulia. Tapi saya rasa itu bisa dilakukan dengan cara yang sudah saya lakukan sejak saya menjabat sebagai Jenderal."

"Kau masih akan tetap menjadi Jenderal walaupun kau menikah denganku." Seokjin menghela napas frustasi, "Haruskah aku menggunakan otoritasku sebagai pangeran dan memaksamu mengatakan 'Ya' untuk pernikahan ini?!"

Dahi Namjoon berkerut, "Yang Mulia, itu..."

Seokjin mengibaskan tangannya "Diam, aku sudah tahu. Itu melanggar peraturan dalam bidang hak asasi, anggota keluarga kerajaan tidak boleh memaksakan pendapat mereka pada satu individu." Seokjin mendesah pelan, "Aku tahu."

"Maafkan saya, Yang Mulia."

Seokjin menghela napas pelan, "Jenderal, kau sudah bersumpah untuk melindungi kerajaan ini. You gave your oaths to the Gods that you'll protect me.."

'And the entire kingdom..' sahut Namjoon dalam hatinya karena dia tidak ingin menyinggung Seokjin.

"Menikah denganku adalah salah satu bagian dari menjalankan sumpahmu." Seokjin mengangkat kepalanya untuk menatap Namjoon. "Kau sadar bahwa aku benar, bukan?"

Namjoon menunduk menatap Seokjin. Seokjin benar, dia telah bersumpah untuk melindungi seluruh kerajaan. Seokjin adalah bagian dari kerajaan dan Namjoon juga telah bersumpah untuk menjaganya.

Akan tetapi perlindungan itu bisa diberikan dengan cara Namjoon bekerja sebagai Jenderal seperti biasanya. Namjoon tidak perlu menikah dengan Pangeran Seokjin.

Namjoon meneliti mata Seokjin dan dia bisa melihat semburat kegelisahan, rasa frustasi dan juga putus asa ada di sana. Namjoon yakin Seokjin memikirkan sesuatu.

Walaupun Namjoon adalah Jenderal, ini adalah pertama kalinya dia terlibat percakapan panjang dengan Pangeran Seokjin. Sebelumnya pertemuan mereka hanya terbatas pada acara-acara yang melibatkan istana, dan itupun Namjoon biasanya hanya melihat Seokjin bersama kedua pangeran lainnya dari kursinya.

Berbeda dengan Pangeran Jungkook yang mengurus teknologi, Pangeran Seokjin lebih sering terlibat dalam urusan ekonomi. Jabatan Namjoon jelas membuatnya tidak terlalu bersahabat dengan urusan ekonomi.

Namjoon tidak pernah berbicara secara langsung pada Pangeran Seokjin. Dia tentunya mengenal Pangeran Seokjin karena statusnya sebagai pangeran, tapi mereka tidak dekat sama sekali hingga apapun itu yang mendorong Pangeran Seokjin untuk mengusulkan pernikahan ini, pastinya sudah sangat membuatnya frustasi dan putus asa.

"Jenderal, kau sudah bersumpah.." bisik Seokjin lagi.

Namjoon tidak tahu apa yang terjadi pada Pangeran Seokjin. Akan tetapi dia tahu ada sesuatu yang salah dan mungkin dia akan tahu alasannya dengan menyetujui pernikahan ini. Jika itu menyangkut kondisi kehidupan seorang pangeran, maka apapun itu pastinya akan menyangkut ke kondisi kerajaan. Namjoon akan melindungi kerajaan ini, apapun yang terjadi, bahkan jika itu berarti dia harus mengorbankan dirinya sendiri.

"Baiklah, Yang Mulia."

Seokjin memiringkan kepalanya, "Huh?"

"Saya akan menerima pernikahan ini."

Seokjin tersenyum, wajahnya terlihat lega luar biasa. "Kau menyelamatkan nyawaku, Jenderal. Terima kasih!" ujarnya kemudian dia berbalik dan berjalan pergi dengan ceria.

Meninggalkan Namjoon yang berdiri diam di tengah koridor dengan ekspresi tak terbaca. "Menyelamatkan nyawa?" Namjoon menatap punggung Seokjin yang semakin menjauh. "Apa maksudnya?"

.
.
.

Setelah kembali menemui Raja dan Pangeran Sejong untuk menyampaikan persetujuannya atas lamaran Pangeran Seokjin, Namjoon kembali ke lapangan tempat latihan dilakukan namun lapangan itu kosong. Namjoon berdiri di sana sebentar kemudian melirik arlojinya, latihan baru saja selesai lima menit lalu dan pastinya seluruh prajurit memadati barak untuk beristirahat.

Namjoon menghela napas pelan, dia masih mengingat reaksi Raja dan Pangeran Sejong saat Namjoon kembali ke ruangan singgasana Raja dan mengatakan bahwa dia berubah pikiran dan akan menikah dengan Pangeran Seokjin.

Pangeran Sejong terlihat curiga, sebagai kakak Seokjin dan juga pangeran yang telah sering bekerja dengan Namjoon, Pangeran Sejong pastinya meragukan pernikahan ini. Namjoon mengenal Pangeran Sejong, dia adalah yang tertua dan dia jelas menyayangi kedua adiknya.

Namjoon tahu hubungan saudara di antara ketiga pangeran sangat baik. Mereka tahu Sejong adalah kandidat terkuat untuk menjadi Raja dan mereka mendukung itu. Sementara itu di sisi lain Pangeran Sejong selalu meyakinkan Raja bahwa kedua adiknya juga berada dalam posisi sebagai calon potensial untuk diangkat menjadi Raja.

Namjoon yakin cepat atau lambat Pangeran Sejong akan memanggilnya untuk mendiskusikan pernikahannya dan Pangeran Seokjin. Menikah dengan seorang pangeran jelas merupakan hal yang sulit, Namjoon akan mendapatkan jabatan setara dengan pangeran walaupun dia tetap seorang Jenderal.

Jika pernikahan ini tetap dijalankan, Namjoon harus mulai belajar terkait protokol keluarga kerajaan. Namjoon menghela napas seraya membawa langkah kakinya menuju barak, jika dia menikah dengan Pangeran Seokjin, seisi pasukan yang dia urus tentunya terkejut.

Namjoon memasuki barak dan walaupun ini disebut sebagai 'barak', bangunan serta interiornya lebih mirip gedung apartemen. Namjoon tahu tiap prajurit pastinya sudah berada di kamar masing-masing dan menunggu giliran mereka untuk beristirahat di cafeteria. Namjoon memutar langkahnya menuju cafeteria dan mendorong pintu kaca ganda yang membatasi cafeteria dan koridor.

Ketika dia membuka pintu, kegaduhan di dalam cafeteria segera berhenti. Semua prajurit di sana berdiri dan memberikan hormat militer mereka pada Namjoon, Namjoon membalas sapaan itu dengan anggukan pelan dan isyarat agar para prajurit itu kembali menikmati cemilan sore mereka.

Namjoon menatap seisi ruangan hingga akhirnya dia melihat Hoseok yang duduk di salah satu sudut bersama dua orang Captain. Namjoon melangkah ke sana dan menarik salah satu kursi.

"Oh, Namjoon! Kau sudah kembali." Hoseok menyapa seraya menepuk bahu Namjoon yang baru saja duduk di kursi.

Kedua Captain itu berdiri, "Kalau begitu kami permisi, waktu istirahat kami sudah hampir habis." Mereka menatap Hoseok dan Namjoon, "Kami permisi, Letnan." Mereka memberikan hormat pada Hoseok kemudian berpaling ke Namjoon. "Jenderal Namjoon."

Namjoon mengangguk lagi, tepat setelah dua Captain itu menjauh, Hoseok menatap Namjoon seraya menaikkan sebelah alisnya. "Jadi? Apa yang Yang Mulia bicarakan denganmu?"

Namjoon menoleh untuk menatap Hoseok kemudian tersenyum miring, "Well, apa aku tidak bisa mendapatkan segelas air terlebih dulu sebelum aku mulai bercerita?"

Kedua alis Hoseok terangkat, matanya berbinar penuh antisipasi. "Oh-ho~ sepertinya ini akan menarik." Hoseok mendorong kursinya dan berdiri, "Aku akan mengambilkanmu jus!" Letnan muda itu berlari kecil untuk mengambilkan minuman sementara Namjoon menarik napas pelan.

Hoseok kembali kurang dari dua menit dengan satu botol jus kemasan di tangannya. Dia menyerahkan jus itu pada Namjoon kemudian duduk di kursinya. Hoseok tersenyum lebar, "Jadi?"

Namjoon membuka botol jusnya, meneguk sedikit isinya kemudian meletakkannya kembali ke meja. Namjoon menarik napas dalam kemudian menatap Hoseok, "Aku akan menikah."

Hoseok diam.

Dua detik berlalu..

Hoseok masih diam.

Detik-detik selanjutnya berlalu dan disaat Namjoon mulai yakin temannya itu tidak bernapas ataupun berkedip, Hoseok memiringkan kepalanya dengan dahi berkerut dalam.

"Panas matahari pasti melelehkan otakku karena aku merasa aku mendengar kau mengatakan bahwa kau akan menikah." ujar Hoseok, masih dengan wajah tidak percaya dan bingung.

Namjoon mengangguk tanpa beban, "Well, itu benar."

Hoseok hampir membalikkan meja karena mendengar itu namun dia masih bisa mengendalikan dirinya. Hoseok menatap sekeliling dan melihat para prajurit di sana mulai keluar karena mereka harus bergantian dengan giliran selanjutnya. Hoseok mendekatkan tubuhnya, "Ini serius?" bisik Hoseok.

Namjoon mengangguk lagi, "Seseorang melamarku."

Mata Hoseok melebar dan Namjoon rasa reaksi Hoseok jauh lebih berlebihan dibandingkan saat mereka menyergap sekelompok mata-mata negara lain bersenjata lengkap, hanya berdua.

"Siapa yang melamarmu? Astaga, apakah matahari terbit di tenggara hari ini? Siapa orang yang cukup gila untuk melamar Jenderal gila perang sepertimu?!" bisik Hoseok keras.

Namjoon mengerutkan dahinya, "Wow, dude, that's rude." Namjoon berdecak pelan seraya menggeleng. "Pangeran Seokjin yang melamarku."

Hoseok segera menutup mulutnya agar dia tidak berseru terkejut. Hoseok melirik sekitar dan setelah memastikan tidak ada yang memperhatikan mereka, Hoseok kembali berbisik pada Namjoon. "Namjoon, kalau kau berbohong kau akan dihukum gantung."

Namjoon memutar bola matanya, "Dan kalau aku melaporkan kau menyebut salah satu anggota keluarga kerajaan dengan sebutan 'gila', lidahmu akan dipotong."

"A-aku tidak melakukan itu!"

"Oh, really? Lalu siapa barusan yang mengatakan 'Siapa orang yang cukup gila untuk melamar Jenderal gila perang sepertimu?', huh?" balas Namjoon malas-malasan.

Hoseok mengatupkan mulutnya, "Kalau kau berani mengatakan itu, berarti ini serius?"

Namjoon mengangguk, "Tentu, kau akan mendengar kabarnya ketika Raja dan Pangeran Sejong sudah memutuskan."

Hoseok mengernyit, "Kurasa kau akan dihajar oleh Pangeran Sejong. Pangeran Sejong mengenalmu dengan baik dan kurasa dia tidak akan memberikan Pangeran Seokjin padamu yang seperti titisan dewa perang."

Namjoon tertawa dingin, "Aku sedang menanti panggilan untuk melakukan duel." ujarnya pasrah kemudian menghela napas pelan. "But, I can't help it tho, I've already said yes."

Hoseok terdiam sebentar, "Tapi, Namjoon, kau ini Jenderal, kurasa kau bisa menolak lamaran ini jika kau memang tidak mau? Maksudku.. aku mengenalmu, kurasa pernikahan tidak pernah ada di dalam dirimu karena jika iya, kau pasti menikah sejak lama karena ada banyak sekali orang yang menawarkan calon pasangan padamu."

"Well, ya, memang tidak, aku tidak pernah merasa bahwa aku ingin menikah atau berhubungan dengan seseorang."

Hoseok melebarkan matanya, "Oh, astaga kau tidak akan setega itu dan melukai Pangeran Seokjin kita, bukan? Seisi negara akan mencambukmu." Hoseok berbisik pelan, "Kau tahu mereka semua mencintai Pangeran Seokjin."

Namjoon menghela napas lagi, "Aku tahu, dan aku tidak akan melukai Pangeran Seokjin, sebagai Jenderal aku terikat sumpah untuk selalu menjaga dan melindungi anggota keluarga kerajaan, ingat? Aku akan dikutuk Dewa jika aku melakukan satu kejahatan pada Pangeran Seokjin."

"Lantas kenapa.. kau.. setuju untuk menikah disaat kau tahu pernikahan tidak pernah terlintas dalam benakmu?"

"Well, itu karena.."

"Advisor Lee Jaehwan memasuki ruangan!"

Namjoon menoleh ke arah asal suara dan melihat penjaga istana yang berdiri di ambang pintu cafeteria bersama Penasihat Jaehwan. Namjoon berdiri perlahan sementara penasihat dari Pangeran Sejong itu berjalan mendekatinya.

Penasihat pangeran pertama itu tampil dengan pakaian resminya seperti biasa, jas hitam panjang dipadukan dengan kemeja putih bersih tanpa dasi, dan rambutnya yang berwarna coklat terang disisir rapi dengan poni menutupi dahi.

Jaehwan tersenyum setelah dia semakin dekat dengan Namjoon. "Selamat sore, Jenderal Namjoon." Jaehwan menoleh ke arah Hoseok. "Letnan Hoseok."

Hoseok mengangguk pelan, "Sepertinya aku harus kembali bekerja." Hoseok tersenyum, "Sampai nanti, Penasihat Lee."

Namjoon memperhatikan hingga Hoseok sudah berjalan cukup jauh sebelum membuka mulutnya untuk bicara pada Jaehwan. "Apa ada masalah, Penasihat Lee?"

Jaehwan tersenyum, "Yang Mulia Pangeran Sejong ingin menemuimu, Jenderal."

Namjoon merasa telapak tangannya mendingin. "Dimana Yang Mulia Pangeran Sejong ingin bertemu denganku?"

"Di ruang belajarnya, aku ke sini secara khusus untuk menjemputmu." Penasihat Lee menarik napas, "Ini masalah serius." Dia tersenyum tenang sementara Namjoon mengangguk pelan.

Namjoon berani bersumpah pastinya masalah yang akan dibahas oleh Pangeran Sejong bukan masalah militer kerajaan.

To Be Continued

.
.

Since I'm still on fire about this, I decided to do this 'ultra-fast' update ajdnakxkakdkskdksk

Ide awal AU ini adalah untuk sosmed AU di twitter. But I'm sucks at 'fake social media edits and app', and I messed up badly.

Jadi daripada hancur berantakan, aku ubah jadi ff biasa saja. Hahahahaha

Continue Reading

You'll Also Like

140K 13.8K 25
Xiao Zhan, seorang single parent yang baru saja kehilangan putra tercinta karena penyakit bawaan dari sang istri, bertemu dengan anak kecil yang dise...
86.2K 8.1K 32
Supaporn Faye Malisorn adalah CEO dan pendiri dari Malisorn Corporation yang memiliki Istri bernama Yoko Apasra Lertprasert seorang Aktris ternama di...
48.6K 6.6K 30
tidak ada kehidupan sejak balita berusia 3,5 tahun tersebut terkurung dalam sebuah bangunan terbengkalai di belakang mension mewah yang jauh dari pus...
89K 9K 37
FIKSI