GREY LOVE

By Violetafifah

23.3K 3.9K 1.3K

Carolina Estal tertangkap oleh seorang pemabuk yang menjadi korban pencopetannya. Pria itu, -seorang laki-lak... More

PROLOG
2# Casados di Pandemanik
3# Geni, Gadis Berambut Api
4# Barma Yang Lain
5# Hec
6# Semalam Jatuh Cinta
7# Carolina Barma
8# Istri-istri Barma
9# Topeng Para Bidadari
10# Welcome To The Hell
11# Luka Dari Duka
12# Musang
13# The Curse and The Blessing
14# Flea in Armor
15# The Lost Maid
16# Sekutu
17# Ratu Para Bidadari
18# Olie Yang Sebenarnya
19# Kabur
20# Redemption
21# Kita Keluarga
22# Tirai Plaza
23# Daniel Arras
24# Guru Keempat
25 # Aku Mencarimu
26# Nothing Simple
27# Janji Itu
28# Sang Ketua
29# Some Slow Days
30# The Baby and The Wedding
31# Will You Marry Me?
32# Di Balik Pintu Hitam
33# Yang Patah &Yang Jatuh Cinta
34# Farewell
35# I'm Leaving, Hec.
36# Kau Akan Membayar Dengan Hidupmu
37# Daftar Keburukan
38# The Runaway Bridegroom

1# Olie

1.4K 153 38
By Violetafifah

# update -an dears....😅😅. Anyway... saya ingin mengajak kalian berkenalan lebih jauh dengan teman-teman kita yang baru.

Pliiiiissss. ... Saya menunggu sekali Vote dan respon kalian. Jadi voment yaaa.....#

***

"Buka pintunya! Gue tahu cucu bule itu ada di dalam! Suruh dia keluar sekarang!"

Olie menggemeretakkan gigi di depan pintu kamar Sani. Kalau bukan karena ia menghormati sahabatnya itu, dan karena ini adalah di rumahnya, ia tidak akan berpikir dua kali untuk melabrak keluar dan menghajar preman-preman yang berteriak-teriak tanpa sopan santun di depan sana.

Ia sudah punya dugaan mereka akan menemukannya suatu saat. Tapi secepat ini? Dan di rumah sahabatnya pula? Bagaimana mereka bisa tahu ia akan datang hari ini?

"Sebenarnya kalian ini cari siapa?" Suara Sani keras namun tertahan. Sepertinya ia sedang adu betot pintu dengan salah seorang dari mereka.

"Nggak usah pura-pura pura nggak tahu! Gue sudah hapal dia pasti ke sini buat ngambil kiriman obatq kakeknya dua minggu sekali. Sekarang mana dia?! Mending suruh dia keluar, sebelum gue jebol pintu rumah lo ini!"

Olie benar-benar meradang. Kalau seseorang bisa menggemeretakkan giginya sampai hancur, ia pasti sudah ompong sekarang.

Gadis itu berbalik menghadapi anak kecil yang menekan headset keras-keras ke telinganya.

"Anya.... kamu di sini saja. Tunggu bunda atau Tante Sani datang. Jangan dengerin orang-orang itu. Kerasin saja musiknya kalau kamu takut. Oke?"

Gadis kecil itu mengangguk membaca gerak bibir dan ekspresi wajahnya. Ia memaksa sekali memasang tampang berani walau matanya berkaca-kaca karena ketakutan.

Meninggalkan senyum menenangkan untuk anak itu, Olie berbalik menuju pintu. Begitu Anya menghilang dari pandangan, ia berubah ke mode tempur, menyerbu ke ruang depan hanya dalam delapan langkah lebar.

"BICARA DI LUAR!!" Olie memepet Sani menepi dari pintu dan mendorong preman terdepan yang dihadapinya hingga terjajar ke belakang menabrak teman-temannya.

Pria-pria kucel itu sedikit terperangah, karena beberapa dari mereka tampaknya baru sekali ini berhadapan dengannya.

"Nggak tahu di sini banyak bayi dan anak anak?! Kalau mau bicara DI LUAR!!"

Dengan satu dorongan saja Olie berhasil membuat mereka semua sampai ke halaman depan. Kuda- kudanya siap untuk perkelahian jarak dekat. Tapi menghitung jumlah lawannya, tidak bisa tidak gadis berambut merah itu menimbang juga peluangnya untuk menang. Delapan lawan satu?

Kalau ia punya peluang untuk lari, tentunya Olie tidak akan ragu menggunakan kesempatan memberi mereka pelajaran. Kalau ia menang, ya sukur. Kalau kalah, ya lari.

Tapi sekarang ia berada di rumah Sani. Ada dua balita di sini. Juga Anya.... Bagaimana ia bisa lari meninggalkan mereka? Bagaimana kalau mereka malah memanfaatkan keadaan dengan menyandera mereka? Atau lebih buruk, menyakiti mereka?

Dan lagi Olie harus membawa Anya pulang dengan selamat, kalau tidak ingin dicincang tukang masak di rumahnya dan dijadikan isi risols. Nenek gadis cilik itu bisa galak bukan main kalau cucunya disakiti.

"Mau apa kalian sekarang? Hng?! Belum kapok gue hajar seperti kemarin?!"

"Mana kakek Lo?! Suruh dia ke sini buat bayar utangnya sama Bos Nyoman Wahik!!" Laki-laki berambut panjang yang diketahuinya bernama Prasongko itu mendongak penuh tantangan.

Olie mendelik sebelum mengeriyipkan matanya penuh ejekan, "Sudah ganti bos lagi sekarang?! Baru bulan kemarin kalian menjadi penagih hutang buat Sastra Wijaya tengik itu.... sudah lupa rasanya dihajar Olie?!"

"Bilang saja di mana Rik tua tukang tipu itu? Gue nggak punya urusan sama Lo!"

"Anggap aja Rik sudah mati! Urusannya sekarang jadi urusan gue! Apa mau kalian?!"

Tiga preman yang terdepan saling bertukar pandang. Sebelum akhirnya memutuskan untuk setengah mempercayai ucapannya.

"Rik tua punya hutang taruhan dengan bos Nyoman Wahik."

"Hutang apa?" ia bertanya. Bukannya Olie tidak tahu kebiasaan sinting kakeknya bertaruh apa saja. Laki-laki berdarah portugis itu pasti meninggalkan hutang taruhannya di setiap pojokan yang dilewati udara.

"Berapa memangnya hutangnya?"

Kalau hanya beberapa juta ia mungkin bisa pinjam suami Sani sementara. Dari pada menanggung resiko orang-orang ini mengikutinya sampai ke rumah....

Laki-laki gondrong yang terdepan mengeluarkan lembaran kertas kusut dari saku depan rompinya, melembarinya sebelum mengangsurkan kepada Olie.

"Empat ratus tiga puluh lima juta...."

Hah?!!... Kakeeekkk....??!! Dasar bangkot tua ayan sialan!!!

Kapan dia keluar dari rumah untuk berjudi sampai membuat hutang sebanyak ini?!

"Ngigau Lo! Bangkot itu nggak pernah keluar rumah seumur umur, gimana bisa dia punya hutang sebesar itu?!"

"Nggak percaya?? Tanya aja langsung sama bandarnya! " Prasongko menyodorkan layar ponsel yang menyala di depannya.

Olie mengerjap sekali. Sialan! Bahkan preman jalan sekalipun sekarang lebih ngerti teknologi dari pada dirinya. Kalau sampai benda itu terpegang olehnya, Olie hanya akan mempermalukan dirinya sendiri karena bahkan ia tidak bisa membuat benda itu menyala.

"Gue bakal bayar hutangnya.... tapi tidak bisa semuanya sekarang.... gue cicil sebagian kayak kemarin...."

Prasongko mengangguk-angguk, "Mendingan begitu.... dari pada kita kembali dengan tangan kosong."

"Tapi gue nggak mau ada orang orang kalian di dekat rumah ini. Mending kalian ikut aja ke ATM."

Mereka mengangguk-angguk bersepakat, dan Olie berbalik ke rumah untuk berpamitan pada Sani sekaligus menitipkan Anya untuk sementara.

"Emang kamu punya uang buat bayar hutang sebesar itu?" Sahabatnya bertanya cemas dan dijawab Olie dengan gelengan.

Yang terpenting sekarang adalah menjauhkan orang-orang kasar ini dari lingkungan tempat tinggal sahabatnya. Setelah itu ia harus memikirkan cara melepaskan diri dari mereka. Kembali ke rumah tanpa dibuntuti kalau tidak ingin membawa kekacauan ke rumah pantinya yang tenang.

Olie mengendarai pick up tuanya yang sudah penuh dengan muatan laundry. Seharusnya ia bisa langsung pulang setelah mengambil gorden dan kelambu-kelambu ini, juga obat herbal untuk encok kakeknya. Tapi Anya ingin main sebentar karena Destin anak Sani punya mainan robot baru. Lalu tiba-tiba pintu sudah digedor dari luar bahkan sebelum Olie menghabiskan jusnya.

Gadis itu melajukan pick up-nya lambat lambat. Dari kaca spion, MPV preman-preman itu mengikutinya dengan kecepatan yang sama.

Sekarang bagaimana ia harus melepaskan diri dari mereka? Bagaimana ia bisa kembali ke rumah Sani untuk menjemput Anya dan pulang tanpa dibuntuti? Karena jelas ia tidak punya uang untuk membayar hutang yang mereka sebutkan.

Olie mendesah, bergantian mengawasi antar bayangan MPV di kaca spionnya dan pemandangan jalan di depannya. Aneh sekali bagaimana ia tidak pernah belajar walaupun sudah tahu betul kalau kebohongan hanya akan membuatnya terperosok masalah lebih dalam setiap kali. Sekarang ia tidak bisa melihat jalan keluar dari orang-orang ini.

Walaupun ia tidak takut menghadapi mereka sampai wajahnya bonyok dan dua tiga tulangnya retak, tapi ia tidak bisa mengambil resiko mereka membahayakan keluarga sahabatnya. Mereka sudah terlanjur tahu rumah Sani. Belum Lagi jika mereka sampai mengikutinya ke panti. Ketenangan tempat itu berikut orang-orang tua yang tinggal di dalamnya bakal terganggu.

Oh.... Ya Tuhan!! Carolina.... kau benar-benar bodoh!! Benar juga kalau orang-orang bilang kau cuma jago menggunakan otot tapi jongkok menggunakan otak!

Kalau sedikit saja ia lebih banyak menggunakan kepala alih-alih ototnya di sekolah, mungkin ia bisa menamatkan SMA dan mendapat pekerjaan sungguhan walau cuma jadi kasir supermarket. Bukan cuma pura-pura kerja di panti jompo kakeknya dengan predikat 'perawat palsu'

Bagaimana sekarang....

Ya Tuhan.... kalau ia bisa keluar dari masalahnya sekarang ini, Olie tidak akan pernah berbohong lagi selamanya.... (ya... mungkin belum bisa 100%.... tapi ia akan berusaha semaksimalnya...)

Dengan tidak terlalu yakin kalau Tuhan akan mendengarkan janjinya yang setengah-setengah itu, ia mengedarkan pandangan ke sisi jalan di mana sebuah supermarket masih tampak ramai walau malam semakin larut. Olie ingat di dalamnya ada mesin ATM. Dan yang lebih diingatnya lagi adalah jalan belakang yang dikenalnya dalam bangunan itu.

Seketika tangannya memutar roda kemudi dan memarkir mobil di tepi jalan. Sosoknya yang mungil namun berisi melompat keluar seiring dengan para preman yang juga meninggalkan mobil mereka.

"Jagain cucian gue bentar. Gue narik ATM di dalam." Ia bergerak lincah memasuki areal halaman supermarket yang penuh parkir sepeda motor.

"Kenapa nggak transfer via e- banking saja? Lagian tingkah lo juga mencurigakan. Kita sudah lewati tujuh mesin atm dalam perjalanan kemari." Prasongko mengikutinya dengan mata penuh selidik.

"Gue nggak ngerti apa yang lo omongin. Gue cuma terbiasa sama mesin ATM yang disini. Gitu aja. Tunggu di luar."

Prasongko berhenti saat ia menaiki undakan pendek di depan pintu masuk.

"Jangan coba coba lari lo."

"Lo udah bawa jaminan gue, kan?" Olie memberi isyarat dengan dagunya pada pick up tua yang penuh dengan hasil laundry gorden dan kelambu untuk panti jomponya.

Begitu masuk ke supermarket, Olie seketika mengambil jalan ke pintu belakang seperti rencananya. Ia tidak bermaksud melarikan diri. Setidaknya tidak sendirian; ia tidak bisa meninggalkan Anya. Tapi mungkin ada jalan keluar yang terpikirkan. Atau setidaknya ia bisa mengulur waktu.... entah seberapa lamanya pun itu.

Olie berpapasan dengan salah seorang pegawai supermarket sebelum mencapai pintu keluar. Ia mengulas senyum polos yang diusahakannya secantik mungkin untuk tidak membuat pemuda itu terlalu banyak bertanya. Dan akhirnya pintu kecil di belakang itu tercapai olehnya. Mungkin melihat sosoknya yang semi hispanic pemuda karyawan itu mengira dia adalah anak pemilik toko.

Tetapi ketika tubuhnya melewati ambang pintu kecil itu, dan papan kayu menutup di belakangnya, segala topeng keberanian dan nyali di dalam dadanya melesap hilang.

Ia tak bisa lari. Juga tak bisa menghadapi mereka. Semua karena keterlibatan pihak pihak lain yang tidak bersalah.

Olie menutupkan hood jumpernya ke atas kepala, menyembunyikan ekor kudanya yang lebat seperti emas terbakar. Kakinya melangkah gontai tanpa sadar menyusuri kegelapan lorong itu. Pikirannya buntu. Sampai kemudian wajahnya terangkat oleh suara menjijikkan dari tenggorokan seseorang.

Langkahnya terhenti melihat pria itu di sana. Membungkuk di samping got mengeluarkan isi perutnya. Bahkan dari tempatnya berdiri yang bermeter-meter jauhnya, Olie bisa mencium bau minuman keras dari tubuhnya.

Aromanya seperti minuman mahal yang biasa diminum kakeknya. Tapi efeknya sama saja dengan minuman oplosan paling jelek di pasaran, membuat peminumnya limbung dan tampak sangat konyol serta memalukan.

Pria itu menegakkan tubuhnya setelah berjongkok beberapa lama. Ternyata sosoknya sangat besar dan tinggi. Ia menggeram sambil menyibakkan rambutnya yang panjang bergelombang dan lepek mencapai bahunya yang lebar.

Seperti layaknya seorang pemabuk ia tidak terlalu memperhatikan keadaan sekelilingnya atau mungkin tidak peduli. Sambil mendenguskan hidungnya yang beringus, ia melonggarkan kaitan ikat pinggangnya dan menurunkan retsliting celana.

Sialan! Benar-benar tidak tahu malu!

Olie sudah mau memutar langkah meninggalkan pemandangan yang membuat jenggah itu ketika sudut matanya melihat benda persegi yang menonjol di saku celana.

Detik berikutnya maniknya beralih ke mobil mewah yang terparkir tak jauh dari pria itu. Laki-laki apa yang mengendarai sedan BMW dan mabuk di gang belakang sebuah supermarket yang sepi?

Benaknya menghitung berapa yang mungkin berada di dompet pria itu. Melihat botol minuman mahal yang tergeletak di dashboard mobilnya, mungkin isi sakunya tidak sememalukan sosoknya yang berdiri kencing tanpa menyadari kehadirannya.

Olie menghitung kesempatan dan sisa waktu yang dimilikinya. Dan tiba tiba ia sudah berlari ke arah pria itu, bahkan sebelum memutuskan. Ia menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong pria itu ke depan, hingga terperosok ke dalam got menginjak muntahan dan air kencingnya sendiri.

"Awas ada mobil, Pak!" Olie berteriak menambah keterkejutan laki-laki itu, dan dalam satu detik lipatan dompet kulit yang tebal dari saku belakang celana pria itu sudah berpindah ke tangannya.

Olie berlari, masih sempat menengok sekali melihat pria itu kebingungan menyadari apa yang terjadi. Tetapi ternyata tidak cukup lama baginya untuk tahu ia telah dicopet, dan dengan tergesa-gesa ia menaikkan retsliting celana bersama teriakannya yang menggelegar mengejar Olie.

"Hei! COPET TENGIL SIALAN!!"

Olie terbeliak mendengar langkah kaki berat bersicepat mengejar di belakangnya.

Ia menengok sekilas lagi ke belakang dan ternyata orang itu mampu bergerak seperti orang waras dan bahkan memotong jarak dengan sangat cepat.

Suatu detik Olie tergagap untuk mengambil tikungan antara ke kiri dan ke kanan di depannya, dan detik berikutnya punggung jumpernya sudah ditarik ke atas hingga ia melayang dari aspal jalan.

Ini orang mabuk beneran nggak sih tadi?

"Mau lari ke mana kau sekarang? Hah?! Tikus gang?!"

Olie berontak, tapi dengan sekali dekap tubuhnya sudah terkunci dalam kungkungan lengan kiri pria itu. Sementara tangan kanannya yang besar sudah menggerayang ke saku saku celananya. Pria itu mencari dompetnya.

"Kecil-kecil sudah jadi pencopet!!! Mau jadi apa kalau sudah besar nanti, heh?!... melihat ukuran badanmu, kau pasti baru duduk di SMP kan?" Suaranya berat dan sedikit geram. Kelihatannya dia kesal sekali dikerjai 'anak SMP'.

Olie lebih memilih tak bersuara agar orang itu tetap mengira dia anak laki- laki.

Tapi ketika ia tak menemukan dompetnya di saku saku celana jeansnya, tangannya mulai menyusuri saku jumper dan ke balik baju hangat itu mencari di saku kemeja. Dan...

Grep!!

Tangan lebar orang itu mendarat di atas gundukan kenyal di dadanya. Lalu seperti terkejut, dan  seolah mau memastikan, jarinya bergerak meraba dan meremas lembut.

Nyut... nyut....

Sedetik mereka berdua membeku. Lalu Olie meronta lebih keras dan menggeramkan kata 'Kurang ajar!'

Untuk kali ini pria itu bersedia melonggarkan kunciannya dan menurunkannya kembali ke atas aspal. Tetapi ia juga mendorong gadis itu sampai terpepet di tepi tempat sampah besar.

Sambil tetap mengunci lengannya di belakang punggung. Pria itu menarik turun hoodie jumper Olie, dan pengikat rambutnya juga ikut tertarik.

Seketika rambut coklat keemasannya jatuh menirai di sisi wajah. Olie menatap pria itu dengan lirikan melewati bahu. Cahaya di sepanjang gang itu sangat minim, tetapi ia bisa melihat siluet wajahnya dari jarak yang lebih dekat.

"Wah.... ternyata kau perempuan? Mana dompetku? Kembalikan sekarang atau kulucuti bajumu satu per satu sampai aku menemukannya!!"

Pria itu memepet Olie dengan tubuhnya dan menarik naik ujung jumpernya untuk membuktikan ancamannya. Seketika nyali gadis itu menciut, dan ia benar-benar mencicit seperti tikus gang.

"Di bawah! Aku menendangnya ke bawah tempat sampah!"

Pria itu diam sebentar, lalu mendorongnya untuk berlutut ke lantai. "Ambil!"

Ia menungging untuk bisa melihat ke bawah kolong tempat sampah itu, dan tangannya meraih dengan mudah barang yang diinginkan penangkapnya. Olie berbalik dengan setengah membuang muka ketika menyerahkannya. Ini adalah kejahatan pertamanya selain berkelahi. Dan ia gagal total seperti pecundang.

"Ini....."

Pria itu menerima dompetnya dan menginjak ujung jumpernya di atas aspal untuk mencegahnya kabur. Olie berusaha menariknya tetapi rupanya si pemabuk bersungguh-sungguh bermaksud menahannya.

Matanya melirik ke atas sekilas, memandang wajah lebar yang juga menatapnya dengan sorot merendahkan. Baru kali ini Olie menyadari bekas luka bakar mengerikan di sisi kanan wajah pria itu yang ditutupinya dengan juntaian rambutnya yang kelam kehijauan.

"Maaf... tolong lepaskan aku.... jangan panggil polisi...." ia merepet.

"Buat apa panggil polisi? Aku polisi!" Ia menekankan sambil memeriksa isi dompetnya.

"Kelihatannya kau belum berhasil menyembunyikan apa-apa dari dompetku.... Ini pertama kalinya kamu mencopet?"

Olie mengangguk kecil, mencoba peruntungangan dengan menepati janjinya untuk tidak berbohong lagi.

"Siapa namamu? Aku pasti ingat kalau kau ada dalam daftar cari atau pernah ditangkap polisi sebelumnya...."

Sejenak ia ragu. Buat apa laki-laki itu menanyakan namanya? Tapi bukankah biasanya orang yang ditangkap juga ditanyai namanya?

"Carolina..."

Gerakan tangan sosok besar itu mengembalikan dompet ke saku celana seketika berhenti. Matanya yang dalam menatap beberapa lama sampai Olie harus mengangkat wajahnya untuk tahu apa yang terjadi.

"Kau mau melepaskanku?"

"Kenapa kau mencopet?"

Olie mengerjap memperhatikan tungkai-tungkai panjang pria itu. Sepatunya yang kotor oleh muntahan dan air kencing masih menginjak ujung jumpernya yang kebesaran. Sepatu Itu kelihatannya mahal. Segala yang melekat pada badan pria itu kelihatan berkelas dan mahal, juga berantakan, kusut dan bau.

"Aku dalam masalah.... dan ada anak perempuan kecil yang menungguku. ..."

Sosok yang menjulang dihadapannya menghela nafas berat. "Dia sakit?"

"Dia demam...." Olie tidak berbohong. Anya memang demam ketika mereka berangkat tadi siang. Bu Mara memaksanya membawa anak itu agar ia lebih gembira dan sembuh dari sakitnya.

"Dia sakit dan kau meninggalkannya sendirian....." pria itu menggumam.

"Kau mau langsung pulang kalau kulepaskan?"

"Ya?" Olie mendongak sedikit, mengira dirinya salah dengar.

"Langsung pulang! Jangan meninggalkan anakmu sendirian di rumah. Apalagi dia sedang sakit...." ia membuka kembali dompetnya dan sesaat kemudian melempar selembar kartu plastik keras ke pangkuan Olie.

"Masih ada saldo sedikit di kartu itu. Cukup untuk membeli obat turun panas dan membawanya ke doker besok pagi. Kau pakai saja. Nomor PIN-nya hari kemerdekaan Indonesia."

Dengan ucapan itu ia mengangkat sepatunya dari jumper Olie dan berbalik pergi.

Kartu itu berpindah ke tangannya, dan Olie mendenguskan tawa mencemooh dirinya sendiri.....

Apa ini? Ia baru saja diberi sedekah?

Mulutnya baru mau meneriakkan 'trimakasih, Tuan.' Tapi pria itu sudah menghilang.

Gila! Gerakannya benar benar cepat. Benarkah dia polisi? Mungkin sedang menyamar menghadang penjahat buruannya di gang tadi?

Polisi atau bukan, yang jelas sekarang ia yakin kalau pria itu mabuk.

Matanya meneliti lembaran uang plastik itu dan menemukan sebaris tanda tangan di salah satu sisinya. Tulisannya tidak begitu jelas tapi Olie masih bisa membacanya.

Namanya Jusuf Hectorardin Barma

***

Di sisi lain kota, dalam koridor kantor mewah perusahaan TIRAI EMAS yang ternama, Norman Paul berjalan tergesa dengan laporan penting untuk disampaikan kepada bosnya. Ia membuka pintu ruang kantor mewah itu setelah mengetuk sekali.

Di sebaliknya seorang pria tua dalam penampilan terbaiknya sedang bermain gundu di atas meja kerjanya.

"Tuan..."

"Ada apa?" Pria itu tidak menarik pandangan dari gundu-gundu yang sedang dibidik dengan sentilan.

"Ada pergerakan keuangan dari rekening Tuan Hector."

Seketika wajah penuh karisma itu terangkat dari meja. Matanya yang kelabu kelam bersinar dengan tawa bahkan sebelum ekspresi gembira itu mencapai bibirnya. "Benarkah?"

"Hanya penarikan sisa saldo, Tuan."

Sosok yang disebut bos itu tertawa keras sambil memutar kursinya.

"Anak itu.... akhirnya menyerah juga.
Berikan akses tanpa batas pada rekeningnya. Aku ingin laporan selengkapnya dengan apapun yang dia lakukan."

"Baik, Tuan."

***
# so here comes the beautiful, ragefull little Olie.

Entah kenapa saya suka sekali cewek cewek berkarakter batu karang yang keras luar dan dalam. Ada alasan kenapa mereka menjadi seperti itu. Itu juga alasan kenapa Saya tidak akan segan segan mempermainkan kehidupan karakter saya.

Kalian suka cewek yang lembut atau beringas?

Apa kesan pertama kalian pada sosok Hector yang hadir di sini?

Tinggalkan komennya yaaa....🙏🙏🙏#

Continue Reading

You'll Also Like

15.5M 875K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
9.7M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...
30.3M 1.6M 58
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 2 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...