Tell Me Why ▪ Park Jihoon

By arin-a

2.8K 596 140

Semuanya terjadi terlalu cepat, sampai-sampai seorang Park Jihoon tidak dapat menghindar lagi. Dirinya dipili... More

•Prolog & Cast•
01 • First Meet, Isn't?
02 • Please, Save It
03 • Have Been Chosen
04 • Crazy Thing Called 'Cooperation'
05 • Rendezvous
06 • How Can I?
07 • Special Request
08 • Who is She?
09 • The Special Day
10 • Moving
11 • Heol
12 • Get Closer
14 • What is it?
15 • Thank You
16 • Present
17 • Last Forever?
18 • Go Public
19 • How to Protect Her
20 • Fight
21 • The Cure
22 • Something Goes Wrong
23 • Promise
24 • I'm Fine
25 • ToGetHer?
26 • At least, Try
27 • Nighty Night
28 • Somewhere in Between
29 • About You
30 • Quotes & Mith
31 • Br(OK)en Kiss

13 • No Regret

62 16 4
By arin-a

Jihoon menghampiri gadis yang sudah menatapnya dengan mata berkaca-kaca itu. Emosi dalam jiwanya sudah tidak terbendung lagi, siap tumpah ruah. Kini ia baru merasakan sakit di dada, namun anehnya melihat lelaki itu di hadapannya saat ini justru semakin memperparah kesesakan hatinya.

"Apa ini?" tanya Jiyeon dingin. "Kau tiba-tiba mengusirku dari hidupmu lalu menikah dengan dia?" lanjut gadis itu dengan suara bergetar.

"Jiyeon-ah," bujuk Jihoon sambil mencoba meraih tangan gadis itu namun langsung ditepisnya.

"Kau bahkan tidak bilang apa-apa padaku tentang pernikahan ini." Gadis itu akhirnya meloloskan bendungan air yang menggenang di kantung matanya. "Kau pikir aku tidak akan tahu? Kau kira aku bodoh? Apa kau sengaja?!"

"Aku hanya tidak ingin menyakitimu lebih dalam lagi," lirih Jihoon.

Jiyeon menatap nyalang ke arah Jihoon. Kegetiran tergambar jelas di raut wajahnya. "Tidak ingin menyakitiku? Kau sudah melakukannya, Park Jihoon."

"Maafkan aku," ujar Jihoon dengan suara parau. Hatinya ikut nyeri melihat gadis yang dipujanya sejak dulu menangis di hadapannya karena terlalu kecewa padanya.

Keduanya jelas terluka.

Jiyeon mengusap air matanya dan menetralkan napasnya sejenak. Ia mengalihkan pandangan, tak acuh. "Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiranmu itu."

"Aku punya alasan," sanggah Jihoon pelan.

"Apa?"

"Karena kini aku mulai sadar bahwa aku ... tidak bisa selalu mewujudkan keinginanku sendiri," gumam Jihoon yang membuat Jiyeon kembali menatapnya nanar. "Tapi aku sudah tahu apa yang aku lakukan, ini jalan yang terbaik."

"Kau pernah bilang, semua manusia hidup dengan keegoisan. Lalu, kenapa harus kau yang berkorban?"

"Jika ini cara terbaik yang bisa aku lakukan dan satu-satunya kesempatanku...," Jihoon menghela napas lalu tersenyum tipis, getir. Ia melayangkan tatapan pasrahnya pada Jiyeon. "Aku hanya tidak ingin ada penyesalan, lagi."

"Kauㅡ"

Jihoon menarik gadis itu dan memeluknya sekilas, sebelum tercetus kalimat sanggahan lain yang semakin berpotensi melukai keduanya. Membuat Jiyeon berjengit kaget namun mendadak semua kata-katanya berhenti di kerongkongan. Air mata hangatnya masih mengalir. Jihoon kemudian berusaha tersenyum kembali, jenis senyum yang lebih melegakan dari sebelumnya. Meyakinkan melalui gestur; semua akan baik-baik saja.

"Kau akan tahu pada waktunya. Jangan khawatir," ujar Jihoon sambil menatap lekat-lekat netra gadis itu. "Maafkan aku." Ia mulai beranjak meninggalkan Jiyeon dan sejuta tanda tanya yang terbit di otak gadis itu.

Tidak lama setelahnya, mobil Jihoon berlalu. Menyisakan Jiyeon yang masih termenung mencerna kata-kata Jihoon yang masih seperti teka-teki untuknya. Payahnya kali ini, perasaan lelaki itu tak bisa terdeteksi lagi olehnya, tidak seperti biasanya. Pemikirannya juga terlalu jauh untuk diraih lagi. Namun, entah kenapa satu kalimat itu masih menggema di dalam kepala Shin Jiyeon.

Aku tidak ingin ada penyesalan, lagi.

▪°▪°▪

Keduanya sepakat berhenti di pinggir sungai Han sambil duduk di salah satu bangku dari semen dan memakan ice cream. Diam-diam menikmati suasana yang tenang karena malam semakin larut. Lampu-lampu dari gedung pencakar langit dan beberapa mobil yang melewati jembatan, sekilas seperti lampu yang memberikan estetika khas ketika berpadu dengan gelapnya jubah angkasa malam.

Ini salah satu upaya pertama Jihoon untuk menyicil hutangnya pada Sera. Saat ini, dia hanya bisa menuruti apapun keinginan gadis itu sambil bersiap di tembak beberapa pertanyaan olehnya. Terlebih keduanya memang sedang berusaha mengakrabkan diri satu sama lain.

"Oppa?"

Jihoon menoleh. "Hmm?"

"Terima kasih," ungkap Sera tiba-tiba sampai membuat Jihoon melongo sejenak, dengan secuil ice cream vanila yang masih ada di pinggir bibirnya. Sera tersenyum. "Aku tidak menyangka aku belum pernah mengatakan itu padamu."

"Untuk apa?" sahut Jihoon bingung lalu kembali menatap lurus ke depan.

Terima kasih karena telah memberikanku kesempatan untuk berada di sisimu.

Terima kasih meskipun ini semua hanya sementara dan sewaktu-waktu dapat berakhir juga.

Terima kasih karena aku bahagia, bisa bersamamu.

"Aku hanya merasa harus berterima kasih, karena aku tidak tahu apa saja yang telah kau lalui sampai detik ini." Gadis itu menikmati semburan angin di pinggir sungai yang menyapu wajahnya lalu mengembuskan napas pelan. "Tapi kau masih berlaku seolah semuanya selalu baik-baik saja."

Jihoon tersenyum tipis lalu melirik gadis berambut kecoklatan di sebelahnya dengan tatapan lembut. "Kau pasti melihat semuanya, bukan?" tanyanya merujuk pada kejadian yang baru saja berlalu, tentang dirinya dan Shin Jiyeon.

Sera hanya bisa diam. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Sebenarnya, ia mengakui dalam hatinya, gadis itu juga merasa bersalah. Terlihat dari tatapan keduanya yang saling mencintai, apalagi ketika Jihoon memeluk Jiyeon dengan lembut meskipun hanya sekilas. Ada reaksi khusus dalam hati Sera ketika benar-benar menyaksikannya dari balik kaca mobil meskipun ia tidak tahu pasti apa yang mereka bicarakan.

Namun di sisi lain, tentu ia tidak ingin kehilangan Jihoon sekarang juga. Hanya saat inilah kesempatan Sera untuk tidak menyerah begitu saja, setelah bertahun-tahun berlalu. Dia harus berusaha sebaik mungkin memanfaatkan kesempatan yang singkat ini. Selagi bisa, dia tidak ingin melepasnya lagi.

Tidak untuk kedua kalinya.

Masih terbayang jelas siapa sosok Jiyeon di dalam kepala gadis itu. Dia gadis tercantik di sekolah pada masanya. Siapa yang tidak mengenalnya? Shin Ji Yeon dan segala kesempurnaan yang melekat padanya seolah memang telah digariskan sejak awal. Dia baik, pintar, cantik dan keluarganya juga kaya. Kemungkinan Tuhan terlalu bermurah hati ketika menciptakannya. Sera tahu pasti, Jihoon bukanlah satu-satunya laki-laki yang akan jatuh cinta padanya.

Hal itu membuat Sera mundur, dulu.

Namun kini ketika semua keadaan berubah dan sedikit berpihak padanya, salahkah jika ia hanya ingin mempertahankan semuanya selagi masih ada waktu? Sebelum semuanya benar-benar hilang. Ketika waktunya sudah habis. Ia harap meskipun singkat dan sementara, tapi harus bermakna.

"Sera-ya," panggil Jihoon pelan tapi cukup ampuh untuk membangunkan gadis itu dari lamunannya. "Karena itu, kau jangan terlalu berharap padaku, ya? Aku juga tidak bisa berjanji akan selalu membahagiakanmu."

"Tapi, Oppa"

"Sebenarnya, aku selalu berusaha melakukan yang terbaik. Tapi kenyataannya, bukannya membahagiakan, aku justru lebih banyak membuat orang lain kecewa," lirihnya lalu tersenyum miris. Menertawai dirinya sendiri.

Sera sudah mengangkat tangan, reflek ingin mengusap lengannya atau setidaknya menepuk punggung Jihoon untuk membuatnya merasa lebih baik tapi gerakannya terhenti di udara. Ia mengurungkan niatnya begitu melihat tatapan sendu Jihoon.

"Kenapa kau merasa begitu? Di saat kehadiranmu justru menjadi hadiah untuk orang lain?"

Jihoon mengernyit lalu tertawa remeh. "Hadiah?"

"Kau tidak bisa mengendalikan kebahagiaan dan kekecewaan orang lain, Oppa. Jadi, berhentilah menyalahkan dirimu sendiri," ujar gadis itu lalu kembali menatap ke depan. "Lagipula hidup ini tidak selalu tentang kebahagiaan, bukan?"

Mendadak Jihoon takjub dengan kata-kata Sera yang seolah langsung membuat gejolak di hatinya kian mereda. Dia tidak tahu kenapa. Hembusan angin malam ini juga turut berperan, seolah meniupkan kesejukan sehingga semakin mengurangi kesesakan yang memenuhi rongga dadanya. Membuat sesuatu yang mengganjal di hatinya perlahan memudar dengan sendirinya.

Jihoon berdiri setelah menyadari wadah ice cream miliknya sudah tergeletak kosong dalam kantung plastik dan milik Sera juga sudah ludes berpindah ke perutnya. Gadis itu kembali membeliak melihat perubahan posisi Jihoon yang kini menghadapnya dengan senyuman yang terpatri.

"Jadi, menurutmu ... mana yang akan kau pilih, hidup untuk bahagia atau bahagia untuk hidup?"

Sera tersenyum ketika teka-teki itu dilontarkan Jihoon tiba-tiba. Ia berpikir sejenak, lalu satu ide terlintas di kepalanya, ia langsung mengutarakannya tanpa berpikir panjang. "Hmm. Bagaimana dengan hidup tanpa penyesalan?"

Jihoon mulai melangkah. Lalu memiringkan kepalanya sejenak ke arah gadis itu yang mulai ikut berdiri. "Baiklah, ayo kita lakukan!" ujarnya semangat membuat senyum Sera semakin mengembang ketika mengikuti langkah lelaki itu dari belakang.

Hidup tidak selalu tentang kebahagiaan, gumam Jihoon mengulang pelajaran tidak langsungnya malam ini, singkat namun bermakna.

▪°▪°▪

Eks member wanna one banyak pada ketemu dan satu stage (reuni) di soribada heuheu:" Lemah aku tehhh. Pgn bgt liat mereka reuni, kangen pisan:(

Continue Reading

You'll Also Like

82.8K 8.7K 26
"Tunggu perang selesai, maka semuanya akan kembali ketempat semula". . "Tak akan kubiarkan kalian terluka sekalipun aku harus bermandikan darah, kali...
298K 26.4K 51
Tidak pandai buat deskripsi. Intinya ini cerita tentang Sunoo yang punya enam abang yang jahil. Tapi care banget, apalagi kalo si adek udah kenapa-ke...
83K 8K 32
Supaporn Faye Malisorn adalah CEO dan pendiri dari Malisorn Corporation yang memiliki Istri bernama Yoko Apasra Lertprasert seorang Aktris ternama di...
128K 12.8K 25
Xiao Zhan, seorang single parent yang baru saja kehilangan putra tercinta karena penyakit bawaan dari sang istri, bertemu dengan anak kecil yang dise...