Story Red Eyes: Playing Eyes...

By _Lentera

2.7K 1.2K 94

Arensha Frinsa, gadis ber kepribadian dingin, ketus dan tajam itu memiliki rahasia, rahasia yang membawa nya... More

1- Arensha
3- Kematian Pertama
4- Granium Rose's
5- T a Subjek
6- Versus
7- Chip
8- Gevin Drapa
9- Dress Biru vs Ponsel
10- Insiden Mobil
11- Party Darah
12- Help Me
13- Kasus Elvira
14- Rega Alfino
15- Lo Butuh Gue
16- Your Home
17- Anak Baru 'Detektif'
18- Pisau Kecil Berlumuran Darah
19- Beberapa Celah
20- Minggu Lalu
21- Track Balapan
22- DIFFERENT ME
23- Si Pelaku
24- Korban Ke-Empat?
25- Maaf
26- All Be
27- Home
28- DATE AND H-1 DEATH
29- Bilbarry
30- Last
ExPr 1
ExPr 2

2- Catatan Matematika

220 92 13
By _Lentera

Suara ketukan sepatu sport hitam terdengar menggema disepanjang kolidor sekolah yang hening. Sekolah sudah terlihat sepi hanya ada beberapa mobil dan motor guru yang masih terpakir di halaman sekolah jika bukan karena buku catatan nya tertinggal Ren sang pelaku ketukan sepatu tersebut tidak mau memutar arah lagi ke sekeolah, langkah ren tak terlalu cepat atau pun lambat. Berjalan di kolidor sendirian sebenarnya membuat Ren Waspada, intusinya mengatakan bahwa ada orang yang sedang mengikutinya. Satu belokan lagi Ren akan sampai di loker sekolah.

Ren mengulurkan tangan nya, membuka loker miliknya. Saat itu Ren terdiam cukup lama saat loker miliknya tidak terkunci padahal Ren yakin tadi pagi-pagi ia mengunci nya kembali setelah membersihkan lokernya, Ren membiarkan pintu loker tetap terbuka.

"Lo pasti nyari buku ini kan?" suara bass itu mengalihkan pandangan Ren. Ren memiringkan kepalanya, buku catatannya berada di tangan cowok yang berada di depan nya sekarang.

Ren menatap cowok itu datar, melihat lencana perak yang di pakainya itu artinya dia adalah ketua osis SMA NUSA priode baru. Baru saja Ren hendak meraih buku catatan nya, Cowok itu -Rega Alfano- menaikan lebih tinggi ke udara.

"Balikin buku gue" seru Ren datar, ia tak mau berbelit dengan melontarkan pertanyaan yang sudah jelas bahwa Rega yang mengikutinya sejak ia berjalan di kolidor.

Rega menggaruk plipisnya dengan tangan nya yang bebas, sambil tersenyum tipis. Haruskah Ren mengumpat kenapa dia berturut-turut harus berurusan dengan laki-laki dengan wajah misterius dan sama-sama membuatnya kesal, terlebih sekarang Ren ingin segera merebahkan tubuh nya di kamar miliknya.

"Dengan satu syarat" ujar Rega masih dengan senyum tipisnya, Ren akui cowok di depan nya memiliki wajah yang rupawan tapi Ren tidak tertarik untuk memuja ketampanan seseorang seperti kebanyakan cewek lainnya. Toh jika dia mati itu artinya Tuhan mengambil kembali miliknya.

Ren mendengus, bukan nya sekarang dia tengah membuang-buang waktu berharga Ren.

"Kanapa harus ada syarat?" bukan kan jika Rega yang membobol lokernya sama saja dengan berhutang maaf kepadanya kecuali jika bukan Rega pelakunya.

"Gue udah nyelamatin buku lo dari orang-orang iseng dan loker lo masih aman dari saos tomat, jadi sebagai ucapan terima kasih gue minta balas budi dari pada ucapan makasih, meski gue yakin lo gak bakal mau meski pun gue maksa lo buat ngucapain makasih"

Ren mendengus.

"Banyak omong" ujar Ren ketus, "Apa?, Lo minta apa?"

Rega setelah itu menyodorkon buku catatan matematika Ren ke arah Ren, dengan senang hati Ren langsung mengambil catatan nya.

"Gue kabarin besok, lo udah ambil catatan nya jadi tepati janji lo" seru Rega masih dengan senyum tipisnya.

Ren mengangguk tanpa mau membuang waktunya kembali Ren melengos pergi begitu saja, hari ini ia tidak mau berdebat untuk ke-dua kalinya, di tambah Ren tidak suka berinteraksi dengan orang yang baru di kenalnya.

Ren memasuki mobil putih miliknya setelah sampai di parkiraan sekolah, menghidupkan stater sebelum Ren menginjak gas, ia lebih dahulu menempelkan ponsel putih ketelinganya menunggu telepon nya di angkat.

"Apa?"

Suara Erin terdengar tidak senang di sebrang sana, sepertinya terganggu dengan panggilan suara dari Ren.

"Gue on the way ke rumah lo" ujar Ren to the point

"Apa?, gue gak ada di rumah jangan ke rumah ada mahluk astral. Gue lagi di luar bareng bokap nyokap ada urusan" seru Erin cepat "lo kebiasaan ke rumah gak kabarin dulu"

"Nih gue udah ngabarin lo, gue otw oke"

"Jang-"

Tut tut. Ren secara sepihak mematikan panggilan nya. Ren yakin berbagai umpatan kasar sudah keluar dari mulut Erin untuknya. Bukan kah sahabat kebanyakan seperti itu, tidak perlu sibuk memikirkan apakah dia tersinggung karena sahabat hanya mengeluarkan apa yang dipikirkan nya. Dalam artian nyaman.

Ren menancap gas setelah melempar ponsel nya ke jok di sebelah nya, hari ini Ren ingin menginap di tempat Erin sekedar menenangkan pikiran nya sebentar sebelum berhadapan dengan ayah nya.

Memikirkan kata ayah saja membuat Ren pusing, apalagi bertemu langsung. Tolong kuatkan Ren untuk hari esok, ia tak mau menangis seperti orang bodoh padahal dia yang di tinggalkan seharusnya ayah nya yang menyesal dan meminta maaf terlepas dari apa pun alasan nya.

Ayah nya meninggalkan Ren di usia nya 7 tahun yang paling membutuhkan kasih sayang dan perhatian lebih, padahal kala itu tepat Ren memasuki bangku sekolah dasar. Hidup sendirian memang tak terlalu menangkutkan, tapi karena kebiasaan kesendirian itu mebunuhnya secara perlahan.

Jika saja tidak ada bi Anah Ren pasti tidak akan berada di depan rumah mewah bak istana milik Erin sekarang bahkan tidak akan mengenal cara kerja dunia yang licik, karena jika bi Anah tidak ada Ren sudah lenyap persis saat di tinggalkan oleh ayah nya, karena itu Ren yang sekarang tidak kenal belas kasihan.

Mengingat nya saja menjengkelkan. Huh, Ren mendengus menekan klakson mobil dan gerbang rumah tinggi Erin terbuka secara otomatis, Pak Farhan terlihat tersenyum dari pos dekat gerbang memang Ren sudah terbiasa datang ke rumah Erin dan kenal Pak Farhan cukup baik.

Ren melajukan mobilnya kembali memasuki gerbang besar itu, setelahnya Ren keluar dari mobil. Halaman rumah Erin memang besar kira-kira seperempat lapangan golf disertai rumput jepang hijau yang terhampar di sepanjang lapangan, jalan menuju pintu utama pun selebar jalan setapak dan tidak bisa di lewati mobil.

Ren mulai melangkah setelah menyapa Pak Farhan, melewati jalan setapak beda nya di lapisi bebatuan kecil putih dan jauh nya 40 meter mungkin, saking luasnya rumah Erin padahal baru halaman depan, Ren sering berpikir setiap kali datang kerumah Erin bahwa rumah ini di rancang dengan baik, nuansa nya Clasic, mewah tapi elegan rumah Erin di dominasi warna putih dan emas berbeda dengan rumah Ren yang terkesan modern tapi berkelas dan didominasi warna putih dan coklat.

Ren sampai di depan pintu utama yang setengah besar nya dari Gerbang tadi, alih-alih menekan bel Ren memilih masuk dan melewati ruang tamu begitu saja ke lantai dua tujuan nya sejak tadi adalah kamar Erin.

Ren masuk ke kamar Erin dengan cat dinding putih, melempar tas nya sembarangan di susul dengan kaos kaki setelah itu Ren langsung berbaring di tempat tidur Erin yang berukuran King Size.

Ren merogoh ponsel dari rok sekolahnya, membuka aplikasi instagram dan mulai mengscroll gambar yang di upload oleh teman teman sekelasnya, Ren hanya meng-follow teman sekelas nya saja. Suara notifikasi dari instagram menggerakan tangan Ren untuk menyentuh gambar love di bawah.

@GavinDr5_ mulai mengikuti anda. 1 menit yang lalu

@RgaAlfi_n0 mulai mengikuti anda. 2 menit yang lalu

Ren terlihat mengeryit, meski banyak yang meng-Follow akun IG-nya, bahkan followernya sekarang 367K dengan uplodan gambar hanya 7, Ren merasa familiar dengan dua nama itu. Suara notif kembali terdengar dan Ren membuka DM

--@GavinDr5_--

Feedback IG gue balik. Read

Ren langsung mengfollow back kedua akun tadi. Ren setelah itu melempar ponsel nya ke samping, dan memejamkan mata nya dengan mengubah posisi nya ke sebelah kanan, baru saja Ren hendak tidur suara ketukan pintu kamar Erin terdengar nyaring.

Ren mendengus dan terpaksa mendekati pintu kamar Erin, membukanya. Ren menatap sang pelaku dengan tatapan datar.

"Eh gue kira Merinsya" seru cowok itu dengan cengiran lebar.

"Kenapa?"

"Gak jadi nyari merinsya, gue nyari lo aja. Kenalin nama gue Leno Kalfiansah sepupu Erin, gue kelas 12 SMA Merah Putih," Leno mengulurkan tangan nya hendak berjabat tangan "gue sering denger tentang lo, cantikan aslinya daripada poto"

Ren menjabat tangan Leno tanpa ekspersi, Ren baru ingat tadi Erin bilang ada mahluk astral di rumah nya, tenyata maksudnya Lano. Tangan mereka masih bertautan lebih tepatnya Lano yang masih menggaman tangan Ren dengan senyuman diabetes nya.

"hoho lepasin tangan Arensha mahluk astral" teriakan menggelagar itu menarik perhatian Ren dan menemukan Erin tengah menunjuk Leno dengan wajah garang, hampir saja Ren tidak bisa menahan tawa Erin mempercepat langkahnya dan dengan kasar mendorong Lano kesamping.

"Gak usah modus lo, wajah lo keliatan Fuckboy nya" seru Erin ketus.

Lano terlihat tidak terima dan balas menantang Erin dengan mengangkat dagu nya pongah.

"Lo bilang apa badut berjalan, gue tau wajah gue ganteng dan lo nuduh gue sebarangan, Fuckboy-" Lano berdecih, "gue cowok setia" seru Lano tidak terima

Erin berdecak tidak suka, "Mana ada maling ngaku, sono sono lo jangan deket-deket Arensha."

"Lo ngajakin berantem" tantang Lano terlihat kesal. Erin balas menatang Lano dengan tatapan nya, Ren mendengus setelah itu masuk ke kamar Erin ia tak mau terlibat dengan perkelahian antar saudara, itu melelahkan.

Ren kembali berbaring di kasur, terlentang sambil menatap langit-langit kamar Erin, memejamkan mata sekarang tidak ada guna nya. Ren kembali meraih ponsel nya, satu panggilan tak terjawab dari ayahnya.

Ren menghela nafas, ia merasa lelah jika mengingat ayahnya kembali. Suara decitan pintu sama sekali tak menarik perhatian Ren, malahan Ren terlihat mengambil posisi menyamping membelakangi pintu.

"Lo kenapa gak pulang langsung sih" seru Erin.

Ren merasakan kasur sedikit terguncang, Erin duduk di sisi ranjang sambil menatap punggung Ren.

"Ogah, lagi males pulang" sahut Ren datar.

Erin jelas tau apa yang menjadi alasan utama Ren tidak pulang, siapa lagi jika bukan ayahnya.

"Tadi bokap lo telepon gue pas di jalan, gue bilang lo di rumah gue bakal nginep, meskipun gue paksa buat pulang lo pasti tetep nginep" ujar Erin kesal, "lo susah di bilangin."

Ren bedecak kesal "bilang aja keras kepala" ujar Ren ketus

Erin tertawa renyah "tuh lo tau" Erin melihat ponsel nya sebentar "udah lo tidur aja, gue ada urusan"

Erin berdiri meninggalkan Ren dari kamar, menutup nya dengan pelan. Sejenak Ren harus menahan pertanyaan yang hampir telontar begitu saja dari mulut nya. Ren penasaran apa sebenarnya yang Erin lakukan di luar sana, karena kenyataan nya Erin lebih sering di luar. Tidak, ini tidak ada hubungan nya dengan pertemuan direktur -ayah Erin- jika ada pertemuan eklusif, tapi Erin berkeliaran di luar sana dengan kaki nya sendiri dan yang paling membingungkan Erin jarang masuk sekolah.

Jelas Ren harus tau alasan sahabatnya bersikap seperti itu, tapi lagi-lagi Ren tidak punya hak, mereka bedua berjanji agar tidak mengusik privasi masing-masing.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Masalah bukan tentang kalian yang mencari cara untuk menyelesaikan nya, tapi cara proses yang kalian lakukan untuk menghadapinya.

-Lentera-

26, November 2020.

Revisi

Continue Reading

You'll Also Like

Bad girl By Intan J

Teen Fiction

63.4K 3K 54
Tatsuya adalah seorang berandalan disekolahnya. ia dikenal sebagai cowok terhits sekaligus terfamous sejagad SMA Hillary yang tak lain adalah milik k...
142K 8.5K 43
Seorang gadis memiliki kemampuan yang jarang dimiliki orang lain berusaha mencari identitasnya. Sepuluh tahun bersembunyi akhirnya Ify membawa banyak...
335K 37.5K 46
"π™ΏπšŽπš—πšπš”πš‘πš’πšŠπš—πšŠπšπšŠπš— πš’πšŠπš—πš πš‹πšŽπš›πšŠπš”πš‘πš’πš› πšπš›πšŠπšπš’πšœ." -𝓑π“ͺ𝓻π“ͺπ“₯π“ͺ𝓷𝓲π“ͺ.¹⁡/⁰³/Β²ΒΉ PART DIHAPUS ACAK! Dijual dalam bentuk PDF. Silahka...
1.2M 6.5K 2
UDAH END DI APLIKASI NOVELTOON Bertransmigrasi??? Hah, rasanya tak kan percaya tapi Itulah yang dirasakan dua orang gadis cantik iniβ•₯﹏β•₯ Caca Aulia P...