Tell Me Why â–Ş Park Jihoon

By arin-a

2.7K 596 140

Semuanya terjadi terlalu cepat, sampai-sampai seorang Park Jihoon tidak dapat menghindar lagi. Dirinya dipili... More

•Prolog & Cast•
01 • First Meet, Isn't?
02 • Please, Save It
03 • Have Been Chosen
04 • Crazy Thing Called 'Cooperation'
05 • Rendezvous
06 • How Can I?
07 • Special Request
08 • Who is She?
09 • The Special Day
10 • Moving
11 • Heol
12 • Get Closer
13 • No Regret
14 • What is it?
16 • Present
17 • Last Forever?
18 • Go Public
19 • How to Protect Her
20 • Fight
21 • The Cure
22 • Something Goes Wrong
23 • Promise
24 • I'm Fine
25 • ToGetHer?
26 • At least, Try
27 • Nighty Night
28 • Somewhere in Between
29 • About You
30 • Quotes & Mith
31 • Br(OK)en Kiss

15 • Thank You

62 14 8
By arin-a

Jihoon menghela napas pelan ketika kendaraannya berhenti sempurna di halaman rumah megah milik Halmeoni-nya. Tanpa ragu, ia langsung berderap masuk setelah menyadari mobil orang tuanya juga telah terparkir lebih dulu. Setelah disambut beberapa pelayan, Jihoon langsung menuju kamar milik neneknya itu.

Seketika semua orang yang berada di ruangan itu menoleh ketika Jihoon masuk. Ia menyunggingkan senyum setelah mendapati kedua orang tuanya rupanya tengah berada di ruangan yang sama dengan Halmeoni. Raut kelegaan langsung tercipta begitu saja di wajah Park Ji Wook dan istrinya.

Melihat Jihoon menutup pintu setelahnya, DaYeon tidak bisa menahan dirinya lagi untuk tidak bertanya memastikan, "Kau datang sendiri, Jihoon-ah?"

Jihoon tersenyum tipis, berusaha menampilkan raut setenang mungkin karena sepertinya orang tuanya juga memiliki pertanyaan yang sama. "Iya, tadi setelah pulang dari kampus aku langsung ke sini, Halmeoni."

"Bagaimana dengan Sera?"

Kini giliran Jihoon menoleh ke arah ayahnya. "Dia masih berada di toko rotinya. Mungkin lain kali, aku akan datang bersamanya," jelas Jihoon samar, menyadari ia tidak bisa menepati janji untuk datang bersama Sera sore ini.

Jihoon bersitatap dengan ibunya, yang memberi gestur agar anak semata wayangnya itu duduk di salah satu sofa yang tersedia di kamar yang luas ini. Suasana mendadak berubah, Jihoon menyadarinya. Mungkin ini semua karena ekspektasi mereka melihat Jihoon datang bersama Sera tidak tersampaikan.

"Kalian ... baik-baik saja, bukan?"

Jihoon yang tengah sibuk melepas coat berwarna krem yang semula dipakainya langsung mengangguk cepat, tanpa ragu. Ia kemudian menyunggingkan senyum menyakinkan. "Tentu saja. Aku dan Sera, baik-baik saja. Kalian tidak perlu khawatir."

Park Ji Wook yang duduk tidak jauh darinya tersenyum bangga, ada kelegaan yang menyembul di hatinya. Semua itu, terlihat jelas dari bahasa tubuh pria yang hampir menginjak usia kepala lima itu, lalu ia pun menepuk-nepuk pundak Jihoon seraya berkata, "Aku percaya kau pasti bisa menjaganya."

Menjaganya?

Kalimat itu bergaung di telinga Jihoon dan seketika itu dia termenung. Pikirannya sendiri otomatis saling bersahutan, menimbukan impuls tersendiri yang menambah kekhawatiran dalam jiwanya. Entah bagaimana hatinya ikut tersentil, bisakah ia benar-benar menjaga Sera seperti harapan semua orang?

Halmeoni yang semula dalam posisi berbaring, mengubahnya menjadi posisi duduk. Sebagian tubuhnya lebih tegak dari sebelumnya. "Sebelum terlambat dan selagi masih ada kesempatan, aku hanya ingin berterima kasih kepadamu, Jihoon-ah."

"Halmeoniㅡ"

"Terima kasih atas keputusanmu dan semua yang kau lakukan untuk keluarga ini, juga untuk The Wanone," imbuhnya bahkan sebelum Jihoon menyelesaikan kalimatnya. Ia mengatakannya dengan sangat lembut, seraya tersenyum lebar dengan matanya yang sayu.

Jihoon mengembuskan napas pelan, lega menyadari kondisi Halmeoni-nya itu perlahan membaik. Seolah segala rasa sakit yang sempat menerjangnya tempo hari telah menguap sepenuhnya. DaYeon juga merasa ia benar-benar sudah sembuh bahkan hal ini jauh lebih efektif daripada sekedar meminum obat-obatan dari dokter. Ia juga ingin cepat pulih, beruntung berkat Jihoon semuanya berjalan lebih cepat.

"The Wanone akan mulai bangkit seperti semulaㅡbahkan, bisa jauh berkembang. Ini semua berkatmu, Jihoon-ah. Kau telah melakukan yang terbaik," timpal ayahnya, membuat Jihoon yang semula menunduk ragu pun kembali mendongak.

Kini iaㅡsetidaknyaㅡikut merasa lega mendapati semua orang yang disayanginya mampu tersenyum. Seolah ada satu belenggu yang lepas dari tubuhnya, ada beban tak kasat mata yang terangkat begitu saja, diam-diam Jihoon bersyukur telah memutuskan hal yang tidak salah. Tapi dia masih belum sepenuhnya ikut bahagia, mengingat bukan dirinya yang benar-benar berjasa untuk semuanya. Namun, Han Se Ra.

"Aku tidak sepenuhnya pantas menerima ini semua. Berterima kasihlah pada Han Sera juga. Dia yang berperan penting membantu The Wanone."

DaYeon mengangguk setuju. "Tentu saja, kau benar juga."

"Dia gadis yang baik," puji ibunya Jihoon samar-samar ikut menanggapi. Tak dapat menampik kebanggaan yang turut terbit di hati wanita itu ketika membicarakan menantunya.

"Kalau begitu, tunjukkan rasa terima kasih keluarga ini dengan cara menjaganya, Jihoon-ah. Berusahalah untukㅡsetidaknya, membuat dia bahagia dalam pernikahan kalian. Kami semua yakin kau pasti bisa. Ya?"

Sayangnya sampai saat ini, aku masih tidak tahu bagaimana caranya membuat seorang Han Sera bahagia.

Akankah ada kemungkinan dia bisa bahagia?

Selama bersamaku?

▪°▪°▪

Setelah menghabiskan makan malam bersama orang tua dan neneknya, berlanjut juga dengan obrolan panjang yang mengalir tanpa direncana antara Jihoon dan ayahnya. Tidak terasa ia baru pulang ke apartemennya ketika malam telah larut. Jalanan kota Seoul yang dilaluinya tidak seramai biasanya, mayoritas pertokoan telah tutup meskipun aktivitas di jalan utama tetap membuatnya tidak bisa dikatakan sepi.

Jihoon membiarkan pikirannya berkeliaran merenungkan banyak hal selagi tangannya sibuk mengemudi. Semua ini terlanjur menjadi terlalu rumit hingga ia sendiri tidak tahu bagaiamna harus menguraikannya. Satu hal yang pasti; ia akan tetap berusaha melakukan apapun agar tidak menimbulkan penyesalan, lagi.

Lelaki itu membuka pintu apartemennya dengan hati-hati. Mengganti sepatunya dengan sandal santainya di rumah lalu berderap menuju kamarnya seraya melepas mantel krem-nya, sebelum kedua netranya melebar menangkap sosok yang tidak disangkanya.

Jihoon mendapati Sera sudah tertidur di sofa ruang tengah dengan posisi setengah duduk. Bisa diperkirakan gadis itu sebenarnya tidak berencana untuk tertidur di sini. Kepalanya yang tertekuk ke sebelah kananㅡdi mana posisi itu dianggap Jihoon sangat tidak nyaman. Dia segera meletakkan coat-nya pada gantungan dan mendekati posisi Sera.

"Yah, kenapa kau malah tidur di sini, huh?" gumam Jihoon pelan, heran melihat Sera. Kawatir juga jika tanpa sengaja membangunkan gadis itu. "Apa kau menungguku?" tanyanya lagi, tidak berharap mendapatkan jawaban. Lagipula percuma saja berbicara kepada orang yang tengah terlelap.

Jihoon bergerak menuju pantry. Mendadak tenggorokannya kering. Namun, matanya masih tertuju kepada Sera yang masih belum berubah posisi di sofa. Jihoon sedikit meringis, leher Sera pasti akan terasa sakit jika dibiarkan semalaman dalam posisi itu. Dia juga baru menyadari ada beberapa makanan tersedia di meja, yang membuat di dalam kepalanya terbersit pertanyaan baru.

Apa Sera menunggunya pulang sampai tertidur di sofa?

"Bodoh...," desisnya.

Kini Jihoon berdecak menanggapi pikirannya sendiri. Ia juga tidak tahu satu kata yang diucapkannya barusan pantas dialamatkan kepada siapa. Seharusnya gadis itu tidak perlu melakukannya. Jihoon jadi merasa bersalah jika pemikirannya itu terbukti benar. Sera akan makan malam dan pulang bersama Guanlin, begitulah prediksinya. Namun sepertinya dugaannya salah.

Setelah segelas air dingin itu mengalir sempurna di tenggorokannya, ia beranjak. Mengangkat Sera ke dalam kamar secara perlahan. Beruntung lengan Jihoon cukup kokoh dan tubuh gadis itu tidak seberat yang dikira. Ketika berhasil menidurkannya di kasur, lelaki itu langsung menyelimutinya menyadari suhu tubuh gadis itu mendingin.

"Lain kali kau tak perlu menungguku, Sera-ya. Janganㅡiya, jangan menungguku," ujarnya pelan, di samping rasa bersalah yang menjalar dalam diri Jihoon juga, karena tidak memberi kabar dirinya akan pulang terlalu larut.

Reflek tangan Jihoon perlahan bergerak, menyingkap anak rambut yang menutupi wajah damai gadis itu ketika terlelap, tapi setelah menyadarinya ia buru-buru menarik tangannya lagi. Khawatir akan membangunkan gadis itu meski tanpa sengaja.

"Semua orang percaya aku bisa menjagamu, juga membuatmu bahagia. Tapi sebenarnya, bagaimana caranya? Aku sendiri tidak tahu apa-apa." Jihoon meringis, miris.

"Maafkan aku, tapi aku hanya tidak tahu lagi bagaimana caranya membalas semua kebaikanmu," bisik Jihoon dengan suara parau yang pelan. "Karena aku tidak yakin kau akan bahagia bersamaku, Han Sera."

Jihoon semakin merapatkan selimut sampai leher gadis itu dan mulai berjalan ke luar sebelum sebuah bingkai foto yang entah sejak kapan dipajang di meja nakas sebelah tempat tidur menghentikan pergerakannya. Ia termenung beberapa saat, pikirannya serasa semakin campur aduk.

Akhirnya tangannya terulur menggapai bingkai foto itu, senyum tipis terukir di bibirnya tanpa disadari. Potret itu menggambarkan dirinya dengan Sera, di hari pernikahan mereka. Di mana gadis itu seolah tersenyum bahagia tanpa beban seraya mengamit lengannya sedangkan Jihoon hanya tersenyum simpul. Terlihat jelas ada semacam beban tersendiri di mata Jihoon sedangkan lelaki itu tidak menemukannya pada Sera. Gadis itu lebih bebas.

"Jika bersamaku saja kau sudah bisa terlihat sebahagia ini, bagaimana jika kau benar-benar bersama orang yang kau cintai?" gumam Jihoon lalu tersenyum sekilas. Ia menaruh foto itu pada tempatnya lagi. "Kau berhak bahagia dengan orang yang benar-benar kau cintai, Han Se Ra."

Suatu saat nanti.

Jihoon kini benar-benar melangkah keluar kamar. Menutup pintu sepelan mungkin. Tidak lama setelahnya, Han Sera membuka matanya. Ada air yang menetes dari sudut mata cokelat itu. Ia mendengar semuanya, sejak Jihoon membopongnya ke dalam kamar, ia sebenarnya sudah terbangun.

Hanya saja, Sera sengaja membiarkan Jihoon melakukan apa yang dikehendakinya. Tanpa disangka, ia juga bisa mendengar kata-kata lelaki itu, yang terdengar sangat tulus dari dalam hatinya tentang keinginan kuatnya membuat Sera bahagia.

'Jika bersamaku saja kau sudah bisa terlihat sebahagia ini, bagaimana jika kau benar-benar bersama orang yang kau cintai?'

Kata-kata itu masih terngiang jelas di kepala Sera seiring air matanya yang belum selesai mengalir. Mendadak hatinya mencelos. Ia terisak pelan.

"Andai kau tahu, kau tidak perlu melakukan apa-apa untuk membuatku bahagia," lirih Sera.

Bisa bersamamu dan berada di dekatmu seperti saat ini saja, sudah lebih dari cukup untukku.

Aku tidak pernah benar-benar merasa sebahagia ini ketika bisa bersama seseorang, selain dirimu.

Park Jihoon.

Apa ini artinya, aku benar-benar mencintaimu?

▪°▪°▪

Hai!

Ouch permainan emosi, starts here wkwkw. Maapkan aku kalo feel-nya nggak dapet atau kurang apalah~ Sampaikan aja yaa kritik & saran selalu diterima kok! Ehehe. Aku lagi dalam masa belajar nulis, jd harap maklum:")

Btw, aku baru ganti cover nich hehe. Gimana gimana?

Makasyi buat kamu yg masih baca sampe sini, jangan lupa tinggalin jejak buat aku yaa<3 Vote, comment, apapun itu, it means so much for me:")

Dah. See ya!

♡Arin.

Continue Reading

You'll Also Like

104K 8.7K 84
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
267K 21.2K 100
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
34.6K 3.3K 20
Plak!!! Lisa terdiam merasakan panas di pipinya, saat kekasihnya yang dia cintai menamparnya. Hatinya terasa begitu sakit. Apalagi, dia melihat sang...
34.4K 3.6K 15
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG