VaniLate (SELESAI)

By Rismami_Sunflorist9

977K 164K 47.3K

Kisah lain di SMA Rising Dream Apa pun yang keluar dari mulut Vanila ketika marah, bukan hanya sekedar sumpah... More

TERTANTANG
PART 1 : AMARAH
PART 2 : MASALAH
PART 3 : KALAH
PART 4 : BERULAH
PART 5 : PATAH
PART 6 : PASRAH
PART 7 : TERBELAH
PART 8 : LELAH
PART 9 : MENGALAH
PART 10 : BERSALAH
PART 11 : BERUBAH
PART 12 : RESAH
PART 13 : PAYAH
PART 15 : LELAH
PART 16 : LEMAH
PART 17 : TERSERAH
PART 18 : BIARLAH
PART 19 : GOYAH
BERKAH
PART 20 : ENTAH
PART 21 : SEKOLAH
PART 22 : MENYERAH
PART 23 : GEGABAH
PART 24 : MUSIBAH
PART 25 : GUNDAH
PART 26 : CELAH
PART 27 : BERKILAH
PART 28 : BERSERAH
PART 29 : LENGAH
PART 30 : MEMBANTAH
PART 31 : SUSAH
PART 32 : JUJURLAH
PART 33 : BERULAH
PART 34 : TERARAH
PART 35 : TUMPAH RUAH
PART 36 : BERBENAH
PART 37 : BERTAMBAH
PART 38 : KEJARLAH
PART 39 : PATAH (2)
PART 40 : TERPANAH
PART 41 : PECAH
PART 42 : MEMBUNCAH
PART 43 : BERPASRAH
PART 44 : MEREKAH
PART 45 : PERCAYALAH
PART 46 : TERINDAH
PART 47 : DIRIMULAH
PART 48 : BERJALANLAH
PART 49 : GERAH
PART 50 : TERPERANGAH
PART 51 : PIKIRKANLAH
PART 52 : TAK BERARAH
PART 53 : BERJUANGLAH
PART 54 : BERKELUH KESAH
PART 55 : SUDAHILAH
PART 56 : BERSUSAH PAYAH
PART 57 : TERIMALAH
PART 58 : SUDAH BERBENAH
PART 59 : BERUPAYALAH
PART 60 : IKHLASLAH
PART 61 : BERPASRAHLAH
PART 62 : BERKAWANLAH
sekilas info
PART 63 : BETAH
PART 64 : BENAR-BENAR PATAH (3)
PART 65 : SADARLAH
PART 66 : CERAH (2)
QnA
PART AKHIR : BERKISAH ATAU BERPISAH?
inpo give away cuy!
GIVE AWAY TESTIMONI NOVEL VANILATE!
UP LAGI
TREWEET TREEWWWWWET GIVE AWAY

PART 14 : GELISAH

14.4K 2.4K 825
By Rismami_Sunflorist9

Matahari masih malu-malu menampakkan sinarnya. Namun dengan tidak tahu malu, Vanila mencoba memanjat pagar rumahnya sendiri yang masih digembok. Kalau pun nanti ada tetangga yang menangkap basah, ia sugguh tidak peduli.

"Mama pasti sengaja kunci pagernya, biar gue nggak keluyuran. Mama tahu kalo tiap Minggu gini, gue sering ada event." Vanila berdialog dengan dirinya sendiri.

Gadis itu mendongak, menatap besi-besi menjulang di depannya. Pagar rumahnya memang tidak setinggi gerbang sekolah. Hanya dua sampai tiga kali lompatan, Vanila sudah pasti bisa menaklukkannya.

"Hayo!"

Sepasang kali Vanila nyaris mendarat mulus. Namun suara yang seakan-akan terdengar sedang menangkap basah dirinya itu, membuat pijakan Vanila tidak seimbang.

"BANG KEY!" pekik Vanila sambil melompat, bersiap menimpuk kakaknya.

Cowok yang berdiri di belakangnya sambil terkekeh itu, buru-buru menutup mulut Vanila.

"Lo nggak usah teriak-teriak bisa, kan?" Sembari memberi warning pada Vanila, cowok beralis tebal itu mengawasi situasi rumahnya.

"Lo ngapain di luar rumah jam segini, Bang?" tanya Vanila penasaran. "Haissssh, jangan-jangan lo balap liar lagi?"

Key tidak mengiyakan, namun juga tidak mengelak. Ia hanya mendesah pelan lalu kembali fokus menatap adiknya yang sudah tampak rapi di pagi-pagi buta.

"Running lagi?" tanya Key yang langsung di respon Vanila dengan anggukan kepala. "Mau gue anter?"

Vanila mengangguk penuh semangat. Tanpa menunggu perintah dari Key, ia langsung melompat dan duduk tenang di atas motor kakaknya.

"Lo mau ngapain? Turun." Key memerintah dengan sinis.

"Lah katanya mau anterin gue?" Heran bercampur bingung, Vanila dengan terpaksa turun dari motor kakaknya.

"Bantu dorong dulu sampai rumah Pak Beto." Key menunjuk sebuah rumah yang hanya berjarak beberapa meter dari kediamannya.

"Bensin lo abis, Bang? Yaelah, gimana sih?" decak Vanila sebal. "Eh btw, emang sekarang Pak Beto jualan bensin, ya?"

"Bego jangan dipelihara, dong!" Key sudah setengah emosi, tapi masih berusaha mengontrol suaranya.

"Motor gue suara knalpotnya udah kayak petasan tahun baru Cina. Bisa-bisa bukan cuma Mama yang bangun, tapi orang seperumahan ini," protes Key lalu menoyor jidat adiknya.

Vanila manggut-manggut, tidak banyak protes. Biar kata Key punya tampang anak baik-baik, nyatanya abangnya itu yang lebih sering mengelabui Sang Mama. Sialnya, malah dirinya yang sering dijadikan kambing hitam.

"Awas aja kalo sampe gue yang kena amuk mama lagi," ancam Vanila sambil menunjuk kakaknya.

Mau tak mau ia pun mengikuti Key yang mulai mendorong motor sport itu.

Posisinya seperti ini, Key yang di depan memegang stir sembari mendorong pelan-pelan motornya. Sedangkan Vanila tampak serius mendorong dari belakang, padahal kenyataannya ia tidak mengeluarkan tenaga sedikit pun.

Hihihi. Rasain lo, Bang.

"Bang Key," panggil Vanila tiba-tiba.

Saat kakaknya menoleh, mendadak ia terkekeh sendiri. "Gue bayangin kalo sampe lo dorong motor kayak gini bareng si Tesa."

Sepasang alis tebal Key bertaut. "Katanya kalo udah mantan, nggak usah diungkit-ungkit lagi," jawabnya langsung melengos.

Masih ingin menjahili, Vanila menepuk pundak kakaknya. "Pasti aspal di jalanan jadi berubah warna gara-gara kelunturan bedaknya, Bang. Kayak salju alami, Hahahahaha." tukas Vanila terbahak sendiri.

"Anjir, suara lo ngalahin kuntilanak lahiran," gerutu Key sambil memeloti Vanila. "Dah buruan naik."

"Eh jangan, Bang. Majuan dikit dah. Pak Beto kan punya anjing. Nanti kalo sampe anjingnya ngamuk terus ke luar gimana?" tanya Vanila mulai terlihat cemas.

Key menarik sudut bibirnya. "Kan ada elo pawangnya!" tanggapnya dengan nada bergurau. Namun sedetik kemudian, wajahnya berubah pias. "Van, barusan lo nggak nyumpahin -"

Vanila meneguk ludah. Seluruh tubuhnya gemetar, sadar kalau baru saja menyumpahi dirinya sendiri. Di dalam hati, ia seperti memiliki stopwatch yang bergerak dengan hitungan mundur.

"Tiga..,"
"Dua..."
"Satu..."

Guk Guk Guk

"Bang, buruan elaaaah. Gue jadi kebelet pipis, nih!" Vanila mengguncang-guncang lengan kakaknya. "BANG KEY!"

"Aaaah, seandainya motor lo bisa jalan sendiri," keluh Vanila dengan suara lirih.

Mendadak, Key tampak kelimpungan. Panik bukan main. Motornya tiba-tiba tak terkendali. Ia belum memasukkan porsneling, namun secara ajaib motornya melaju sendiri sampai melewati rumah Pak Beto.

Kerjaan Vanila nih pasti. Besok-besok minta sumpahin biar bisa balikan sama Tesa, ah.

***

Area Jalan Veteran sampai ke Jalan Merdeka sudah disterilkan. Ribuan peserta yang mengikuti event Run and Shine, tampak berlalu lalang dengan jersey berwarna biru yang diberikan oleh panitia ketika mendaftar.

Vanila menyunggingkan senyumnya. Sepasang matanya berbinar. Diperhatikan saksama orang-orang yang berlalu lalang dengan jersey, celana training dan running shoes yang beraneka warna.

Tanpa sadar, Key turut mengulas senyuman. "Oh, iya. Nanti lo balik sendiri bisa, kan? Jam sembilan gue ada seminar di kampus," ucapnya setehgah ragu.

Ia ingin sekali menemani adiknya selama event running berlangsung. Tapi apa daya, mandat dari kampus juga tak bisa diabaikan begitu saja.

"Tenang, Bang. Nanti gue yang anterin," celetuk sebuah suara dari balik punggung kakak beradik itu.

Tanpa menoleh sekali pun, Vanila sudah bisa menebak siapa si pemilik suara. 

"Heh, Lalat. Lo ngapain sih, ke sini? Ganggu pemandangan aja." Vanila berbalik, lantas termundur beberapa langkah begitu berhadapan langsung dengan Late.

"Buseeet, lo mau olahraga atau mau ngemall? Sampe silau mata gue," tukas Vanila sambil berdecak.

Ia lantas meneliti penampilan Late dari ujung rambut sampai kaki. Rambut Late yang sedikit bergelombang, ditata rapi menggunakan gel.

Lalu kemeja berwarna biru gelap yang dikenakan cowok itu, dimasukkan ke dalam celana. Jangan lupakan sepatu hitam mengkilat yang tampaknya baru saja disemir.

Dilihat sepintas saja, penampilannya lebih mirip orang-orang yang hendak melamar kerja.

"Yaelah, Van. Ini penampilan gue yang paling sederhana, kok." Late sok rendah hati. "Bang, gue boleh nemenin Vanila, kan?" Kini ia beralih menatap Key.

"Oke-oke. Gue ijinin lo nemenin Vanila di sini." Key manggut-manggut lalu menatapnya dengan serius. "Asal dengan satu syarat. Sampein salam gue ke Tesa."

Sengaja ia mengucapkan kalimatnya dengan kencang agar didengar Vanila. Dan benar saja, kalau Key tidak cepat-cepat lari, pasti kepalanya sudah benjol kena timpuk.

Kini, tinggalah dua manusia berbeda kutub itu yang sedang saling menatap. Bukan tatapan ala sinetron FTV yang bermakna cinta pada pandangan pertama. Oh, tentu bukan.

Di sorot mata Vanila yang membara, ia seperti ingin membumi hanguskan sosok Late dari dunia ini.

"Apaan sih lo liatin gue kayak gitu?" Mulai tak nyaman, Late bergeser dari posisinya. "Takjub ada orang ganteng nyasar ke sini?"

Karena Vanila tak juga merespon, Late kembali mengoceh. "Jangan salah paham, ya. Gue ke sini cuma mau mastiin kalo lo nepatin janji lo. Kan kemarin lo kalah adu lari sama gue."

"Eh, Kak Late Maheswara, kan?" Sosok gadis tiba-tiba muncul di antara Late dan Vanila. Ia menggandeng lengan temannya sambil menunjuk ke arah Late dengan ragu-ragu.

"Iya bener, Beb. Gilsss ganteng banget ternyata aslinya," bisik temannya yang tetap terdengar sampai ke telinga Vanila juga Late. "Mana putih banget..."

"Kayak bengkoang dibedakin?" potong Vanila cepat, membuat kedua gadis itu sontak menatapnya dengan sorot terusik. "Apa liat-liat? Nggak suka?"

Untungnya, Late sudah terbiasa berada di situasi semacam itu. Dengan kelihaiannya, ia berpura-pura menunjukkan wajah ramahnya pada Vanila.

"Maafin temen gue, ya. Dia emang rada-rada," ucapnya ramah pada kedua gadis itu sambil merangkul Vanila dan mengusap-usap pundaknya.

Cih, pencintraan lagi. Bikin pengen muntah aja.

Vanila langsung melengos begitu saja. Menghampiri kerumunan peserta lain yang sudah bersiap memulai event. Panitia pun sudah memberi aba-aba kepada para peserta, jika acara akan dimulai beberapa menit lagi.

"SEMANGAT, VAN!" Late masih sempat-sempatnya berteriak. Seakan ingin menunjukkan jika dirinya adalah sosok teman yang baik.

Setelah melayani permintaan beberapa fansnya, cowok itu melangkah mengikuti Vanila. Ia memilih duduk beristirahat di salah satu area pujasera lalu memesan satu cup Vanilla Latte dingin.

Dari posisinya sekarang, ia bisa mengamati Vanila dengan jelas yang sedang melenggang menuju arena start.

Sementara itu, Vanila cepat-cepat mengambil posisi di baris paling depan. Tadi ia sengaja datang lebih pagi agar mendapat posisi start yang lebih menguntungkan.

Ditatap peserta di kanan kirinya yang mayoritas adalah orang-orang berlabel atlet lari tingkat kota.

Wajar saja, pemandangan seperti itu tentu sudah biasa untuk para peserta event running. Baris paling depan seolah posisi keramat yang hanya diperuntukkan untuk atlet-atlet profesional saja.

Dan tugas Vanila kali ini adalah mematahkan pemikiran konyol itu.

"Lihat, deh. Ini anak baru berani banget sebelahan sama kita," celetuk pelan salah satu peserta di dekat Vanila. "Kayaknya gue baru liat mukanya."

Vanila melengos, berusaha menulikan telinganya.

"Lawan kayak begini mah kecil buat kita," tanggap peserta lainnya yang ada di sisi kiri Vanila.

"Mana masih bocah juga. Paling murid SMP depan sana."

Vanila tidak bergeming. Konsentrasinya kini terpusat pada sosok lelaki yang berderap maju ditemani dua panitia acara. Selang beberapa detik setelah pita peresmian acara dipotong, terdengar suara senapan yang ditembakkan satu kali.

Go go go....!

Tatapan gadis itu berubah taham. Bak seekor elang yang tengah mengejar mangsa, Vanila mengayunkan langkahnya dengan kencang.

Tanpa terduga, ia berhasil meninggalkan peserta lain yang sedikit terlambat mengambil start.

Event running sepanjang 10K itu, harus bisa diselesaikan dalam waktu tempuh kurang dari dua jam.

Kalau sampai melebihi waktu yang ditentukan, jangankan mendapat predikat juara, Vanila bahkan tidak akan diberi medali.

"Jangan seneng dulu anak kecil," celetuk salah satu peserta yang muncul menyebelahinya. "Peserta baru selalu unggul di awal doang."

Senyum picik Vanila terulas. Nyaris saja sumpah serapahnya terlontar. Namun karena ia tak ingin menang dengan cuma-cuma, terpaksa ditutup rapat-rapat mulutnya.

Sampai di jarak 1K, Vanila masih ada di posisi kedua. Ia bahkan merasa tenaganya tidak sedikit pun terkuras. Napasnya juga stabil. Beberapa kali ia sempat menoleh ke belakang, memastikan jika jaraknya dan peserta lain masih cukup jauh.

Lalu tiba-tiba, pikirannya disesaki hal lain.

Helen? Gimana nasib Helen di sana? Apa dia bisa bertahan juga? Smaa kayak gue yang lagi berjuang di sini? Tapi sumpah gue kemarin ke dia...Gimana kalo bener-bener kejadian?

"Jangan ngelamun, nanti kesalip kayak gini loh." Seseorang menerebos melewatinya. "Lo harus tetep konsentrasi," pesannya sebelum berlari dengan lebih kencang.

Vanila tak bisa berkata-kata lagi. Kekhawatiran membelenggu dirinya. Membuat seluruh tenaganya seperti otomatis dikuras habis.

Tak lama setelah itu, sepasang kakinya berhenti berlari. Ia terdiam beberapa saat, memegangi lututnya, sembari menatap lurus ke arah para peserta yang satu per satu melewatinya.

Ya Tuhan...
Aku harus bagaimana? Tetap berjuang di sini, atau bertanggung jawab atas kesalahan yang sudah aku lakukan?

***

Dor dor dor ..
Gaiz aku mau tanya. Kalau aku bisa bujuk Vanila biar tetep nerusin larinya, apa aku egois?

Jujur kalo kalian ada di posisi Vanila, apa yang bakal kalian lakuin? Tetap nuntasin larinya, atau pergi nolongin Helen?

*Btw, kalian udah ikut vote cover buat novel Happy Birth-die? Oke, oke..buat yang belum liat, ini aku share lagi yah.

Tolong doain prosesnya lancar, biar bulan Juli besok udah siap kalian peluuuk.

Sekali lagi, makasih buat dukungannya selama ini. Doakan juga biar Vanila sama Late bisa nyusul kakak kelasnya😊

Salam sayang,
Rismami_sunflorist on wattpad and instagram

Continue Reading

You'll Also Like

59.8K 3.9K 50
Hilangnya Vella yang sedang koma di rumah sakit, membuat Altair Mahardhika mengejar-ngejar Lyra ayudia Maheswari yang mirip dengan sahabatnya itu. Al...
1.4K 279 33
[SMAGA SERIES #1] Sejak akun Instagram bernama @smagaconfess muncul, Keysha jadi suka uring-uringan sendiri. Di saat teman-teman dekatnya mendapat co...
13.3K 1.4K 58
Kim jaeyoon seorang pemuda sederhana dan seorang mahasiswa yang dapatkan beasiswa penuh tepat dihari ulang tahun kekasih yang dia pacari selama 2 set...
325K 42.2K 45
Sekuel ORION @beliawritingmarathon [[ Update setiap hari Sabtu ]] Jika kalian pikir perjuangan Orion selesai setelah ia berhasil menaklukkan hati si...