"Pilihannya hanya 2 mau dijodohkan dengan Papanya atau anak nya?"
Kata Kusuma,papa Milena
•••
Kalimat dialog ayah nya itu masih terngiang ngiang dikepala Milena,bagaimana bisa dirinya yang baru memasuki kelas 12 semester akhir,sudah mau menikah diumur semuda ini? Apalagi karna alasan bisnis ayahnya. Milena serasa dirinya menjadi korban atas bisnis ayahnya yang tidak ada campur tangan sedikitpun dari Milena
"Bisnis ayah sedang tidak dalam keadaan stabil,ayah kekurangan modal,karyawan,maupun usaha usaha lain. Untungnya ada salah satu perusahaan yang menawarkan pinjaman model yang lumayan besar jumlahnya dengan satu syarat.."
"Apa syarat nya yah?"
Balas istrinya Kusuma penasaran dengan memasang wajah panik
Milena,serta abangnya Marcelio juga ikut tegang ketika ayahnya berbicara sewaktu makan malam. Mereka ber ansumsi bahwa syarat nya adalah ayahnya yang akan dipindahkan keluar negri ataupun keluar kota dengan alasan bisnis
"Dia meminta agar ada perempuan dirumahnya"
Tidak terkejut lumayan,Istri dari Pa kusuma,dan kedua anaknya hanya ber asumsi lagi bahwa dirumah itu hanya membutuhkan seorang baby sitter. Tapi semua terkejut ketika ayah nya Milena tiba tiba menatap Milena yang sedang minum itu dengan tajam
Milena heran,ia menatap ke arah bola mata ibunya yang berada didepannya dan juga menatap abang disebelahnya seakan meminta kode jawaban dari 'ada apa ini?' Tapi nihil,jawaban dari abang serta ibunya hanya mengangkat bahu mengartikan kode dengan arti 'tidak tau' dengan wajah tegang
"Pilihannya hanya 2 mau dijodohkan dengan Papa nya atau anak nya?"
Kata Kusuma,papa Milena yang membuat Milena ingin memuntahkan makanan yang ia telan ke arah wajah Ayahnya itu
Shok. Kalimat yang tidak bisa diucapkan dalam kata
"Ayah!"
Ibu kedua anak itu menatap suaminya dan langsung menyeret lengan ayahnya menuju kamar
Marcelio yang melihat Milena didepan mejanya itu merasa kasihan dengan umurnya yang segini,terlihat dari raut wajah Milena yang tidak menerima perjodohannya adiknya itu
Marcelio memberi senyum tipis kepada Milena yang tidak menggubrisnya itu. Milena meludahkan daging ayam yang dimakannya itu ke arah piring didepannya dan langsung menuju kamar dilantai atas
"Lena!"
Marcelio sudah melihat bulir bulir bening dari pelupuk mata Milena yang sebentar lagi akan menjadi air terjun.
Marcelio kini berada di meja makan sendirian dengan sisa sisa makanan setelah kejadian tidak menyenangkan tadi. Ia menatap kursi makan ibu,ayah,dan juga adik perempuannya yang kini telah berpencar ke kamar masing masing
Huft
Marcelio mengeluarkan nafas berat
•••
09.45
Milena terus berdiam diri dikamar nya sejak kejadian dimeja makan semalam,ia tidak mau sekolah,mandi,makan,ataupun aktivitas lainnya yang harus keluar dari kamar. Ia hanya bisa terus menerus mengeluarkan air dari matanya yang bulat itu,Ayah,ibunya tidak ada yang mau menganggu Milena. Mereka membiarkan Milena untuk memikirkan perjodohan itu
Ingin bercerita pun Milena bingung harus kepada siapa karna menurutnya,untuk saat ini tidak ada yang bisa mengerti isi dalam perasaannya itu. Ia terus meyembunyikan wajah kusam nya itu diatas bantal kamar miliknya
Air mata yang semalam membuat wajah Milena tampak begitu lusuh,dilengkapi dengan kantung mata yang membesar dan semakin menghitam
"Len,ini abang buka pintu nya dong"
Kata abang Milena dari luar kamarnya sembari mengetuk pintu
Tidak ada respon dari orang didalam kamar,Abangnya terus mengetuk pintu hingga Milena menjawab
Marcelio pun dibukakan pintu oleh Milena,ia kaget karna penampilan Milena yang benar benar beda jauh dari apa yang semalam dilihatnya
"Lo gapapa len?"
Tanya abang sembari mengelus puncak rambut Milena
Milena tidak menjawab ia hanya membalikan badan lalu merebahkan badannya dikasur lagi,abang nya yang mengikuti dari belakang duduk didepan meja belajar Milena
"Abang tau lah perasaan lo,tapi menurut abang,Ayah ngasih yang terbaik buat l--"
Ucapan abangnya terpotong dengan bentakan dari Milena
"ABANG BILANG AYAH NGASIH YANG TERBAIK? AYAH ITU JADIIN LENA SEBAGAI KORBAN BISNIS NYA BANG. ABANG NGERTI GA SIH?"
Abang nya juga sempat ingin marah akibat perlakukan ayahnya kepada adiknya,tapi ia tau ayahnya akan melakukan yang terbaik demi nama keluarga. Disisi lain,Marcelio juga mengerti akan perasaan dan hati adiknya yang sedang rapuh ini
"Abang berharap,kamu bisa ambil salah satu keputsan yang bener ya len,abang sayang lo"
Abangnya pun melenggang pergi menutup pintu dengan perlahan
Milena pun menangis lagi,sejadi jadinya bingung kenapa ia harus menghadapi beban seberat ini
Tapi Milena berfikir lebih dalam lagi,mungkin diluar sana ada orang yang lebih diberikan cobaan berat lebih dari dirinya,ia juga berfikir ini juga demi nama baik keluarga termasuk dirinya
Milena bangkit dari terpuruknya dan berkata
Aku siap terimakasih ayah. Batin Milena
Milena pun membersihkan diri didalam kamar mandi miliknya,keputusan nya sudah bulat. Ia akan menjalani masa depannya bersama jodoh yang ditentukan ayahnya
Milena,memberanikan diri mengetuk kamar abangnya itu. Ketika abangnya keluar,Milena langsung berbicara to the point
"Bang,Milena siap"
"Serius? Kamu udah fikirkan kedepannya?"
Milena mengangguk
"Jadi,kamu memilih siapa?
•••
"Yang bener aja papa! Aku masih kelas 3,belum bisa jadi pemimpin keluarga! Aku masih sekolah,sibuk dengan tugas osis!"
Kata Hamam tegas didepan wajah papanya itu
"Papa tau nak,papa ngelakuin ini semua demi kebaikan kamu juga. Keluarga dari perempuan itu kasian kalo terus menerus bangkrut"
"Dengan mereka yang bangkrut,aku dan anak perempuan itu dijadikan korban? Papa sadar udah menjadi perusak masa depan Hamam dan perempuan itu?"
Kata laki laki tampan itu yang sedang berdiri di kantor ruangan papanya itu
"Huft,papa ngerti nak,tapi papa ngelakukin ini demi masa depan kamu juga. Tidak ada orang tua yang tidak ingin masa depan anaknya hancur"
"Menurut papa masa depan Hamam gaakan hancur karna papa tidak pernah merasakan masa depan seorang anak?"
"Dan apa papa sadar? Emang dari awal sewaktu mama meninggal,papa tidak pernah menganggap Hamam sebagai anak!"
Lanjut Hamam mulai emosi
"Ibu mu meninggal bukan karna ayah! Ibumu meninggal karna sakit yang menggerogoti tubuh nya Hamam!"
Bentak Ayahnya yang bernama Husein itu
"Oya? Kalau begitu,kenapa ayah tidak ada saat detik detik mama menghembuskan nafas terakhir dirumah sakit? Papa malah asik asik bersama wanita itu dihot-"
Husein siap melemparkan tamparan menuju pipi kanan Hamam yang berani beraninya bicara seperti itu didepan dirinya yang sudah berjuang menafkahinya. Sayang,tamparan itu dicekal oleh tangan kiri Hamam dengan wajah yang penuh kekesalan
"Sampai kapanpun,aku tidak akan pernah menganggap perempuan itu sebagai ibu pengganti!"
Hamam melenggang pergi,membanting pintu kantor ayahnya itu