VaniLate (SELESAI)

By Rismami_Sunflorist9

977K 164K 47.3K

Kisah lain di SMA Rising Dream Apa pun yang keluar dari mulut Vanila ketika marah, bukan hanya sekedar sumpah... More

TERTANTANG
PART 1 : AMARAH
PART 3 : KALAH
PART 4 : BERULAH
PART 5 : PATAH
PART 6 : PASRAH
PART 7 : TERBELAH
PART 8 : LELAH
PART 9 : MENGALAH
PART 10 : BERSALAH
PART 11 : BERUBAH
PART 12 : RESAH
PART 13 : PAYAH
PART 14 : GELISAH
PART 15 : LELAH
PART 16 : LEMAH
PART 17 : TERSERAH
PART 18 : BIARLAH
PART 19 : GOYAH
BERKAH
PART 20 : ENTAH
PART 21 : SEKOLAH
PART 22 : MENYERAH
PART 23 : GEGABAH
PART 24 : MUSIBAH
PART 25 : GUNDAH
PART 26 : CELAH
PART 27 : BERKILAH
PART 28 : BERSERAH
PART 29 : LENGAH
PART 30 : MEMBANTAH
PART 31 : SUSAH
PART 32 : JUJURLAH
PART 33 : BERULAH
PART 34 : TERARAH
PART 35 : TUMPAH RUAH
PART 36 : BERBENAH
PART 37 : BERTAMBAH
PART 38 : KEJARLAH
PART 39 : PATAH (2)
PART 40 : TERPANAH
PART 41 : PECAH
PART 42 : MEMBUNCAH
PART 43 : BERPASRAH
PART 44 : MEREKAH
PART 45 : PERCAYALAH
PART 46 : TERINDAH
PART 47 : DIRIMULAH
PART 48 : BERJALANLAH
PART 49 : GERAH
PART 50 : TERPERANGAH
PART 51 : PIKIRKANLAH
PART 52 : TAK BERARAH
PART 53 : BERJUANGLAH
PART 54 : BERKELUH KESAH
PART 55 : SUDAHILAH
PART 56 : BERSUSAH PAYAH
PART 57 : TERIMALAH
PART 58 : SUDAH BERBENAH
PART 59 : BERUPAYALAH
PART 60 : IKHLASLAH
PART 61 : BERPASRAHLAH
PART 62 : BERKAWANLAH
sekilas info
PART 63 : BETAH
PART 64 : BENAR-BENAR PATAH (3)
PART 65 : SADARLAH
PART 66 : CERAH (2)
QnA
PART AKHIR : BERKISAH ATAU BERPISAH?
inpo give away cuy!
GIVE AWAY TESTIMONI NOVEL VANILATE!
UP LAGI
TREWEET TREEWWWWWET GIVE AWAY

PART 2 : MASALAH

29.1K 4.5K 2.3K
By Rismami_Sunflorist9

Lebih baik dicaci karena apa adanya diriku, daripada dipuji dengan wajah topengku.
***

Total sudah lima kali putaran Vanila mengelilingi Lapangan Pancasila. Cukup lelah, tapi rintangan sesulit apa pun tak akan membuatnya menyerah dan berhenti memacu langkah.

Terbukti dari suara jejak-jejak kakinya yang saling beradu. Semakin lama semakin rapat.

Orang-orang yang hari itu juga jogging, sempat menoleh saat Vanila melintas.

Heran bercampur bingung, doi lagi kesetanan atau kesurupan, ya?

Usai menuntaskan putaran ke enamnya, Vanila menepi untuk mengecek putaran waktu yang diperolehnya hari ini.

"Good! Lebih baik dari kemarin," ujarnya lalu duduk di bawah pohon rindang yang berjejeran di tepi lapangan.

"Van!"
Sebelum Vanila menoleh, ia sudah bisa menebak siapa pemilik suara itu.

Tanpa bisa dikendalikan, sebuah senyuman terbit di balik masker yang ia kenakan. Senyum yang hanya bisa terulas ketika melihat wajah meneduhkan cowok yang sedang berjalan ke arahnya itu.

Sebuah botol minum disodorkan Brilian ke pipi Vanila. "Thanks, Bri! Tau aja gue baru kelar latihan."

Brilian menatap gadis itu beberapa saat. “Lepas aja maskernya, Van. Orang-orang nggak ada yang merhatiin kok. Topinya juga, nih!” Disambar cepat topi yang dikenakan Vanila.

Selama ini tak ada yang pernah berhasil memaksa Vanila melepaskan maskernya. Bahkan guru-guru di sekolah pun terpaksa mengalah sebab gadis itu mengatakan jika punya alergi berat dengan debu.

Tapi sekarang hanya melalui tatapan saja, Brilian berhasil membujuknya.
Dan situasi seperti itu sudah terjadi berulang-ulang.

Hanya ketika bersama Brilian, Vanila bersedia meninggalkan maskernya tanpa perasaan was-was.

“Beneran nggak ada yang liat, kan?” Vanila memperhatikan sekelilingnya.

"Serius! Nggak ada yang bakal liatin lo, Van. Orang-orang pada sibuk jogging." Brilian mengedarkan tatapan ke sekelilingnya.

"Lagian lecetnya pasti udah kering, kan. Lo nggak gerah apa, lari-lari sambil pake masker?"

"Udah biasa. Lebih gerah liat lo jalan sama Helen," tukas Vanila sambil meneguk air mineral dari botol minumannya. Ia nyaris tersedak begitu menyadari ucapannya sendiri yang terlontar begitu saja tanpa bisa dikendalikan.

Mampus gue. Pake acara keceplosan.

Dengan wajah semerah tomat, Vanila mengumpulkan nyali untuk melirik Brilian yang sedang sibuk merogoh-rogoh sesuatu dari dalam tas.

Beruntung, fokus Brilian sepertinya sedang tertuju ke hal lain. Vanila menarik napas panjang, lega bukan main.

Cinta diam-diam emang selalu bikin susah. Bergerak serba salah, nggak bergerak dikira kalah.

Bibir Vanila nyaris terbuka. Baru saja ingin menceritakan kejadian menyebalkan yang ia alami di kafe pada sahabatnya itu, tapi dari kejauhan pandangannya terusik dengan kemunculan seseorang.

Cepat-cepat dikenakan lagi maskernya. "Sini, Len!" teriak Vanila sambil melambai-lambai memberi kode pada Helen.

Cewek berambut panjang dan poni penuh itu mengentak menuju Vanila dengan senyum lebar. Ia juga melambai-lambai pada Brilian yang langsung menyambut antusias kedatangannya.

"Van..Van.., gue ajak ke toilet bentar, yuk." Helen baru sampai di tempat Vanila dan Brilian duduk. Namun ia sudah belingsatan sendiri menahan hasratnya yang muncul tiba-tiba. "Duh, kebelet banget nih."

Apa pun yang berkaitan dengan Helen, akan membuat Vanila mendadak iba. Entah sebab apa di mata orang-orang, aura Helen tampak seperti gadis lemah. Gadis yang butuh dilindungi dan harus selalu dijaga selama dua puluh empat jam penuh.

Berbanding seratus delapan puluh derajat dengan karakter Vanila yang baru ditatap saja sudah menunjukkan ekspresi mengajak baku hantam.

"Ayo, Len. Di sana toiletnya."
Vanila beranjak dari duduknya. Menggandeng Helen lalu menggiringnya menuju arah barat. Menyeberangi lapangan dulu sebelum berbelok ke sisi kanan.

Bruk

"Eh, Len. Lu nggak papa?"

Vanila panik bukan main. Ia dan Helen sedang asyik mengobrol di tepi lapangan sembari berjalan menuju toilet. Tapi tiba-tiba dari arah belakang ada yang menyambar Helen, membuat gadis lugu itu jatuh sambil mengaduh.

Tatapan Vanila menajam. Beberapa meter di depannya, tampak seorang gadis dengan body aduhai sedang mengelus-elus kepala anjingnya.

Dan, benar dugaan Vanila. Helen jatuh karena tersambar anjing milik gadis itu yang berlari kencang.

"Woy! Minta maaf, dong!" teriak Vanila, yang langsung membuat gadis itu menoleh dengan ekspresi masam.

"Gue?" Telunjuk gadis itu teracung ke dirinya sendiri. "Ngapain gue minta maaf? Orang gue nggak salah apa-apa."

Vanila mendengus. Amarahnya mulai mendidih. "Ya kalo anjing lo bisa ngomong, gue bakal nyuruh anjing lo yang minta maaf!"

Meski terlihat geram, gadis itu masih berusaha tersenyum. Senyum palsu, khas orang-orang yang punya poker face.

"Yaelah, Mbak. Udah nggak usah dipermasalahin kenapa?" Seorang cowok dari pinggir lapangan ikut campur.

"Lagian temen lo juga nggak kenapa-napa, tuh!" Lalu ada sahutan lain yang menyusul. Cowok juga, pake kaos hitam dan celana training.

Sepasang tangan Vanila mengepal erat. Rasanya bogem sudah ingin dilesatkan. Kepalanya berdenyut, seperti hendak memuntahkan amarahnya yang berusaha dikurung.

"Oh, gue tahu. Kalian tetep bela dia yang jelas-jelas salah, karena dia cantik? Atau gara-gara dia seksi? Gitu? Cihhh, paling-paling kalo make up nya luntur, mukanya nggak jauh beda sama alien yang nyasar ke bumi."

Vanila mengumpat lagi. Tapi kali ini, ia tidak merasa menyesal.

"Van, udah ayo. Ntar kalo anjingnya malah ngamuk gimana?" Helen yang ketakutan, menarik-narik lengan Vanila.

"Ya kita amuk baliklah," tukas Vanila enteng.

Helen memandangnya sangsi. "Emang lo berani?"

"Kagak! Lo kan tahu gue takut banget sama anjing. Ini aja sebenernya badan gue udah gemeter," jawab Vanila dengan suara selirih mungkin.

"Sialan lo, Van. Lagian ya, tu anak keliatan tajir. Pasti make up nya mahal, merk luar semua." Helen menggeleng-geleng tak percaya. "Nggak mungkin make up nya bisa luntur gara-gara dia keringetan."

Sudut bibir Vanila tertarik. Liat aja nanti.

Pertengkaran itu bisa saja berlanjut ke baku hantam antara Vanila dan dua cowok asing yang ikut campur tadi. Namun rupanya, semesta tidak mengijinkan. Hujan datang tiba-tiba. Membuat seisi lapangan kocar-kacir mencari tempat berteduh.

Helen jadi lupa hasrat ingin pipisnya. Ia tidak mau kehujanan, dan akhirnya malah menepi bersama Vanila di bawah atap bangunan kecil yang kosong.

"Lah? Kalian kok di sini juga? Nggak jadi ke toilet?" Brilian yang akhirnya menemukan tempat berteduh, merasa heran mendapati Vanila dan Helen di sampingnya.

“Tadi ada insiden kecil. Si Vanila -" Helen menjeda ucapannya begitu melirik ke arah Vanila yang sedang fokus mengamati sesuatu.

"Loh, itu kan cewe yang tadi cari masalah sama kita kan, Van?" Ia memekik syok saat melihat ke arah lapangan.

Cewek menyebalkan tadi, yang nyolot sama Vanila meski dia yang salah, masih ada di tempat semula. Di bawah guyuran hujan, ia berusaha membujuk anjingnya yang entah sebab apa tidak mau diajak berteduh.

Semakin kencang ia menarik tali yang terkalung di leher anjingnya, semakin keras pula anjing kesayangannya itu tetap bertahan di tempat.

"Aneh. Kok bisa anjingnya diem kayak patung gitu, sih?" Helen heran sendiri. “Dia sayang banget sama anjingnya ih, sampe rela ujan-ujanan gitu," ujarnya dengan nada iba.

“Sayang apa bego?” Vanila mengomentari dengan suara lirih.

Orang-orang sebenarnya juga tampak iba, namun mereka lebih memilih berteduh daripada hujan-hujanan demi menolong gadis asing itu.

Selang beberapa detik, suara orang-orang yang berteduh semakin gaduh. Berbisik-bisik mengomentari eyeliner gadis itu yang luntur dan membuatnya tampak mengerikan. Seperti sedang menangis tapi air matanya berwarna hitam. Lipstiknya pun juga memudar.

Dari sudut mana pun dilihat, wajah tanpa make up-nya terkespos jelas.

Melihat pemandangan itu, Brilian yang awalnya berdiri di sebelah Helen, bergeser sampai menyebelahi Vanila.

"Lo yang ngerjain dia, kan?" bisik Brilian sambil mendecak.

Senyum terulas di bibir Vanila. Dia puas. Tidak selamanya sumpah serapahnya tertuju pada sembarang orang, dan membuat korbannya yang tidak berdosa menderita.

Ada kalanya ia bisa memberi pelajaran pada mereka yang bersalah, yang memang butuh disadarkan.

***

Hujan tiba-tiba membuat mood Late jadi buruk. Sepulang dari kafe tadi, ia sudah menyiapkan rencana vlog terbarunya.

Kamera ready, bahan vlognya nanti juga sudah selesai ditulis. Tapi masalahnya, syuting untuk vlog hari ini harus dilakukan secara outdoor.

Kalau hujan terus-terusan gini, kapan bisa syutingnya?

"Udah nggak usah bete. Hari ini gue udah naikin berita lo yang baik-baik."

Rendy duduk bersandar di tepi ranjang Late sembari membuka sosmednya. Tanpa diketahui identitasnya oleh orang-orang, dialah admin lambe vlogger. Membuat Late makin populer adalah kewajibannya.

Meski sesekali ia juga menaikkan berita tentang vlogger lain, tapi prioritasnya tentu membuat citra Late semakin baik.

"Tadi lo bayarin kopi buat cewek asing di kafe deket Pengadilan. Terus lo juga sempet nolongin dia yang kepeleset minumannya sendiri."

Rendy mengamati foto-foto yang ditangkapnya secara diam-diam. Tak ada yang tahu jika kemana pun Late pergi, Rendy selalu ada di sekitarnya.

"Hmm, not bad. Tapi kurang gimana ya..." Ingat dengan kejadian di kafe, Late menegakkan tubuhnya, moodnya kembali.

"Gue kan masih ada kerjaan lain! Cewek Ninja itu, bisa jadi bahan vlog terbaru gue. Mari kita cek, udah berapa orang yang laporan ke DM gue."

Biasanya kalo lagi main game, tidak ada hal lain yang bisa membuat konsentrasinya teralihkan. Tapi kali ini semangatnya meluap-luap. Ide-ide pun bermunculan.

"Late?"

Suara dari balik pintu kamar, membuat Late mengangkat tatapannya dari ponsel. Papanya masuk dengan setumpuk kertas di tangan. Entah apa itu, tapi sukses membuat Late menghela napas panjang.

"Nih, kamu pilih mau sekolah di mana. Papa udah kasih referensi sekolah-sekolah yang bagus. Awas aja kalo kamu sering bolos lagi," ucap Papanya memperingati.

Walau terkesan garang, namun masih menunjukkan kasih sayang pada putranya itu. "Mau yang mana?"

"Aku udah punya pilihan sendiri, Pa."

Cepat-cepat cowok itu beranjak lalu menyambar selembar brosur di atas meja belajar. Bukan meja belajar sih, meja buat nge-game lebih tepatnya.

Setelah menerima sodoran brosur dari putranya, pria itu menimbang-nimbang sesaat. "Asal kamu janji nggak bolos-bolos lagi?"

Late mengangguk berkali-kali, antusias berlebihan.

"Oke, kalo gitu nggak masalah." Pria bernama Irfan itu menepuk-nepuk bahu putranya sebelum melenggang ke luar kamar. "Besok langsung daftar ke sana aja."

Dari kamarnya, Late berteriak kencang. "MAKASIH BOSSSKUH!"

Disampingnya, Rendy mengerutkan kening. "Lo kenapa ngebet banget sekolah di sana, sih?"

Mendadak Late memajukan bibirnya, seakan ingin berbisik. Bukannya makin penasaran, Rendy malah bergidik sambil mundur menjaga jarak.

"Ya nggak perlu pasang pose mau nyosor gitu juga, sih? Ngeri gue liatnya." Ditoyor jidat Late agar segera menjauh darinya. "Pasti ada yang lo rencanain, kan?"

Late mengulum senyum penuh arti.
"Idola gue sekolah di sana. Nih gue liatin instagramnya," jawabnya bangga sembari menunjukkan tampilan Instagram milik seseorang.

"Ha? Lo geblek apa gimana, sih? Masa lo ngefans sama orang yang nggak lebih populer dari lo?" Rendy langsung mengibas-ngibaskan kepalanya.

Masih belum puas, Rendy terus membeo. "Tuh, lihat. Postingan foto-fotonya nggak mutu semua. Mana komuk dia nggak ada yang bener. Ada yang cuma keliatan matanya doang. Ada yang mukanya ke zoom penuh selayar ponsel. Lo yakin ngefans sama yang model beginian?"

"Eits, jangan salah. Bang Heksa itu kayak punya kharisma yang bikin dia selalu jadi pusat perhatian." Tidak terima idolanya dinistakan, Late terus membela. "Dan satu lagi nilai plusnya, dia ganteng, Bro."

"Anjaaay, lo masih normal, kan?" Rendy pura-pura bergidik.

"Menurut lo?" tanya Late dengan wajah kesal. Sebal sendiri karena Rendy tidak seantusias yang dipikirkannya. "Pokoknya gue harus bisa sekeren dia."

Dengan sorot mata menggebu-gebu, Late menatap profil sebuah sekolah yang tertulis di brosurnya. Mulai besok, ia akan menjejakkan kaki di sana.

"SMA RISING DREAM"

***

Jadi udah pada paham kan, kenapa kelakuan Late sebelas dua belas sama Heksa? Bisa bayangin gimana kalo mereka berdua ketemu? Wkwk

Ah iya.. dapet salam Vanila. Tenang, nggak bakal disumpahin macem macem. Asal kalian selalu vote dan komen yak.

Salam sayang,
Rismami_sunflorist

Continue Reading

You'll Also Like

1.5K 279 33
[SMAGA SERIES #1] Sejak akun Instagram bernama @smagaconfess muncul, Keysha jadi suka uring-uringan sendiri. Di saat teman-teman dekatnya mendapat co...
3.4M 371K 26
#ProjectRemaja "Lo ngapain cium kening gue? Di naskah kan gak ada!" Semuanya berawal dari acara Teater untuk menyambut murid baru di sekolah. Dinda...
18.9K 1.3K 26
cerita ini bernuansa sekolah dan hal hal tentang anak muda jaman sekarang (taekook) (Vkook)
715 155 25
Berlian Bintang dengan kekuatan agung terpecah karena permintaan tak masuk akal untuk mendamaikan kerajaan. Coda yang awalnya merasa cukup dengan keh...