Abstrak 16 - Dipaksa Menyerah

5.9K 791 37
                                    

Devan masih tak habis pikir dengan adik kesayangannya. Benar-benar tak bisa diterimanya jika Diandra menjalin hubungan dengan pria dewasa yang bahkan lebih pantas menjadi pamannya. Devan merasa sangat kecolongan. Selama ini ia selalu berusaha memantau segala aktivitas Diandra meski tak terlalu kentara. Tapi sebisa mungkin Devan mengetahui lingkup pergaulan adik semata wayangnya tersebut. Ia dan keluarganya memang berusaha memberikan kebebasana pada Diandra. Tapi bukan berarti mereka melepaskan sepenuhnya Diandra tanpa pengawasan.

Bahkan Darryl yang terlihat tak terlalu ikut campur nyatanya adalah sosok yang over protektif tanpa disadari Diandra. Mereka semua begitu menjaga Diandra. Dan kejadian kali ini benar-benar di luar kendali mereka. Entah mereka yang mulai lengah hingga Diandra keluar dari pantauan. Atau gadis itu yang terlalu pintar mengamankan dirinya dari jangkauan keluarga. Tapi pastinya Devan tak akan tinggal diam.

Ia belum ingin membiarkan keluarganya tahu perihal Diandra yang menjalin hubungan dengan pria matang tersebut. Devan ingin ia memegang kendali. Diandra akan ia beri ultimatum untuk mematuhi keputusannya. Meski adik kecilnya itu pasti akan melakukan perlawanan. Tapi Devan tak akan mengalah pada keputusannya. Diandra adalah adiknya. Ia dan keluarganya jelas menginginkan kebahagiaan Diandra. Tapi bukan dengan pria dewasa tersebut. Ada banyak pria sepantaran yang pantas untuk Diandra di luaran sana.

“Hari ini kamu nggak perlu ke kantor.” Devan masuk ke kamar adiknya dan langsung memberi perintah pagi itu.

Diandra yang sedang berusaha menutupi wajah sembabnya di depan meja rias seketika terperanjat. Gadis itu menolehkan kepala hingga wajahnya berhadapan pada Devan yang sudah berdiri di hadapannya.

“Kenapa?” Diandra tak ingin menangis. Tapi suaranya yang bergetar tak bisa ia tutupi.

“Mas, mau kamu berhenti bekerja mulai hari ini. Tidak perlu memenuhi tanggung jawab one month notice dari kantormu. Nanti Mas yang akan bicara dengan atasanmu.” Diandra tampak akan menyuarakan penolakannya tapi Devan langsung memotong. “Dia kan, atasanmu?”

“Siapa?” tanya Diandra.

“Pria tua yang kamu kencani,” desis Devan tanpa nada ramah sedikitpun.

Diandra tersentak. Ia seakan tak terima dengan apa yang diucapkan Devan. Ia tahu kakak lelakinya itu tengah menyindir Diandra terang-terangan. Tapi ia juga tak akan mampu melawan otoritas Devan. Diandra sangat tahu, sejak kecil orang tua mereka sudah memberi wewenang pada kedua kakak lelakinya untuk menjaganya.

“Mas ...” suara Diandra memelas.

“Mas nggak mau dibantah. Pagi ini kamu ikut Mas saja ke kantor. Biar Mama, Papa, dan Mas Darryl nggak curiga kalau kamu nggak ke kantor.”

“Aku bukan anak kecil!” Diandra meninggikan suaranya. Devan menatap tajam adiknya hingga Diandra mengkeret di kursinya.

“Bagi Mas kamu tetap masih adik kecil, Mas. Begitu juga Mama, Papa dan Mas Darryl. Kamu mau mereka ikut terlibat, Didi?” ancam Devan.

“Mas nggak bisa perlakukan aku seperti ini. Mas ...”

“Ikut atau kamu siap disidang?” Devan tak memberikan penawaran lain pada adiknya.

Diandra menggigit bibir bawahnya untuk menahan kemarahannya. Ia tak suka diperlakukan bak anak kecil yang ketahuan mencuri. Tapi ia juga tak mampu melawan Devan. Akan lebih berbahaya jika orang tuanya ikut campur. Untuk saat ini tak ada yang Diandra bisa lakukan selain menuruti keinginan Devan. Sembari ia mencari cara untuk jalan keluar masalahnya.

“Tapi aku nggak mau ikut ke kantor, Mas.”

“Lalu? Kamu mau ke mana? Ke kantor kamu? Atau ketemu lelaki itu di tempat rahasia?”

Abstrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang