*vanila dan brilian semasa kecil
Jatuh cinta itu perasaan yang sungguh menggelikan, sekaligus membuat candu. Meski terkadang berakhir menyakitkan, kebanyakan orang memilih tetap bertahan demi sebuah pengharapan.
Dan sialnya saat ini, aku adalah salah satu di antara mereka yang percaya jika harapan akan membuat kenyataan bisa diputar balikkan.
***
Tangan Vanila sudah gemas ingin mendorong Late dan membuatnya terjungkal lalu berguling-guling sampai ke anak tangga paling bawah.
Malu-maluin aja. Gara-gara teriakan Late yang memanggil Heksa dengan suara membahana badai itu, seluruh tatapan pengunjung sontak tertuju ke arahnya..
"Bang Heksa!" panggil Late lagi lalu berderap cepat menuruni anak tangga. Bahkan kadang, dua anak tangga sekaligus ia lompati. "Bang, tunggu bentar!"
Heksa yang baru memasuki lobi, memicing sesaat. Ia langsung bergidik begitu mendapati Late yang tampak berlari heboh ke arahnya.
"Woy, Lat! Setdaaah kalo kayak gini aja bisa lari cepet." Vanila bersungut sambil menyusul Late.
Karena terlalu terburu-buru, Late sampai tidak memperhatikan jalan. Ia kehilangan fokus. Tanpa bisa dicegah, kaki kanannya terantuk salah satu anak tangga.
"Weitsss!" Untung saja Vanila tidak tertinggal jauh. Dengan gesit, gadis itu menjulurkan tangannya menangkap sisi bagian belakang kemeja yang dikenakan Late. "Astagaaaa. Jantungan gue!"
"Kenapa sih, Van? Nanti kemeja gue jadi kusut ini lo tarik-tarik," gerutu Late tidak sadar diri.
"Oh, mau gue lepasin? Sekarang?" tantang Vanila sambil menggoyang-goyangkan tangannya yang masih mencengkeram kerah belakang kemeja Late. "Lo bisa gelundungan kayak adegan-adegan di sinetron. Mau?"
Late meringis lalu menepuk-nepuk tangan Vanila yang masih menahan tubuhnya. "Ya dilepas, tapi pelan-pelan maksudnya."
"Janji dulu jangan alay," tegas Vanila karena tak ingin jadi pusat perhatian seluruh pengunjung hotel. "Noh, Bang Heksa masih di resepsionis, belum kemana-mana. Santai aja ke sananya."
"Iya, Ndoroooo. Buruan lepasin." Late semakin gusar. Kakinya sudah gatal ingin berlari.
Begitu Vanila melepaskan cengkeramannya, Late seketika melesat cepat seperti pesawat tempur. Tak ingin kehilangan kesempatan bertemu dengan idolanya itu.
"HALO, BANG!"
Tepat ketika Heksa berbalik dari meja resepsionis, Late menyapanya penuh semangat.
"Hmm, lo nggak usah teriak-teriak kayak tadi bisa, nggak?" Heksa mengepalkan tangannya lalu meninju lemah lengan Late. "Jadi cogan hitz SMA Rising Dream itu nggak boleh alay."
"Hee, maaf." Melihat Heksa yang mendadak bad mood, Late jadi kesal dengan dirinya sendiri. "Oh, iya. Lo ke sini ngapain, Bang?"
Heksa memasukkan sebelah tangannya ke saku celana. Berdiri di depan meja resepsionis sembari menyandarkan tangan kirinya.
"Ya biasalah. Gue kalo weekend gini, gabut nggak kerjaan. Jadi ya mau ngecek -"
"Woaah, jangan-jangan ini hotel punya keluarga Bang Heksa, ya?" Late sudah menyimpulkan sendiri sebelum Heksa menyelesaikan ucapannya. "Pantesan pelayanan di hotel ini top abis."
Sumpah demi apapun, Late baru saja menjilat ludahnya sendiri. Seperti terkena amnesia, kepalanya mungkin harus ditampol lebih dulu agar sadar.
Bukannya beberapa menit yang lalu, ia uring-uringan mengeluh pada beberapa pegawai dan teknisi hotel?
"Ya gitu, deh. Lo liat aja di situs traveliku, rata-rata pada kasih bintang lima buat hotel ini," tukas Heksa bangga.
Ia sebenarnya tidak niat mengibul. Tapi kalo situasinya menguntungkan seperti sekarang, diam namun tidak mengelak adalah pilihan yang tepat.
Lumayan, makin tenar gue kalo dikira yang punya hotel ini.
"Halah...sok-sokan bilang kalo pelayanan di sini bagus, padahal tadi sempet ngomel-ngomel," celetuk Vanila yang baru saja berderap mendekati Late.
Ia sebenarnya tidak tertinggal jauh di belakang Late. Tapi malas saja kalau harus bertemu Heksa lebih dulu.
"Heh, cewek ninja. Lo bisa diem, nggak?" Late sedikit merunduk lalu memberi peringatan dengan suara lirih. "Jangan bikin gue malu di depan idola gue."
"Oh, kalian ke sini berdua?" Heksa memicing curiga. Sebelah alisnya dinaikkan. "Jangan bilang kalian ke hotel -"
"APA, KAK? APA?" Vanila melotot, karena tahu Heksa tak bisa membalasnya dengan hal serupa. Kakak kelasnya itu kan punya mata minimalis. "Kita kenapa? Ha?"
Ingat pernah disumpahi Vanila dan benar-benar membuatnya apes, Heksa terpaksa mingkem.
Cowok itu menyeret Late lalu dibawa menjauh dari Vanila.
"Lo beneran jalan sama tu cewek?" bisik Heksa, khawatir kalau Vanila masih bisa mendengarnya.
"Iya, Bang. Kan kemarin lo yang minta," jawab Late bangga karena sudah berhasil melaksanakan mandat idolanya.
Heksa bergidik diam-diam. "Lo nggak takut, Lat?"
Late mengernyit bingung. "Takut kenapa, Bang?"
"Ya dulu gue pernah disum..." Heksa menimbang-nimbang ucapannya sendiri.
Kalau bilang yang sebenarnya, nanti Late jadi takut terus menjauh dari Vanila, gimana dong?
"Tapi by the way, Bang. Lo juga nggak takut sama Kak Pijar? Kayaknya gue sering liat lo jalan bareng dia deh," tanya Late sambil mengusap-usap dagunya.
Mendengar itu, Heksa langsung mencak-mencak. "Takut sama Si Zombie?" Ia tertawa sinis. "Sialan ni bocah tau aja," lanjutnya di dalam hati.
"Heh, lo nggak nyadar lagi ngomong sama siapa?" tanya Heksa sambil membusungkan dadanya.
"Di dunia ini nggak ada satu pun orang yang gue takutin. Lo harus tahu kalo gue pernah berantem lawan anak kelas tiga." Heksa kembali menyombongkan diri.
"Woaaa.." Late menatapnya dengan mata berbinar. "Lo pasti yang menang ya, Bang?"
Heksa mengangguk tiga kali dengan gaya sok. "Yaiyalah, gue gitu loh. Nggak usah pake nanya, udah jelas gue yang menang."
Late memperhatikan ucapan Heksa dengan saksama.
"Lagian ya, kita sering bareng tuh juga gara-gara si Zombie yang hobinya ngintilin gue," kata Heksa penuh percaya diri. "Cewek mana sih yang nggak ngejar-ngejar gue? Sampe pusing gimana cara hadepin mereka."
"Lat, Lalat!" Vanila memanggil, namun tak diacuhkan Late. "HAISH, YAUDAH GUE BALIK SENDIRI."
Sengaja dinadakan cukup keras, ucapan Vanila akhirnya membuat Late bereaksi. Cepat-cepat diangkat ponselnya, lalu menangkap foto dirinya dan Heksa sebelum berpamitan dengan idolanya itu.
"Jangan lupa, tetep lanjutkan misi yang gue kasih ke lo." Heksa menepuk-nepuk pundak Late lalu memintanya segera menyusul Vanila.
Setelah dua adik kelasnya itu melenggang ke luar hotel, Heksa memanggil resepsionis lagi untuk melanjutkan diskusinya.
"Gimana, Mbak? Bisa kan buat Sabtu depan?" tanya Heksa tak sabar.
Jari-jemarinya mengetuk-ngetuk meja ketika menunggu jawaban dari si resepsionis.
Orang gue ke sini mau pesenin tempat buat ulang tahun pernikahan Papa Anthony sama Mama Anita.
Eh malah dikira tu bocah, gue yang punya hotel ini. Yaudah biarin aja, anggep rejeki. Hehe.
***
Sepanjang perjalanan dari hotel menuju rumahnya, Vanila hanya diam saja. Late sesekali menggoda, memancing amarahnya, namun hasilnya Vanila memang mengamuk sebentar, lalu kembali diam.
Ck, nggak seru.
Begitu juga setelah keduanya sampai di depan gerbang rumah Vanila, ia segera meminta Late pergi.
Tidak ada ucapan terima kasih yang diterima Late, atau sekedar berbasa-basi menawarinya mampir.
Dasar cewek nggak tahu diri.
"Udah sana balik. Lo tahu sendiri kalo gue bad mood kayak gimana, kan?"
Vanila sudah ke luar dari mobil dan kini berdiri di depan gerbang rumahnya ketika ia melihat mobil Late yang belum bergerak.
"Mau minum dulu? Ah, lo kan tajir. Abis ini mampir aja ke kafe di seberang jalan sana," tukas Vanila dengan telunjuk terangkat ke sisi kanannya.
Late mendengkus jengah, kemudian menggenggam kemudinya bersiap meninggalkan rumah Vanila. Ditatap sejenak Vanila yang anehnya diam saja di depan gerbang tinggi itu. Gadis itu hanya mematung dengan sekujur tubuh tampak gemetar.
"Huaaaaa.." Vanila memekik. Namun suaranya seperti tercekik. Ia mundur beberapa langkah, lalu tersungkur karena tak melihat jalan di belakangnya. "Kok dia bisa masuk sampai ke teras?"
Late memicing penasaran. Ia malas turun, tapi ingin tahu kenapa Vanila yang tadi galak luar biasa, berubah ketakutan seperti itu.
"Kenapa lagi, sih?" Late berdecak malas. Dibuka pintu mobilnya lalu berderap menghampiri Vanila yang masih terduduk di aspal. "Yaelah, dasar penakut lo."
Kini Late bisa melihat dengan jelas, seekor anjing sedang berlalu-lalang di halaman rumah Vanila. Jenis anjing yang sama dengan miliknya, yaitu Si Browny.
Hmm, si cewek ninja ternyata emang takut parah sama anjing. Kerjain dulu ah..
***
Ah, meluber lagi jumlah katanya. Masa tadi sampe 1700 kata? Ckckck. Gagal kasih challenge ke diri sendiri. Tapi untungnya tadi udah aku pangkas jadi 1300 kata. HUAHAHAHAHAA. *ketawa jahat
Karena niatnya per part aku mau nulis maksimal 1500 kata aja. Oke, part selanjutnya 500 kata aja dah🤣
*ada yang kangen Helen? Ini gue kasih foto imutnya.
Tolong jangan dihujat ya, ada pawangnya.
Gaiz..gaiz. udah pada ngumpulin duit kan? Tabungan aman? Insya Allah akhir bulan ini HBD buka PO loh. Yang mau peluk Heksa dkk, jangan lupa duitnya disimpen dulu jangan buat jajan yak. Hehe.
All for your support, tilimikic banyak 😍
Salam sayang,
rismami_sunflorist on wattpad and instagram