Abstrak

By riapohan

211K 25.2K 1.4K

Jatuh cinta punya banyak rupa. Bahkan mungkin yang tak dapat dijelaskan bentuknya. More

Abstrak 1 - Detik Pertama Jatuh Cinta
Abstrak 3 - Fall For Him
Abstrak 4 - Masa Lalu
Abstrak 5 - Nyatanya Melakukan Tak Semudah Mengatakan
Abstrak 6 - Tak Bisa Berhenti
Abstrak 7 - Sakit Hati Sepaket Dengan Jatuh Cinta
Abstrak 8 - Patah Sebelum Berkembang
Abstrak 9 - Melewati Batas
Abstrak 10 - Backstreet
Abstrak 11 - Kembali Patah
Abstrak 12 - Menenangkan Hati
Abstrak 13 - Jatuh di Lubang yang Sama
Abstrak 14 - Kesempatan Kedua
Abstrak 15 - Mulai Terbuka
Abstrak 16 - Dipaksa Menyerah
Abstrak 17 - Mencari Jalan Keluar
Abstrak 18 - Mencari Kebenaran
Abstrak 19 - Rahasia Yang Terungkap
Asbtrak 20 - Menyerah Pada Hati
Abstrak 21 - Keputusan Sulit
Abstrak 22 - Again
Abstrak 23 - Abstrak
Abstrak 24 - Lucky Ending

Abstrak 2 - God, Help Me!

14.9K 1.6K 83
By riapohan

Katakan Diandra gila, bagaimana ia bisa jatuh cinta pada seseorang hanya dalam sekali pandang. Tak masuk akal, gila. Tapi itulah yang kini Diandra rasakan. Detik pertama ia bertatapan dengan sosok Rashaun, jantung Didi berdetak cepat. Persis seperti dulu saat Didi merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya. Pada cinta monyetnya. Didi bukan gadis awam yang tak bisa menetukan rasa apa yang bekecamuk di hatinya.

Hingga kini, ia tak bisa menghilangkan sosok Shaun dari pikirannya. Diandra masih saja terus terbayang akan wajah tampan nan tegas Shaun. Bagaimana pria itu menegur dirinya dan Maria. Hingga keduanya harus bergegas kembali ke meja kerja Maria. Bahkan hingga sosok Shaun menghilang di balik ruangan Lani, Manajer mereka.

Rashaun Sekala, pria yang merupakan paman dari sahabatnya. Direktur di perusahaan mereka. Dan hal tergila, Rashaun bukan pria muda seperti lelaki kebanyakan yang Didi temui. Bahkan mungkin usia pria itu tak jauh dari ibunya. Tapi akal sehat Diandra seolah tumpul kala bersinggungan dengan pria tersebut.

"Di, mau pesan apa?"

Bahkan Maria yang bertanya padanya perihal menu makan siang tak Didi gubris. Gadis itu masih asyik berkelana dengan pikirannya akan Shaun. Membuat Maria gemas pada sahabatnya dan mencubit pipi gadis itu hingga Didi berteriak kesakitan.

"Sakit, Maria!" keluh Didi.

"Lo meleng terus. Gue tanyain daritadi mau makan apa nggak dijawab!" ungkap Maria gemas. "Lo mikirin apa sih?"

Diandra gelagapan. Tak mungkin baginya mengatakan pada Maria bahwa kini Didi tengah memikirkan Shaun. Apa yang akan dikatakan Maria jika tahu sahabatnya telah jatuh cinta pada sang paman. Terlebih Didi ingat bagaimana pagi tadi Maria memperingatkannya untuk tak jatuh pada pesona Shaun.

"Ayam goreng. Aku mau ayam goreng." Diandra mengucapkan hal yang bertentangan dengan pertanyaan Maria.

"Oke, lo tunggu sini biar gue yang pesan."

Maria berjalan menjauh. Diandra melambaikan tangannya pada Maria yang kini melangkah ke tempat pemesanan. Setelahnya Diandra memainkan ponselnya sembari menunggu kedatangan Maria. Sampai matanya menangkap suatu pergerakan di pintu masuk kantin kantor. Seketika Diandra menahan napasnya.

Di sana, Shaun tengah berjalan bersama Lani dan beberapa petinggi kantor. Mereka tampak berbincang sembari memasuki kantin. Mengambil tempat duduk hingga seorang petugas datang menghampiri. Diandra bisa melihat bagaiman bedanya perlakuan terhadap petinggi di kantor ini dan karyawan biasa sepertinya.

Tubuh Diandra seketika membeku kala mendapati tatapan tajam Shaun padanya. Mata setajam elang itu mengunci pandangan Diandra. Membuat gadis itu bernapas pelan-pelan. Padahal posisi mereka cukup jauh. Tapi Diandra jelas tahu bahwa saat ini Shaun tengah menatapnya dengan intens.

"Ini pesanan lo."

Terberkatilah Maria karena gadis itu menyelamatkan Diandra dari tatapan tajam Shaun. Diandra akhirnya bisa menggerakkan tubuhnya yang sejak tadi kaku. Gadis itu menatap Maria dengan gembira. Sembari berterima kasih akan menu makan siangnya yang tadi dipesankan Maria.

"Lo lihat apa sih daritadi ngelirik terus ke arah sana?"

Diandra terperanjat. Terlebih saat Maria mengikuti ke mana arah pandangannya. Sekejap saja tatapan tajam Maria sudah menghujamnya.

"Ngapain lo ngelihatin Pak Shaun?" tanya Maria penuh selidik.

"Eh ... itu, cuma penasaran kok. Kenapa petinggi seperti mereka makan di kantin karyawan begini."

Diandra menggigit bibirnya karena penjelasan super konyol yang dilontarkannya. Memangnya salah petinggi kantor makan siang di tempat ini?

"Kantin kantor kan milik perusahaan. Jadi siapapun boleh makan di sini. Lagian ya, mereka memang terbiasa makan siang di sini kok."

Didi menghela napas pelan. "Merakyat ya?" cibirnya.

Maria tak begitu peduli dengan kalimat sindiran yang dilontarkan Didi. Gadis itu memilih menghabiskan makan siangnya. Karena sebentar lagi waktu istirahat akan berakhir.

"Lo bisa pulang sendiri kan, Di? Atau ... lo mau bawa mobil gue? Tapi gantinya lo jemput gue jam bubar kantor, gimana?" Maria menaikkan sebelas alisnya.

"Enak aja. Mending aku pulang naik taksi!"

"Ya udah kalau gitu hati-hati ya. Sampai ketemu besok."

Maria memeluk tubuh Diandra kala mengantar gadis itu ke lobi kantor. Usai makan siang, Diandra memang tak perlu lagi kembali ke ruang kerjanya. Maria sudah cukup membekalinya perihal tugasnya mulai besok.

"Masuk sana, aku bisa tunggu taksi di sini kok. Nanti kamu telat masuk dimarahin lo." Diandra mengusir Maria. Meski berat hati, gadis itu akhirnya kembali ke kantornya. Meninggalkan Didi seorang diri menunggu kendaraannya.

Sepeninggal Maria, Diandra berniat membuka satu aplikasi online untuk memesan kendaraan. Sampai ia mendapati sebuah mobil mewah berhenti tepat di hadapanya. Membuat gadis itu mengernyit bingung.


Keterkejutan Diandra bertambah dua kali lipat kala si pemilik mobil menurunkan kaca jendela kendaraannya. Membuat tubuh Diandra membeku seketika.

"Kamu mau pulang?"

Napas Diandra tertahan kala mendengar suara berat yang menurutnya sangat seksi. Baru kali ini Diandra dibuat tak berkutik oleh seorang lelaki. Sepertinya ia mengalami kemunduran otak karena tak mampu membalas satu katapun pada Shaun.

"Jump in!" perintah pria itu membuat Diandra terkesiap.

"Hah?"

"I said, jump in!"

Jump in? Apa pria seksi di hadapannya ini sedang memberi tumpangan padanya? Diandra makin tak percaya dengan apa yang dialaminya saat ini.

"Kamu bisa dengar saya?"

"Eh ... ya?"

Dengan limbung Diandra membuka pintu penumpang. Duduk manis di samping Shaun. Bahkan gadis itu tak sadar belum memasangkan seatbelt-nya. Karena jemarinya terlalu sibuk mengerat sling bag miliknya. Membuat Shaun menggeleng pelan dan berinisiatif memasangkan seatbealt untuk gadis itu.

"A ... mau apa?" tanya Diandra dengan suara bergetar kala Shaun tiba-tiba mendekatkan tubuh padanya. Bahkan Diandra menjauhkan tubuhnya hingga membentur pintu.

"Seatbelt!"

Terdengar bunyi klik dan Shaun menjauhkan tubuhnya. Membuat Diandra bisa menarik napas lega. Namun kemudian gadis itu merutuki dirinya yang bersikap berlebihan. Memangnya Shaun tertarik pada gadis kecil sepertinya? Jelas Shaun memberi tumpangan mungkin karena melihat kedekatan dirinya dan Maria. Tidak lebih.

"Di mana rumah kamu?" tanya pria itu lagi.

Demi Tuhan, tak bisakah jantungnya bekerja dengan normal? Berlama-lama berdekatan dengan Shaun memberi efek buruk bagi kerja jantung Diandra. Ia tahu sikapnya benar-benar norak. Tapi memangnya ia bisa menolak saat perasaan cinta itu menghampirinya?


Tak juga mendapat jawaban dari gadis di sampingnya membuat Shaun menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Membuat kesadaran Didi kembali. Ia menatap bingung sekeliling. Kemudian beralih menatap Shaun yang juga menatap intens padanya.

"Kenapa berhenti di sini?" tanya Diandra.

Shaun menghela napas berat. Berhadapan dengan gadis muda di sampingnya ini ternyata cukup sulit. Bukan ia tak tahu jika Diandra menaruh hati padanya. Ia hapal, sangat hapal bagaimana ciri-ciri perempuan yang tertarik padanya. Dan Diandra adalah salah satunya.

Ia tahu hanya dengan melihat tatapan gadis itu yang terus terpaku padanya. Bahkan saat memasuki kantin untuk makan siang pun, Shaun tahu gadis itu sudah mencuri pandang ke arahnya. Namun Shaun hanya diam dan memerhatikan. Sampai saat ia melihat gadis itu berdiri bersama Maria -keponakannya- di lobi. Dan ketika Maria sudah tak bersamanya lagi, saat itulah Shaun memberanikan diri menghampirinya.

Sekarang, berduaan dengan gadis muda ini di dalam mobil, membuat Shaun kesulitan menghadapinya. Shaun bukan pria awan. Umurnya sudah sangat matang dan perjalanan hidupnya sudah membuktikan betapa berpengalamannya Shaun menghadapi lawan jenis. Tapi gadis bernama Diandra ini seperti sebuah pengecualian. Mungkin karena di mata Shaun, gadis ini begitu polos.

"Saya tanya sejak tadi di mana rumah kamu?"

Mata Diandra mengerjap. Satu pemandangan yang jelas memancing gairah pria dewasa sepertinya. Tapi Shaun tahu, ia memiliki batasan. Gadis satu ini membuatnya tertarik, tapi di sisi lain juga terlarang.

"Perumahan Griya Bakti."

Tanpa bicara lagi, Shaun kembali menyalakan mesin mobilnya. Membawa kendaraannya tersebut berpacu di jalanan. Sedang Diandra sendiri tak lagi berani mencuri pandang ke arah pria yang kini serius dengan kemudinya.

...

Minggu pertama bekerja dilalui Diandra dengan baik. Meski hanya bekerja sebagai staf biasa yang lebih banyak diperintah layaknya pegawai office boy, tapi Diandra tak mempermasalahkannya. Karena ia sadar inilah yang harus dilaluinya sebagai pegawai junior di kantor ini. Namun sebisa mungkin Diandra menjalankan tugasnya dengan baik. Tanpa mengeluh. Diandra ingin membuktikan pada semua orang ia adalah pribadi yang tangguh. Yang tak akan merengek hanya karena beratnya tugas yang diberikan.

Perihal Diandra yang sempat diberi tumpangan oleh Shaun, tak pernah gadis itu ceritakan pada Maria. Ia belum sanggup menerima rentetan ceramah dari sahabatnya itu. Diandra tahu Maria bukan orang yang senang menghujat orang lain. Tapi demi kebaikan telinganya, lebih baik Diandra menyimpan hal itu dulu untuknya. Nanti saat ia merasa siap, Diandra akan memberitahukan gadis itu. Juga tentang perasaannya pada Shaun.

Rashaun, pria yang menjadi atasan mereka itu, demi apapun Diandra tak bisa menghilangkan sosoknya dari pikiran. Entah berapa kali ia selalu mencuri pandang pada Shaun kala pria itu terlihat berada dijangkauan mata Diandra. Cinta memang gila. Dan itulah yang kini dirasakan Diandra. Membuat gadis itu tak bisa berpikir jernih betapa tak lazimnya rasa yang ia miliki pada Shaun.

"Gimana kerjaan? Lancar?" tanya Maria ketika keduanya baru kembali dari makan siang. Kali ini Maria mengajak Diandra untuk menikmati soto di warung yang tak jauh dari kantor mereka.

"Sejauh ini baik. Enggak tahu deh gimana nanti. Semoga aku tetap bertahan!" Diandra mengangkat lengannya dengan gaya dramatis. Membuat Maria menoyor kepala gadis itu pelan.

"Enggak usah drama. Ya namanya juga lo pegawai junior harap maklum kalau masih diperlakukan layaknya babu kantor."

"Aku tahu, Maria. Memangnya aku ngeluh? Tamat riwayatku sama Mas Darryl kalau seminggu kerja sudah mengeluh."

Maria mengangguk setuju. Gadis itu melingkarkan lengannya di pundak Diandra dan menarik sahabatnya itu untuk masuk ke dalam lift yang kebetulan terbuka.

Sembari menunggu lift membawa mereka ke lantai di mana ruangan kerja berada, Maria dan Diandra sibuk dengan ponsel masing-masing. Hingga satu persatu orang memasuki lift hingga terasa penuh sesak. Diandra dan Mariapun melipir ke sudut yang berbeda dalam benda kotak tersebut. Hingga harum yang familiar menyapa penciuman Diandra. Gadis itu langsung menegakkan pandangannya dan mendapati seseorang sudah berdiri di depannya.

Mata Diandra mengerjap tak percaya. Gadis itu melirik pada Maria yang berada di sudut lift satunya. Tapi gadis itu tampak asyik dengan ponsel di tangannya. Hingga Diandra hanya bisa mengembuskan napas gusar.


Tuhan, tolong! Rasanya Diandra ingin berteriak seperti itu. Bagaimana gadis itu menahan diri untuk tak mengangkat pergelangan tangannya demi menyentuh punggung kokok di hadapannya. Benar-benar menyiksa. Pria yang beberapa waktu ini menyita pikirannya kini ada di hadapan Diandra. Rasanya ia ingin menghilangkan semua penghuni lift agar hanya tinggal dirinya dan Shaun yang ada di ruang ini.

"Didi, ayo!" suara Maria menyentak kesadaran Diandra.

Dengan suara bergetar Didi menyapa Shaun demi kesopanan. Tanpa bisa mengatur detak jantungnya menggila. Maria sendiri hanya menundukkan kepalanya sebagai bentuk kesopanan pada Shaun. Lalu menarik sahabatnya untuk segera menuju ruangan mereka.


Shaun sendiri tahu siapa gadis yang berdiri di belakangnya. Dan bukannya ia tak tahu jika sejak awal kehadirannya, deru napas Diandra tak teratur. Namun ia memilih tetap berdiam di depan gadis itu.

Tak hanya Diandra, Shaun sendiri seperti orang tak waras yang bisa-bisanya memikirkan gadis itu. Bahkan ia mencari tahu tentang gadis itu. Mulai dari data diri gadis itu hingga keluarganya. Harus Shaun akui, gadis itu adalah gadis dari keluarga baik-baik. Yang dididik dengan penuh nilai dan aturan oleh keluarganya. Jadi miris rasanya jika Shaun meneruskan rasa asing yang menyusup dalam hatinya terhadap gadis itu. Mereka memiliki dunia yang berbeda.

Lift yang membawanya ke lantai kantornya sudah berhenti. Tanpa menyapa siapapun yang tertinggal di dalam lift, Shaun keluar dari sana. Langsung menuju ruangannya. Sepertinya ia butuh pengalihan. Dan sepertinya malam ini ia akan kembali menghabiskan malam bersama kesenangannya. Alkohol dan wanita.

...

Note : ottoke? Rasanya aku takut buat lanjutin nulis dengan tema begini. Takuuuuut dihujat dan gak sanggup untuk menuliskan sisi kehidupan si Om, hahahha. Lanjut apa enggak nih?


Ps : makasih koreksi typo dan lainnya.


Pss : aku lagi belajar untuk kembali menulis dengan pov 3 yang benar-benar menyeluruh. Jadi kalau ada plot twist tokoh yang agak aneh, mohon dimaklumi ya. Dan boleh kasih saran biar aku nulisnya lebih enak lagi. Makasih


Rumah, 18/19/01


Continue Reading

You'll Also Like

47.2K 5.3K 27
Berada dalam kondisi kepepet karena rencana perjodohan oleh Bapaknya dengan pria berkumis yang sangat jauh dari tipenya, Adinda Sudibyo, seorang wani...
2.4K 298 23
Suatu kebetulan? Apa ini takdir? Ini semua bermulai dari satu paket cokelat yang membawa Glenna kedalam untaian tali yang cukup rumit. ditambah lagi...
88K 6.5K 27
Tidak ada cinta. Setidaknya tidak ada cinta lagi di antara kami. Kami adalah dua orang yang dulu saling kenal yang tinggal di atap yang sama...
27.3K 2K 16
Tiga mafia cantik yg menyamar sebagai nerd dan ketiga pangeran sekolah yg hobi membully langsung baca aja kalo kepo!^^ GS YG gak suka boleh skip aja...