THE HALF BLOOD VAMPIRE (THBV)

By kkangseul_bear

28.3K 3.2K 527

People say history repeats itself. And that's true, You come to my life again, to take something that you hav... More

.
..
...
Ep. 1
Ep. 2
Ep. 3
Ep. 4
Ep. 5
Ep. 6
Ep. 7
Ep. 8
Ep. 9
Ep. 10
Ep. 11
Ep. 12
Ep. 13
Ep. 14
Ep. 15
Ep. 16
Ep. 17
Ep. 18
Ep. 19
Ep. 20
Ep. 21
Ep. 22
Ep. 23
Ep. 24
Ep. 25

Side Story一(T)

605 66 42
By kkangseul_bear




"Hey anak manis, kau disana rupanya."

Gadis berpakaian serba hitam dengan tanda salip yang menggantung di lehernya itu tersenyum kecil, tungkainya mengalun bak model catwalk, menimbulkan suara nyaring dari higheels dan lantai kayu yang dipijaknya. Poni ratanya sedikit bergerak, ditemani netranya yang menatap sang lawan tajam.

Oh lihatlah wajahnya, pipi gembil dan mata sipitnya sangat menggemaskan, membuatnya tak sabar merasakan aliran darah yang mengalir didalamnya.

"Apa robotmu itu sangat penting sampai kau tak mendengar suara berisik dari bawah?"

Anak itu berdiri, tanpa sadar kaki kecilnya melangkah mundur. Ia tak menyukai tatapan gadis dihadapannya, sangat menyeramkan.

"Kenapa kau terus mundur? Aku tak akan menyakitimu. Hanya sedikit... bermain-main?"

Sungguh, ia sangat senang melihat wajah mangsanya yang ketakutan. Menimbulkan euphoria yang tak dapat dijelaskannya, ia sangat menikmatinya, setiap perubahan ekspresi yang dapat dijangkau indra penglihatannya sangatlah membahagiakan.

Gadis itu berlutut, menumpukan tubuhnya dengan sebelah lututnya. Perlahan jari lentiknya mengelus garis rahang sang anak, berhenti pada dagunya, dan turun pada lehernya...

... lalu menancapkan kukunya disana.

Astaga ia bersumpah, inilah kebahagiaan sesungguhnya. Ia suka, bahkan setiap detiknya. Membunuh memang menyenangkan, tapi membunuh musuh yang masih berada dalam satu kasta lebih menggairahkan. Laura, kuharap kau menyaksikannya.

"Aku tak tahu kenapa tak pernah dibiarkan memburu spesiesmu, padahal aku bisa menunjukkan bagaimana cara membunuh dengan baik."

Anak itu masih diam dengan tubuh yang gemetar, tenggorokannya sakit. Robot yang di genggamnya di cengkramnya kuat, melampiaskan rasa perih dari darah yang perlahan mulai menyelinap keluar dibalik kuku lancip sang gadis.

"Demi Tuhan, kau sungguh menggiurkan. Bau darahmu bahkan tak tercium sedikitpun, bolehkah aku mencicipinya? Hanya sedikit, hingga kau tak memiliki setetes cairanpun."

Mata gadis itu berubah merah, dan taring muncul dari balik bibir mungilnya. Oh lihatlah binar yang muncul disana, siapapun akan tahu seberapa bahagianya ia.

"Bagaimana jika memutuskan kepalamu dulu, lalu meminum darah yang menyembur darisana? Kalau begitu pilihlah manis, kanan, kiri, atas, atau bawah?"

Gadis itu tertawa, lihat saja pemandangan indah didepannya. Anak itu menangis, tanpa suara dan itu menakjubkan.

"Kalau begitu aku yang putuskan."

Akhhh

Tubuhnya terpental beberapa meter, membuat surai hitam legamnya menutupi wajah pucatnya, "Brengsek."

Gadis itu berdiri, menghampiri pria yang tadi menyerangnya, lalu mencekiknya, dan mendorong tubuhnya hingga terbentur dinding.

"Jangan ganggu urusanku penghianat."

Pria itu mencengkram lengan sang gadis, berusaha melepaskannya. Namun apa daya, tenaganya telah berkurang karna tak lagi melakukan penyempurnaan.

"Jangan... sakiti... anakku."

Pria itu terlempar sangat keras, entah benda apa saja yang membenturnya hingga mengaduh kesakitan. Namun gadis itu tak peduli, pandangannya bahkan tak melunak sedikitpun, amarah telah menguasai dirinya.

Bagai dejavu, kejadian beberapa tahun silam melintas begitu saja, membuat memori yang sedang berusaha bangkit itu langsung menyeruak ke udara seolah tak mempedulikan nasib pria yang akan segera menemui ajalnya. Ia tentu tak lupa, mengingat pertemuan perdana mereka kala pria itu mencoba bersembunyi. Ingatan itu masih terekam jelas, saat ia menyaksikan pria itu bersama wanita sialan yang membuncit. Amarahnya tak lagi tertahankan, melihat buah hati terkutuk mereka berhasil lahir ke dunia.

"Bukankah sudah kubilang aku akan menemukanmu? Dan lihat, aku berhasil menangkapmu."

Tangannya ia silangkan, berdiri dengan angkuhnya menatap sang anak. Ujung bibirnya ia tarik sedikit, mengejek monster ciptaan sahabatnya.

"Kau membiarkan ia lahir, dan hidup di hutan belantara ini." Entah pertanyaan atau pernyataan pria itu tak menanggapi, ia hanya berusaha bangkit dan berdiri dengan sempurna, namun gerakannya terhenti kala manik sang gadis menatapnya tajam.

"Apa kau mencari sebuah kebahagiaan? Disaat kau menolaknya dengan lantang?"

"Kau tak mengerti."

"Apa yang tak kumengerti? Alasan kau menolak kebahagiaanmu? Atau alasan kau mencari kebahagiaanmu yang lain?"

Pria itu menggigit bibirnya, ia frustasi, dan gadis di hadapannya tak pernah mencoba mengerti dirinya.

"Aku mencintainya, aku hanya tak bisa bersamanya."

"Begitukah? Lalu alasan lain kau tak bisa bersamanya untuk membuat percobaan? Membuat monster kecil itu terlahir, dan melihat aku mencabut nyawamu didepan mata kepalanya sendiri?"

Benarkan? Gadis itu sudah pernah memperingatinya dan pria itu tak mendengarkan, jadi tujuan ia membuat keturunan tak lain hanyalah untuk membuat sang anak memiliki memori kelam. Karna bagaimanapun pria itu pasti tahu, jika gadis itu sudah menetapkannya sebagai mangsa, ia tak akan pernah lepas, ia akan mati.

"Kau tahu? Hidup ini penuh drama, dan kau ditakdirkan untuk menjadi Vampire agar kasta kita terus berlanjut. Tapi apa yang kau lakukan? Kau memilih bersama wanita sok polos itu dan meninggalkan sahabatku. Apa yang kau harapkan dengan hidup bersembunyi seperti ini? Hidup penuh ketakutanlah yang menguasaimu. Selagi aku masih hidup, tidak akan kubiarkan mangsaku bahagia."

Gadis itu berjalan mendekat, menghampiri si pria yang tak berkutik. Perlahan namun pasti tangannya kembali mencengkram tengkuk sang Adam, wajahnya mendekat, membisikkan sesuatu yang tak pernah terbayangkan.

Pria itu tahu ia salah, kesalahan fatal yang tak termaafkan. Namun ia tak menyesal memilih sang pendamping, menciptakan monster kecil nan lucu, dan hidup bersembunyi dalam ketakutan.

Memiliki dua malaikat di sisinya cukup membuatnya merasa bahagia, meski harus merelakan malaikat lainnya mati dalam kepedihan. Ia mencintai Laura, itu fakta yang di acuhkan siapapun. Gadis itu mengajarkannya persahabatan, percintaan, dan hal manis lainnya. Namun waktu dan hati adalah hal nyata dari perpisahan itu sendiri, meski hatinya masih mendamba sang gadis, ia tak bisa mengelak jika lebih dari separuh hatinya telah berlabuh ke tempat lain. Membuat malaikat pertamanya tersingkir perlahan, meski tak pernah terlupakan karna selalu tertanam jauh disana.

"Aku mencintainya, apa itu masih kurang jelas?"

"Bahkan sampai maut menjemputku pun, itu tak akan pernah menjadi jelas."

"Kumohon, biarkan anakku tetap hidup."

"Dan membuatnya mengancam kastaku? Tidak akan pernah."

"Ia tidak bersalah."

"Siapa? Sahabatku? Bagus kalau kau menyadarinya."

"Itu sudah lama, kenapa kau masih mengingatnya?"

"Tentu saja aku masih mengingatnya bodoh!"

Habis sudah, kesabarannya sudah melampui batas. Entah bagaimana caranya, tubuh pria itu sudah terbaring di lantai dengan tangan gadis itu yang masih mencekiknya. Bukankah bajingan tengik itu bilang ia mencintai Laura? Lalu mengapa dengan idiotnya dia bertanya mengapa ia masih mengingatnya? Bodoh, Laura begitu bodoh mencintai si gila ini sampai akhir hayatnya.

"Aku benci mengingat setiap detik yang pernah ku lalui bersamamu, aku sungguh menyesal pernah menyumbang rasa padamu. Kini kisahmu telah usai, tak ada akhir bahagia. Kau akan dikenang, akan kubuat kisah hidupmu menjadi sejarah, bahwa Vampire penghianat, tak peduli dari kasta mana mereka berasal akan tetap dihukum sesuai kejahatan mereka. Dan kau beruntung Park, karna aku yang menemukanmu."

Kepala gadis itu semakin mendekat, bahkan bulu roma pria itu berdiri kala merasakan taring sang lawan yang menggelitik lehernya. Anaknya, entah bagaimana ia harus menyelamatkannya. Namun terlambat, karma itu telah tiba. Menariknya, menenggelamkannya dalam penyesalan. Meski ia tak menyesali keputusannya, namun melawan sang sahabat bukan lagi kehendaknya.

Karna mungkin, dengan ia mati, gadis itu akan sadar atas apa yang dilakukannya. Atau bahkan mungkin, ia akan mendapat karmanya sendiri.

"Apa aku bahkan, masih layak meminta keringanan? Karna bagaimanapun aku masih seorang Origin."

Gadis itu tertawa, tawa melengking yang terdengar menakutkan. Sial, ia hanya tak menduga mantan sahabatnya akan menjadi sebodoh itu. Jadi apa sekarang? Perlawanan melawan hidup dan mati? Atau mempertahankan yang harus dipertahankan? Astaga, pria itu tidak tiba-tiba takut mati kan?

"Jujur, aku malu mengakui bahwa aku pernah menyukaimu. Bahkan kini aku ragu, apa kau juga seorang Hybrid?"

Tangan gadis itu menjalar pada rambut si pria, menggenggamnya, bersiap untuk memisahkan kepalanya dari tumpuannya.

"Karna kastaku tidak selemah dirimu."

"Pembunuh."

Deg

Apa? Barusan ia bilang apa?

"Kaulah pembunuh sebenarnya."

Pria itu mengenggam lengan sang gadis, matanya menatap sayu sang lawan. Ia tak ingin melakukannya, namun ia tak ingin gadis itu hidup dalam jeruji kedengkian. Ia hanya ingin gadis itu sadar bahwa bukan ia, bukan hanya dirinya yang membunuh Laura.

"Kau tahu benar alasan mengapa Laura mati, kau tahu itu lebih dari siapapun. Namun mengapa kau menyalahkanku atas kematiannya? Aku memang salah. Aku tak bersamanya hingga akhir hayatnya, aku bahkan mengkhianatinya, dan mengingkari janjiku. Tapi kau tahu betul, siapa yang membunuhnya."

Krek

Ucapannya terhenti, gadis itu telah mematahkan kepalanya. Tidak sepenuhnya, hanya sebagian. Membuat setengah kulit lehernya masih menyatu.

Ia terlambat, harusnya ia membunuh pria itu sebelum menyelesaikan kalimatnya. Bukan ia, siapapun tolong katakan bukan dirinya yang membunuh Laura.

Sialan, si penghianat Park itu berhasil mengacaukannya.

Gadis itu bangkit, tatapannya kosong. Hanya sepersekian detik sebelum suara gaduh dihadapannya berhasil menariknya kembali ke alam sadar.

"Ups, maafkan aku. Harusnya kau menutup matamu." Perlahan taring dan warna lensa gadis itu kembali seperti semula seiring langkahnya mendekati anak lelaki itu. Melangkahi jasad pria yang baru saja ia renggut nyawanya.

Memang ini niatnya sejak awal, membuat anak itu menyaksikan kematian orang tuanya.

"Bukankah sudah kubilang jangan takut? Atau kau marah padaku karna kau belum mengucapkan selamat tinggal pada Ayahmu?"

Gadis itu menyamakan tingginya dengan sang anak, ekspresinya ia atur sesedih mungkin. Apa ada kamera disini? Bisa katakan apa aktingnya sudah cukup bagus? Karna ya, mungkin saja ada yang ingin menjadikannya seorang Artis.

"Kalau begitu maafkan aku, tapi aku jamin kau bisa mengucapkan selamat tinggal pada Ibumu."

Anak itu terus menangis dalam diam, ia takut. Sangat takut.

'Errrr sungguh pengecut'

"Puk puk puk, jangan menangis. Oh ya, bagaimana dengan pertanyaanku tadi? Kau pilih yang mana? Jika kau pilih kiri akan kubuat kau selalu menoleh kekiri, begitupula sebaliknya."

"Hey Nona."

Gadis itu menolehkan kepalanya begitu mendengar suara berat yang sudah pasti memanggilnya. Matanya membulat kala kedua tangannya menutup mulutnya, ia terkejut, mungkin.

"Astaga siapa yang kau bawa?"

Pria itu bersandar pada pintu sambil mengangkat potongan kepala wanita dengan darah yang berceceran dari lehernya.

Gadis itu kembali mengeluarkan ekspresi memelasnya, "Kurasa kau juga tidak bisa mengucapkan selamat tinggal pada Ibumu."

Perlahan tangannya mencengkram rambut anak lelaki itu, membuat ringisan kecil keluar dari bibir mungilnya, "Pilihlah selagi aku memberimu pilihan."

Anak itu memejamkan matanya, menggumamkan kata Ayah dan Ibu dalam hati berharap semua ini hanya mimpi.

Tak lama ia membuka matanya, menatap kepala Ibunya yang kini sudah berada disamping jasad Ayahnya.

Lelaki dipintu itu melemparnya.

"Jadi sebelah kanan? Baiklah"

Akhhh

"Victoria."

Pria yang tadi bersandar pada pintu itu berlari, menolong gadis yang diserang oleh Serigala yang entah muncul darimana.

Mereka berdua melawan serigala jantan itu dengan keji, dan tentu saja mereka yang menang. Karna kasta mereka adalah kasta terkuat. Atau lebih tepatnya, kasta gadis itu yang terkuat.

Sedangkan anak lelaki yang masih menangis itu memilih bersembunyi.

Pria dan gadis itu terus menyerang Serigala yang bahkan sudah diambang kematian dengan sadisnya. Mencekiknya, membuat tulang-tulang disana bergemeletuk.

'No Mercy' itu visi mereka.

Tangan gadis itu dengan lihainya menarik bola mata sang musuh yang entah menatap kemana. Lalu menjauh, membiarkan Serigala itu bergelinjang kesakitan. Ia sekarat, dan gadis itu sungguh menyukainya. Namun suara bising yang ditimbulkan membuatnya muak, Serigala itu pasti memanggil kawanannya. Hingga akhirnya ia kembali mendekat, merobek kulitnya, dan mencabut jantungnya darisana. Dan suara itu berhenti.

Gadis itu tak bodoh, ia tahu apa yang Serigala itu lihat, kawanannya yang lain. Musuh dalam selimut, yang mana hal itu tentu akan senang hati dimanfaatkannya. Another traitor.

"Waw, memburu Hybrid dan aku mendapatkan jackpot."

"Huh?"

"Kenapa bisa ada Serigala disini?"

"Bulan purnama."

"Bodoh, kenapa kau baru memberitahukannya?"

Tidak terima dibilang bodoh, pria itu menatap sang gadis tajam. "Harusnya kau yang lebih memahaminya."

"Cih, kau harus ingat batasanmu Pete."

"Ya ya ya Putri, lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?"

Gadis yang dipanggil Putri itu menatap sekelilingnya, anak itu berhasil lolos. Hybrid pertamanya, dan ia gagal.

"Pergi saja."

"Pergi? Lalu anak itu?"

"Ia sudah pergi, dan aku tidak bisa mencium baunya. Dan lagi, percuma saja mencarinya, ia pasti akan mati dimakan Serigala."

Pria itu terkekeh, lalu menatap kepala wanita dan pria yang sudah pasti berada dialam lain itu. "Lalu jasad mereka?"

"Jasad Daniel akan menghilang. Sedangkan jasad wanita itu, biarkan saja ia membusuk. Atau jika amalnya baik, Serigala yang datang akan memakannya."

"Kau sungguh sadis."

Gadis itu mengangkat bahunya acuh, dan sudut bibirnya tertarik.

"Lagipula, kita memiliki target yang lain."

Ia pergi, diikuti sang pria yang memamerkan senyum serupa.
Dan tanpa mereka sadari, mangsa utama mereka masih ada disana. Menatap mereka dalam diam di sebuah kotak kecil, sambil menggigit telapak tangannya, berusaha meredam tangisnya.


TBC


Note: maaf ya baru up huhu kinda busy nowadays, btw gimana? makin gajelas kah ceritanya? tapi semoga kalian bisa tetep menikmatinya yaa hehe oh ya jangan lupa mampir ke cerita sebelah ya judulnya, '(z)leopatra' oneshoot sih tp semoga kalian suka✨ dan mau nanya soal rumor Weibo, apa pendapat kalian tentang seulgi dan jaebum? i support them so much and i'm happy when she's happy🤍

Xie Xie, next.

Continue Reading

You'll Also Like

43K 5.9K 28
tidak ada kehidupan sejak balita berusia 3,5 tahun tersebut terkurung dalam sebuah bangunan terbengkalai di belakang mension mewah yang jauh dari pus...
342K 20.9K 25
"I'll do everything for you." -Lian ⚠️ mengandung kata kata kasar. Entah kesialan apa yang membuat Lilian Celista terlempar ke dalam novel yang baru...
1.7M 65.2K 96
Highrank 🥇 #1 Literasi (24 November 2023) #1 Literasi (30 Januari 2024) #3 Artis (31 Januari 2024) #1 Literasi (14 Februari 2024) #3 Artis (14 Fe...
781K 57.8K 53
"Seharusnya aku mati di tangannya, bukan terjerat dengannya." Nasib seorang gadis yang jiwanya berpindah ke tubuh seorang tokoh figuran di novel, ter...