Sebuah Rasa Berujung Asa [END]

Von came_sa

529K 41.8K 2.6K

Kebersamaanmu denganku, membuatku terbiasa akan kehadiran dirimu. Namun, kepergianmu membuatku terpuruk, mer... Mehr

Salam Pembuka
SRBA-1
SRBA-2
SRBA-3
SRBA-4
SRBA-5
SRBA-6
SRBA-7
SRBA-8
SRBA-9
SRBA-10
SRBA-11
SRBA-12
SRBA-13
SRBA-14
SRBA-15
SRBA-16
SRBA-17. Perlahan Menghilang
SRBA-18. Permintaan Maaf
SRBA-19. Terpisah
SRBA-20. Kekhawatiran
SRBA-21. Keterbukaan
SRBA-22. Kembali Pulang
SRBA-23. Berjumpa Kembali
SRBA-24. Kebenaran
SRBA-25. Mencoba Memperbaiki
SRBA-26. Izin Melangkah
SRBA-27. Membutakan Hati
SRBA-28. Untuk Rasa
SRBA-29. Kecemburuanku
SRBA-30. Sebuah Rasa
SRBA-31. Saling Melengkapi
SRBA-33. Tanpa Izin
SRBA-34. Penggugur Dosa
SRBA-35. Sebuah Akhir
SRBA-36. Sebuah Hasil
-Lelaki Penabur Semi-
SRBA-37. Kata Hati
SRBA-38. Pemilik Hati
SRBA-39. Dibalik Rasa Canggung
SRBA-40. Lamaran
SRBA-41. Datang Dengan Cara Unik
SRBA-42. Robohnya Pembatas
SRBA-43. Penyelesaian Masalah
SRBA-44. Kamu Tak Sendiri
SRBA-45. Pertengkaran
SRBA-46. Sebuah Undangan
SRBA-47. Lepaskan
SRBA-48. Rasa Sayang Dan Cinta
SRBA-49. Sebuah Akhir Cerita (END)
Detak Rasa
Ikutan Main Sama Aku Yuk!!

SRBA-32. Satu Langkah Besar

8K 822 92
Von came_sa

"Tidak berharap banyak, cukup kamu yang taat pada Allah dan pada saya, itu adalah rahmat terbesar yang telah saya terima dari Tuhan."

-SRBA-

"Kamu kalau mau pergi acara rohis gak papa, kamu boleh pergi sama teman kamu," ucap Hanif yang membuat Naura menoleh pada Hanif yang sedang menyetir.

"Eh?"

"Iya, pergilah jika kamu memang mau pergi, saya tidak melarang. Maafkan ucapan saya tadi malam," lanjut Hanif.

Naura mengalihkan pandangannya ke depan, dia menjadi ragu untuk pergi, padahal semalam dia telah yakin untuk menolak ajakan Mai untuk ikut, lagian dia juga bukan panitia hanya sebatas anggota Rohis.

"Naura gak jadi pergi, Mas," ucap Naura membuat Hanif menoleh.

"Kenapa? Saya mengizinkan kamu untuk pergi, jika perkataan semalam yang menghalangi kamu untuk pergi, maafkan saya, lagian kamu pergi untuk kebaikan juga kan?" tanya Hanif yang sesekali menoleh pada Naura diselanya menyetir.

"Gak papa Mas, nanti Naura bilang ke Mbak Mai kalau Naura nggak jadi ikut, lagian Naura cuma anggota Rohis Mas, bukan panitia acara itu," kata Naura lagi membuat Hanif terdiam lalu mengangguk paham, lagian tidak mungkin juga dia memaksa Naura untuk ikut.

"Ya udah, kalau gitu besok kamu ikut saya aja ke lombok, saya disuruh Papa  kesana menggantikan beliau untuk bertemu client," kata Hanif tersenyum menatap Naura.

Naura menoleh, "Besok Naura kuliah, Mas. Lagian Mas kan kerja, gak enak kalau Naura ikut. Gak papa kok kalau Mas mau pergi," ucap Naura. Jujur, dia belum siap untuk pergi dengan Hanif ketempat jauh hanya berdua, dia masih merasa canggung dengan suaminya itu.

"Kita berangkat malam, jadi tidak menganggu kuliah kamu," lanjut Hanif, Naura kembali memutar otaknya mencari alasan tapi bukan alasan kebohongan.

Naura terdiam, tidak ada kata-kata yang berhasil keluar dari otaknya untuk menolak ajakan Hanif.

"Mau ya?" tanya Hanif sekali lagi.

"Iya Mas." Akhirnya Naura menyetujui untuk ikut, tidak ada alasan yang terpikirkan untuk menolak ajakan tersebut.

"O iya, nanti mungkin saya pulang malam, selesai dari kantor saya mau ke rumah ketemu Papa," kata Hanif, Naura hanya mengangguk.

"Apa kamu mau ikut ke rumah?"

"Gak usah Mas, lagian dari kantor ke rumah lebih dekat ketimbang Mas harus jemput Naura dulu." Hanif mengangguk, ada benarnya juga, lagian dia disana hanya untuk membicarakan masalah kantor dengan Papa, mungkin minggu depan dia akan mengajak Naura untuk datang ke rumah.

🕊️🕊️🕊️


Akhirnya Naura dan Hanif menginjakkan kaki mereka di lombok, setelah turun dari mobil Hanif dan Naurapun masuk menuju gedung hotel yang telah di booking oleh Hanif sebelumnya.

"Naura, Ayo!" ucap Hanif setelah ke meja resepsionis dan mendapatkan kunci kamar mereka.

Naura  yang sedang duduk disalah satu kursi mengangguk, lalu berdiri mengikuti langkah Hanif masuk kedalam lift.

Setelah sampai di kamar, Naura menjatuhkan badannya di kursi begitu juga dengan Hanif, hari ini lumayan melelahkan, seharian ini baik Naura maupun Hanif sibuk dengan kuliah dan pekerjaan kantor, dan mereka langsung bersiap-siap untuk perjalanan ke lombok.

"Mas mau mandi dulu? Biar Naura siapkan baju tidurnya," tanya Naura yang di angguki oleh Hanif, dengan berat hati karena kelelahan Hanif beranjak dari duduknya menuju kamar mandi.

Naura menarik koper yang tadi dibawa oleh Hanif mendekat ke arah kasur, mengeluarkan pakaian tidur dirinya dan Hanif, lalu meletakkan pakaian tersebut diatas kasur, dengan tetap membiarkan beberapa pakaian tersebut berada di koper, Naura melangkahkan kakinya menuju telepon yang berada di atas nakas samping tempat tidur, memesan makanan dan minuman hangat, mengingat dirinya dan Hanif belum makan malam karena sibuk mempersiapkan pakaian yang akan dibawa ke sini sore tadi.

Tepat ketika Hanif keluar kamar mandi disaat bersamaan bel kamarnya berbunyi.

"Mau kemana?" tanya Hanif heran ketika melihat Naura yang berjalan ke arah pintu.

"Bentar Mas, itu baju tidurnya di atas kasur," kata Naura tetap melanjutkan langkahnya menuju pintu, menerima makanan dan minuman yang diberikan oleh pelayan hotel lalu meletakkannya di atas meja.

Setelah memakai baju, Hanif menyusul Naura, melihat Naura yang menyusun beberapa makanan dan minuman di atas meja.

"Kamu yang pesan?" tanya Hanif lalu duduk disofa depan meja.

"Iya, Mas belum makan malam kan?" tanya Naura sambil memasukkan air hangat ke gelas yang berada didepan Hanif.

"Belum, kebetulan saya juga lapar."

Merekapun menikmati makan malam mereka yang tertunda, kelaparan membuat mereka fokus pada makanan masing-masing.

Selesai makan, Naura menyusun piring kotor tersebut dan kembali menelfon pelayan untuk kembali membawa piring tersebut, jika dibiarkan takutnya akan menimbulkan bau.

Hanif masih duduk di sofa sambil memainkan ponselnya, jam sudah menyentuh pukul dua belas malam, perut kenyang dan mengantuk perpaduan komplit untuk saat ini, namun alangkah lebih baik jika memberi jarak waktu untuk selesai makan dan tidur, agar proses pencernaan tidak terganggu.

"Kamu kalau ngantuk tidur saja, saya akan tidur disini," ucap Hanif melihat Naura yang juga ikut duduk di sofa.

Naura terdiam, 'Apa mereka akan tidur terpisah?' terakhir Naura yang ingin tidur bersama Hanif berakhir dengan matanya yang tidak mau terpejam ketika tidur bersama Hanif.

"Saya tidur di sofa saja," kata Hanif lagi, Naura menoleh pikirannya sibuk berkelahi, dilain sisi tidak mungkin dia akan tega membiarkan Hanif untuk tidur di sofa, dilain sisi batinnya memang belum siap untuk tidur bersama lelaki itu.

"Mas tidur di kasur aja," ucap Naura membuat Hanif mengangkat alisnya bingung.

"Terus kamu tidur dimana? Di sajadah atau di meja makan?" tanya Hanif membuat Naura langsung terdiam, dua hari yang lalu dia memang tidur di meja makan, tetapi tetap saja ketika bangun dia selalu berakhir di kasur sendirian, kemaren karena kelelahan, Naura langsung tertidur di kamarnya bukan di kamar Hanif.

Batinnya memang belum siap untuk tidur berdua dg hanif, tapi dia harus melawan ketakutannya itu agar terbiasa. Naura masih diam berkecamuk dengan fikirannya, sedangkan hanif masih menatap naura menunggu jawaban dari gadis itu.

"Gak papa, saya akan tidur disini," kata Hanif lagi meyakinkan Naura.

Naura menunduk, tangannya saling menggenggam, "Maafkan Naura Mas," ucapnya kemudian terisak.

"Kenapa menangis?" tanya Hanif bingung, Naura tidak melakukan kesalahan apapun, apa yang membuat gadis itu menangis dan minta maaf?

"Naura tidak pantas menjadi seorang istri, Naura tidak mampu memberikan hak mas sepenuhnya, dan masih banyak kewajiban yang belum Naura lakukan sebagai istri Mas, Naura merasa bersalah karena telah mengambil keputusan untuk menikah ini, padahal sepenuhnya Naura belum siap," ucap Naura menunduk.

"Siapa yang bilang kamu tidak pantas? Yang menilai pantas tidaknya kamu sebagai istri tentu saya sendiri, dan sekarang juga saya bilang, kalau kamu pantas menjadi istri saya, kamu telah melakukan kewajiban kamu dengan baik, melayani saya dan juga telah memberikan apa yang seharusnya saya terima, jadi sekarang berhenti nangis, kamu tidak perlu memaksakan diri jika kamu tidak bisa melakukannya, saya memahami itu," ucap Hanif memberikan pengertian, dia tidak menuntut banyak dari Naura, dia hanya ingin menjaga pemberian Allah dengan baik, mendapatkan istri sholehah seperti Naura adalah rahmat terbesar bagi Hanif.

"Tapi sampai sekarang, semenjak kita menikah, naura belum memberikan hak utama Mas, Naura merasa menjadi istri yg buruk," lanjut Naura masih dengan terisak.

Paham arah pembicaraan Naura, Hanifpun mencoba mendekat ke arah Naura, "Naura, hak seorang suami tidak hanya sebatas yang kamu pikirkan, melayani saya di kasur memang adalah hak saya, itupun jika saya meminta maka kamu memang harus memenuhinya, tapi sampai sekarang saya tidak memaksa kamu untuk melakukan itu, dan sayapun tidak memintanya, jadi buang segala fikiran buruk kamu, hak saya yang harus kamu penuhi sekarang, cukuplah taat pada Tuhan dan kepada saya yang sebagai suami kamu, jika saya Ridha atas semua yang kamu lakukan, InsyaAllah, Tuhanpun akan Ridha," jelas Hanif.

"Sudah, jangan nangis lagi," bujuk Hanif yang duduk disamping Naura.

Naura mengangguk, berusaha menenangkan hatinya.

"Mas tidur di kasur aja, tidak mungkin Naura membiarkan Mas untuk tidur di sofa, besok Mas harus kerjakan?" tanya Naura menatap Hanif dengan mata memerah.

Hanif menjadi gemas melihat tingkah Naura, gadis didepannya seperti gadis remaja yang berusaha untuk dewasa, keadaanlah yang membuat Naura harus dewasa setiap menyikapi masalah.

"Jadi kamu yang tidur di sofa? daripada kamu mending saya yang tidur di sofa," kata Hanif lagi.

Naura diam menggigit bibirnya, pikirannya terbaca oleh Hanif.

Tanpa menunggu jawaban Naura, Hanif menarik tangan gadis itu ke arah kasur, "Sekarang kamu tidur,  udah larut," ucap Hanif ketika mereka sampai di tepi kasur.

"Lalu Mas?"

"Saya juga tidur disini, hanya sebatas tidur, saya tidak akan melukai kamu. Cobalah tenang dan lawan trauma kamu jika kamu memang tidak ingin saya tidur di sofa," kata Hanif lagi yang akhirnya membuat Naura menurut, diapun merebahkan tubuhnya di atas kasur diikuti oleh Hanif.

"Tutup mata kamu, baca doa dan jangan biarkan otak kamu berpikir buruk." Naura menurut, hanya inilah satu-satunya cara agar dia mampu melawan traumanya.

Hanif yang berada dihadapan Naura tersenyum ketika gadis itu memejamkan matanya, tidak ada penolakan atau ketakutan yang diperlihatkan oleh Naura. Gadis itu menuruti kata-kata yang diucapkan Hanif.

Lantunan surah pendek Al-Qur'an terdengar dari mulut Hanif, salah satu cara yang dilakukan Hanif agar Naura tetap tenang dan terhindar dari fikiran buruknya.

Nafas Naura mulai teratur, menandakan kalau gadis itu telah jatuh terlelap. Satu langkah besar berhasil di lalui Naura, yang akan berefek besar untuk kebaikan rumah tangga mereka.

Lagi-lagi Hanif tersenyum, dia membenarkan selimut Naura, lalu membawa tubuh gadis itu kedalam pelukannya.

"Selamat tidur, Sayang."

---
A/n:

Assalamualaikum!!

Apa kabar?

Maaf telat 🙏

Semoga suka dengan part ini 💕

Satu kata untuk part ini? 😚

Ig: came_sa

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

6.1M 319K 59
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
16.8M 730K 42
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
2.8M 141K 61
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
4.9M 183K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...